Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

PENERAPAN SAKSI TESTIMONIUM DE AUDITU DALAM PERKARA ITSBAT NIKAH DI MAHKAMAH SYAR'IYAH BIREUEN Siti, Salwa; Hamdani, Hamdani; Yulia, Yulia
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 7, No 1 (2019): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Publisher : Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.571 KB) | DOI: 10.29103/sjp.v7i1.1979

Abstract

Tulisan ini dilatarbelakangi adanya kesaksian testimonium de auditu atau istifadhah di Mahkamah Syar’iyah Bireuen. Dalam peraturan saksi yang tidak melihat secara langsung tidak dibenarkan dalam hukum acara perdata tetapi di Mahkamah Syar’iyah Bireuen dibolehkan dan menggunakan keterangan saksi tersebut sebagai landasan untuk menetapkan sebuah putusan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan prosedur pembuktian saksi testimonium de auditu di Mahkamah Syar'iyah Bireuen dalam perkara itsbat nikah dan mengkaji penerapan saksi testimonium de auditu dalam perkara itsbat nikah di Mahkamah Syar'iyah Bireuen. Hasil penelitian, prosedur pembuktian saksi testimonium de auditu dalam perkara itsbat nikah di Mahkamah Syar'iyah Bireuen sama dengan pemeriksaan saksi-saksi lainnya. Mahkamah Syar’iyah Bireuen akan memeriksa syarat formil dan materil untuk membuat penetapan permohonan diterima atau tidak. Majelis hakim atau ketua hakim menanyakan kepada saksi tentang identitas yang meliputi nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal, hubungan saksi dengan para pihak, dan apakah ada hubungan keluarga, perkawinan ataupun hubungan kerja, setelah itu semua di periksa seperti biasa mulai dari sumpah saksi sampai keterangan saksi dikonfirmasi terlebih dahulu kepada para pihak.Penerapan saksi testimonium de audituini juga dalam perkara itsbat nikah di Mahkamah Syar'iyah Bireuen tidak otomatis ditolak sehingga tidak ada nilainya sama sekali, karena dapat diterima sebagai alat bukti dengan menganalisis dasar eksepsional untuk dapat diterimanya dengan mempertimbangkan sejauh mana kualitas dan nilai kekuatan pembuktiannya yang melekat pada keterangan saksi de auditu tersebut, dasar penerimaannya dengan mengambil alih beberapa sumber hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memeriksa dan membuat putusan baik dalam hukum perdata maupun hukum Islam.Disarankan kepada Mahkamah Syariah Bireuen selain tetap berpegang pada aturan yang berlaku berkaitan dengan saksi juga melihat kepada kasus-kasus yang terjadi dalam masyarakat sehingga keadilan, kepastian dan kemamfatan hukum terjadi.Selain ini Mahkamah Syariah Bireuen juga memperhatikan prosedur seorang boleh dijadikan saksi.
PENERAPAN SAKSI TESTIMONIUM DE AUDITU DALAM PERKARA ITSBAT NIKAH DI MAHKAMAH SYAR'IYAH BIREUEN Salwa Siti; Hamdani Hamdani; Yulia Yulia
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 7, No 1 (2019): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Publisher : Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v7i1.1979

Abstract

Tulisan ini dilatarbelakangi adanya kesaksian testimonium de auditu atau istifadhah di Mahkamah Syar’iyah Bireuen. Dalam peraturan saksi yang tidak melihat secara langsung tidak dibenarkan dalam hukum acara perdata tetapi di Mahkamah Syar’iyah Bireuen dibolehkan dan menggunakan keterangan saksi tersebut sebagai landasan untuk menetapkan sebuah putusan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan prosedur pembuktian saksi testimonium de auditu di Mahkamah Syar'iyah Bireuen dalam perkara itsbat nikah dan mengkaji penerapan saksi testimonium de auditu dalam perkara itsbat nikah di Mahkamah Syar'iyah Bireuen. Hasil penelitian, prosedur pembuktian saksi testimonium de auditu dalam perkara itsbat nikah di Mahkamah Syar'iyah Bireuen sama dengan pemeriksaan saksi-saksi lainnya. Mahkamah Syar’iyah Bireuen akan memeriksa syarat formil dan materil untuk membuat penetapan permohonan diterima atau tidak. Majelis hakim atau ketua hakim menanyakan kepada saksi tentang identitas yang meliputi nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal, hubungan saksi dengan para pihak, dan apakah ada hubungan keluarga, perkawinan ataupun hubungan kerja, setelah itu semua di periksa seperti biasa mulai dari sumpah saksi sampai keterangan saksi dikonfirmasi terlebih dahulu kepada para pihak.Penerapan saksi testimonium de audituini juga dalam perkara itsbat nikah di Mahkamah Syar'iyah Bireuen tidak otomatis ditolak sehingga tidak ada nilainya sama sekali, karena dapat diterima sebagai alat bukti dengan menganalisis dasar eksepsional untuk dapat diterimanya dengan mempertimbangkan sejauh mana kualitas dan nilai kekuatan pembuktiannya yang melekat pada keterangan saksi de auditu tersebut, dasar penerimaannya dengan mengambil alih beberapa sumber hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memeriksa dan membuat putusan baik dalam hukum perdata maupun hukum Islam.Disarankan kepada Mahkamah Syariah Bireuen selain tetap berpegang pada aturan yang berlaku berkaitan dengan saksi juga melihat kepada kasus-kasus yang terjadi dalam masyarakat sehingga keadilan, kepastian dan kemamfatan hukum terjadi.Selain ini Mahkamah Syariah Bireuen juga memperhatikan prosedur seorang boleh dijadikan saksi.
Gender Perspective on Strengthening Graduate Contributions to Sustainable Farming Universitas Malikussaleh Jullimursyida Jullimursyida; Khalsiah Khalsiah; Deasy Siska; Rozanna Dewi; Mawardati Mawardati; Yulia Yulia
Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences Vol 5, No 1 (2022): Budapest International Research and Critics Institute February
Publisher : Budapest International Research and Critics University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33258/birci.v5i1.3759

Abstract

Women have achievements and changes in the business sector, including maintaining sustainable food security. On the other hand, the frequent absence of female farmers from agricultural development programs reflects the injustice and inequality in Indonesia between males and females. Performing daily the entire farming process, from seed preparation to planting and maintenance, and even harvesting.  Collaboration is the vehicle for improving women's skills and participation in the agricultural sector. Women farmers' roles and contributions in the coffee farming sector must be considered. The research aims: (1) to strengthening graduates in the sustainable agriculture sector at Malikussaleh University (2) to Graduates' contribution to improving women's skills to study farming for the private sector coffee agricultural and technology at Malikussaleh University. This study used the qualitative method—descriptive data in written or oral words from people and observed behavior. The results showed that one of the reasons low participation of women in cooperatives is limited land ownership had caused woman farmers not eligible to register as cooperative members. Only one person is counted from each household/family and represented by the father/husband. This research provides recommendations on improving women's role and contribution in the agricultural sector by improving their participation in the coffee sector.
MELINDUNGI KEANEKARAGAMAN HAYATI DALAM KERANGKA PROTOKOL NAGOYA Mrs. Yulia; Zinatul Ashiqin Zainol
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 25, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.413 KB) | DOI: 10.22146/jmh.16084

