Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

PELAKSANAAN CERAI TALAK SECARA VERSTEK DI PENGADILAN AGAMA TULUNGAGUNG (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 31/Pdt.G/2023/PA.TA Widyaningrum, Fitria Ayu; Nurbaedah, Nurbaedah
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2025): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v14i1.6779

Abstract

Cerai talak merupakan putusnya suatu perkawinan karena kehendak yang datang dari suami. Bagi seorang istri yang menjadi korban atau yang berhadapan dengan hukum hendaknya hakim dapat memberikan keadilan yang sesungguhnya dan memberikan persamaan hak dihadapan hukum yang bertujuan untuk melindungi kaum wanita agar tidak ditindas dan mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya yaitu nafkah madhiyah, nafkah iddah dan mut’ah. Metode yang penulis gunakan dalam peulisan tesis ini yaitu penelitian Sosio Legal Research yaitu kegiatan penelitian yang dilaksanakan dengan mengumpulkan data-data lapangan sebagai sumber utama. Hasil dari penelitian ini yaitu hakim Pengadilan Agama Tulungagung menggunakan kemaslahatan sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan hak-hak yang memang sudah seharusnya dimiliki anak dan mantan istri dengan menggunakan hak ex officio dan kemudian direalisasikan dalam sebuah amar putusan perkara cerai talak meskipun tuntutan pemberian hak itu tidak tercantum dalam petitum permohonan cerai talak yang diajukan suami. Bahwa hal utama yang harus dibuktikan terlebih dahulu sebelum menjatuhkan putusan pembebanan kepada pemohon adalah mengenai pekerjaan dan penghasilan seorang suami. Serta ada tidaknya nusyuz seorang istri. Bahwa terkait nafkah anak majelis hakim mempertimbangkan yang paling penting terlebih dahulu dibuktikan adalah mengenai keberadaan anak berada dalam asuhan siapa
PLEA BARGAINING SYSTEM ( KESEPAKATAN DALAM PROSES HUKUM PIDANA ) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI KECIL (PETTY CORRUPTION Agyl Jatikusuma, R. Maredian; Nurbaedah, Nurbaedah
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2025): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v14i1.6883

Abstract

Keberadaan korupsi yang merajalela sehingga diperlukan suatu penanganan berupa criminal justice system yang mengakomodir demi terlaksananya pemberantasan koruspi. Penelitian ini ditujukan guna menganalisis pengaturan korupsi kecil atau petty corruption di Indonesia dan menganalisis pelaksanaan plea bargaining system dalam penanganan tindak pidana korupsi sebagai bentuk ius constituendum di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatis atau lazim disebut sebagai penelitian yuridis-normatif.Hasil dari penelitian in adalah secara tidak langsung criminal justice system di Indonesia telah mengenal adanya korupsi kecil atau petty corruption melalui Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pidana Khusus tanggal 18 Mei 2010 Nomor B-1113/F/Fd.1/05/2010 Perihal Prioritas dan Pencapaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi danSurat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan tertanggal 16 November 2018. Konsep adanya Plea Bargaining System pada criminal justice system terhadap penanganan petty corruption dapat menjadi suatu inovasi atau perkembangan baru dunia hukum pidana, namun perlu dibatasi dengan syara-syarat berupa diterapkan pada perkara tindak pidana korupsi kecil, diterapkan jika terduga pelaku dan/atau tersangka dan/atau terdakwa mengaku bersalah secara sukarela, diterapkan jika pelaku dan/atau tersangka dan/atau terdakwa mengembalikan kerugian negara atau suatu keuntungan yang diterimanya secara penuh.
TINJAUAN YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP PERANTARA DALAM TRANSAKSI NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN PERKARA NOMOR 162/PID.SUS/2021/PN KDR DAN PUTUSAN PERKARA NOMOR 25/PID.SUS/2023/PN KDR) Rokhim, Moh. Kholilul; Nurbaedah, Nurbaedah
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2025): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v14i1.6780

