cover
Contact Name
Dr. Niru Anita Sinaga, S.H, M.H
Contact Email
fakultashukumunsurya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
fakultashukumunsurya@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta timur,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
ISSN : 23553278     EISSN : 26564041     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara adalah merupkan jurnal yang diterbitkan dari Fakultas Hukum UNSURYA, jurnal yang fokus pada permasalahan hukum yang mencakup semua aspek hukum
Arjuna Subject : -
Articles 156 Documents
EKSEKUSI PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA YANG TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP Momon Mulyana
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v12i1.913

Abstract

AbstrakSebagai negara hukum yang demokratis, Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan yang memiliki lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Untuk mengontrol kekuasaan eksekutif diperlukan lembaga yudikatif atau kehakiman. Salah satu bentuk kontrol yudisial atas tindakan administrasi pemerintah adalah melalui lembaga peradilan. Dalam konteks inilah maka Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, tentang Peradilan Tata Usaha Negara beserta perubahanya, Lahirnya Peradilan Tata Usaha Negara merupakan tuntutan masyarakat Indonesia yang merasa haknya sebagai warga negara dilanggar oleh pemerintah, selain itu untuk mencegah terjadinya maladministrasi, serta segala bentuk penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah. dalam perkembangan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, lemahnya kekuatan hukum Putusan PTUN membuat masyarakat cemas akan kekuatan hukum dari putusan PTUN yang membawa angin kedamaian bagi masyarakat yang dilanggar haknya oleh pemerintah. Masyarakat menjadi ragu akan kekuatan hukum yang dimiliki oleh lembaga peradilan ini dalam menegakkan keadilan manakala terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah. Lemahnya kekuatan hukum putusan PTUN ini disebabkan beberapa kendala yaitu: Tidak adanya lembaga eksekutorial khusus atau lembaga sanksi yang berfungsi untuk melaksanakan putusan, rendahnya tingkat kesadaran pejabat Tata Usaha Negara dalam menaati putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, serta tidak adanya pengaturan yang lebih tegas mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, dalam rangka mewujudkan harapan masyarakat, maka upaya hukum yang dapat dilakukan adalah upaya hukum pidana berupa melaporkan pejabat TUN,dan upaya hukum perdata yaitu berupa gugatan ganti rugi.Kata Kunci : Kekuatan Eksekutorial, kekuatan hukum, Mekanisme, Hambatan dan Upaya. AbstractAs a democratic legal state, indonoesia has a constitusional system that has executive,legislative and judicial institutions. To control the executive, a judicial or judicial institutions. To control the executive power, a judicial or judicial institution is needed. One form of judicial control over government administrative actions is through the judiciary. In this context, the State Administrative Court was formed by Law no. 5 of 1986, concerning the State Administrative Court and its amendments, the birth of the State Administrative Court is a demand of the Indonesian people who feel that their rights as citizens have been violated by the government, in addition to preventing maladministration and all forms of abuse of authority by the government. In the development of the establishment of the State Administrative Court in Indonesia, the weak legal force of the Administrative Court Decisions makes the public anxious about the legal force of the Administrative Court decision which brings a wind of peace to the people whose rights have been violated by the government. The public becomes doubtful about the legal power possessed by this judicial institution in upholding justice when there is an abuse of authority by the government. The weak legal force of the PTUN decision is due to several obstacles, namely: The absence of a special executive or sanction institution that functions to implement the decision, the low level of awareness of State Administrative officials in obeying the decisions of the State Administrative Court, and the absence of stricter regulations regarding the implementation of decisions. The State Administrative Court, in order to realize the expectations of the community, the legal remedies that can be taken are criminal legal remedies in the form of reporting TUN officials, and civil legal remedies in the form of claims for compensation.Keywords : Executional Strength, legal force Mechanism, Barriers and Effort.
TINJAUAN HUKUM PENERAPAN KONSEP QUADRUPLE HELIX DALAM MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT PELAKU USAHA UMKM YANG TERGABUNG DALAM KOPERASI M. Hendra Razak
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v12i1.914