Abstract

The Nagoya Protocol is instrumental in the implementation of access and benefit sharing (ABS) in countries with biodiversity. There are however, weaknesses in the implementation of ABS, this includes the wide geographical spread of biodiversity and the difficulty in determining the benefitting owner of a certain area. Indonesia as a country blessed with biodiversity, has ratified the Nagoya Protocol through Act No. 11 of 2013, prepared amendment draft for the Patent Act and has further  prepared Draft Act on Genetic Resources. In the implementation of the Nagoya Protocal and ABS, Indonesia could refer to India’s experience in applying ABS and adapt such to accord itself with the Indonesian people’s background. Protokol Nagoya menjadi sarana dalam pelaksanaan access and benefit sharing (ABS) bagi negara-negara penyedia keanekaragaman hayati. Di dalam penerapan ABS terdapat kelemahan-kelemahan seperti tersebarnya keanekaragaman hayati dalam geografis yang luas dan sukarnya menentukan pemilik sebagai penerima keuntungan. Indonesia sebagai negara mega keanekaragaman hayati, telahmeratifikasi Protokol Nagoya melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013, menyiapkan drafamandemen Undang-Undang Paten dan menyiapkan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Genetik. Dalam penerapan Protokol Nagoya dan ABS tersebut, Indonesia dapat mengacu dari pengalamanIndia dalam menerapkan ABS dengan menyesuaikan dengan latar belakang masyarakat Indonesia.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA KERAJINAN TANGAN MOTIF ACEH SEBAGAI EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DI KABUPATEN ACEH UTARA Fika Amaly Putri Rais; Yulia Yulia; Faisal Faisal
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 10, No 1 (2022): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2022
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v10i1.7935

Abstract

Pasal 38 ayat (1)-(4) Undang-Undang Hak Cipta, menyebutkan bahwa negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional dan penggunaan ekspresi budaya tradisional harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya. Pentingnya perlindungan hukum terhadap karya cipta sebagai pemberdayaan potensi yang dimiliki oleh daerah untuk mengembangkan sumber daya lokal demi peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya di Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak cipta kerajinan tangan motif Aceh sebagai ekspresi budaya tradisonal, serta hambatan yang dihadapi dan  upaya meminimalisir hambatan dalam perlindungan hak cipta kerajinan tangan motif Aceh sebagai ekspresi budaya tradisonal di Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris, pendekatan kualitatif, Sumber data  primer dan data sekunder. Analisis data secara kualitatif. Perlindungan hukum terhadap hak cipta kerajinan tangan motif Aceh sebagai ekspresi budaya tradisonal di Kabupaten Aceh Utara belum maksimal, karena tidak adanya peraturan pelaksanaan dari pemerintah Aceh terkait ekspresi budaya tradisisional dan Sikap apatis masyarakat dan Pemerintah dalam perlindungan hukum terhadap hak cipta kerajinan tangan motif Aceh sebagai ekspresi budaya tradisonal di Kabupaten Aceh Utara. Adapun upaya Perlindungan Hukum Meminimalisir terhadap hak cipta kerajinan tangan motif Aceh sebagai ekspresi budaya tradisonal di Kabupaten Aceh Utara, yaitu dokumentasi terhadap sejumlah kebudayaan yang tersebar di wilayah Aceh Utara dan enggelar  suatu  perhelatan atau  festival  kebudayaan, meskipun kegiatan tersebut dilakukan belum secara menyeluruh dan belum terkoordinasi dengan baik antar pihak terkait.
Penguatan Lembaga Adat Tuha Peut Dalam Penyelesaian Sengketa Di Kecamatan Sawang Yulia Yulia; Faisal Faisal; Fauzah Nur Aksa
JATI EMAS (Jurnal Aplikasi Teknik dan Pengabdian Masyarakat) Vol 5 No 1 (2021): Jati Emas (Jurnal Aplikasi Teknik dan Pengabdian Masyarakat)
Publisher : Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perkumpulan Dosen Indonesia Semesta (DIS) Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36339/je.v5i1.381

Abstract

Socialization and legal counseling on the Tuha Peut Traditional Institution in dispute resolution in Sawang District are part of community service activities. The background of this activity is that in the Qanun of Customary Institutions, Tuha Peut is one of the customary institutions that has the authority to settle disputes between members of a community of a village. In Sawang Subdistrict, Aceh Utara District, there are still many customary disputes that have not been resolved by customary settlement in the village and many have been reported by the community to the police. This is also due to the lack of knowledge of the Tuha Peut Customary Institution in resolving disputes at the village level. This socialization and legal counseling was carried out by presenting the material and continued with a discussion of questions and answers and swearing back. The results of socialization and legal counseling in Sawang District found that the results of the feedback provided by participants experienced an increase in understanding of the role of the Tuha Peut Traditional Institution in dispute resolution. The implementation of this activity received a good response from the Tuha Peut Customary Institution, because they increased their knowledge and they rarely got activities like this.
CUSTOMARY LAW OF THE FOREST IN NORTH ACEH REGENCY Yulia Yulia; Herinawati Herinawati
Diponegoro Law Review Vol 7, No 2 (2022): Diponegoro Law Review October 2022
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dilrev.7.2.2022.328-343