Abstract

Penjatuhan hukuman pidana terhadap perantara dalam transaksi narkotika dilakukan dalam rangka penegakan hukum. Ketentuan pemidanaan dalam berbagai undang-undang hanya mengatur mengenai batas minimal dan juga batas maksimal penjatuhan pidana. Perbedaan penjatuhan pidana terhadap perantara transaksi narkotika dalam praktiknya sering berbeda, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya Putusan Perkara Nomor 162/Pid.Sus/2021/PN Kdr dan Putusan Perkara Nomor 25/Pid.Sus/2023/PN Kdr. Berdasarkan hal tersebut perlu untuk dilakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Pemidanaan Terhadap Perantara Dalam Transaksi Narkotika Pada Putusan Perkara Nomor 162/Pid.Sus/2021/PN Kdr dan Putusan Perkara Nomor 25/Pid.Sus/2023/PN Kdr”. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana tinjauan yuridis pemidanaan terhadap perantara transaksi narkotika dalam Putusan Nomor 162/Pid.Sus/2021/PN Kdr dan Perkara Nomor 25/Pid.Sus/2023/PN Kdr? (2) Apa yang menjadi landasan lahirnya perbedaan antara Putusan Nomor 162/Pid.Sus/2021/PN Kdr dan Putusan Perkara Nomor 25/Pid.Sus/2023/PN Kdr.? Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif. Hasil penelitian ini yaitu (1) Tinjauan yuridis pemidanaan terhadap perantara narkotika dalam Putusan Perkara Nomor 162/Pid.Sus/2021/PN Kdr dan Putusan Perkara Nomor 25/Pid.Sus/2023/PN Kdr yakni pada Putusan Perkara Nomor 162/Pid.Sus/2021/PN Kdr perantara narkotika terbukti bersalah melakukan tindak pidana perantara narkotika dalam Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Jo Pasal 114 Ayat (1) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sedangkan pada Putusan Perkara Nomor 25/Pid.Sus/2023/PN Kdr perantara narkotika telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana perantara narkotika dalam Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. (2) Landasan lahirnya perbedaan dari kedua putusan tersebut dikarenakan adanya pertimbangan yuridis dan pertimbangan filosofis yang diberikan oleh majelis hakim. Pertimbangan yuridis dalam Putusan Perkara Nomor 162/Pid.Sus/2021/PN Kdr lebih menekankan pada Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dari pada Pasal 114 ayat (1) Jo Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Sedangkan dalam Putusan Perkara Nomor 25/Pid.Sus/2023/PN Kdr majelis hakim lebih mengedepankan Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dari pada Pasal 196 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009. Sedangkan perbedaan pertimbangan filosofis terdapat pada usia terdakwa dalam Putusan Perkara Nomor 162/Pid.Sus/2021/PN Kdr yang lebih relatif muda dari pada usia terdakwa dalam Putusan Perkara Nomor 25/Pid.Sus/2023/PN Kdr.
TINJAUAN YURIDIS NASKAH KESEPAKATAN KERJASAMA KEMITRAAN KEHUTANAN (Studi Naskah Kesepakatan Kemitraan Kehutanan antara Lembaga Masyarakat Desa Hutan Lancar Jaya dengan Kesatuan Pemangku Hutan Kediri) Listiana, Enik; Nurbaedah, Nurbaedah
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2025): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v14i1.6884

Abstract

Program Studi Magister Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Islam Kediri. Kemitraan Kehutanan merupakan program pemberdayaan yang mengutamakan prinsip-prisip kesepakatan, kesetaraan, saling menguntungkan, kepercayaan, transparansi, dan partisipasi dalam pelaksanaanya. Namun, Negara memiliki posisi yang lebih kuat dan menentukan, sedangkan rakyat lebih pada posisi menerima apapun kebijakan negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa Tinjauan Yuridis Naskah Kesepakatan Kerjasama Kemitraan Kehutanan atas kebebasan berkontrak dalam perjanjian baku serta untuk menganalisa keabsahan Kepmen LHK No: SK.8838/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2018 tentang Kulin KK antara LMDH Lancar Jaya dengan KPH Kediri. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metodologi normatif. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa kemitraan tersebut belum berkeadilan, karena berdasarkan Teori Keadilan Pancasila, parameter keadilan diukur dari pembagian prosentase bagi hasil yang didapatkan oleh masing-masing pihak. Sedangkan Kepmen LHK No: SK.8838/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2018 tentang Kulin KK antara LMDH Lancar Jaya dengan KPH Kediri adalah tidak sah, karena tidak sesuai dengan syarat-syarat pembuatan keputusan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Terdapat syarat-syarat materiil dalam keputusan menteri tersebut yang tidak terpenuhi, sehingga keputusan tersebut mengandung kekurangan, yaitu cacat isi (inhoundsgebreken). Dalam peraturan tersebut tidak jelas diatur mengenai perlindungan hukum dari para pihak, serta tidak jelas juga bagaimana strategi mengharmonisasi sub sistem-sub sistem yang ada pada hutan. Kemudian tidak juga tersedia pola yang baku dalam hal pola pengelolaan hutan dalam konteks kelembagaan, prosedur, dan penegakan hukum. Berdasarkan uraian diatas, maka saran dari peneliti adalah adanya kebijakan mengenai strategi pelaksanaanya di lapangan agar dapat dilaksanakan dengan baik serta masukan bagi pemerintah untuk memperbaiki pengaturan dalam kemitraan kehutanan ini.
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT PADA PENYELENGGARAN RUMAH KOS DI KELURAHAN PAKUNDEN KECAMATAN PESANTREN KOTA KEDIRI Sari, Nawang Dwiparvita; Nurbaedah, Nurbaedah
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2025): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v14i1.6781

