cover
Contact Name
Deasy Sylvia Sari
Contact Email
redaksi.padjir@unpad.ac.id
Phone
+6285222251435
Journal Mail Official
redaksi.padjir@unpad.ac.id
Editorial Address
Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Jln. Ir Soekarno, KM. 21, Jatinangor Sumedang, 45363
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Padjadjaran Journal of International Relations
ISSN : -     EISSN : 26848082     DOI : https://doi.org/10.24198/padjir.v1i1
Core Subject : Humanities, Social,
Politik Global, Ekonomi Politik Global, Organisasi dan Kerjasama Internasional, Tata Kelola Global dan Hukum Internasional, Diplomasi, Kebijakan Luar Negeri, dan Studi Keamanan, Gender dan Feminisme, serta Studi Budaya.
Articles 123 Documents
Analisis Kegagalan Consociational Approach dalam Perjanjian Naivasha Sudan Yulianti, Dina; Dermawan, Windy; Yudistira, Muhammad Alfiandra
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 6, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v6i1.40789

Abstract

Perang Sipil Sudan yang kedua merupakan konflik antara pemerintah Sudan dan kelompok separatis dari Sudan Selatan yaitu Sudan People’s Liberation Movement/Army (SPLM/A), dan merupakan konflik kekerasan terpanjang dalam sejarah Afrika (1983-2005). Konflik tersebut berakhir secara resmi setelah ditandatanganinya Comprehensive Peace Agreement atau Perjanjian Naivasha tahun 2005. Dalam perjanjian ini ada upaya meresolusi konflik dengan consociational approach yang melakukan prower sharing di antara pihak-pihak yang bertikai. Namun, perjanjian ini tidak berhasil membuat Sudan terbebas dari konflik. Artikel ini akan menyajikan analisis atas kegagalan implementasi consociational approach dalam menciptakan perdamaian positif di Sudan dan Sudan Selatan. Temuan riset ini adalah bahwa power sharing yang dilakukan dalam perjanjian ini hanya melibatkan elit. Selain itu, pembagian sumber daya alam selain minyak yang seharusnya memperhatikan faktor identitas, juga tidak tersentuh dalam perjanjian. Karena itulah perdamaian yang tercapai masih bersifat negatif dan memunculkan konflik kembali.The Second Sudanese Civil War was a conflict between the Sudanese government and a separatist group from South Sudan, namely the Sudan People's Liberation Movement/Army (SPLM/A). It was the most prolonged violent conflict in African history (1983-2005). The conflict officially ended after the signing of the Comprehensive Peace Agreement or Naivasha Agreement in 2005. In this agreement, there was an effort to resolve the conflict with a consociational approach that carried out project sharing between the conflicting parties. However, this agreement did not succeed in making Sudan free from conflict. This article will present an analysis of the failure to implement the consociational approach in creating positive peace in Sudan and South Sudan The findings of this research are that the power-sharing carried out in this agreement only involves elites. Apart from that, the distribution of resources other than oil has yet to be carried out, which should also be divided, taking into account identity factors. That's why the peace achieved is still negative and gives rise to conflict again.
Advokasi dalam Diplomasi Publik Indonesia mengenai Perdamaian pada Konflik Rusia-Ukraina 2022 Nurdin, Nayottama Syauqilhaq; Purnama, Chandra; Mubarok, Kiagus Zaenal
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 6, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v6i1.52758

