Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

KEDUDUKAN DAN FUNGSI PERJANJIAN KERJA BERSAMA DALAM PELAKSANAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Asri, Ardison
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 7, No 1 (2016): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.716 KB)

Abstract

Perjanjian Kerja Bersama sebagai salah satu sarana dalam pelaksanaan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal inilah yang menjadi dasar permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: (1) bagaimana kedudukan Perjanjian Kerja Bersama dalam pelaksanaan hubungan industrial?; dan (2) apa fungsi Perjanjian Kerja Bersama dalam pelaksanaan hubungan industrial?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan, (1) kedudukan Perjanjian Kerja Bersama adalah sebagai komponen penting dalam pelaksanaan hubungan industrial; dan (2) Perjanjian Kerja Bersama berfungsi sebagai suatu perjanjian antara pengusaha, serikat pekerja/buruh dan pekerja/buruh, maka para pihak dalam hubungan industrial wajib melaksanakan isi Perjanjian Kerja Bersama. Kata Kunci : Perjanjian Kerja Bersama, kedudukan, fungsi, hubungan industrial.
TINDAKAN PERUNDUNGAN (BULLYING) DALAM DUNIA PENDIDIKAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM Ardison Asri
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v12i1.878

Abstract

AbstrakAkhir-akhir ini tindakan perundungan (bullying) sudah sering terjadi di lingkungan dunia pendidikan (sekolah). Sementara para pelaku dan korban bullying adalah anak-anak yang masih dibawah umur. Namun disaat yang bersamaan para orang tua dan tenaga pendidik (guru) lebih memilih untuk menganggap bahwa tindakan bullying tersebut hanya sebuah kenakalan anak yang tidak serius. Hal tersebut, menjadi permasalahan yang serius untuk membahas mengenai, (1) apakah tindakan bullying merupakan tindakan pidana ataukah hanya kenakalan anak dari pandangan hukum pidana nasional dan hukum pidana Islam? dan (2) apakah perbuatan bullying yang dilakukan oleh anak dapat diminta pertanggungjawaban pidana?Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perbandingan hukum. Sedangkan sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.Hasil penelitian menunjukan menurut hukum positif maupun hukum pidana Islam tindakan perundungan (bullying) yang dilakukan di dunia pendidikan merupakan suatu bentuk tekanan yang dilakukan oleh anak dibawah umur terhadap temannya baik dilakukan secara fisik, verbal, atau psikologis, sehingga dapat merenggut hak-hak atas berkembangnya seorang anak. Pelanggaran kedaulatan hak seorang anak merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum, sehingga tindakan bullying ini bukan merupakan tindak kenakalan anak biasa melainkan suatu tindak pidana. Tindakan hukuman dapat dijatuhkan kepada anak pelaku bullying sesuai di dalam aturan sistem peradilan pidana anak dan di dalam hukum pidana Islam, anak yang melakukan jinayah dapat dikenakan hukuman ta’zir.Kata Kunci : Perundungan, dunia pendidikan, hukum positif, hukum pidana Islam.
IMPLEMENTASI PENEGAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP KORPORASI YANG TIDAK MEMBAYAR DAN MENYETORKAN IURAN YANG MENJADI TANGGUNGJAWABNYA KEPADA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN Ardison Asri
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 9, No 1 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.773 KB) | DOI: 10.35968/jh.v9i1.299

Abstract

Persoalan mendasar berkenaan dengan penelitian ini adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang tidak membayar dan menyetorkan iuran yang menjadi tanggungjawabnya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan proses penegakan sanksi pidana terhadap korporasi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, terutama dengan melakukan analisis terhadap implementasi penegakan sanksi pidana terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.  Hasil penelitian ini menunjukan bahwa baik sebagai subjek hukum maupun perbuatan atas pelanggaran korporasi yang tidak membayar dan menyetorkan iuran yang menjadi tanggungjawabnya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya.  Kata Kunci : Implementasi, penegakan sanksi pidana, korporasi, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS Ardison Asri
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 8, No 1 (2017): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.871 KB) | DOI: 10.35968/jh.v8i1.138