Abstract

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu bagaimana penegakkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. Serta untuk mengetahui faktor hambatan dan pendukung pemerintah dalam melaksanakan Penegakkan Hukum melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat yang didalamnya mengatur kebijakan penyelenggaraan rumah kost. Kajian ini menggunakan kajian hukum Yuridis Empiris dan Sumber Data adalah data Primer melalui wawancara dengan objek penelitian dengan sampling di wilayah Kelurahan Pakunden Kecamatan Pesantren Kota Kediri. Serta data sekunder yang menjelaskan dan menguraikan terhadap bahan hukum primer. Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat rumah kos yang belum berizin juga masih ada rumah kos yang belum taat pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. Hal tersebut dikarenakan kurangnya perhatian dan kesadaran hukum dari pihak masyarakat khususnya pemilik usaha rumah kos. Untuk mewujudkan tujuan penegakkan hukum dapat tercapai diperlukan upaya sosialisasi mengenai Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat yang dilakukan baik oleh Kecamatan, Kantor Desa, Satpol PP, dan Masyarakat sebagai pengawas pertama dalam lingkungan tersebut. Hal tersebut agar masyarakat dapat memahami adanya pelanggaraan terhadap Perda yang berlaku dalam penyelenggaraan rumah kos. Rumah kos yang belum memiliki izin dan juga rumah kos yang tidak taat pada kebijakan Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat tidak terlepas dari faktor – faktor yang mempengaruhi baik faktor pendukung maupun faktor penghambat. Faktor pendukung tersebut yaitu bagusnya koordinasi pihak satpol PP dengan instansi terkait dan cepat tanggapnya respon dari Kelurahan, Kecamatan maupun satpol PP. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu masyarakat yang belum aktif melapor apabila terdapat rumah kost yang melakukan pelanggaran, kurangnya sumber daya manusia dari pihak Kelurahan, Kecamatan, Satpol PP sehingga tidak ada pengawasan berupa patroli keliling, sanksi yang diberikan belum cukup tegas dan belum adanya petunjuk pelaksanaan dalam menerapkan sankdi pencabutan izin
PENYELESAIAN HAK ASUH ANAK DALAM KASUS PERCERAIAN STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA BLITAR PADA PUTUSAN NOMOR 1670/PDT.G/2022/PA.BL Asrori, Mokhamad; Nurbaedah, Nurbaedah
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2025): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v14i1.6885

Abstract

Child custody is a problem that always arises when there is a divorce. Nevertheless, these cases always exist and lead to court. This is what happened in the case at the Blitar Religious Court. namely the Settlement of Child Custody in Divorce Cases in Decision Number 1670/Pdt.G/2022/PA.BL. thus this case becomes important where in the decision considered by the judge considering that child custody falls on the husband as the defendant. While the condition of the child being cared for is at the age of less than 2 years which legally in complications of Islamic law must be under the supervision of the mother. In ayang means the child should be cared for by the mother as the plaintiff. Based on this condition, several indicators emerge which are the focus of this research, namely 1) how the process of child custody is continued and 2) how the judge considers the decision on child custody and what factors are considered in determining child custody.The approach used in this study is to use an empirical juridical approach. Where researchers will conduct various series of studies involving all parties. Both directly related to field studies and literature. In this case what is meant is the decision on Child Custody in Divorce Cases in Decision Number 1670/Pdt.G/2022/PA.BL. The results of this study include: 1), Child Custody Settlement Process, Decision Number 1670/PDT.G/2022/PA.BL at the Blitar Religious Court, refers to a series of processes that present shared evidence P1-P6 as well as T1- T6. In addition to presenting a number of witnesses. Also through a number of stages in the form of mediation until it reaches the trial and ends with a judge's decision. 2), In the judge's decision, there are two things to be considered-first internally and secondly externally. Internally the judge considers the family environment of the plaintiff and the defendant as well as the impact and behavior of both of them on their children. And the second, the judge considers positive law or complications of Islamic law. Thus, the lawsuit filed by the plaintiff against the defendant was rejected because he did not have sufficient evidence and consideration for the benefit of his child. So indirectly the custody of the child goes to the defendant who according to the judge's consideration is more appropriate both in terms of the benefit as well as sufficient evidence and witness testimony.
PROSES PERMOHONAN WALI ADHOL DI PENGADILAN AGAMA Tulungagung (STUDI KASUS PENETAPAN NOMOR: 248/Pdt.P/2023/PA.TA) Hendrawan, Rizki Bagus; Nurbaedah, Nurbaedah
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2025): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v14i1.6782

