cover
Contact Name
adya arsita
Contact Email
adya0258@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
spectajournal@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
specta: Journal of Photography, Arts, and Media
ISSN : 26143477     EISSN : 26150433     DOI : -
Jurnal spect? merupakan sebuah jurnal untuk menampung hasil penelitian dan penciptaan seni para akademisi dan praktisi fotografi yang kian hari semakin bertambah banyak dan beragam. Seni dan teknik Fotografi yang semakin maju dan berkembang menimbulkan ide, gagasan, wacana, dan kritik yang bernuansa akademik dan harus mendapatkan wadah yang sesuai untuk memuat semua artikel ilmiah yang dihasilkan. Fotografi yang merupakan perluasan dan pengembangan teknologi lukis, erat hubungannya dengan dunia seni pada umumnya dan lekat juga dengan ranah media. Jurnal ini akan menjadi sarana tampung yang tepat, sesuai dalam kajian dan penciptaan seni fotografi, pembacaan kajian seni serta media. Jurnal spect? diterbitkan dua kali dalam setahun, yaitu Mei dan November, dan dikelola oleh Fakultas Seni Media Rekam, ISI Yogyakarta bekerja sama dengan Asosiasi Dosen Seni Media Rekam Indonesia (ADSMRI) dan Asosiasi Program Studi Fotografi Indonesia (SOFIA).
Arjuna Subject : -
Articles 107 Documents
VISUALISASI PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL BERLEBIHAN TERHADAP KESEHATAN MENTAL MELALUI FOTOGRAFI EKSPRESI Rahmat Mukhlasin; Kusrini Kusrini; Arti Wulandari
Specta: Journal of Photography, Arts, and Media Vol 7, No 1 (2023): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v7i1.9054

Abstract

Penciptaan karya fotografi ini mengangkat tema tentang masalah gangguan kesehatan mental akibat penggunaan media sosial yang berlebihan. Tujuan penciptaan fotografi ekspresi ini adalah untuk memvisualisasikan dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental. Aliran fotografi ekspresi dipilih karena dapat menyampaikan kegelisahan diri hingga kondisi kesehatan mental dan didukung dengan metode montase sebagai penunjang perwujudan karya. Metode pengumpulan data dalam perwujudan karya ini menggunakan metode observasi dengan berbagai cara, yakni dengan meninjau literatur, membagikan kuesioner kepada kelompok remaja masa akhir dengan rentang umur 18-24 tahun, dan mewawancarai langsung salah satu psikolog sebagai ahli kesehatan mental. Hasil dari observasi tersebut dijadikan landasan ide dalam visualisasi karya. Dalam perwujudan karya, media sosial yang dipilih sebagai objek pendukung ide penciptaan adalah Instagram. Hasil penciptaan karya fotografi ini menyampaikan kesan yang berhubungan dengan pengguna. Hal ini digambarkan melalui visualisasi dari berbagai gejala gangguan kesehatan mental, yaitu (a) adiksi, (b) komparasi diri, dan (c) kecemasan. Dengan demikian, penciptaan karya fotografi ini diharapkan dapat menjadi bahan reflektif bersama mengenai pentingnya kesadaran dalam penggunaan media sosial.Visualisation of Excessive Social Media Use on Mental Health through Fine Art Photography. This photographic work brings up the theme of mental health disorders due to excessive use of social media. The creation of this fine art photograph aims to visualise the negative impacts of social media on mental health. This genre of fine art photography was chosen because it can express self-anxiety about mental health conditions and is supported by a montage method to support the realisation of the work. The data collection method in the embodiment of this work uses observation methods in various ways, namely by observing literature, distributing questionnaires to the group of late adolescents aged 18 to 24 years, and conducting direct interviews with one of the psychologists as a mental health expert. These observations' findings serve as the foundation for ideas in the creation of works. In the realisation of this work, the social media platforms chosen as supporting is Instagram. The result of this photographic work conveys user-related impressions, which are illustrated through the visualisation of various symptoms of mental health disorders: (a) addiction, (b) self-comparison, and (c) anxiety. Thus, the creation of this photographic work is expected to be a collective reflective material regarding the importance of awareness in the use of social media.
PSYCHOLOGICAL COMMUNICATION IN DIGITAL PHOTOGRAPHY Tan, Ellyana Mohd Muslim; Lazim, Nur Aniza Mohd; Mat Hussin, Mohd Shahrizal; Ishak, Siti Norfatulhana
specta Vol 8, No 2 (2024): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v8i2.13947