Abstract

Persoalan mendasar berkenaan dengan penelitian ini adalah bagaimana doktrin piercing the corporate veil dalam pertanggung jawaban Direksi Perseroan Terbatas. Dalam melakukan hal-hal apa saja Direksi Perseroan Terbatas dapat dikenakan pertanggung jawaban piercing the corporate veil tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, terutama dengan melakukan analisis terhadap doktrin piercing the corporate veil dalam pertanggung jawaban Direksi Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pertanggung jawaban terbatas Direksi Perseroan Terbatas dapat menjadi tidak terbatas atau menjadi tanggung jawab pribadi sampai kepada harta pribadi Direksi atas kerugian yang diterima oleh Perseroan, Pemegang Saham atau pihak ketiga berdasarkan doktrin piercing the corporate veil. Kata kunci : Piercing the corporate veil, pertanggung jawaban Direksi Perseroan Terbatas.
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU DUMPING LIMBAH B3 BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Ardison Asri
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 1 (2019): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.644 KB) | DOI: 10.35968/jh.v10i1.408

Abstract

Abstrak :Berbicara mengenai pertanggung jawaban pidana terhadap perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup dalam hal ini pelaku pembuangan limbah B3 dibebankan kepada pelaku yang melakukan tindak pidana tersebut. Dalam kenyataannya masih ada pelaku pembuangan limbah B3 yang melakukan praktik tersebut, baik yang dilakukan oleh perseorangan atau oleh korporasi. Adapun yang menjadi pokok permasalahan adalah: (1) Bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana pencemaran lingkungan hidup dalam kaitannya dengan dumping limbah B3? dan (2) Bagaimana pertanggung jawaban pidana pelaku dumping limbah B3? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif dan teknis analisis bahan hukum yang dipakai adalah teknis analisis kualitatif dimaksudkan bahwa analisis tidak bergantung dari jumlah berdasarkan angka-angka, melainkan mengumpulkan data dari bahan hukum yang telah disebutkan sebelumnya, mengkualifikasikan, menghubungkannya dengan masalah yang dibahas, kemudian menarik kesimpulan dari penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pidana berkaitan erat dengan unsur kesalahan. Unsur kesalahan merupakan jantung dari pertanggungjawaban pidana. Tidak seorang pun yang melakukan tindak pidana, dijatuhi hukuman pidana tanpa kesalahan. Pertanggungjawaban pidana pelaku praktik dumping limbah B3 dibebankan kepada setiap orang yang melakukan tindak pidana tersebut. Artinya, subjek hukum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup tidak saja orang/manusia tetapi juga badan hukum.  Kata kunci: Pertanggung jawaban, pidana, dumping, limbah B3
TINJAUAN YURIDIS TINDAKAN EUTHANASIA BERDASARKAN HUKUM PIDANA INDONESIA Ardison Asri
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v12i2.959

Abstract

Secara istilah, euthanatos atau euthanasia berarti kematian yang senang dan wajar. Sehingga euthanasia bisa didefenisikan sebagai a good death atau mati tenang. Meski banyak kalangan yang mendukung akan pelaksanaan tindakan euthanasia itu, bahkan berbagai negara telah melegalkan praktik euthanasia, misalnya, Swiss, Belanda, Belgia, Kanada, Australia, Amerika Serikat, dan Perancis. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Masyarakatnya terkenal religious dan dengan keanekaragaman sosial budaya yang berdasarkan demokrasi Pancasila, dimana Pancasila sebagai dasar negaranya tentu mempunyai pandangan hidup yang berbeda dengan negara-negara luar di sana. Hal inilah yang menarik untuk dibahas, yaitu: apa saja bentuk-bentuk euthanasia? dan bagaimana pengaturan tindakan euthanasia berdasarkan hukum pidana Indonesia?Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan (library research) dan hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif.Dari hasil penelitian dapat dikemukakan, (1). bentuk-bentuk euthanasia, adalah: pertama, euthanasia aktif, yaitu perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengahiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis biasanya dengan obat-obat yang bekerja cepat dan mematikan. Kedua, euthanasia pasif, yaitu perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan. (2). Pada dasarnya hukum pidana Indonesia dalam hal ini Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia tidak membolehkan euthanasia karena, “Barangsiapa menghilangkan nyawa orang atas permintaan sungguh-sungguh orang itu sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Kata Kunci: Tindakan euthanasia, hukum pidana Indonesia.
PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DAN BELANDA TERHADAP TINDAKAN EUTHANASIA Ardison Asri
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13, No 1 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v13i1.1047