Abstract

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri degan tujuan membentuk keluarga yang bahagia selama-lamanya berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keberadaan wali nikah tersebut sangat penting dalam akad pernikahan. Selanjutnya wali dianggap adhol atau enggan apabila ia menghalangi perempuan yang ada di bawah perwaliannya untuk menikah dengan laki-laki pilihannya dan sanggup membayar mahar yang seharusnya, setelah keduanya menyukai antara satu sama lain. Apabila terjadi seperti itu, perwaliannya langsung pindah ke wali hakim. Metode yang penulis gunakan dalam peulisan tesis ini yaitu penelitian Sosio Legal Research yaitu kegiatan penelitian yang dilaksanakan dengan mengumpulkan data-data lapangan sebagai sumber utama. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu putusan dan wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Tulungagung.Hasil dari penelitian ini Putusan Nomor:248/Pdt.P/2023/PA.TA, keengganan Wali untuk menikahkan anaknya dengan alasan adat, jika anak perempuannya tetap melakukan perkawinan dengan calon suaminya maka pelaksanaan perkawinan tersebut menentang adat lusan besan. Pelaragan tersebut tidak termasuk larangan yang diatur di dalam hukum Islam. Ditinjau dari pertimbangn hukum yang telah diambil oleh Majelis hakim, telah menunjukkn bahwa pertimbangan hukum tersebut telah sesuai dengan prinsip – prinsip pengambilan pertimbangan hukum
PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PERBANKAN SYARIAH (STUDI BANK SYARIAH INDONESIA) DI KANTOR CABANG. HASANUDIN KEDIRI Ariyanto, Teguh; Nurbaedah, Nurbaedah
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2025): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v14i1.6881

Abstract

Akad Murabahah adalah akad jual beli, antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai penjual (al-bai’) berkewajiban menjual barang yang dibutuhkan nasabah, sedangkan pihak kedua disebut pembeli (musytari) berkewajiban membayar barang yang akan dibeli. Dalam akad murabahah, pihak pertama atau penjual (al-bai’ memberitahukan kepada pembeli harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pembiayaan Akad Murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun angsuran. Dalam angsuran apabila nasabah terlambat membayar angsuran, maka bank syariah mengenakan denda (ta’zir) kepada nasabah. Akan tetapi dalam prakteknya, penulis menemukan pemberlakuan denda yang diperuntukkan kepada nasabah secara umum sehingga menyebabkan ketidak adilan, apabila memang nasabah tersebut tidak mampu bayar bank wajib memberi kelonggaran dan tidak mengenakan denda. Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana Pelaksanaan Akad Murabahah pada Perbankan Syariah di Bank Syariah (BSI) Kantor Cabang Hasanudin Kediri. 2) Apa Hambatan, Tantangan dan Peluang Akad Murabahah pada Perbankan Syariah di Bank Syariah (BSI) Kantor Cabang Hasanudin Kediri. Jenis Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan peraturan terkait. Dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang merupakan sumber utama. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode preskriptif dan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan dalam fiqh, denda (ta’zir) diperbolehkan bagi nasabah yang mampu, tetapi menunda-nunda pembayaran dan bagi nasabah yang tidak mampu tidak boleh dikenakan denda (ta’zir) serta diberi kelonggaran waktu membayar angsuran pokok. Penerapan denda (ta’zir) yang diterapkan bank syariah BSI termasuk riba nasiah/riba jahiliyyah. Sehingga pengalokasian denda (ta’zir) dimasukkan dalam pendapatan non halal bank syariah dan digunakan untuk kegiatan sosial. Denda di bank syariah BSI Kantor Cabang Hasaundin Kediri diberlakukan kepada nasabah yang terlambat membayar angsuran secara menyuluruh tanpa melihat nasabah tersebut mampu atau tidak mampu dalam membayar angsuran dalam pembiayaan murabahah. Menjadi tidak adil apabila nasabah yang tidak mampu juga dikenakan denda. Bank seharusnya mencari tahu penyebab nasabah tidak membayar angsuran sehingga dapat diterapkan secara adil.
PERTANGGUNGJAWABAN DEVELOPER ATAS WANPRESTASI PERJANJIAN PEMBELIAN RUMAH DITINJAU DARI UNDANG - UNDANG NO.1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN Sugianto, Bambang; Nurbaedah, Nurbaedah
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2025): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v14i1.6777