Abstract

Konflik Rusia-Ukraina yang mengalami eskalasi di tahun 2022 memberi dampak bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Sebagai salah satu negara yang menjunjung tinggi perdamaian dan merupakan negara sahabat kedua pihak, kontribusi sebagai fasilitator perdamaian menciptakan tantangan bagi diplomasi negara. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis konsep advokasi dalam diplomasi publik milik Cull (2009) mengenai nilai perdamaian Indonesia pada konteks konflik yang terjadi. Kajian kualitatif terhadap metode, aspek informasi, dan elemen advokasi dilakukan terhadap arsip resmi informasi publik Pemerintah RI. Wawancara juga dilakukan terhadap perwakilan Kementerian Luar Negeri RI. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan advokasi dalam diplomasi publik Indonesia mengenai perdamaian dalam bentuk aktivitas media sosial, penyampaian dan publikasi pers, serta penyampaian pernyataan strategis melalui jejaring dan forum diplomatik Indonesia. Aspek informasi advokasi Indonesia kemudian menunjukkan adanya penentuan tujuan yang jelas, pemilihan audiens yang hati-hati, dan pemilihan penyampai pesan yang kredibel. Karakteristik advokasi dalam diplomasi publik Indonesia juga ditemukan memiliki jangka waktu konseptual yang singkat, memiliki laju Informasi dengan arah dari dalam ke luar, dilakukan menggunakan infrastruktur pemerintahan, dan keterpercayaan Informasi advokasi yang ditunjukkan melalui kedekatan penyampaiannya dengan badan Pemerintah.The escalation of Russia-Ukraine conflict in 2022 had significant repercussions for numerous states, including Indonesia. As a nation that upholds peace and maintains friendly ties with both parties, the role of peace facilitator posed as a challenge for Indonesia's diplomacy. This research aimed to analyze Cull’concept of advocacy in public diplomacy (2009), that discuss Indonesia's peace values in the conflict. A qualitative study of methods, informational aspects, and elements of advocacy was conducted based on the official public information archives of the Indonesian government. Interviews were also carried out with representatives from Ministry of Foreign Affairs. Research findings revealed the existence of advocacy in Indonesia's public diplomacy regarding peace, in social media activities, publication of press releases, and strategic dissemination of statements through Indonesian diplomatic networks. The informational aspects of Indonesia's advocacy indicated a clear goal setting, careful audience selection, and choices of credible messengers. Characteristics of advocacy in Indonesia's public diplomacy were found to have a short conceptual time frame, an outward information flow, utilization of government infrastructure, and the credibility of advocacy information based on its proximity to government bodies.
Marjinalisasi Hak Reproduksi Perempuan Uighur di Republik Rakyat Cina (RRC) dalam Kerangka Analisis Sustainable Development Goals (SDGs) Khairunnisa, Najwa Dzakkiyah; Yuanita, Rahel; Putri, Laurentia Inezswari Bintoro; Suhara, Monika Putri; Nuraeni, Nuraeni
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 6, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v6i1.47925

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif hukum Hak Asasi Manusia serta kaitannya dengan Sustainable Development Goals (SDGs) mengenai kebijakan sterilisasi paksa yang diterapkan oleh Pemerintah Cina terhadap perempuan Uighur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang fokus mempelajari berbagai relevansinya dengan Sustainable Development Goals (SDGs) serta hukum Hak Asasi Manusia yang berkaitan dengan penerapan sterilisasi paksa Cina terhadap perempuan Uighur. Berdasarkan kajian tersebut, kebijakan sterilisasi paksa yang dilakukan pemerintah Cina telah bertentangan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) pada Goals 3 dan 5 dan telah melanggar Hak Asasi Manusia.This study aims to acknowledge the perspective of human rights law and its relation to the Sustainable Development Goals (SDGs) regarding the forced sterilization policy implemented by the Chinese Government against Uighur women. The research method used is a qualitative method that focuses on studying its various relevance to the Sustainable Development Goals (SDGs) and Human Rights law relating to China's implementation of forced sterilization of Uighur women. Based on this study, the forced sterilization policy carried out by the Chinese government has contradicted the Sustainable Development Goals (SDGs) in Goals 3 and 5 and has violated human rights.
Strategi Diplomasi Budaya Indonesia melalui Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Australia Periode 2018-2022 Kardinal, Gloria Theodora; Purnama, Chandra
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 6, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v6i2.49274

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami praktik diplomasi budaya Indonesia melalui program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di Australia. Saat ini Indonesia menghadapi tantangan terkait penurunan minat warga Australia untuk belajar bahasa Indonesia. Terlebih, selama kurun 2018-2022, semua negara mengalami perubahan tatanan dunia baru akibat pandemi COVID-19. Untuk tujuan itu digunakan konsep strategi diplomasi budaya oleh Patricia Goff, yaitu koneksi, konsistensi, dan inovasi. Penelitian ini juga  menerapkan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian  menunjukkan bahwa diplomasi budaya Indonesia melalui program BIPA di Australia telah menerapkan tiga strategi diplomasi budaya menurut Patricia Goff. This research aims to identify and understand the practice of Indonesian cultural diplomacy through the Indonesian Language for Foreign Speakers (BIPA) program in Australia. Currently, Indonesia is facing challenges related to the declining interest of the Australian. Moreover, during the 2018-2022 period, all countries have experienced changes to the new world order as a result of the COVID-19 pandemic. This research uses the cultural diplomacy concept by Patricia Goff, namely connection, consistency, and innovation. This research uses qualitative research methods with data collection techniques of interviews, documentations, and literature studies. The results of this research indicate that Indonesian cultural diplomacy through the BIPA program in Australia has implemented the three cultural diplomacy strategies according to Patricia Goff.
Blue Economy Sebagai Basis Strategi Kebijakan Ekspor Industri Perikanan Indonesia di Kawasan Asia Tenggara Khairunisaa, Selsya Shafa; Putri, Astricta Amalia; Sari, Deasy Silvya
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 6, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v6i2.54415