Abstract

Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai potensi pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat dan terus berkembang di asia tenggara dan dunia, tentunya mempunyai rencana pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan sesuai dengan falsafah negara yang saat ini berlaku. Quadruple Helix merupakan kolaborasi empat sektor sekaligus yakni governmet, business, academia (institusi sumber pengetahuan), dan civil society. Indonesia as one of the countries that has the potential for rapid economic growth and continues to develop in Southeast Asia and the world, of course has a national economic development plan that is sustainable and in accordance with the current state philosophy. Quadruple Helix is a collaboration of four sectors at once, namely governance, business, academia (knowledge source institutions), and civil society
KEKUATAN HUKUM INFORMED CONSENT DAN REKAM MEDIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MEDIS DI INDONESIA Niru Anita Sinaga
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v12i2.955

Abstract

Kesehatan sebagai hak asasi manusia diwujudkan melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Dokter mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan praktik kedokteran, tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku termasuk kode etik kedokteran Indonesia. Hubungan antara dokter dan pasien berdasarkan undang-undang dan perjanjian terapeutik. Sebelum melakukan tindakan medis, dokter harus mendapatkan persetujuan dari pasien atau yang berhak memberi persetujuan (Informed Consent ).  Dan seluruh proses pelayanan kesehatan yang telah diberikan oleh dokter kepada pasien harus ditulis dalam Rekam Medis. Namun dalam pelaksanaannya Informed Consent  dan Rekam Medis belum sepenuhnya diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan atau sengketa medis, sehingga dokter dimintai pertanggungjawaban. Permasalahan dalam penelitian ini: Bagaimana pengaturan dan kedudukan hukum Informed Consent  dan Rekam Medis dalam penyelesaian sengketa medis di Indonesia? Dan bagaimana kekuatan hukum Informed Consent  dan Rekam Medis sebagai alat buktidalam penyelesaian sengketa medis di Indonesia? Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, menggunakan data sekunder yang diperoleh dari sumber bahan hukum primer, sekunder dan tertier.Kata Kunci : Informed Consent , Rekam Medis, Alat Bukti Dan Sengketa MedisHealth as a human right is realized through the implementation of quality and affordable health development by the community. Doctors have a very important role in carrying out medical practice, obey to applicable legal provisions including the Indonesian medical code of ethics. The relationship between doctor and patient is based on laws and therapeutic agreements. Before taking any medical action, the doctor must obtain the consent of the patient or those who have the right to give Informed Consent . And the entire process of health services that have been provided by doctors to patients must be written in the medical record. However, in practice, Informed Consent  and Medical Records have not been fully implemented in accordance with applicable regulations. This can lead to medical problems or disputes, for which doctors are held accountable. Problems in this study: How is the regulation and legal position of Informed Consent  and Medical Records in the resolution of medical disputes in Indonesia? And what is the legal power of Informed Consent  and Medical Records as evidence in the resolution of medical disputes in Indonesia? The research uses a normative juridical method with a statutory and conceptual approach, using secondary data obtained from primary, secondary and tertiary legal sources.Keywords: Informed Consent , Medical Records, Evidence and Medical Disputes 
MEMAHAMI PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HIBAH DAN WASIAT BERDASARKAN HUKUM WARIS ISLAM Indah Sari
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v12i2.956