Abstract

Pandangan pro dan kontra atas tindakan euthanasia perlu mendapatkan perhatian khusus. Namun Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir, karena sudut pandang yang dipakai sangatlah bertolak belakang dan lagi-lagi alasan perdebatan tersebut adalah masalah hukum, khususnya hukum pidana dari tindak euthanasia. Lantas, bagaimana pengaturan hukum pidana tindakan euthanasia di negara Indonesia dan Belanda? Dimana diketahui negara Indonesia dan Belanda merupakan negara yang sama-sama menganut sistem hukum eropa kontinental. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan (library research) dan hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dikemukakan, negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental yaitu Indonesia dan Belanda terdapat dualisme pemberlakuan atas tindakan euthanasia, dimana Indonesia tidak melegalkan penerapan tindakan euthanasia, sedangkan Belanda yang menganut sistem hukum yang sama secara tegas melegalkan penerapan tindakan euthanasia. Tidak dilegalkannya penerapan tindakan euthanasia di Indonesia dikarenakan, barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Sedangkan dilegalkannya penerapan tindakan euthanasia di Belanda dikarenakan telah ada aturan khusus mengenai penerapan tindakan euthanasia yaitu Undang-undang yang disahkan pada tanggal 10 April 2001 tentang review euthanasia dan bunuh diri dibantu dan amandemen KUHP. Dalam Undang-undang tersebut telah mengatur penerapan tindak euthanasia yang dilakukan oleh dokter, terutama euthanasia aktif dan dokter diperkenankan melakukan euthanasia dan bunuh diri dibantu
ARSITEKTUR EMPATI DAN INTERAKSI SOSIAL POSITIF SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PERUNDUNGAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN Asri, Ardison; Caesar Kusuma Atmaja, Aria; Sinaga, Maniur; Dzulkarnain, Ariefin; Cahyo Haryono, Yohanes
LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 2 No. 2 (2024): LEX LAGUENS: Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan (Agustus)
Publisher : YAYASAN PENDIDIKAN DAN PELAYANAN KESEHATAN RAHMAT HUSADA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.08221/lexlaguens.v2i2.60

Abstract

This study is based on the end of 2023 notes released by the Federation of Indonesian Teachers' Unions that the number of bullying cases in Indonesia reached 30 (thirty) cases that had been reported and processed by the authorities. Of that number, 80% occurred under the Ministry of Education, Culture, Research, and Technology and 20% of cases occurred in educational units under the Ministry of Religion, with the distribution of cases occurring at the junior high school/equivalent level as much as 50%, elementary school/equivalent as much as 30%, high school/equivalent as much as 20%. Even from a number of these cases, some cases have resulted in fatalities. Ironically, some of these bullying cases occurred in educational unit environments. Therefore, it is very interesting to study efforts to prevent bullying in educational unit environments through the approach of empathy architecture and positive social interaction. To answer these problems, a normative legal research method supported by empirical research was used. From the results of the study, it was found that the issue of school architecture is one of the triggers for bullying in the educational unit environment because bullying tends to occur in certain areas or places in the educational unit environment due to a lack of monitoring and supervision. However, bullying is not only caused by architectural factors but also social factors. The existence of positive social interactions where relationships between individuals are based on mutual respect, respect for differences, empathy, and cooperation that involve good relationships between students and students, students and teachers, and students with other school staff. When this continues to be developed, students feel accepted and appreciated, so they tend to be more confident and have a sense of belonging to the school.
Anti-Corruption Education Policy At Marshal Suryarama Aerospace University Based On Regulation Of The Minister Of Research, Technology And Higher Education No. 33/2019 On The Implementation Of Anti-Corruption Education In Higher Education Ardison Asri; Aria Caesar Kusuma Atmaja; Lasmauli Noverita; Arya Budi Pratama; Zeta Claudia sandra siregar
JURNAL HUKUM SEHASEN Vol 10 No 1 (2024): April
Publisher : Fakultas Hukum Dehasen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37676/jhs.v10i1.5825