Abstract

Sebagai negara maritim, Indonesia dapat memperkuat ekonominya melalui sektor perikanan dengan menerapkan kerangka ekonomi biru.. Penelitian ini menyoroti empat aspek penting dalam kebijakan ekspor perikanan berbasis ekonomi biru: (1) inovasi dan teknologi, (2) keberlanjutan ekosistem dan lingkungan, (3) dukungan bagi nelayan dan petani ikan, serta (4) penelitian dan pengembangan. Dengan menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif dan data sekunder, penelitian ini menunjukkan bahwa aspek-aspek tersebut telah dimasukkan ke dalam strategi ekspor perikanan Indonesia. Namun, fokus pada kawasan Asia Tenggara masih terbatas, dan diperlukan advokasi serta kolaborasi lebih lanjut untuk meningkatkan implementasi kebijakan dan memberikan manfaat bagi semua pelaku ekonomi.As a maritime nation, Indonesia can bolster its economy through the fisheries sector by implementing the blue economy framework. This study highlights four key aspects crucial to fisheries export policies based on the blue economy: (1) innovation and technology, (2) ecosystem and environmental sustainability, (3) support for fishermen and fish farmers, and (4) research and development. Using a qualitative case study approach with secondary data, the research shows that these aspects have been incorporated into Indonesia’s fisheries export strategies. However, the focus on Southeast Asia remains limited, and further advocacy and collaboration are needed to enhance policy implementation and benefit all economic actors.
India Sebagai Mediator Global: Multi-Alignment Sebagai Upaya Dalam Mengatasi Resesi Global 2023 Gultom, Yosua Saut Marulitua; Kinanti, Finsy Aurelia Putri; Putri, Syifa Aprilia
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 6, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v6i1.47976

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis sentralitasIndia melalui kebijakan multi-alignment-nya yang berusaha berhubungan baikdengan negara dari berbagai macam blok dalam forum multilateral untuk mencapai kepentingan nasionalnya demi menghadapi resesi global 2023. Menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik studi literatur, tulisan ini mencoba melihat upaya India dalam mengimplementasikan kebijakan multi-alignment, khususnya pada forum internasional. Tulisan ini meninjau sikap India sebagai kekuatan baru dalam memediasi permasalahan global. Tulisan ini berpendapat bahwa India merupakan sebuah kekuatan barudalam tata kelola global yang memiliki signifikansi yang kuat. Munculnya India sebagai kekuatan baru dipertegas melalui upaya strategis India dalam berhubungan dengan negara lain. Penulis meninjau keanggotaan India di forum-forum internasional yang menunjukkan preferensi India dalam tatanan global demi kepentingan nasionalnya. Peran aktif India di BRICS, IBSA dan IMF menunjukkan prestige India sebagai kekuatan baru di politik global dalam memposisikan kepentingan India. Adapun penulis menyarankan bahwa sentralitas India dalam forum internasional juga perlu lebih diperkuat, khususnya terhadap tantangan presidensi G20 mendatang yang berhadapan dengan resesi global 2023. Tulisan ini menyimpulkan bahwa kebijakan multi-alignment India efektif untuk mencapai kepentingan nasionalnya. This paper aims to describe and analyze India's centrality through its multi-alignment policy that seeks to relate well with countries from various blocs in multilateral forums to achieve its national interests to face the 2023 global recession. Using a descriptive qualitative method with literature study techniques, this paper tries to see India's efforts in implementing its multi-alignment policy, specially in international forums. This paper examines India's stance as a new power in mediating global problems. We argues that India is a new force in global governance that has strong significance. India's emergence as a new power is emphasized through India's strategic efforts in dealing with other countries. We reviews India's membership in international forums that demonstrate India's preference in the global order for its national interests. India's active role in BRICS, IBSA and IMF shows India's prestige as a new power in global politics in positioning India's interests. We suggests that India's centrality in international forums also needs to be further strengthened, especially against the challenges of the upcoming G20 presidency that faces the 2023 global recession. This paper concludes that India's multi-alignment policy is effective in achieving its national interests.
Perumusan Kebijakan Luar Negeri Inggris terhadap Ukraina mengenai Bantuan Kemanusiaan Rexlin, Novarezta; Jatmika, Muhammad Indrawan
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 6, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v6i2.52382