Abstract

Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan akan sandang, pangan, dan tempat tinggal yang diperlukan untuk mendukung aktivitas sehari-hari. Ketiga elemen ini memiliki peran penting dalam proses interaksi sosial manusia dalam masyarakat. Khususnya kebutuhan akan tempat tinggal atau hunian memiliki signifikansi yang besar. Banyak orang merasa bahwa hidup belum lengkap jika belum memiliki rumah pribadi. Namun, membangun rumah bukanlah tugas yang mudah karena memerlukan sejumlah faktor seperti kepemilikan tanah, struktur bangunan, uji kelayakan serta izin pendirian. Dalam kenyataannya, tidak semua orang dapat dengan mudah memenuhi persyaratan untuk membangun rumah sendiri. Oleh karena itu, banyak masyarakat memilih alternatif yang lebih efisien dan tidak memakan banyak waktu, yaitu dengan membeli rumah dari agen properti atau pengembang perumahan. Namun, ada fakta bahwa pemasaran yang dilakukan oleh pengembang sering kali bersifat tendensius, sehingga informasi yang disampaikan dapat menyesatkan atau bahkan tidak akurat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Nantinya penelitian ini akan menarik kesimpulan dengan metode deduktif, yaitu menyimpulkan permasalahan penelitian secara ringkas dan jelas, dimulai dari hal-hal yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang bersifat khusus. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Pasal 134 menyatakan bahwa “Setiap individu dilarang untuk melakukan pembangunan perumahan yang tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, fasilitas, sarana, dan utilitas umum yang telah dijanjikan”. Dalam situasi dimana pengembang tidak memenuhi kewajibannya, mereka akan bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau tuntutan hukum dari konsumen.
KEWENANGAN PENUNTUT UMUM ANAK UNTUK MELAKUKAN PENUNTUTAN TERHADAP ANAK PELANGGAR HUKUM DALAM UPAYA DIVERSI YANG GAGAL (Studi kasus di Kejaksaan Negeri Kota Kediri) Juliati, Atik; Nurbaedah, Nurbaedah
MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum Vol 14 No 1 (2025): Mizan: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/mizan.v14i1.6886

Abstract

The purpose of this study was to analyze the authority of the Child Public Prosecutor to prosecute children who break the law in a failed diversion attemp and to analyze the cause of the failure of the Child Prosecutor in seeking diversion for children as perpetrators of law violations.This study using empiris method with interviews and direct observation. Data collection techniques using primary data (structured interviews) and secondary data (observation and documentation). Sample collection techniques using purposive sampling method with 9 respondents are Child Public Prosecutor are 7 people and children who break the law are 2 people. The result of this study is The authority of the Child Public Prosecutor to prosecute children who break the law in failed diversion efforts is regulated in Law number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System (SPPA), namely: The Child Public Prosecutor has the authority to prosecute; The Child Prosecutor has the authority to carry out the decisions of judges and court decisions that have permanent legal force; The Child Prosecutor has the authority to supervise the implementation of Conditional Criminal Decisions, Supervision Criminal Decisions and Conditional Release Decisions; The Child Prosecutor has the authority to complete certain case files and for this reason can carry out additional examinations before being transferred to the Court, which is coordinated with the Investigator. The cause of the failure of the Child Prosecutors in pursuing diversion for children as perpetrators of law violations is the public's lack of understanding about diversion and the purpose of carrying out diversion; The victim does not want to forgive the actions of the perpetrator's child; There is no agreement between the victim and the perpetrator's child regarding the nominal value of the amount of loss that must be returned; The perpetrator's child has been punished before (recidivist).