Abstract

Anti-corruption education is an effort to reform political culture through the education system to make sustainable cultural changes, including to encourage the creation of a good governance culture in schools and universities. For higher education, the Directorate General of Higher Education of the Ministry of Education and Culture issued Circular Letter Number 1016/E/T/2012 dated July 30, 2012 jo. Regulation of the Minister of Research, Technology, and Higher Education Number 33 of 2019 on the Implementation of Anti-Corruption Education in Higher Education which emphasizes to State Universities and Private Universities to organize Anti-Corruption Education starting in 2012/2013 in the form of Mandatory / Elective Courses or inserted in relevant courses. Therefore, it is very interesting to examine how the anti-corruption education model policy at Marshal Suryadarma Aerospace University. To answer these problems, a normative juridical research method supported by empirical research is used. From the results of the research, it is found that anti-corruption education is very necessary to be given to students in the Elementya environment. Regarding the policy model, there are those who think that anti-corruption education needs to be taught as a separate course, but there are those who think that anti-corruption education is sufficiently inserted or integrated with other courses.
Pelatihan Diseminasi Pendidikan Anti Korupsi Bagi Pengurus Himpunan Mahasiswa Hukum (Himakum) Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma Asri, Ardison; Indah Sari; Lasmauli Niverita; Diding Rahmat; Arya Budi Pratama; Siregar, Zeta Claudia Sandra
Jurnal Bakti Dirgantara Vol. 1 No. 1 (2024): Jurnal Bakti Dirgantara
Publisher : Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/j7yjcn91

Abstract

Upaya pemberantasan korupsi yang efektif dan komprehensif membutuhkan partisipasi banyak pihak, termasuk peranan kalangan perguruan tinggi, karena perguruan tinggi mempunyai peranan penting dalam mengembangkan nilai-nilai anti korupsi. Perguruan tinggi sebagai lingkungan kedua bagi mahasiswa, dapat menjadi tempat pembangunan karakter dan watak, sehingga dapat memberikan nuansa yang mendukung upaya untuk menginternalisasikan nilai-nilai dan etika yang hendak ditanamkan, termasuk di dalamnya perilaku anti korupsi. Tujuan pengabdian ini untuk memberikan pemahaman dan memotivasi kepada seluruh Pengurus Himpunan Mahasiswa Hukum (HIMAKUM) Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma tentang nilai-nilai kejujuran, tangungjawab, dan keberanian dalam memerangi korupsi, menyamakan persepsi dikalangan para pengurus bahwa tugas pencegahan korupsi bukan saja merupakan tanggung jawab pemerintah akan tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama, dan terbentuknya gerakan anti korupsi di dalam organisasi HIMAKUM. Sementara metode yang digunakan adalah metode ceramah (pemaparan), tanya jawab, dan simulasi dengan pemutaran film tentang nilai-nilai kejujuran, tanggang jawab, dan keberanian dalam memerangi korupsi di tengah-tengah masyarakat. hasil yang dicapai dalam kegiatan ini adalah memberikan pemahaman kepada mahasiswa khususnya Pengurs HIMAKUM tentang pendidikan anti korupsi khususnya nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian dalam memerangi korupsi termasuk pemahaman tentang aturan, serta terbentuknya gerakan anti korupsi di Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma.