Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Implementation of Labor Law in the Era of Industrial Revolution 4.0 - Challenges and Solutions Bachrul Amiq; Wahyu Prawesthi; Noenik Soekorini; Hartoyo Hartoyo; Sri Astutik
Journal of International Multidisciplinary Research Vol. 2 No. 10 (2024): Oktober 2024
Publisher : PT. Banjarese Pacific Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62504/jimr912

Abstract

The Industrial Revolution 4.0 has drastically transformed global industries, introducing advanced technologies such as automation, artificial intelligence, and digitalization into the workplace. This rapid technological shift has presented significant challenges for labor laws, which are often designed for traditional work environments. This study explores the implementation of labor law in the context of the Industrial Revolution 4.0, analyzing the challenges faced by both employers and employees in adapting to these new technological advancements. Using a qualitative methodology, this research employs a juridical review of existing labor laws, supported by an in-depth case study examining how these laws are applied in technology-driven industries. The findings indicate that labor laws often lag behind the technological advances, leading to gaps in legal protections for workers and ambiguities in employer obligations. The case study highlights specific instances where current labor regulations fail to address issues related to remote work, job displacement due to automation, and workers' rights in the gig economy. Solutions are proposed to modernize labor laws, ensuring they are adaptable to future technological developments while safeguarding workers' rights. The study concludes that there is an urgent need for legal reforms to balance innovation with fair labor practices in the era of Industry 4.0.
Kedudukan Majelis Penyelesaian Perselisihan Medis Dalam Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan Perspektif Tujuan Hukum Gustav Radbruch Muhammad Muzakky Zain Ali; Noenik Soekorini; Syahrul Borman
Desentralisasi : Jurnal Hukum, Kebijakan Publik, dan Pemerintahan Vol. 1 No. 3 (2024): Jurnal Hukum, Kebijakan Publik, dan Pemerintahan
Publisher : Asosiasi Peneliti dan Pengajar Ilmu Hukum Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/desentralisasi.v1i3.340

Abstract

Law Number 17 of 2023 concerning Health brings significant changes in the handling of medical professional errors in Indonesia. This research aims to analyze the mechanism for the formation and authority of the Medical Dispute Settlement Council as well as the role of the state in Gustav Radbruch's legal perspective. The research method used is a normative juridical approach with descriptive analysis. The research results show that this law integrates various previous regulations, establishing a permanent or ad hoc assembly to uphold ethical standards and professionalism for health workers. The Assembly is tasked with handling complaints and alleged disciplinary violations before they enter the realm of criminal law, offering fairer and more efficient dispute resolution through a restorative and non-litigation approach. The role of the state is very important to guarantee justice, legal certainty and benefits, ensure that the assembly operates fairly and transparently, and provides fair legal protection for patients and medical personnel.
Proses Penyidikan Kasus Penipuan Jual Beli Tanah dan Bangunan (Studi Kasus di Ditreskrimum Polda Jatim) Cynthia Tri Prihatini; Noenik Soekorini
AT-TAKLIM: Jurnal Pendidikan Multidisiplin Vol. 2 No. 1 (2025): At-Taklim: Jurnal Pendidikan Multidisiplin (Edisi Januari)
Publisher : PT. Hasba Edukasi Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71282/at-taklim.v2i1.92

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk Penipuan dalam jual beli tanah dan bangunan semakin marak terjadi di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, yang sering kali dilakukan dengan berbagai modus seperti penggunaan dokumen palsu atau menjual tanah yang bukan miliknya. Fenomena ini menimbulkan kerugian finansial yang signifikan bagi korban dan mengganggu ketertiban hukum di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses penyidikan dalam kasus penipuan jual beli tanah dan bangunan, dengan fokus pada studi kasus di Unit 4 Subdit II Harda Bangtah Ditreskrimum Polda Jawa Timur.Pendekatan yuridis-empiris digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan penyidikan berdasarkan Pasal 378 KUHP dan Pasal 492 UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, serta kendala yang dihadapi aparat kepolisian dalam pengumpulan bukti dan penyusunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Studi ini mengungkap bahwa penyidikan memegang peranan vital dalam mengungkap tindak pidana penipuan dan memberikan rasa percaya kepada masyarakat terhadap penegakan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan penyidikan dipengaruhi oleh kesiapan sumber daya penyidik, proses pembuktian yang komprehensif, dan dukungan regulasi yang efektif. Penulis merekomendasikan penguatan kemampuan penyidik, pembaruan sistem hukum, dan peningkatan perlindungan korban. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi akademis dalam mendukung upaya penegakan hukum, khususnya dalam kasus penipuan terkait jual beli tanah dan bangunan di Indonesia.
Kajian Hukum tentang Kewenangan Legislatif Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembentukan Peraturan Desa Firda Afiana Maghfiroh; Sri Astutik; Noenik Soekorini
Konsensus : Jurnal Ilmu Pertahanan, Hukum dan Ilmu Komunikasi Vol. 2 No. 2 (2025): April : KONSENSUS : Jurnal Ilmu Pertahanan, Hukum dan Ilmu Komunikasi
Publisher : Asosiasi Peneliti Dan Pengajar Ilmu Sosial Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/konsensus.v2i2.672

Abstract

The Village Consultative Body as a village legislative institution has the function of compiling and enacting regulations together with the village head. BPD also has the authority to legislate, supervise and empower the community as regulated in Law Number 6 of 2014 concerning Villages. Apart from making regulations, the BPD also has the authority to supervise the running of village government, especially in implementing village regulations and implementing the village budget. From the explanation above, the author formulates two problem formulations, namely how the legislative authority of the Village Consultative Body in forming village regulations based on Law Number 6 of 2014 concerning Villages and how to apply the theory of participatory democracy in forming village regulations. The purpose of this research is to analyze and understand the legislative authority possessed by the Village Consultative Body (BPD) in the process of forming village regulations in accordance with the provisions of Law Number 6 of 2014 concerning Villages and analyze the application of participatory descriptive theory by the Village Consultative Body (BPD). in the formation of village regulations. In this research the author uses a type of normative legal research where this research will focus on laws as legal material. The results of this research are that the Village Consultative Body (BPD) as a representative of the community has the authority to play an active role in making village regulations that have been regulated in the Law and active community participation can strengthen the legitimacy of village regulations and improve village governance and there needs to be ongoing efforts to strengthen community participation.
PERLINDUNGAN HUKUM ANAK SEBAGAI SAKSI KORBAN DALAM KASUS PENCABULAN Arif Fidiansyah; Noenik Soekorini; Fitri Ayuningtyas
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 4 No. 10: Maret 2025
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53625/jirk.v4i10.9889

Abstract

Bagi anak yang terlibat dalam proses peradilan pidana, di mana anak menjadi saksi korban kejahatan, maka apa yang dialami anak baik dari segi mental dan jiwa terkadang belum mampu menerima. Selain itu adanya kemungkinan pembalasan dari pihak pelaku kejahatan serta kedudukan saksi korban yang sangat rentan, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan berawal sebagai saksi akan tetapi bisa menjadi pelaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang ada serta literatur terkait. Hasil penilitian menunjukan bahwa Mengenai pengaturan hukum dalam pembuktian keterangan saksi korban anak dalam tindak pidana pencabulan ialah keterangan saksi korban anak tidak mempunyai kekuatan pembuktian atau tidak mempunyai nilai pembuktian, meskipun saksi korban anak memenuhi syarat materil sebagai mana disebutkan dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP yaitu saksi korban tersebut melihat sendiri, mengalami sendiri dan mendengar sendiri serta keterangan tersebut diberikan dalam dipersidangan dan juga keterangananya bersesuaian dengan keterangan saksi lainya.
Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Persetubuhan Novelia Rizki Abirilla; Noenik Soekorini; Siti Marwiyah
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 3: April 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i3.8099

Abstract

Perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana persetubuhan menjadi isu penting dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia. Anak sebagai pelaku tidak dapat diperlakukan sama dengan pelaku dewasa karena faktor psikologis dan sosial yang masih berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukum yang berlaku, bentuk perlindungan hukum yang diberikan, serta kendala dalam implementasinya. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur mekanisme diversi, keadilan restoratif, serta rehabilitasi bagi anak pelaku tindak pidana. Namun, masih terdapat tantangan dalam penerapan, seperti kurangnya pemahaman aparat hukum terhadap pendekatan restoratif, keterbatasan fasilitas rehabilitasi, dan stigma sosial terhadap anak pelaku. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pemahaman aparat penegak hukum, penguatan infrastruktur rehabilitasi, serta edukasi masyarakat agar anak pelaku dapat direintegrasikan kembali ke lingkungan sosialnya tanpa stigma.
Pertimbangan Hakim dalam Menentukan Korban Penyalahgunaan Narkotika dalam Penjatuhan Pidana atau Rehabilitasi berdasarkan Undang-undang Narkotika Mardiman; Vieta Imelda Cornelis; Noenik Soekorini
PILAR Vol 5 No 1 (2025): PACIVIC: Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Publisher : Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36456/p.v5i1.10241

Abstract

Kejahatan narkotika sebagai salah satu bentuk penyimpangan sosial yang semakin marak terjadi di masyarakat. Menghadapi situasi ini, aparat penegak hukum perlu memiliki strategi yang tepat, baik upaya preventif maupun represif, menanggulangi kejahatan narkotika. Salah satu aspek krusial penanganan kasus ini adalah pertimbangan hakim dalam menentukan apakah pelaku tindak pidana narkotika dijatuhi pidana atau rehabilitasi. Penelitian bertujuan menganalisis pengaturan hukum terkait pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia dan memahami urgensi motif dalam dakwaan pelaku tindak pidana ini. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan pada perundang-undangan. Data penelitian terdiri dari data primer, yaitu Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, KUHP, KUHAP, dan putusan pengadilan serta data sekunder yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang mendukung analisis penelitian ini. Hasil menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana atau rehabilitasi didasarkan pada berbagai aspek, antara lain peran pelaku dalam jaringan peredaran narkotika, jumlah barang bukti, serta kondisi psikologis dan sosial terdakwa. Penelitian ini menekankan pengambilan keputusan hakim harus mempertimbangkan keseimbangan antara keadilan, perlindungan masyarakat, dan rehabilitasi bagi pengguna narkotika sebagai korban penyalahgunaan.
SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Ahmad Syahrial Fajaryanto; M Syahrul Borman; Siti Marwiyah; Noenik Soekorini
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 5 No. 2: Juli 2025
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penegakan hukum sistem pembuktian terbalik tindak pidana money laundering (Pencucian Uang) menumbuhkan berbagai kesulitan hal ini disebabkan karena belum adanya hukum acara yang khusus mengatur sistempembuktian terbalik terhadap tindak pidana pencucian uang. Penelitian ini tentang Sistem Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Pembuktian terbalik yang terbatas dan berimbang dan pembuktian terbalik murni atau absolut sama-sama melanggar hak-hak terdakwa, bedanya bila pembuktian terbalik murni atau absolut secara langsung mengubah konsep dasar hukum pidana di Indonesia sekaligus bertentangan dengan asas hukum dan konstitusi Indonesia terlebih lagi Indonesia juga telah mengadopsi Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta berbagai konvensi internasional tentang HAM yang telah diratifikasi oleh Indonesia, sehingga jelas apabila pembuktian terbalik absolut diterapkan akan bertentangan dengan Undang-Undang yang lain.
PERTANGGUNGJAWABAN PENYIDIK POLRI PADA TERJADINYA SALAH TANGKAP ATAU ERROR IN PERSONA M. Ilham Bayu Pratama; M Syahrul Borman; Noenik Soekorini; Siti Marwiyah
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 5 No. 2: Juli 2025
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah tangkap atau error in persona merupakan suatu kesalahan dalam proses penangkapan yang terjadi akibat keliru dalam mengidentifikasi tersangka yang seharusnya ditangkap. Dalam konteks ini, penyidik Polri memegang peranan penting dalam memastikan proses penangkapan dilakukan secara benar sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban penyidik Polri dalam kasus salah tangkap atau error in persona. Studi ini mengungkapkan bahwa dalam kasus tersebut, penyidik Polri gagal dalam melakukan verifikasi identitas dengan tepat sebelum melakukan penangkapan, yang menyebabkan penahanan terhadap orang yang tidak bersalah. Analisis ini juga mengkaji sejauh mana penyidik Polri dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum dalam kasus error in persona ini, baik secara pidana maupun administratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelalaian dalam prosedur yang menyebabkan terjadinya salah tangkap, dan penyidik dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik itu berupa tindakan disipliner atau ganti rugi kepada korban yang salah ditangkap.
Penggantian Kelamin Bagi Transeksual Serta Akibat Hukumnya Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia : Studi Komparatif Hukum Islam dan Putusan Pengadilan Nomor 112/Pdt.P/2022/PN Blb Ainur Rochmah; Dudik Djaja Sidharta; Noenik Soekorini
Jurnal Riset Rumpun Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol. 3 No. 3 (2024): Oktober : JURRISH: Jurnal Riset Rumpun Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora
Publisher : Pusat Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/jurrish.v3i3.5579

Abstract

Sex reassignment of transsexual individuals is something that is quite viewed by many people, regarding the legal status of a person who undergoes sex reassignment surgery, especially with marriage in Indonesia, and the District Court Decree (PN) provides guidance and explanation regarding this matter. The nature of God Almighty creates two sexes between male and female, along with the development of science and technology, especially in the field of medicine for those who experience conditions can also be called Sex Reassignment Surgey as a form of treatment in order to match their soul. Therefore, the researcher analyzes how Islamic law and national law regulate the legal status of transsexuals after sex reassignment and its implications for their rights and analyzes the procedure for sex reassignment and its impact. The stages of analysis use the descriptive method and deductive mindset. The results of this study conclude about the replacement of transsexual genitals in the consideration of the judge and granting the application in accordance with Islamic law and national law based on Law number 4 of 2004 written in article 28 paragraph 1.