Abstract

The study examines the impact of digital transformation on photograph visuals using Photo Elicitation Interview (PEI) as a method of persuasion for participant. 30 participants were participated in the study, they were given random 100 digital images, in online platform. Participants selected one images and answer one simple questions of how the pictures reflect them. The objective of the study to seek visual analogies are beneficial not only on the visual surface, but also in indicating the deeper meaning behind the image. The study discusses a vital indicator in comprehending photography mentally. Persuade the audience to grasp the image and explain it by using Connotative indirect message and Denotative, which frequently offers direct communication. Certainly, the faculty of picture reaction to auto recognition machine learning is parallel to image analysis on who and where the image was taken as a guidance to recollections, while the system will set it to remind and recall the memory. The data analysis from the study recommends additional investigation and provides the present spectrum of visual investigations. Additionally, it is encouraged to participate as a data provider to provide details on national proposals, alternative solutions, and improved knowledge to support the United Nations 2030 Agendas, namely the Sustainable Development Goals.
GENERATIVE ADVERSARIAL NETWORKS (GAN) DALAM FOTOGRAFI: MENCIPTAKAN IMAJI DARI NOL Syaifudin, Syaifudin
specta Vol 8, No 2 (2024): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v8i2.13910

Abstract

Generative Adversarial Networks (GAN) merupakan salah satu terobosan penting dalam kecerdasan buatan yang telah memberikan dampak signifikan pada dunia fotografi. Teknologi ini memungkinkan pembuatan imaji foto realistis dari data acak, selanjutnya menciptakan peluang baru dalam produksi foto. Penelitian ini mengeksplorasi sejumlah hasil penelitian tentang penerapan GAN dalam fotografi serta mengkaji implikasi estetika dan etika yang muncul seiring penggunaannya. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan studi literatur, mengumpulkan data dari berbagai artikel ilmiah, buku, dan publikasi akademis yang berfokus pada GAN dan aplikasinya dalam pembuatan imaji foto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa GAN memungkinkan kreasi imaji foto baru yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan, serta memberikan kemampuan untuk memodifikasi secara kreatif. Namun, penerapan teknologi ini juga memunculkan tantangan terkait keaslian dan kredibilitas foto yang dihasilkannya, terutama dalam konteks deepfake dan manipulasi. Selain itu, terdapat kekhawatiran mengenai dampak penggunaan GAN terhadap persepsi publik mengenai otentisitasnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa GAN memberikan kontribusi besar dalam pengembangan estetika fotografi, namun diperlukan regulasi dan perhatian lebih terhadap aspek etika untuk menjaga integritas seni fotografi di era digital. Generative Adversarial Networks (GAN) in Photography: Creating Images from Scratch. Generative Adversarial Networks (GAN) represent a significant breakthrough in artificial intelligence that has profoundly impacted the world of photography. This technology enables the creation of photorealistic images from random data, thereby opening up new opportunities in photo production. This study explores a range of research on applying GANs in photography and examines the aesthetic and ethical implications that arise from their use. The method employed is a qualitative approach with a literature review, gathering data from various scientific articles, books, and academic publications focused on GANs and their applications in image creation. The findings indicate that GANs enable the creation of new photographic images that were previously impossible while also providing the ability to creatively modify pictures. However, the application of this technology also raises challenges regarding the authenticity and credibility of the photos it generates, particularly in the context of deepfakes and manipulation. Furthermore, there are concerns about the impact of GAN usage on public perception of its authenticity. This research concludes that GANs significantly contribute to the development of photographic aesthetics. Still, regulation and greater attention to ethical aspects are needed to maintain the integrity of photographic art in the digital age.
VISUALISASI KESEPIAN MELALUI OLD PHOTOGRAPHIC PROCESS: CETAKAN GUMOIL Maulana, Riki
specta Vol 8, No 2 (2024): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v8i2.9051