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk memahami secara mendalam tentang bagaimana norma internasional menjadi nilai dasar dalam perumusan kebijakan luar negeri oleh pemerintah Inggris terhadap Ukraina, khususnya dalam merespons invasi yang dilakukan oleh Rusia. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan ini memungkinkan kami untuk memahami secara mendalam mengenai faktorfaktor domestik yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Inggris terkait Ukraina. Teknik pengumpulan data yang digunakan melibatkan studi pustaka dan dokumentasi. Kami melakukan analisis data dengan mengumpulkan, mengklasifikasikan, dan menyajikan data dalam berbagai bentuk, seperti bagan, flowchart, teks, dan narasi. Dalam menganalisis penelitian ini, kami menggunakan pendekatan domestic level of analysis dan memahami konsep Bantuan Luar Negeri sebagai salah satu alat kebijakan luar negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan bantuan kemanusiaan Inggris terhadap Ukraina dipengaruhi oleh berbagai aktor politik domestik, termasuk Birokrat, Badan Legislatif, MIC (Military-Industrial Complex), Kelompok Kepentingan, Partai Politik, dan Opini Publik. Keputusan untuk mendukung dan memberlakukan kebijakan bantuan kemanusiaan kepada Ukraina didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, pertahanan kedaulatan, hak demokrasi, dan perdamaian. Sudut pandang dan aksi dari aktor-aktor tersebut memainkan peran kunci dalam membentuk kebijakan luar negeri Inggris terkait Ukraina, dan keputusan implementasi kebijakan bantuan kemanusiaan diambil dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut.The main objective of this research is to understand in depth how international norms become basic values in the formulation of foreign policy by the British government towards Ukraine, especially in responding to the invasion carried out by Russia. The research method used is a descriptive qualitative approach. This approach allows us to deeply understand the domestic factors that influence British foreign policy towards Ukraine. The data collection techniques used involve literature and documentation studies. We conduct data analysis by collecting, classifying, and presenting data in various forms, such as charts, flowcharts, texts, and narratives. In analyzing this study, we use the domestic level of analysis approach and understand the concept of Foreign Aid as one of the foreign policy tools. The study results show that the implementation of British humanitarian aid policy towards Ukraine is influenced by various domestic political actors, including Bureaucrats, Legislative Bodies, MIC (Military-Industrial Complex), Interest Groups, Political Parties, and Public Opinion. The decision to support and implement humanitarian aid policies to Ukraine is based on humanitarian values, defense of sovereignty, democratic rights, and peace. The perspectives and actions of these actors play a key role in shaping UK foreign policy towards Ukraine, and decisions on the implementation of humanitarian aid policy are taken with these factors in mind.
Diplomasi Publik Indonesia dalam Meningkatkan Wisatawan Mancanegara ke Candi Borobudur Atikah, Najwa Wahyu; Nugrahaningsih, Nurfitri; Alunaza, Hardi; Efriani, Efriani
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 6, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v6i2.53708

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan terjadinya fenomena penurunan wisatawan ke Candi Borobudur pada tahun 2020-2022. Pemerintah Indonesia mencoba untuk menerapkan strategi diplomasi publik untuk meningkatkan wisatawan mancanegara ke Candi Borobudur. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui studi literatur terhadap sejumlah jurnal, artikel, website, buku dan wawancara yang menjadi sumber utama dalam rujukannya. Kerangka teoretik yang digunakan yaitu Teori Diplomasi Publik. Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan bentuk diplomasi publik Indonesia memiliki potensi dalam mendukung keberhasilan bagi peningkatan wisatawan ke Candi Borobudur. Upaya diplomasi publik dalam meningkatkan wisatawan ke Candi Borobudur yakni dengan menerapkan momentum pandemi Covid-19 menjadi regulasi positif bagi sektor pariwisata dengan wisata berkualitas sebagai sudut pandang baru bagi sektor pariwisata Indonesia.The purpose of this study is to describe the phenomenon of the decline in tourists to Borobudur Temple in 2020-2022. The Indonesian government is trying to implement a public diplomacy strategy to increase foreign tourists to Borobudur Temple. This study uses a qualitative method with data collection through literature studies of several journals, articles, websites, books, and interviews which are the main sources in its references. The theoretical framework used is the Theory of Public Diplomacy. This study found that the use of Indonesian public diplomacy has the potential to support the success of increasing tourists to Borobudur Temple. Public diplomacy efforts to increase tourists to Borobudur Temple, namely by applying the momentum of the Covid-19 pandemic as a positive regulation for the tourism sector with quality tourism as a new perspective for the Indonesian tourism sector.
Melindungi Nadi Bangsa: Upaya Indonesia dalam Mencapai Keamanan Maritim dan Keberlanjutan pada Tataran Global Alfi, Raihan; Manullang, Abel Josafat
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 6, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v6i2.49655