Abstract

Hukum Waris Islam telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam yang berdasarkan pada Alqur’an, Hadist, Ijtihad dan Ijma’. Kompilasi Hukum Islam khusunya Buku II mengatur tentang kewarisan dalam Islam ternasuk mengenai Hibah dan Wasiat.  Dalam Kompilasi Hukum Islam Hibah diatur dalam Pasal 210-214 dan wasiat diatur dalam pasal 194-209. Ada kalanya ada yang menyamakan antara Hibah dan Wasiat tetapi ada juga yang menyatakan perbedaan yang yang cukup tajam antara keduanya. Pada penulisan ini penulis ingin mencoba mengkaji lebih dalam persamaan dan perbedaan antara keduanya.Adapun rumusan masalah yang diangkat pada penulisan ini adalah: a). Apa yang dimaksud dengan hibah dan wasiat dalam Hukum Waris Islam dan Apa Dasar Hukumnya? b). Bagaimana perbedaan dan persamaan Hibah dan Wasiat Dalam Hukum Waris Islam?Jenis Penulisan (tipologi penelitian) atau metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif (yuridis normatif). Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer dan sekunder. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan secara studi kepustakaan (library research). Kemudian metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif .Kata Kunci: Hukum Waris Islam, Hibah, Wasiat, Kompilasi Hukum Islam Islamic inheritance law has been regulated based on the Qur’an, The Prophet’s Hadith, Ijtihad and Ijma’. Compilation of Islamic Law, especially Book II regulated about inheritance including grants and testaments. InCompilation of Islamic Law Grants are arranged at Article 210-2014 and testaments are arranged at article 194-209. Sometimes there are those who equate grants and testaments but there are also those who state the difference between two.The formulation of the problems discussed in this paper are: a). What is meant by grants and testaments in islamic inheritance law and what is the legal basis? b). What are the differences and similarities between grants and testaments in islamic inheritance law?The type of writing or research method used in this research is a normative or juridical normative research method. As for the type of data used in this research is secondary data obtained from primary legal materials and secondary legal materials.While the data collection technique was carried out by means of a literature study (library research). Then the data analysis method used is the qualitative analysis methode.Keywords: Islamic Inheritance Law, Grant, Testament, Islamic Law Compilation
KONTROVERSI PENGALIHAN STATUS PEGAWAI KPK MENJADI APARATUR SIPIL NEGARA Muhammad Syahnan Harahap
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v12i2.958

Abstract

Perhatian masyarakat tertuju pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Apalagi dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang pengalihan status KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sulit untuk percaya bahwa KPK akan mampu bertindak independen dalam menjalankan visi dan misi dengan melekatkan Aparatur Sipil Negara pada lembaganya. Untuk itu perlu memperhatikan pembagian kekuasaan, dalam hal pembagian tugas dan pekerjaan, dalam hal koordinasi dan dalam hal tanggung jawab. Untuk dapat mengantarkan warganya menjadi masyarakat yang sejahtera, kita juga harus mampu memiliki hukum yang bersifat melindungi tanah air dan bangsa ini. Hukum juga harus mampu mewujudkan keadilan sosial yang berlandaskan kedaulatan negara masyarakat dan hukum harus memiliki esensi kesusilaan dan moralitas yang baik untuk membentuk aturan.Kata kunci: Kontroversi, Pengalihan Status Pegawai KPK, Aparatur Sipil NegaraThe public's attention is focused on the commission for eradicating corruption, especially with the enactment of government regulation Number 41 of 2020 concerning the transfer of the status of the KPK to the State Civil Apparatus (ASN). It is har d to believe that the KPK will be able to act independently in carrying out its vision and mission by attaching the State Civil Apparatus to its institution. For this reason, it is necessary to pay attention to the division of power, in terms of the division of tasks and work, in terms of coordination and in terms of responsibility. In order to be able to deliver its citizens to become a prosperous society, we must also be able to have laws that have the character of protecting the homeland and this nation. The law must also be able to promote social justice, based on the sovereignty of the people and the law must have the essence of good decency and morality to form rules.Keywords: Controversy, Transfer of KPK employee status, State Civil Apparatus
TINJAUAN YURIDIS TINDAKAN EUTHANASIA BERDASARKAN HUKUM PIDANA INDONESIA Ardison Asri
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v12i2.959

Abstract

Secara istilah, euthanatos atau euthanasia berarti kematian yang senang dan wajar. Sehingga euthanasia bisa didefenisikan sebagai a good death atau mati tenang. Meski banyak kalangan yang mendukung akan pelaksanaan tindakan euthanasia itu, bahkan berbagai negara telah melegalkan praktik euthanasia, misalnya, Swiss, Belanda, Belgia, Kanada, Australia, Amerika Serikat, dan Perancis. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Masyarakatnya terkenal religious dan dengan keanekaragaman sosial budaya yang berdasarkan demokrasi Pancasila, dimana Pancasila sebagai dasar negaranya tentu mempunyai pandangan hidup yang berbeda dengan negara-negara luar di sana. Hal inilah yang menarik untuk dibahas, yaitu: apa saja bentuk-bentuk euthanasia? dan bagaimana pengaturan tindakan euthanasia berdasarkan hukum pidana Indonesia?Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan (library research) dan hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif.Dari hasil penelitian dapat dikemukakan, (1). bentuk-bentuk euthanasia, adalah: pertama, euthanasia aktif, yaitu perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengahiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis biasanya dengan obat-obat yang bekerja cepat dan mematikan. Kedua, euthanasia pasif, yaitu perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan. (2). Pada dasarnya hukum pidana Indonesia dalam hal ini Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia tidak membolehkan euthanasia karena, “Barangsiapa menghilangkan nyawa orang atas permintaan sungguh-sungguh orang itu sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Kata Kunci: Tindakan euthanasia, hukum pidana Indonesia.
PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DAN BELANDA TERHADAP TINDAKAN EUTHANASIA Ardison Asri
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13, No 1 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v13i1.1047