Abstract

Penciptaan karya fotografi seni ini, membawa konteks kesepian seorang anak akibat perceraian orang tua dengan menggunakan fotografi sebagai medium penyampaian pesan dalam karya. Proyek ini bertujuan untuk menciptakan fotografi seni yang membahas dampak dan kenangan akan kesepian. Cara yang paling umum untuk membuat pesan dalam sebuah karya dimulai dari membangun pemikiran, memperhatikan realitas, dan menguraikannya ke dalam sebuah karya visual. Teknik cetak tua digunakan sebagai bahan eksperimentasi yang diperkirakan bahwa konsep visual karya dan cetakannya saling berkaitan. Jenis cetak tua yang digunakan adalah cetakan gumoil, gumoil menghasilkan karya visual yang menunjukkan sisi monokromatik yang berbintik-bintik dan kasar, efek tersebut muncul karena adanya campuran cat minyak dengan jenis kertas sebagai struktur yang bereaksi pada cetakan gumoil. Visual karya ini mendorong pemirsa untuk berpartisipasi dalam wisata kesepian itu sendiri, yang dapat berdampak pada mereka dengan memberikan perspektif latar belakang tentang perasaan terisolasi yang disebabkan oleh perceraian orang tua dan berbagai pengalaman. Singkatnya, pesan yang ingin disampaikan melalui karya visual ini adalah terkait dengan perasaan kesepian yang dapat dialami oleh anak-anak akibat dampak dari perceraian orang tua mereka, yang dapat terekam dalam memori pikiran dan perasaan.Visualization of loneliness through old photographic process : gumoil mold The creation of this photographic artwork brings the context of a child's loneliness due to parental divorce by using photography to convey the message in the work. This project aims to create fine-art photography that addresses the impact and memories of loneliness. The most common way to create a message in a work starts by building a thought, paying attention to reality, and elaborating it into a visual work. The old print technique is used as a material for experimentation where it is thought that the visual concept of the work and the print are interrelated. The type of old print used is the gumoil print; gumoil produces visual works that show a mottled and rough monochromatic side; the effect arises from the mixture of oil paint with a type of paper as a structure that reacts to the gumoil print. The visuals of this work encourage viewers to participate in the loneliness tour itself, which can affect them by providing a background perspective on the feelings of isolation caused by parental divorce and various experiences. In short, the message conveyed through this visual work is related to the feelings of loneliness that children can experience due to the impact of their parent's divorce, which can be recorded in the memory of thoughts and feelings.
REFLEKSI VISUAL HENING DALAM MEDITASI Purnama, Yulli Adam Panji; Tohari, Tohari
specta Vol 8, No 2 (2024): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v8i2.13293

Abstract

 Fotografi sebagai media meditasi belum diketahui banyak orang, baik tujuan maupun manfaatnya. Meditasi (Manekung) sejak dulu banyak dilakukan saat suasana hening, serta peluapan emosi menuju ketenangan pikir dan hati, dengan capaian kesadaran diri sebagai mahluk ciptaan yang Maha Kuasa. Suasana hening, ditangkap indrawi dengan  mengutamakan olahan peka rasa, divisualkan melalui karya fotografi hitam putih, berkesan lebih menonjolkan nuansa keheningan yang semakin sepi. Permasalahan yang diselesaikan yaitu produksi karya foto hening melalui proses meditasi. “Hening” berupa cipta karya fotografi, prosesnya menerapkan pendekatan Practice-led Research yang dilakukan melalui studi praktik dengan memokuskan pada refleksi visual keheningan. Kreativitas pengkaryaan fotografi berlokasi di pesisir, dengan berbagai benda, dan alam beserta lingkungan sebagai subjek penciptaannya. Penciptaan foto hening menerapkan tiga tahap: pertama, tahap praproduksi, dilakukan observasi dan eksplorasi suasana di berbagai tempat pesisir, diperoleh gambaran subjek tanggul muara batu, kincir air, ombak, batang kayu, serta lainnya, dengan pedoman konsep sesuatu yang hening; kedua, tahap produksi, proses pewujudan dengan memotret suasana keheningan yang dibarengi meditasi dan kontemplasi, serta aktivitas penyuntingan karya fotografi hitam putih; dan ketiga, pascaproduksi, penyajian dan publikasi karya. Hasil penciptaan karya fotografi berupa refleksi visual bernuasa hening, yang diselimuti ketenangan, kesepian, dan menyendiri. Visual reflection of “Silent” in meditation. Photography as a medium for meditation is not yet known to many people, neither its purpose nor its benefits. Meditation (Manekung) has long been done in times of silence, as well as the release of emotions leading to peace of mind and heart, with the achievement of self-awareness as an Almighty-created being. The atmosphere of silence, captured by the senses by prioritizing sensitive processing, is visualized through black and white photography, highlighting the increasingly quiet nuance of silence. The problem being solved is the production of silent photo works through a meditation process. "Silence" takes the form of creating photographic works; the method applies a Practice-led Research approach, which is carried out through practical studies by focusing on the visual reflection of silence. The creativity of photography works is located on the coast, with various objects, nature, and the environment as the subjects of its creation. The creation of silent photos applies three stages: first, Pre-production, observations and exploration of the atmosphere in various coastal locations are carried out, images are obtained of the subject of estuary embankments, waterwheels, waves, logs, and others, guided by the concept of something silent; second, the production stage, the realization process by photographing an atmosphere of silence accompanied by meditation and contemplation, as well as the activity of editing black and white photography works; and third, post-production, presentation and publication of the work. The results of the creation of photographic works are visual reflections with a silent atmosphere shrouded in calm, loneliness, and solitude.
SIMBOLISME KEJADIAN DAN DAMPAK PELECEHAN SEKSUAL MELALUI FOTOGRAFI EKSPRESI Rahmadiani, Arivia
specta Vol 8, No 2 (2024): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v8i2.7723

Abstract

Penciptaan fotografi seni ini bertujuan memberikan gambaran keadaan seseorang yang mengalami trauma akibat pelecehan seksual sehingga dapat memberikan sudut pandang baru kepada masyarakat luas agar lebih peka dengan pelecehan seksual yang mungkin terjadi dalam lingkungan terdekatnya. Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki ying berakibat mengganggu korbannya berakibat gangguan stres pasca-trauma. Hal tersebut dapat dibantu dengan menggunakan pendekatan psikologis imaginal exposure untuk menyembuhkan trauma dengan mencoba mengingat kembali kejadian tersebut sedetail mungkin agar terbiasa dan dapat memvalidasi perasaan dan emosional korban. Metode penciptaan ini dilakukan dengan observasi terhadap korban melalui kuisioner dan wawancara. Visualisasi dalam penciptaan ini berupa karya fotografi seni yang menampilkan hasil eksplorasi dan eksperimentasi dari kejadian dan dampak korban pelecehan seksual. Karya fotografi seni ini menggunakan pendekatan teori semiotika simbol dari perspektif Saussure yang melekat dengan suatu kejadian dan pengalaman memiliki pengaruh emosional bagi kita maupun orang lain. Karya disajikan menggunakan teknik mixed media dengan merespons cerita pada setiap karya fotografi. Hasil penciptaan karya fotografi seni mengenai ini memvisualisasikan kejadian dan dampak pelecehan seksual yang dapat menyampaikan apa yang ingin disampaikan oleh korban. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat lebih mengerti dan memahami sehingga dapat memberikan ruang aman bagi korban pelecehan seksual.Symbolism Of The Incidents And Impact Of Sexual Harassment In Fine Art Photography. The creation of this fine art photography aims to provide an overview of the state of a person who has experienced trauma due to sexual harassment that could give a new perspective for the wider community to be more sensitive to the existence of sexual harassment. Sexual harassment is an unwanted behavior or attention that causes results in disturbing the victim, leaving a post-traumatic stress disorder. It can be helped by using the psychological approach of imaginal exposure to heal the trauma by trying to recall the incident in as much detail as possible to get used to it. The creation was done by observing the victims through questionnaires and interviews. This fine art photography work used a semiotic symbol theory approach from Saussure's perspective which is attached to an event and experience that conceive an emotional impact on victim and others. The works are presented using mixed media techniques by responding based on the story in each photographic work. The result of this creation of an expression photography work visualizes the incidence and impact of sexual harassment that can deliver what the victim wants to convey. Thus it is expected that the public will be able to understand and become aware so that they can provide a safe space for victims of sexual harassment.
REVISIT PENGEMBANGAN TEKNIK FOTOGRAFI GAYA IMPRESSIONISME Zahar, Iwan; Mustaqim, Karna
specta Vol 8, No 2 (2024): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v8i2.12357

