Claim Missing Document
Check
Articles

Penerapan Model Pengembangan Teknologi Tepung Sukun Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Komersial (Application of Development Model of Breadfruit Flour Technology to Increase the Commercial Added Value) Ridwan Rachmat; Sri Widowati
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i1.76

Abstract

Komoditas sumber karbohidrat non-serealia, seperti aneka umbi dan buah khususnya sukun, dalam bentuk segar umumnya mudah rusak karena tingginya kadar air (60-80 persen). Upaya penggalian sumberdaya pangan lokal untuk meningkatkan ketersediaan dan ketahanan pangan dan mengubah citra inferior menjadi superior dapat dilakukan dengan proses pengolahan produk setengah jadi, diantaranya menjadi tepung. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian telah berhasil mengembangkan teknologi proses produksi tepung sukun dengan palatabilitas tinggi. Inovasi teknologi tepung sukun tersebut telah diimplementasikan dalam suatu model kelembagaan melalui kerjasama dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap dan telah menunjukkan peningkatan nilai tambah khususnya dari segi ekonomi. Berdasarkan perhitungan B/C rasio, disimpulkan bahwa pada usaha skala 100 kg sukun segar dengan harga Rp 650/kg, maka harga jual tepung sukun Rp 12.000/kg. Sedangkan untuk skala usaha 1.000 kg sukun segar, dengan harga Rp 1.000/kg dan harga jual tepungnya Rp 10.000/kg. Harga tersebut dapat memberikan keuntungan pada petani. Nilai tambah ekonomi yang diperoleh dari usaha dengan model kelembagaan yang diintroduksikan lebih tinggi (Rp 1.811/kg), dibandingkan dengan model usaha skala petani yang ada yaitu sebesar Rp 1.233/kg.In general, non-cereals-based carbohydrates such as tubers and fruits, especially breadfruit as local food bio-resources, are perishable at high moisture content (60 - 80 percent). The effort in exploring and processing the commodities to produce flouras intermediate products will support the food availability and food security, and also improve the commodities image from inferior to the superior ones. The Indonesian Center forAgricultural Postharvest Research and Development (ICAPRD) has developed the production technology of highpalatability breadfruit's flour. This innovation has been implemented in a household level business model at farmerlevel through a collaborative work program on product development with the agricultural and animal husbandry extension service of Cilacap District, Central Java, and this resulted in lifting up the economic added value. Based on B/C ratio analyses, it is concluded that the feasible business at 100 kg of rawbreadfruit with Rp 650/kg, the flour's price is Rp 12,000/kg. While at 1,000 kg, the flour's prices is Rp 10,000/kg. The added valueof breadfruit's flour business at an introduced institutional model is higher (Rp 1,8117kg) than the existing farmer's business scale (Rp 1,233/kg).  
Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai (Phsyco-chemical Characteristics and Functional Properties of Tempe Made from Different Soybeans Varieties) Made Astawan; Tutik Wresdiyati; Sri Widowati; Siti Harnina Bintari; Nadya Ichsani
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 3 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i3.102

Abstract

Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diproduksi melalui fermentasi kedelai dengan kapang Rhizopus sp. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan karakteristik fisik dan kimia kedelai impor (GMO, Non-GMO) dan kedelai lokal (Grobogan, Anjasmara, Argomulyo). Sebelum difermentasi, kelima jenis kedelai dibandingkan satu sama lain dalam hal ukuran, berat per 100 biji, volume, densitas kamba, impuritas, dan derajat pengembangan setelah dimasak dan direndam satu malam. Kadar air, abu, dan proteinnya juga dibandingkan. Untuk produksi tempe, kedelai disortasi, direbus, direndam, dikupas kulitnya, dan difermentasi. Tempe yang dihasilkan kemudian dianalisis kadar air, abu, protein, kapasitas antioksidan, rendemen, biaya paling efektif, dan karakteristik sensorinya. Hasil analisis menunjukkan kedelai Grobogan memiliki ukuran terbesar (19,53 g/100 biji kedelai) dan efektivitas biaya tertinggi (0,73), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen tempe yang dihasilkan (p > 0,05). Tempe yang dihasilkan dari kedelai Grobogan memiliki kadar air, protein, dan lemak yang sama dengan tempe dari kedelai impor. Tempe yang dihasilkan dari kedelai Argomulyo memiliki kadar protein tertinggi (52,70 persen). Kapasitas antioksidan tempe dari kedelai impor dan lokal berkisar antara 186-191 mg AEAC/kg tempe dan tidak berbeda nyata (p > 0,05) satu sama lain. Berdasarkan analisis sensori pada tempe mentah dan tempe goreng, secara keseluruhan tempe dari kedelai lokal memperoleh tingkat kesukaan yang sama dengan tempe dari kedelai impor.Tempe is Indonesian traditional food made by fermentation of soybean by the fungus Rhizopus sp. The objective of this research was to compare physical and chemical properties of import soybeans (GMO, Non-GMO) and local soybeans (Grobogan, Anjasmara, Argomulyo). Before being fermented, these import and local soybeans were compared on size, weight/100 grains, volume, bulk density, impurities, and puffing degree after being cooked and overnight soaked. The moisture, ash, and protein contents were also compared. For producing tempe, soybeans were sorted, cooked, soaked, dehulled, and fermented. The tempe moisture, ash, protein, antioxidant capacity, yield, cost effectiveness, and sensory characteristic were then evaluated. The result showed that Grobogan variety had the biggest size (19.53 g/100 soybean grains) and the highest cost effectiveness (0.73), but the yields of all tempe were not significantly different (p > 0.05). Tempe made from Grobogan soybean had moisture, protein, and fat content as high as tempe made from imported soybeans. Tempe made from Argomulyo soybean had the highest protein content (52.70 percent). The antioxidant capacity of tempe made from imported and local soybeans was about 186–191 mg AEAC/g, but was not significantly different (p > 0.05). Based on sensory evaluation of raw and fried tempe, overall tempe made from local soybeans had the same preference with tempe made from imported soybeans. 
Keunggulan Jagung QPM (Quality Protein Maize) dan Potensi Pemanfaatannya dalam Meningkatkan Status Gizi (The Advantage of Quality Protein Maize and The Potent of Its Utilization In Improving Nutritional Status) Sri Widowati
JURNAL PANGAN Vol. 21 No. 2 (2012): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v21i2.127

Abstract

Jagung merupakan sumber karbohidrat dan sekaligus sumber protein, terutama bagi masyarakat yang pangan pokoknya berbasis jagung. Kandungan protein jagung cukup tinggi yaitu 8-11 persen, namun kualitas protein jagung pada umumnya (32 persen) jauh di bawah kualitas protein beras (79 persen). Hal ini disebabkan karena protein jagung kekurangan dua asam amino esensial, yaitu lisin dan triptofan. Keberhasilan perakitan varietas jagung tipe baru, yaitu QPM(Quality Protein Maize) memberi harapan bagi masyarakat bahwa jagung dapat digunakan sebagai pangan pokokyang setara kualitas gizinya dengan beras, bahkan kualitas protein jagung QPM (82 persen) lebih bagus. Jagung kompositQPM varietas Srikandi kuning-1 dan Srikandi putih-1 masing-masing memiliki kandungan lisin 0,580 persen dan 0,468 persen dan triptofan 0,114 persen dan 0,102 persen dua kali lebih besar bila dibandingkan denganjagung hibrida varietas Bima-1 (lisin 0,291 persen dan tritofan 0,058 persen). Selain sebagai pangan pokok, Jagung QPM juga dapat diolah menjadi produk pangan sebagaimana jagung biasa, antara lain menjadi tepung, pati, susu jagung, jagung sosoh pratanak cepat masak, tepung instan, serta aneka kudapan berbasisjagung utuh maupun tepungjagung. Berdasarkan kualitas gizi dan sifat fungsionalnya, menu makan berbasis jagung QPM dapat meningkatkan status gizi masyarakat.Maize isthe main source of carbohydrates and protein, especiallyfor people whose staple food is this cereal. Protein content of maizeis relatively high i.e. 8-11 percent. However, the quality of protein compared to casein (32 percent) is far below that of rice(79 percent) because of its deficiency in two essential amino acids, namelylysineandtryptophan. The success inbreeding a new typeof maize varieties, the QPM (Quality Protein Maize), has provided hope for people whose staple food is this cereal because its nutritional quality is comparable torice, and itis even better in many cases. For instance, the quality of protein QPM is 82 percent. Composite QPM Srikandi kuning-1 and Srikandi putih-1 varietiescontain lysine(0,580 percent and 0,468 percent) and tryptophan (0,114 percent andO, 102 percent), which are twice greater than hybridmaizeBima-1 variety (lysine of0,291 percentand trytophan of0,058 percent). Beside as staple food, QPM maize can also be processed similar to ordinary maize, such as flour, starch, maize-milk, quick cooking polished maize, instant flour, and variousmaize-based snacks. Due to its superior nutritional qualityandfunctional properties, QPM maize-based dietcan remarkably improve the nutritional status ofthe people. 
Aplikasi Tepung Bekatul Fungsional Pada Pembuatan Cookies Dan Donat Yang Bernilai Indeks Glikemik Rendah (Application of Functional Bran in Making Cookies and Donuts with Low Glycemic Index Value) Made Astawan; Tutik Wresdiyati; Sri Widowati; Indira Saputra
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 4 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i4.144

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan bekatul fungsional (direndam dalam asam askorbat 1000 ppm selama 1 jam pada berbagai formula cookies dan donat. Terhadap formula cookies dan donat yang terbaik kemudian dilakukan uji sensori, analisis sifat fisik dan kimia, serta pengukuran indeks glikemik (IG). Bekatul fungsional dapat diaplikasikan sebagai pensubstitusi terigu pada pembuatan cookies dan donat. Formula cookies dengan penambahan bekatul fungsional sebanyak 40 persen dari total tepung, dan formula donat dengan penambahan bekatul fungsional sebanyak 35 persen dari total tepung, merupakan formula yang terpiih. Kedua produk tersebut memiliki kadar serat pangan yang tinggi sehingga dapat diklaim sebagai pangan fungsional sumber serat pangan. Penambahan bekatul fungsional ke dalam formula cookies dan donat dapat menurunkan nilai IG, yaitu dari 67 pada cookies standar (tanpa bekatul) menjadi 31 pada cookies bekatul, dan dari 72 pada donat standar menjadi 39 pada donat bekatul. Dengan demikian, cookies dan donat bekatul dapat digolongkan sebagai pangan yang memiliki IG rendah (< 55). Pangan dengan IG rendah dapat diklaim sebagai pangan fungsional anti-diabetes. Faktor pendukung rendahnya IG pada cookies dan donat bekatul dibandingkan cookies dan donat standar adalah kadar lemak, kadar protein, kadar serat pangan, dan kadar amilosa yang lebih tinggi, serta daya cerna pati yang lebih rendah.kata kunci: cookies, donat, bekatul, indeks glikemik, organoleptikThe objective of this research was to apply functional rice bran (made by soaking rice bran in 1000 ppm ascorbic acid for 1 hour in processing some formulas of cookies and donut. Sensory, physical, chemical, and glycemic index (GI) analysis were then done to the selected formula of cookies and donut. The functional rice bran could be applied to substitute wheat flour in making cookies and donut. Cookies formula with addition of 40 percents functional rice bran from the total flour, and donut formula with addition of 35 percents functional rice bran from the total flour, were the best selected formulas. The two formulas had high dietary fiber content, so it can be claimed as a dietary fiber source of functional foods. The addition of functional rice bran into the cookies and donut formulas could decrease the GI value, from 67 in standard cookies (without addition of functional rice bran) to become 31 in functional rice bran cookies, and from 72 in donat standard to become 39 in functional rice bran donut. So, functional rice bran cookies and donut can be classified as foods with low GI value (< 55). Low GI foods can be claimed as antidiabetic functional food. Higher content of fat, protein, dietary fiber, amylose, and also the lower of starch digestion of rice bran cookies and donut contributed in lowering the GI.keywords: cookies, donut, rice bran, glycemic index, sensory
Karakteristik Mutu Gizi Dan Diversifikasi Pangan Berbasis Sorgum (Sorghum vulgare) Sri Widowati
JURNAL PANGAN Vol. 19 No. 4 (2010): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v19i4.170

Abstract

Sorgum merupakan bahan pangan pokok di negara semi tropis baik di Afrika maupun Asia. Konsumen sorgum sering diidentikkan dengan masyarakat marginal. Padahal komoditas ini mempunyai keunggulan komparatif mutu gizi terhadap serealia lainnya. Sorgum, sebagai bahan pangan pokok tidak hanya menyumbang kalori, tetapi juga protein, vitamin dan mineral. Sorgum mengandung karbohidrat (±70 persen ), protein (8-12 persen) setara dengan terigu atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras (6-10 persen), dan lemak (2-6 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan beras (0,5-1,5 persen) dan terigu (2 persen). Sorgum mengandung berbagai mineral esensial, seperti P, Mg, Ca, Fe, Zn, Cu, Mn, Mo dan Cr. Faktor genetik sangat berpengaruh terhadap komposisi gizi dan kimia dan sifat fungsional. Kendala utama dalam pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan adalah penyosohan dan kendala ini sudah dapat diatasi. Sorgum sosoh (beras sorgum) dapat dikonsumsi sebagai mana layaknya nasi, maupun aneka produk bentuk butiran (brondong/pop soghum, renginang, tape, wajik). Tepung sorgum dapat sebagai substitusi pendamping tepung beras dan terigu, untuk diolah menjadi aneka pangan tradisional, cake dan cookies. Saat ini sudah dikembangkan produk sorgum instan (nasi sorgum instan, bubur dan sereal sarapan).Sorghum is a kind of staple food in semi-tropical countries both in Africa and Asia. The consumers of sorghum are often associated with the marginalized communities. However, this commodity has a comparative advantage in nutrition quality compared to other cereals. Sorghum contributes not only calories, but also protein, vitamins and minerals. Sorghum contains carbohydrate (± 70 percent); protein (8-12 percent) which is equal to that of wheat flour or higher than that of rice (6-10 percent); and fat (2-6 percent) which is higher than that of rice (0.5-1.5 percent) and wheat (2 percent). Sorghum contains many essential minerals, such as P, Mg, Ca, Fe, Zn, Cu, Mn, Mo and Cr. Genetic factors affect the nutritional and chemical composition as well as functional properties. The main problem in the utilization of sorghum as a food ingredient is polishing, which has already been resolved. Polished sorghum can be consumed as cooked rice, as well as various snack foods based on grain ingredients (brondong/popped sorghum, renginang, tape, wajik). Sorghum flour as an alternative food and the substitute of rice and wheat flour can be processed into a variety of traditional foods, cakes and cookies. Now, some instant sorghum products (sorgum instant rice, porridge and breakfast cereals) have already been developed. 
Karakteristik Beras Instan Fungsional dan Peranannya dalam Menghambat Kerusakan Pankreas Sri Widowati
JURNAL PANGAN Vol. 17 No. 3 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v17i3.267

Abstract

Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes melitus (DM) terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Tidak kurang dari 14 juta penduduk saat ini menderita DM. Pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan obat-obatan dan melalui pengaturan pola makan dan pemilihan jenis makanan yang tepat. Pengembangan beras instan fungsional dengan memanfaatkan ekstrak teh hijau ini bertujuan untuk menurunkan daya cerna dan indeks glikemik sehingga dapat digunakan sebagai diet bagi penderita DM. Proses pembuatan beras instan fungsional dari varietas Memberamo (BMIF) yaitu perendaman dalam ekstrak teh 4% (T=50°C, t=2 jam, beras:ekstrakteh = 1:1), pemasakan dalam ekstrak teh 4% (P=80kPa,t=10 menit) dilanjutkan dengan pengeringan I (T=100°C, t=60 menit, beras:ekstrakteh = 1:1), pembekuan (T= -4°C, t=24 jam) dan pengeringan (T= 60°C, t=4 jam). Proses pembuatan beras instan fungsional dapat menurunkan daya cerna pati in vitro dan indeks glikemik, berturut-turut dari beras Memberamo (BM) giling 71.18% dan 67, menjadi Produk beras Memberamo instan fungsional (BMIF) memiliki daya cerna pati in vitro41.39% dan , IG = 49., Analisis histologi jaringan pankreas tikus percobaan menunjukkan bahwa BMIF dapat menghambat laju pengecilan ukuran dan jumlah pulau Langerhans pankreas serta jumlah sel-a pankreas. Dapat disimpulkan bahwa konsumsi beras fungsional dengan perlakuan ekstrak teh hijau selama 36 hari dapat menghambat laju kerusakan pulau Langerhans dan sel-a pankreas pada tikus model DM.
POTENSI INULIN SEBAGAI KOMPONEN PANGAN FUNGSIONAL DARI UMBI DAHLIA (Dahlia pinnata L) Sri Widowati
JURNAL PANGAN Vol. 16 No. 1 (2007): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v16i1.277

Abstract

Inulin, merupakan polimer dar, unit-unit fruktosa. Inulin bersifat larut di dalam air dan tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, namun difermentasi mikroflora kolon . (usus besar). Oleh karena itu, inulin berfungsi sebagai prebiotik. Prebiotik merupakan komponen pangan yang berfungsi sebagai substrat mikroflora yang menguntunqkan di dalam usus. Beberapa tanaman menghasilkan karbohidrat, salah satunya yaitu tanaman dahlia Umbi dahlia selain digunakan sebagai bibit, juga dapat dimanfaatkan sebagai sumberkarbohidrat fungsional, yaitu inulin. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan tentang potensi inulin pada umbi dahlia sebagai komponen pangan fungsional. Disimpulkan bahwa inulin dapat digunakan untuk pengkayaan (enrichment) produk makanan, seperti eskrim, jeli, bubur bayi dan masih banyak contoh lainnya. Di balik prospek penggunaan inulin dari umbi dahlia ini, masih ada beberapa kendala, antara lain sumber bahan baku yang masih terbatas
Evaluasi Mutu Nasi Instan Skala Produksi 5 Kg Kirana Sanggrami Sasmitaloka; Sri - Widowati; Imia Ribka Banurea
JURNAL PANGAN Vol. 29 No. 2 (2020): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v29i2.459

Abstract

Nasi instan adalah nasi cepat masak yang dapat disiapkan dalam waktu 3-5 menit yang memiliki ciri khas dengan butir beras yang porous. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi produksi nasi instan pada kapasitas 5 kg. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras kadar amilosa tinggi (>25%), sedang (20-25%) dan rendah (<20%). Percobaan dilakukan dengan metode pembekuan selama 24 jam pada suhu -4°C. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik nasi instan dari amilosa tinggi adalah rendemen 93,23%, waktu rehidrasi 4,37 menit, densitas kamba 0,61 g/ml, daya serap air 45,15%, volume pengembangan 176,83% dengan kandungan air 9,95%, abu 0,41%, lemak 0,48%, protein 9,70%, karbohidrat 79,46%, daya cerna pati 66,45% dan kadar serat pangan total 6,93%. Karakteristik nasi instan dari amilosa sedang adalah rendemen 91,53%, waktu rehidrasi 4,28 menit, densitas kamba 0,57 g/ml, daya serap air 39,58%, volume pengembangan 172,97% dengan kandungan air 8,90%, abu 0,82%, lemak 0,51%, protein 8,76%, karbohidrat 81,01%, daya cerna pati 64,97% dan kadar serat pangan total 4,85%. Dan karakteristik nasi instan dari amilosa rendah adalah rendemen 98,81%, waktu rehidrasi 3,22 menit, densitas kamba 0,48 g/ml, daya serap air 36,90%, volume pengembangan 145,73% dengan kandungan air 9,63%, abu 0,45%, lemak 0,22%, protein 8,63%, karbohidrat 81,06%, daya cerna pati 63,49% dan kadar serat pangan total 4.43%. 
Application of The Equivalent Partitioning Method in Testing for Automatic Test Case Generation on The Digi-OTA System Silfi Nur Amalia; Sri Widowati; Donni Richasdy
JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA Vol 6, No 1 (2022): Januari 2022
Publisher : STMIK Budi Darma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30865/mib.v6i1.3326

Abstract

Software testing is one of the important phases in determining software quality. In the software development cycle, the testing phase takes more than 50% of the development time. The process of creating test cases in software testing is the most difficult process and determines the success of the testing phase. Test cases for software testing can be created based on the existing analytical modeling in the software specifications. This kind of testing technique is known as model-based testing, which is one of the black box testing approaches. In this study, the analytical model used is the UML Activity diagram. The reason for choosing UML Activity diagrams is because this diagram can model activities in software based on behaviors and conditions that are by the sequence. The output of this research is a prototype of a test case generator using an activity diagram. The analysis of the suitability of the test cases generated for the Digi-OTA application using the equivalence partitioning method is 100% when tested with valid data test specifications, while when tested with invalid test data specifications it produces 100% for approving actors, 95.98% for employee actors and 95.45% for detail officer actor.
KAJIAN PRODUKSI NASI KUNING INSTAN DAN KARAKTERISTIKNYA Kirana Sanggrami Sasmitaloka; Imia Ribka Banurea; Sri Widowati Widowati
JURNAL AGROINDUSTRI HALAL Vol. 5 No. 2 (2019): Jurnal Agroindustri Halal
Publisher : Lembaga Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Djuanda Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.364 KB) | DOI: 10.30997/jah.v5i2.1936

Abstract

ABSTRACTThe manufacture of food products in an instant form can reduce obstacles in storage and distribution. The purpose of this study was to determine the characteristics of instant yellow rice produced using a cabinet dryer. The research method used was a non factorial Complete Randomized Design, with comparative treatment of rice and cooking water volume (1: 1,1; 1: 1,2; and 1: 1,3) as well as the type of yellow rice seasoning used (instant seasoning and processed seasoning). The best treatment is obtained on instant yellow rice produced using processed seasonings with a comparison of raw materials with cooking water volume of 1: 1,3. This product has a yield characteristic of 98.29%, rehydration time 4.32 minutes, kamba density 0.351 g/ml, water absorption 64.78%, development volume 174.51%, rehydration ratio 3.44, chroma value 30.29 and hue value 96.38.Keywords: instant yellow rice, rehydration time, drying, characteristics ABSTRAKPembuatan produk makanan dalam bentuk instan dapat menekan kendala dalam penyimpanan serta distribusi . Tujuan  penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik nasi kuning instan yang diproduksi dengan menggunakan cabinet dryer. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap non faktorial, dengan perlakuan perbandingan beras dan volume air pemasakan (1:1,1; 1:1,2; dan 1:1,3) serta jenis bumbu nasi kuning yang digunakan (bumbu instan dan bumbu olahan). Perlakuan terbaik diperoleh pada nasi kuning instan yang diproduksi menggunakan bumbu olahan dengan perbandingan bahan baku dengan volume air pemasakan sebanyak 1:1,3. Produk ini memiliki karakteristik rendemen 98,29%, waktu rehidrasi 4,32 menit, densitas kamba 0,351 g/ml, daya serap air 64,78%, volume pengembangan 174,51%, rasio rehidrasi 3,44, nilai chroma 30,29 dan nilai hue 96,38.Kata kunci: nasi kuning instan, waktu rehidrasi, pengeringan, karakteristik
Co-Authors aditya bayu prianto Aji Jumiono Aqila Fitri Alitu Arummi Muyasaroh Ati Suci Dian Martha B.A. Susila Santosa B.A.S. Santosa Betty Sri Laksmi Jenie Betty Sri Laksmi Jenie Dana Sulistyo Kusumo Deddy Muchtadi Dedi Fardiaz Dewi Nurmalita Suseno Donni Richasdy Dwi Amiarsi Elvira Syamsir Erico Febriandi Ermi Sukasih Ermi Sukasih Ermi Sukasih Ermi Sukasih Fahma Yuliwardi Fanani, Muhammad Zainal Farida Nuraeni Fauji Agusta Feri Kusnandar Gesa Aldin Barqin H.A. Prasetia Harsi D. Kusumaningrum Hendra Adi Prasetia heti herawati Heti Herawati Hovely Wahyu Simatupang Husen, Jati H. IGP Suryadarma Imia Ribka Banurea Imia Ribka Banurea Indira Saputra Ineke Kusumawaty Inneke Kusumawaty Insih Wilujeng Ira Mulyawanti Kirana S Sasmitaloka Kirana Sanggrami Sasmitaloka Kirana Sanggrami Sasmitaloka Kirana Sanggrami Sasmitaloka kirana sanggrami sasmitaloka Lilik Kurniawan MADE ASTAWAN Maesaroh, Mia Mardiah Maryunia Siwi Utami Masruri Farid Alviyanto Moura Zhafarinnadia Muhammad Ari Arifianto Muhammad Johan Alibasa Muhammad Rosyidul Ibad Mustofa Mustofa N Nurhayati N.E. Suyatma Nadya Ichsani nFN Febriyezi Nfn Hernani nFN Sudaryono nFN Suismono nFN Suyanti Nisa Hakimah Nugraha Edhi Suyatma Nur Asni Nurhayati Nurhayati Nuri Andarwulan Oke Anandika Lestari Oky Pamungkas Palupi, Nurheni Sri prima luna PURWASIH, DESY Purwiyatno Hariyadi Rahmawati Nurdjannah Ridwan Rachmat Rizal Sjarief Rizal Syarief Rizal Syarief Rosa Reska Riskiana Sabar Nurohman Sam Herodian Sarah Anita Apriliani Sarwo E. Wibowo Shinta Dewi Ardhiyanti Sidiq, Adity M. Silfi Nur Amalia Siti Harnina Bintari Siti Nadiah Hijriyani Slamet Budijanto Solly Aryza Sugiyono . Tutik Wresdiyati Usman Ahmad Verra Mellyana Wari Pawestri Widjayanti, Widjayanti Widowati, Susilowati Winda Haliza Wiwit Amrinola