Abstract

The life of woodland area management based totally on commonplace forest regulation has been practiced by the Acehnese. This pastime is done via the wooded area Pawang commonplace organization which has been shown in Aceh Qanun No. 10 of 2008 regarding Customary Institution. This has a look at uses empirical prison research with a qualitative approach the use of primary information and secondary information. In acquiring number one records, respondents and informants had been decided. The effects of research in North Aceh District, forest control based totally on commonplace wooded area regulation has not been practiced optimally. It can be visible that there are nevertheless numerous sub-districts in North Aceh that don't but have the woodland Pawang Customary Institution. Paradoxically, this sub-district has a huge forest area. Then the sub-district authorities and community leaders also do now not understand approximately the woodland Pawang commonplace organization as confirmed in the Aceh Governance regulation and the Qanun on customary institutions. The woodland Pawang customary organization additionally does now not have the capacity and information of forest management based totally on customary wooded area law, so they have no longer been maximal in carrying out their responsibilities. There are numerous limitations in forest management primarily based on Customary law by the wooded area Pawang, such as infrastructure and types of networks and local government cooperation.
TINDAKAN KEPOLISIAN DALAM MENERAPKAN RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP PELAKU PELANGGARAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI PENELITIAN DI POLRES LHOKSEUMAWE) Efendi Efendi; Yulia Yulia; Hamdani Hamdani
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 10, No 2 (2022): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh - Oktober 2022
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v10i2.9160

Abstract

Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang lintas lalu lintas dan angkutan jalan dalam Pasal 1 ayat 32: “ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan adalah hal waktu lintas berlalu yang berlangsung secara lancar berdasarkan atas hak dan kewajiban setiap pemakai jalan”. Berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas dapat dilakukan penanganan terhadap masalah kecelaka.an “lalu lintas dengan strategi kead.ilan restoratif. Metode penelitian dengan menggunakan metode penelitian hukum Yuridis normatif melalui cara melakukan penelitian deskriptif analisis. Salah satu yang dilakukan dengan pengumpulan data melalui riset kepustakaan dan melakukan wawancara. Hasil penelitian: pertama;Faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas salah satunya yang tingkat pemahaman dan kontribusi warga belum tercerahkan, pemahaman hukum yang masih rendah serta sarana dan prasarana jalan yang masih belum mencukupi. kedua, Hambatan tindakan “kepolisian menerapkan “keadilan restoratif” terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas di Polres Lhokseumawe menggunakan pendekatan keadilan dalam perkara “lalu di mana lintas keadilan restoratif (keadilan restoratif) dianggap lebih adil, dibandingkan dengan penyelesaian melalui mekanisme mekanisme.Ketiga, Upaya Kepolisian dalam menerapkan restorative justice terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas dengan menggunakan konsep dan prinsip-prinsip restorative justice dimana yakni, terdapat perbaikan atas korban yang mengalami penderitaan akibat kejahatan dengan cara melakukan penyelamatan, memberikan kepada korban ganti rugi, memberikan kerja sosial kepada pelaku dan hal lainnya. Hambatan tindakan “kepolisian menerapkan “keadilan restoratif” terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas di Polres Lhokseumawe menggunakan pendekatan keadilan dalam perkara “lalu lintas keadilan restoratif (keadilan restoratif) dianggap lebih adil, dibandingkan dengan penyelesaian melalui mekanisme pengadilan.Ketiga, Upaya Kepolisian dalam menerapkan restorative justice terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas dengan menggunakan konsep dan prinsip-prinsip restorative justice dimana yakni, terdapat perbaikan atas korban yang mengalami penderitaan akibat kejahatan dengan cara melakukan penyelamatan, memberikan kepada korban ganti rugi, memberikan kerja sosial kepada pelaku dan hal lainnya. Hambatan tindakan “kepolisian menerapkan “keadilan restoratif” terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas di Polres Lhokseumawe menggunakan pendekatan keadilan dalam perkara “lalu lintas keadilan restoratif (keadilan restoratif) dianggap lebih adil, dibandingkan dengan penyelesaian melalui mekanisme pengadilan.Ketiga, Upaya Kepolisian dalam menerapkan restorative justice terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas dengan menggunakan konsep dan prinsip-prinsip restorative justice dimana yakni, terdapat perbaikan atas korban yang mengalami penderitaan akibat kejahatan dengan cara melakukan penyelamatan, memberikan kepada korban ganti rugi, memberikan kerja sosial kepada pelaku dan hal lainnya.      .       Kata Kunci: Tindakan, Keadilan Restoratif, Kecelakaan Lalu Lintas
PENUNTUTAN PERAMPASAN HARTA BENDA TERDAKWA KORUPSI YANG DIDUGA BERASAL DARI HASIL KORUPSI Nazamuddin Nazamuddin; Muhammad Nur; Yulia Yulia
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 10, No 2 (2022): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh - Oktober 2022
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v10i2.8061

Abstract

This study discusses the handling of corruption crimes that have been handled by the Central Aceh District Attorney with the formula for the problem: (1) how is the arrangement for prosecuting the confiscation of the property of the accused perpetrators of corruption which allegedly originates from the proceeds of criminal acts of corruption based on Law Number 20 of 2001 Regarding the Eradication of Criminal Acts of Corruption, and (2) what is the legal procedure for confiscation of assets of perpetrators of corruption as determined by the Prosecutor's Office. This type of research is normative-empirical law research (applied law research), the data source is a direct source (primary data) or data obtained from indirect sources (secondary data). The method of collecting data is through document or literature research techniques (library research) and field research techniques (field research). Based on the results of the study, the authors conclude: (1) The mechanism for prosecuting the confiscation of the defendant's property from a criminal act of corruption is carried out by two mechanisms, namely criminal instruments (criminal charges) and civil instruments (civil lawsuits). (2) The process carried out by the Prosecutor in prosecuting the confiscation of the assets of the defendant in a criminal act of corruption is regulated through the Regulation of the Prosecutor's Office of the Republic of Indonesia Number 7 of 2020. (3) The obstacles faced by the prosecutor in prosecuting the confiscation of the defendant's property resulting from a criminal act of corruption consist of assets resulting from the act of corruption. corruption crimes are obscured or transferred to other parties, corruption assets are exhausted, assets are pledged to other parties, the perpetrators of corruption crimes have died, assets resulting from corruption crimes have been transported abroad.
The urgency of protecting traditional knowledge of medicines as communal intellectual property of the Aceh community Yulia Yulia
Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin Vol 6, No 2 (2023): Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin
Publisher : Geuthèë Institute, Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52626/jg.v6i2.262

Abstract

Traditional knowledge is part of the communal intellectuals of the Acehnese people who need recognition and protection. Knowledge of traditional medicine is part of the knowledge of traditional Acehnese society which is expressly recognized in the 1945 Constitution that recognition of community rights, including knowledge of traditional medicine. There are many cases of patenting of traditional medicinal knowledge by companies outside the country, such as herbal medicine for the Javanese community by the Shiseido company in Japan. This article aims to examine the urgency of protecting traditional knowledge as the communal intellectual property of the people of Aceh. This study uses normative legal research methods using data from literature studies and laws and regulations. This study finds that there is an urgency to protect traditional medicines against various violations of intellectual property rights which are very detrimental to the community holding communal intellectual property rights. In order to protect the law, the government has issued a government regulation regarding the collection of data on communal intellectual property. Apart from that, the laws and regulations on intellectual property rights also contain articles that support the protection of communal intellectual property such as the Copyright Law and the Patent Law. Then also, the use of intellectual property increases economic value and can eliminate the identity of the intellectual property of the people of a region. Thus, further strengthening measures to protect the communal intellectual property of the people in Aceh.