Abstract

Metode penciptaan karya fotografi dengan pengembangan teknik fotografi yang menggunakan inspirasi lukisan Impressionisme dan fotografer Ernst Haas masih banyak dilakukan fotografer sampai saat ini.  Eskperimen teknik foto seperti panning, multiple exposed, kecepatan lambat dan penggunaan apilkasi pengolah gambar adobe photoshop merupakan kunci dalam keberhasilan gaya foto impressionisme.  Kendala pemotretan untuk mengatasi masalah warna dengan cara pemilihan warna objek yang dipotret tidak terlalu banyak warna primer dan mengkaburkan dengan cara multiple exposed, panning dan ruang tajam  yang sempit.  Juga bantuan asap atau kabut bisa mengurangi warna primer dan mengubah ke arah pastel. Pada era digital pengembangan teknik memotret untuk mencapai gaya impressionismesemakin mudah dan lebih bervariasi dibanding di era analog; seperti penggunaan kecepatan tinggi, multiple exposed yang bisa lebih dari dua dan perangkat lunak yang memudahkan untuk pencapaian tersebut. Revisit of the development of impressionism style photography techniques. The method of creating photographic works by developing photographic techniques that use the inspiration of impressionism painting and photographer Ernst Haas is still carried out by many photographers today. Experimentation of photo techniques such as panning, multiple exposure, slow speed and the use of Adobe Photoshop image processing application are key to the success of the impressionist photo style. Shooting obstacles to overcome the color problem by choosing the color of the object being photographed is not too much primary color and blurring using multiple exposures, panning, and narrow sharp spaces.  Also, smoke or fog can reduce the primary color and change it to a pastel shade. In the digital era, the development of photographic techniques to achieve impressionism is easier and more varied than in the analog era, Such as the use of high speed, multiple exposures that can be more than two, and software that makes it easy to achieve this.
IKAN CUPANG HIAS SEBAGAI OBJEK FOTOGRAFI KOMERSIAL: INTEGRASI ESTETIKA VISUAL DAN KONSEP ARTISTIK Widyantoro, Achmad Oddy
specta Vol 8, No 2 (2024): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v8i2.14005

Abstract

Penelitian ini menggunakan ikan cupang sebagai objek visual yang memukau, melalui pendekatan teknis maupun artistik, dengan fokus pada integrasi antara estetika visual dan konsep artistik, serta teknik fotografi. Ikan cupang, dengan bentuk tubuh dan spektrum warna yang beragam, menawarkan potensi besar dalam menghasilkan karya visual berkarakter. Berdasarkan observasi pada beberapa grup komunitas dan akun jual beli ikan cupang di media sosial, ditemukan permasalahan bahwa para penjual ikan cupang belum secara merata menggunakan foto yang menarik untuk iklan maupun katalog mereka. Ikan cupang, sebagai entitas "produk," perlu dikemas secara visual yang menarik agar nilai jualnya meningkat dan daya tarik terhadap calon pembeli bertambah. Metode yang digunakan terdiri dari dua tahapan, yaitu penelitian dan penciptaan. Pada tahao penelitian meliputi observasi dan analisis data lapangan beserta literatur. Sementara pada tahap penciptaan meliputi eksplorasi; eksperimentasi; perwujudan; dan penyelesaian. Penelitian ini membahas keunikan visual ikan cupang yang dapat dimaksimalkan melalui komposisi, pencahayaan, dan sudut pandang yang tepat untuk menghasilkan gambar yang artistik, serta dioptimalkan untuk menangkap detail pada sirip dan warna tubuh ikan. Pemotretan dilakukan dengan peralatan sederhana dan pengaturan dasar kamera, yang kemudian dianalisis dalam kaitannya dengan kualitas visual yang dihasilkan. Berdasarkan temuan, hasil pemotretan dapat digunakan sebagai acuan untuk mempermudah khalayak umum dalam memproduksi foto ikan cupang hias berkualitas tinggi dalam ruang yang terbatas. Muara akhir penelitian menunjukkan bahwa teknik fotografi yang tepat mampu mengungkap estetika alami ikan cupang serta memperkaya dokumentasi visual dari perspektif fotografi kreatif dan komersial. Betta Fish as a Commercial Photography Subject: Integration of Visual Aesthetics and Artistic Concepts. This study uses betta fish as a captivating visual subject through technical and artistic approaches, focusing on integrating visual aesthetics, artistic concepts, and photographic techniques. With their unique body shapes and vibrant color spectrums, Betta Fish offers significant potential for creating visually distinctive works. Observations from several community groups and betta fish trading accounts on social media revealed a common issue: sellers often need to utilize appealing photographs for advertisements or catalogs. As a "product" entity, betta fish must be visually packaged attractively to enhance their market value and appeal to potential buyers.The research methodology comprises two stages: investigation and creation. The investigation phase involves observation and analysis of field data alongside literature studies, while the creation phase includes exploration, experimentation, realization, and refinement. This study examines the unique visual qualities of betta fish that can be maximized through proper composition, lighting, and angles to produce artistic images optimized to capture the intricate details of their fins and body coloration. The photography process was conducted using essential equipment and camera settings, with subsequent analysis of the visual quality achieved. Based on the findings, the resulting photographs can serve as a practical guide for the general public to produce high-quality ornamental betta fish images in limited spaces. Ultimately, the study demonstrates that appropriate, photographic techniques can reveal the natural aesthetics of betta fish while enriching visual documentation from both creative and commercial photography perspectives.
GAYA PEWARNAAN DALAM FOTOGRAFI MELALUI KARYA FOTO RISMAN MARAH Hamumpuni, Laksono Bintang; Wibowo, Arif Ardy; Samaratungga, Oscar
specta Vol 9, No 1 (2025): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v9i1.15544

Abstract

Dalam era fotografi digital, warna menjadi elemen krusial dalam membentuk komposisi dan menonjolkan objek tertentu, terutama karena masyarakat kini lebih akrab dengan fotografi berwarna dibandingkan era film hitam putih. Penelitian ini menganalisis gaya pewarnaan dalam fotografi melalui karya Risman Marah, khususnya karya-karyanya yang ditampilkan pada pameran RUMAKET di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, pada 25-27 September 2021. Karya fotografi Risman Marah yang berfokus pada metode penciptaan foto pewayangan yang mencerminkan nilai budaya Indonesia melalui penggunaan konsep mendalam, pemilihan tokoh wayang, dan pengaturan adegan yang cermat. Gaya pewarnaan seperti vintage atau retro coloring, selective color, color grading, dan split toning digunakan untuk menciptakan suasana klasik, mistis, dan dramatis, yang memperkaya kekuatan visual dan mempertahankan nilai-nilai tradisional dalam karyanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan warna-warna tersebut efektif dalam menambah karakter dan kedalaman pada fotografi pewayangan, serta mendukung narasi visual dan emosi dalam karya Risman Marah.Coloring Style in Photography through the Works of Risman Marah. In the era of digital photography, color has become a crucial element in shaping composition and highlighting specific objects, particularly because society is now more familiar with colored photography compared to the black-and-white film era. This study analyzes the coloring styles in photography through the works of Risman Marah, specifically his pieces displayed at the RUMAKET exhibition at the Sonobudoyo Museum, Yogyakarta, from September 25-27, 2021. Risman Marah's photography focuses on the method of creating wayang photography that reflects Indonesian cultural values through the use of deep conceptualization, careful selection of wayang characters, and meticulous scene arrangement. Color styles such as vintage or retro coloring, selective color, color grading, and split toning are employed to create a classic, mystical, and dramatic atmosphere, enriching the visual strength and preserving the traditional values in his works. The results of this study indicate that the use of these colors is effective in adding character and depth to wayang photography 
REFLEKSI MODEL KRITIK FOTO DAN MODEL RESPONSE PADA MODEL PENCIPTAAN Zahar, Iwan; Mustaqim, Karna; Maulana, Salman; Wahyudi, Tri; Damayantie, Irma
specta Vol 9, No 1 (2025): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v9i1.15547

Abstract

Model kritik Feldman dan Barrett mengulas elemen seni, prinsip seni, gaya fotografi beserta konteks sosial politik, budaya, sedangkan model response untuk menangkap emosi dan pengalaman dari fotografer yang membuat. Apakah penggunaan model kritik dan model response ini akan berpengaruh pada saat penciptaan fotografi? Penulisan ini menggunakan practice-lead research dari Nelson dan wawancara tidak berstruktur dan mendalam dilakukan terhadap Oscar Motuloh dan Kusnadi untuk mengetahui proses penciptaan foto. Penciptaan foto yang dilakukan menggunakan model practice-lead research dari Nelson. Refleksi dengan model kritik Feldman dan Barrett dan response memengaruhi insight dan intuisi saat penciptaan fotografi terutama pada refleksi know what dan know-that dari model Nelson. Pengalaman estetika dan kognitif dalam merespons baik terhadap karya foto sendiri maupun karya fotografer yang menjadi inspirasi merupakan hal penting dalam penciptaan foto. Latar belakang fotografer dan jenis pekerjaan, pemilihan lokasi pemotretan, pengalaman estetika dan kognitif, konsep pendekatan pada tema memengaruhi proses penciptaan. Ulasan kritik foto yang merupakan kegiatan akademis atau know-that dalam model proses penciptaan Nelson merupakan hal yang penting dilakukan saat refleksi. Walaupun demikian, metode response dari Minor White lebih praktis digunakan untuk merefleksi interaksi fotografer dengan objek foto baik karya sendiri maupun karya fotografer lain. Reflection on the Photo Criticism Model and the Response Model in the Creative Practice Model. Feldman’s and Barrett’s models of photographic criticism examine elements and principles of art, photographic style, and sociopolitical and cultural contexts, while the response model seeks to capture the emotional and experiential dimensions of the photographer. This study explores whether the application of both criticism and response models influences the photographic creation process. Employing Nelson’s practice-led research framework, the study incorporates in-depth, unstructured interviews with photographers Oscar Motuloh and Kusnadi to gain insights into their creative processes. The photo creation process follows Nelson’s model, with reflections guided by Feldman’s and Barrett’s criticism frameworks and the response model. These reflections significantly shape insight and intuition during the creative process, particularly concerning Nelson’s "know what" and "know-that" dimensions. Aesthetic and cognitive experiences, both in responding to one's work and inspirational works by others, are essential to photographic creation. Factors such as the photographer’s background and profession, the choice of shooting location, and the thematic approach all influence the creative process. Critical review, which has been understood as a form of academic reflection or "know-that" in Nelson’s framework, plays a vital role in refining photographic practice. Nonetheless, Minor White’s response method proves more practical for reflecting on a photographer’s interaction with subjects, whether in their work or that of others.

Page 10 of 11 | Total Record : 107