Abstract

Sebagai negara kepulauan, laut mempunyai peranan penting dalam kepentingan nasional Indonesia. Sistem internasional yang dinamis dan terus mengglobal mendorong Indonesia untuk mempertimbangkan berbagai persoalan seputar kelautannya. Dengan menggunakan data primer dan sekunder melalui metode penelitian kualitatif, artikel ini membahas tiga topik pembahasan. Pertama, posisi domain maritim dalam kepentingan nasional Indonesia. Dalam hal ini, Indonesia sangat mementingkan hal tersebut karena laut tidak hanya bagian penting dari negara, namun juga memberikan banyak peluang strategis bagi Indonesia. Mengingat pentingnya domain maritim, disajikan juga identifikasi ancaman terhadap keamanan maritim Indonesia. Dalam sistem internasional yang sedang mengglobal, ancaman tidak hanya datang dari sumber-sumber tradisional, namun sumber-sumber non-tradisional yang semakin menonjol seperti ancaman kejahatan transnasional serta kekhawatiran terhadap pemanfaatan laut yang berkelanjutan. Terakhir, dalam mengatasi ancaman yang muncul, Indonesia melakukan berbagai upaya domestik dan multilateral. Mulai dari mengembangkan pandangan sendiri terhadap kelautan, bergabung dengan kerangka multilateral di panggung internasional hingga mematuhi rezim internasional yang relevan seperti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (khususnya SDG 14). As an archipelagic country, the sea plays an important role in Indonesia's national interests. The dynamic and increasingly global international system encourages Indonesia to consider various issues surrounding its seas. This research uses primary and secondary data through qualitative research methods. This article discusses three topics of discussion. First, the position of the maritime domain in Indonesia's national interests. In this case, Indonesia places great importance on this because the sea is an important part of the country and provides many strategic opportunities for Indonesia. Given the importance of the maritime domain, an identification of threats to Indonesia's maritime security is also presented. In the globalizing international system, threats come not only from traditional sources but also non-traditional sources that are increasingly prominent, such as the threat of transnational crime and concerns about sustainable use of the sea. Finally, Indonesia has made various domestic and multilateral efforts to address emerging threats. Starting from developing its view of the sea, joining multilateral frameworks on the international stage to complying with relevant international regimes such as the Sustainable Development Goals (especially SDG 14).
Diplomasi Panda menjadi Tali Hubungan ChinaAustralia dalam Upaya Perlindungan Koala Kurniawati, Rhisma; Kartikasari, Wahyuni
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 6, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v6i2.48769

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai kajian diplomasi hewan dalam hubungan internasional. Dengan fokus penelitian pada diplomasi panda milik China dan diplomasi koala milik Austalia. China telah menerapkan diplomasi Panda terlebih dahulu yang kemudian disusul oleh Australia yang juga menerapkan diplomasi Koala. Keduanya sama-sama memiliki ancaman yang sama yaitu mengenai kepunahan satwa ikonik mereka. Yang cukup menarik perhatian mengenai China yang juga menjadi salah satu tujuan dari diplomasi koala. Melihat dari masalah tersebut muncul pertanyaan Mengapa China yang harus dipilih oleh Australia? Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh mengenai alasan China yang seharusnya menjadi mitra Australia kaitannya dalam upaya perlindungan Koala. Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti menggunakan teori Konstruktivisme dan didukung dengan metode kualitatif dari data yang berasal dari data sekunder. Dari data yang telah dikumpulkan terdapat penemuan mengenai keberhasilan China dalam berdiplomasi dan mempertahankan panda. Di sisi lain, China juga menjadi habitat kedua bagi Koala. Sehingga Australia harus menjalin hubungan kerja sama dengan China sebagai upaya pencegahan kepunahan koala.This study discusses the study of animal diplomacy in international relations. With a focus on China's panda diplomacy and Australia's koala diplomacy. China has implemented Panda diplomacy first, followed by Australia, which also implements Koala diplomacy. Both have the same threat, namely the extinction of their iconic animals. What is quite interesting is that China is also one of the goals of koala diplomacy. Looking at these problems, the question arises: Why should China be chosen by Australia? This paper aims to find out more about the reasons why China should be Australia's partner in relation to Koala protection efforts. To answer this question, the researcher uses the theory of Constructivism and is supported by a qualitative method from data derived from secondary data. From the data that has been collected, there are findings about China's success in diplomacy and defending pandas. On the other hand, China is also a second habitat for koalas. So Australia must establish a cooperative relationship with China as an effort to prevent koala extinction.

Page 9 of 13 | Total Record : 123