Abstract

Pandangan pro dan kontra atas tindakan euthanasia perlu mendapatkan perhatian khusus. Namun Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir, karena sudut pandang yang dipakai sangatlah bertolak belakang dan lagi-lagi alasan perdebatan tersebut adalah masalah hukum, khususnya hukum pidana dari tindak euthanasia. Lantas, bagaimana pengaturan hukum pidana tindakan euthanasia di negara Indonesia dan Belanda? Dimana diketahui negara Indonesia dan Belanda merupakan negara yang sama-sama menganut sistem hukum eropa kontinental. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan (library research) dan hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dikemukakan, negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental yaitu Indonesia dan Belanda terdapat dualisme pemberlakuan atas tindakan euthanasia, dimana Indonesia tidak melegalkan penerapan tindakan euthanasia, sedangkan Belanda yang menganut sistem hukum yang sama secara tegas melegalkan penerapan tindakan euthanasia. Tidak dilegalkannya penerapan tindakan euthanasia di Indonesia dikarenakan, barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Sedangkan dilegalkannya penerapan tindakan euthanasia di Belanda dikarenakan telah ada aturan khusus mengenai penerapan tindakan euthanasia yaitu Undang-undang yang disahkan pada tanggal 10 April 2001 tentang review euthanasia dan bunuh diri dibantu dan amandemen KUHP. Dalam Undang-undang tersebut telah mengatur penerapan tindak euthanasia yang dilakukan oleh dokter, terutama euthanasia aktif dan dokter diperkenankan melakukan euthanasia dan bunuh diri dibantu
PERSPEKTIF HUKUM ADAT DALAM KONSTITUSI HUKUM POSITIF DI INDONESIA Niru Anita Sinaga; Riko Nugraha
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13 No 1 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v13i1.1048

Abstract

Pada dasarnya masyarakat adat belum dilindungi secara optimal dalam melaksanakan hak pengelolaan yang bersifat individu dan komunal, baik hak atas tanah, wilayah, budaya, dan sumber daya alam yang diperoleh secara turun-temurun, maupun yang diperoleh melalui mekanisme lain yang sah menurut hukum adat setempat. Dengan belum optimalnya pengakuan dan perlindungan hak Masyarakat Hukum Adat yang bersifat individu dan/atau komunal mengakibatkan tidak tercapainya kesejahteraan bagi Masyarakat Hukum Adat dan munculnya conflict. Arus globalisasi yang sangat signifikan terbukti secara perlahan-lahan telah mereduksi nilai-nilai yang diajarkan dalam kearifan lokal. Kearifan lokal dalam sistem budaya di Indonesia tercermin dalam keberagaman agama, keberagaman suku/ etnis, keberagaman bahasa. Terdapat lebih dari 250 suku bangsa, dengan mayoritas penduduk adalah suku Jawa. bahwa sebanyak 71,8 persen desa di Indonesia memiliki komposisi warga dari beberapa suku/etnis. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman etnis pada desa-desa di Indonesia cukup tinggi. Pada prinsipnya penulisan jurnal ini menggunakan metode yuridis normative empiris, karena secara normatif kepastian  hukum  itu  memerlukan  tersedianya suatu  perangkat  peraturan  perundang-undangan  yang  secara  operasional mampu mendukung pelaksanaan dan pengakuan terhadap keberadaan hukum adat tersebut
PERJANJIAN KREDIT (CREDIT AGREEMENT) JAMINAN PERSEORANGAN TANPA PERSETUJUAN PASANGAN (SPOUSAL CONSENT) SEBAGAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM Subhan Zein Sgn
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v12i2.1049

Abstract

Membahas harta bersama sangat erat hubungannya dengan perkawinan yang merupakan bagian dari proses dari kehidupan manusia dalam membentuk suatu keluarga yang utuh bagi mereka yang telah mampu, baik lahir maupun batin. Ketika telah dilaksanakannya suatu perkawinan, maka terdapat beberapa hal yang menjadi konsekuensi hukum akibat dari perkawinan tersebut, salah satunya adalah mengenai harta bersama. Pasal 35 ayat (1) menyatakan bahwa yang dimaksud dan dihitung sebagai harta bersama adalah semua harta benda yang diperoleh selama perkawinan.Pada saat menjalani bahtera perkawinannya, suami-istri tersebut mungkin adakalanya harta yang mereka dapat selama perkawinan, baik sengaja atau tidak disengaja, terpakai apakah untuk kebutuhan sehari-hari ataupun untuk kebutuhan modal dalam usaha yang mereka jalankan, tetapi walaupun demikian, haruslah dengan sepengetahuan dan seizin dari kedua belah pihak. Hal yang demikian untuk menghindari selisih paham dan percekcokan diantara suami-isteri tersebut. Apabila salah satu pihak melakukan perbuatan secara sepihak terhadap harta bersama tersebut, maka hal yang demikian tersebut dipandang sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang pertanggungjawabannya dimintakan dan ditanggung kepada pihak yang melakukan perbuatan tersebut secara sepihak. Hal ini terjadi dalam Perkara Nomor : 136/PDT.G/2013/PN.JKT.PST di Pengadilan Jakarta Pusat. Diketahui bahwa dalam perkara tersebut seseorang bernama almarhum SL (namanya disamarkan) mengajukan pinjaman senilai ratusan milyar rupiah kepada 3 (tiga) Perusahaan Pembiayaan Berbadan Hukum asing yaitu PHA, PTE, LTD., LAMSF Inc., dan CS, Singapore Branch, yang ketiganya berdomisili di Negara Singapura.
REFORMA AGRARIA TENTANG PENGADAAN TANAH DAN PERMASALAHANNYA DI INDONESIA Subhan Zein Sgn
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13, No 1 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v13i1.1050

Abstract

Reforma agraria adalah landreform dalam pengertian redistribusi pemilikan dan penguasaan tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah suatu kegiatan “legislasi yang diniatkan dan benar-benar diperuntukkan meredistribusi kepemilikan, (mewujudkan) klaim-klaim, atau hak-hak atas tanah pertanian, dan dijalankan untuk memberi manfaat pada kaum miskin. Reforma agraria bertujuan sebagai “suatu operasi untuk mengubah struktur penguasaan tanah dan kekayaan alam yang timpang melalui penggunaan kewenangan pemerintahan dalam membuat legislasi, dan kekuasaan membuat legislasi itu berjalan melalui suatu program pemerintah, secara terencana untuk mewujudkan cita-cita konstitusional mewujudkan keadilan sosial bagi mayoritas kaum miskin pedesaan

Filter by Year

2013 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 16 No 1 (2025): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 15 No 2 (2025): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 15, No 2 (2025): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 15 No 1 (2024): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 14 No 2 (2024): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 14 No 1 (2023): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13 No 2 (2023): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13, No 2 (2023): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13 No 1 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13, No 1 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara Vol 11, No 2 (2021): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 11, No 1 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 1 (2019): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 9, No 2 (2019): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 9, No 1 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 9, No 1 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 8, No 2 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 8, No 2 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 8, No 1 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 8, No 1 (2017): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 7, No 2 (2017): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 7, No 1 (2016): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 7, No 1 (2016): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 6, No 2 (2016): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 6, No 2 (2016): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 6, No 1 (2015): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 6, No 1 (2015): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 5, No 2 (2015): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 5, No 1 (2014): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 5, No 1 (2014): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 4, No 2 (2014): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 4, No 2 (2014): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 4, No 1 (2013): Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara Vol 3, No 2 (2013): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA More Issue