Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

Kontroversi Vaksinasi Wajib Dalam Perspektiff Hukum Kesehatan Dan Hak Asasi Manusia Maulanda, Yogen; Wijayanti, Edy; Prasetyo, Boedi
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 6 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i6.5568

Abstract

Vaksinasi wajib merupakan kebijakan kesehatan yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular, tetapi penerapannya sering kali menimbulkan perdebatan terkait hak asasi manusia (HAM). Di satu sisi, kebijakan ini dianggap sebagai langkah preventif yang diperlukan untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) dan mengendalikan penyebaran wabah penyakit. Di sisi lain, prinsip HAM menekankan hak individu untuk menentukan keputusan medis atas tubuhnya sendiri, sehingga vaksinasi wajib dipandang sebagai bentuk pembatasan kebebasan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan serta analisis terhadap prinsip-prinsip HAM. Studi ini menelaah berbagai dasar hukum vaksinasi wajib di Indonesia, termasuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021. Hasil kajian menunjukkan bahwa kebijakan vaksinasi wajib memiliki dasar hukum yang kuat untuk diterapkan dalam kondisi tertentu, seperti situasi pandemi atau keadaan darurat kesehatan. Namun, implementasinya harus tetap memperhatikan prinsip proporsionalitas, keadilan, dan transparansi agar tidak melanggar hak individu secara berlebihan.
Peran Etika Profesi Terhadap Risiko Gugatan Hukum Dokter Gigi yang Membuka Praktik Mandiri Dwi Putra, Guntur Yudha; Silitonga, Vera Dumonda; Prasetyo, Boedi
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 6 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i6.5569

Abstract

Praktik mandiri dokter gigi memberikan kebebasan dalam pengelolaan layanan kesehatan, tetapi juga meningkatkan risiko gugatan hukum akibat dugaan malpraktik. Artikel bertujuan untuk menganalisis peran etika profesi dalam mengurangi risiko gugatan hukum bagi dokter gigi yang membuka praktik mandiri. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini menelaah regulasi yang mengatur praktik kedokteran gigi, termasuk Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan etika profesi, seperti kepatuhan terhadap standar profesi, pemberian informed consent, pencatatan rekam medis yang akurat, serta penerapan prinsip non- maleficence, berperan signifikan dalam mengurangi potensi sengketa hukum. Selain itu, komunikasi yang baik antara dokter gigi dan pasien juga berkontribusi dalam membangun kepercayaan, yang pada akhirnya dapat mencegah terjadinya gugatan hukum. Penerapan etika profesi yang kuat tidak hanya memberikan perlindungan hukum bagi dokter gigi, tetapi juga memastikan kualitas pelayanan medis yang lebih baik bagi pasien. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam terhadap prinsip etika profesi, kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku, serta dukungan dari organisasi profesi menjadi faktor penting dalam menciptakan praktik kedokteran gigi yang profesional, aman, dan berintegritas.
IMPLIKASI HUKUM PIDANA KESEHATAN TERHADAP TENAGA MEDIS ATAS PEMBATASAN PRAKTIK ABORSI BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2023 Soleh, Moh; Nasser, M; Prasetyo, Boedi
Jurnal Ilmiah Galuh Justisi Vol 13, No 2 (2025): Jurnal Ilmiah Galuh Justisi
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/justisi.v13i2.18862

Abstract

Pembatasan praktik aborsi dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 membawa konsekuensi serius bagi tenaga medis, terutama dokter dan bidan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan ibu. Meski aborsi diperbolehkan dalam keadaan tertentu, seperti darurat medis atau akibat pemerkosaan, aturan hukum yang berlaku sangat ketat. Jika tenaga medis melakukan aborsi di luar batas yang ditetapkan, mereka bisa terancam pidana, meskipun niatnya adalah menyelamatkan pasien atau atas dasar kemanusiaan.Dalam praktiknya, aturan yang belum sepenuhnya jelas ini bisa membuat tenaga medis ragu mengambil tindakan, karena takut berhadapan dengan hukum. Hal ini tentu bisa membahayakan pasien dan mengganggu pelayanan kesehatan. Karena itu, pemerintah perlu segera memberikan pedoman yang lebih rinci dan jelas, agar tenaga medis bisa bekerja dengan tenang, sesuai dengan hukum, tanpa takut dikriminalisasi. Penegakan hukum di bidang kesehatan harus adil, manusiawi, dan tetap melindungi hak semua pihak—baik pasien maupun tenaga medis.
Peran Imigrasi dalam Pencegahan dan Pengawasan untuk Menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia Angel Monica, Racheline; Prasetyo, Boedi
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 3 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i3.3832

Abstract

Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan salah satu kejahatan transnasional yang terus berkembang di Indonesia. Kejahatan ini tidak hanya melibatkan eksploitasi korban tetapi juga pelanggaran terhadap kedaulatan negara. Imigrasi memiliki peran strategis dalam pencegahan dan pengawasan TPPO melalui pengendalian dokumen perjalanan, pengawasan perlintasan orang di pintu masuk, serta kolaborasi dengan instansi lain. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis peran imigrasi dalam menanggulangi TPPO di Indonesia, mengidentifikasi kendala yang dihadapi, dan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan efektivitasnya. Dengan pendekatan normatif-empiris, penelitian ini menunjukkan bahwa optimalisasi pengawasan imigrasi, pemanfaatan teknologi, dan peningkatan kerjasama antar lembaga menjadi kunci keberhasilan dalam upaya memberantas TPPO.
Keabsahan Laporan Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasca Perceraian Wijaya, jesica Natalia; Prasetyo, Boedi
Legalite : Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam Vol 10 No 1 (2025): Legalite: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
Publisher : IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/legalite.v9i1.10555

Abstract

This study aims to analyze the validity of reports on domestic violence (DV) crimes filed after divorce, focusing on the Military Court Decision Number 85-K/PM.II-08/AD/II/2022. This article is categorized as normative legal research using a statutory approach and a case approach. The methodology employed is descriptive analytical study. The study concludes that reports of domestic violence crimes filed after divorce remain legally valid, provided they meet the formal and material requirements as stipulated by applicable regulations. The military court's decision in this case highlights the importance of recognizing victims' rights to justice, regardless of marital status.
Implikasi Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Penggunaan Kecerdasan Buatan (Artificial Inteligent) Dalam Penegakan Diagnosis Pasien di Rumah Sakit Sastria, Evan; Prastopo, Prastopo; Mulyono, Mulyono; Prasetyo, Boedi
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v3i1.3640

Abstract

Artikel ini membahas implikasi hukum perlindungan konsumen terkait penggunaan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam penegakan diagnosis pasien di rumah sakit. Seiring dengan meningkatnya peran teknologi AI dalam sektor kesehatan, yang meningkatkan akurasi diagnosis dan efisiensi operasional, penting untuk membahas kerangka hukum yang mengatur hak dan perlindungan konsumen. Penelitian ini menganalisis regulasi dan pedoman yang ada seputar aplikasi AI dalam layanan kesehatan, berfokus pada tanggung jawab penyedia layanan kesehatan dalam memastikan keselamatan pasien dan informed consent (persetujuan berdasarkan informasi). Melalui tinjauan literatur dan analisis kasus, makalah ini mengidentifikasi potensi risiko yang terkait dengan diagnosis berbasis AI, termasuk masalah tanggung jawab hukum, akuntabilitas, dan transparansi. Lebih lanjut, artikel ini membahas kebutuhan akan kerangka hukum yang kuat untuk melindungi konsumen dari malpraktik dan memastikan standar etika dalam implementasi AI. Temuan ini menyoroti perlunya kolaborasi antara ahli hukum, profesional kesehatan, dan pengembang teknologi untuk menetapkan undang-undang perlindungan konsumen yang komprehensif yang dapat beradaptasi dengan lanskap AI yang terus berkembang dalam layanan kesehatan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PT PEGADAIAN ATAS BARANG JAMINAN HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 150/PID.B/2023/PN.KTG.) Sitorus, Steven; Prasetyo, Boedi
Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 3a (2024): September-Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24269/ls.v8i3a.10802

Abstract

This research examines the legal protection for PT Pegadaian on pawn collateral that is proven to be the result of a criminal offense, such as in the case of Kotamobagu District Court Decision Number 150/Pid.B/2023/PN.Ktg. The purpose of this study is to examine the availability of legal protection. to PT Pegadaian and the legal actions that may be done in the event that problematic material is encountered. This study employs a normative legal approach that draws on statutes and case law and adopts the theory of preventive and repressive legal protection. The results show that although PT Pegadaian has applied the precautionary principle following the Standard Operating Procedure (SOP), there is still a risk of receiving collateral from criminal acts that can cause material and immaterial losses. Therefore, a clearer legal protection mechanism is needed to maintain trust in the relationship between debtors and creditors and ensure legal certainty in business activities.
Implementation of Punishment for Perpetrators of Aggravated Theft Based on the New Criminal Code: Implementasi Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Berdasarkan KUHP Baru Reano, Arfan; Prasetyo, Boedi
Indonesian Journal of Law and Economics Review Vol. 20 No. 4 (2025): November
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21070/ijler.v20i4.1397

Abstract

General background: Aggravated theft remains one of the most prevalent property crimes in Indonesia, generating significant social and economic harm. Specific background: The enactment of the New Criminal Code (Law No. 1 of 2023) introduces substantial reforms to the formulation and classification of aggravated theft, replacing the long-standing provisions under Article 363 of the former Criminal Code. Knowledge gap: Despite these changes, there is limited scholarly analysis regarding how the new provisions affect sentencing practices, evidentiary assessment, and legal certainty within the criminal justice system. Aims: This study analyzes the implementation of criminal sentencing for aggravated theft under Article 477 of the New Criminal Code and compares it with the regulatory framework of the previous code. Results: The findings indicate that the New Criminal Code provides clearer, more systematic, and more coherent formulations of aggravating factors, alongside more proportional sentencing scales, thereby facilitating investigation, prosecution, and judicial decision-making. Novelty: This study demonstrates that the restructuring of aggravated theft provisions enhances interpretive consistency and reduces ambiguity in legal application. Implications: Overall, the revised provisions strengthen sentencing effectiveness, reinforce deterrence, and establish greater legal certainty in adjudicating aggravated theft cases. Highlights: Clarifies the shift from Article 363 (Old KUHP) to Article 477 (New KUHP) in defining aggravated theft. Highlights improved clarity, structure, and proportionality in the New Criminal Code’s sentencing framework. Emphasizes the enhanced legal certainty and consistency for law enforcement and judicial practice. Keywords: Aggravated Theft, New Criminal Code, Sentencing, Legal Certainty, Proportionality  
Perlindungan Hukum terhadap Penyandang Disabilitas Korban Kekerasan Seksual: Studi Putusan Nomor 78/PID.SUS/2024/PN RAH Huring, Vinna Clarissa; Prasetyo, Boedi
AL-SULTHANIYAH Vol. 14 No. 2 (2025): AL-SULTHANIYAH
Publisher : Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37567/al-sulthaniyah.v14i2.4511

Abstract

Legal protection for victims resulting from a criminal act must be provided to every citizen, including people with disabilities. This study explains that the judge's decision is based on the facts revealed during the trial, with a specific example in the case of decision 78/PID.SUS/2024/PN RAH. This study uses a normative juridical legal approach. The approaches used in this study are the case approach, the statutory approach, and the conceptual approach. Decision Number 78/PID.SUS/2024/PN RAH substantively acknowledges the vulnerability of victims with disabilities by making powerlessness an aggravating factor and applying the criminal norms of Law No. 12/2022, thus emphasizing the perpetrator's responsibility. However, the decision does not outline crucial procedural accommodations such as legal and psychosocial assistance, disability-sensitive medical/forensic examinations, accessible communication, and examination room arrangements, resulting in a gap between legal recognition and the realization of the right to access justice and the practical recovery of victims. The imposition of fines has the dual potential of acting as both a retributive sanction and a restorative instrument if there is a clear allocation mechanism. However, because the decision does not regulate the management or restitution clause of the fine, the opportunity to fulfill distributive and restorative justice for the victim is missed. Therefore, the imposition of fines should ideally be accompanied by a restitution obligation, a transparent mechanism for fund management, and a guarantee of service referrals so that the financial sanction truly repairs the victim's losses, rather than simply punishing the perpetrator.
Investigation Mechanism to Obtain Information from Suspects Allegedly Committing Criminal Acts: Mekanisme Penyidikan untuk Mendapatkan Keterangan Terhadap Tersangka yang Diduga Melakukan Tindak Pidana Romlih, Rheihan Nurrizki; Prasetyo, Boedi
Indonesian Journal of Law and Economics Review Vol. 21 No. 1 (2026): February
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21070/ijler.v21i1.1401

Abstract

General background of this study lies in the central role of investigation as a crucial stage in the Indonesian criminal justice process, where investigators are responsible for collecting evidence and obtaining suspect statements under KUHAP. Specific background concerns recurring procedural deviations in practice, including coercive interrogation, absence of legal counsel, and improper documentation, which undermine due process and violate constitutional protections. Knowledge gap emerges from limited scholarly analysis that systematically connects the normative framework of KUHAP with its practical implementation in suspect examinations. This study aims to examine the investigation mechanisms for obtaining suspect statements while prioritizing legal protection, based on a normative legal research method analyzing statutory rules and legal doctrine. Results show that although KUHAP clearly regulates summons procedures, notification of rights, voluntary statements, prohibition of coercion, and standardized documentation through BAP, significant discrepancies remain in field practices. Novelty of this research lies in offering an integrated assessment of normative provisions, operational challenges, and concrete procedural reforms, particularly mandatory audio-visual recording and strengthened oversight. Implications highlight the urgency of improving investigator professionalism and ensuring transparent, accountable investigations to safeguard suspect rights and preserve the integrity of the criminal justice system. Highlights: Clear KUHAP procedures often differ from actual investigative practices. Suspect statements must be obtained voluntarily without coercion. Strong oversight and audio-visual recording are essential for accountable investigations. Keywords: Investigation, Suspect Rights, KUHAP, Legal Protection, Criminal Procedure