cover
Contact Name
Opik Rozikin
Contact Email
rozikinopik@gmail.com
Phone
+6285862536992
Journal Mail Official
as.fsh@uinsgd.ac.id
Editorial Address
Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Hukum, UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jln. AH. Nasution No. 105 Bandung 40614 Telp/Fax. 022-7802278, E-mail: as.fsh@uinsgd.ac.id.
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
ISSN : 27458741     EISSN : 27463990     DOI : 10.15575/as
Core Subject : Social,
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam, merupakan terbitan berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Tulisan yang diangkat dalam terbitan berkala ilmiah ini adalah tentang pemikiran hukum keluarga dan peradilan Islam. Jurnal Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam menggunakan bahasa utama Indonesia, sedang bahasa tambahannya adalah bahasa Inggris dan bahasa Arab. Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam terbit dua kali dalam setahun yaitu bulan Maret dan Septemeber.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 117 Documents
ISBAT NIKAH PADA PERKAWINAN SIRI POLIGAMI TINJAUAN PERBANDINGAN HUKUM POSITIF DAN MASLAHAH MURSALAH Rozendana, Fahed Zurrofin; Saiban, Kasuwi; Yasin, Noer
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol. 5 No. 1 (2024): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Family Law Study Program, Faculty of Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v5i1.31908

Abstract

AbstractThe practice of unregistered polygamy is motivated by many factors, one of which is that a husband has an element of deliberate intention to have more than one wife but only to satisfy his lust, not to be used as a solution in a special situation that allows polygamy and secondly, the practice of polygamy is used as a one solution to overcome certain emergency situations, for example a wife who is infertile, has an illness and does not get better or other emergency conditions which mean that a husband is allowed to remarry as long as it is with the consent of the first wife. The practice of siri polygamy carried out by the community is a legal problem because its implementation is carried out in secret and is not legally recorded by the state even though it is legal and meets Islamic law. If we look at it from the perspective of maslahah murrasa, there is no specific argument or text that states that marriages must be registered religiously, however, looking at the various maslahah needs that exist in polygamous sirri marriages, it is good to implement it because it will have the effect of keeping things at bay. unwanted things such as misunderstanding of marital status and other difficulties in life.Keywords : isbat marriage, siri adn polygamy AbstrakPraktik poligami siri dilatar belakangi dengan banyak faktor salah satunya dimana seorang suami memiliki unsur kesengajaan yang memiliki niat untuk memiliki istri lebih dari satu namun hanya sebagai pemuas nafsu semata bukan digunakan sebagai solusi dalam suatu keadaan khusus yang memperbolehkanya poligami dan yang kedua ialah praktik poligami dijadikan sebagai salah satu solusi dalam mengatasi keadaan darurat tertentu contohnya istri yang mandul, memiliki sakit dan tak kunjung sembuh ataupun kondisi darurat lainya yang menjadikan seorang suami diperbolehkan untuk menikah lagi asalkan atas persetujuan sang istri pertama. Praktik poligami siri yang dilakukan oleh masyarakat menjadi permasalahan hukum karena pelaksanaanya dilakukan secara sembunyi dan tidak tercatat secara sah oleh negara meskipun sudah sah dan memenuhi syariat hukum Islam. Jika dilihat dari sisi pandang prespektif maslahah mursalah memang tidak ada dalil atau nas secara khusus yang menyebutkan mengenai pernikahan harus dicatatkan secara agama, namun melihat dari beberapa kebutuhan maslahah yang ada isbat nikah pada pernikahan sirri poligami baik untuk dilaksanakan karena akan memberikan dampak menjauhkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti kesalah pahaman terhadap status perkawinan dan kesukaran lain dalam kehidupan.Kata Kunci : isbat nikah, siri dan poligami.
SEMA NOMOR 2 TAHUN 2023 DALAM PENCEGAHAN PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Muin, Fathul; Triono, Triono; Santoso, Rudi; Edi, Relit Nur; Fikri, Arif
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol. 5 No. 2 (2024): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Family Law Study Program, Faculty of Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v5i2.33625

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap SEMA Nomor 2 Tahun 2023 dalam pencegahan perkawinan beda agama. Persoalan ini menarik untuk diteliti karena perkawinan beda agama sering meninggalkan polemik di masyarakat, termasuk di kalangan praktisi hukum. Penelitian menggunakan metode pustaka, sifatnya deskriptif analitis menggunakan sumber data hukum primer dan sekunder. Riset ini menyimpulkan bahwa SEMA menjadi petunjuk bagi hakim sekaligus untuk memutus polemik di kalangan hakim dan masyarakat. SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini juga berperan dalam pencegahan pernikahan beda agama dan sejalan dengan ajaran agama yang sesungguhnya memerintahkan setiap pemeluknya menikah dengan pria maupun wanita yang seagama. Oleh sebab itu ketika marak terjadinya penetapan pencatatan perkawinan pasangan beda agama dari peradilan sesungguhnya hal itu bisa diakhiri dengan SEMA tersebut. Sudah selayaknya hakim dalam memeriksa perkara perkawinan terlebih dahulu menggunakan asas formal yakni hukum perkawinan, bukan menggunakan hukum lain yakni hukum administrasi kependudukan.
PEMIKIRAN HAIDAR BAGIR DALAM BIDANG HUKUM KELUARGA ISLAM Fauzan, Ahmad
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol. 5 No. 2 (2024): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Family Law Study Program, Faculty of Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v5i2.33680

Abstract

AbstractThe study of Islamic family law continues to develop not only because of living conditions, but also because of the contribution of thought from its figures. Haidar Bagir is a figure from Indonesia who is included in the 500 influential Muslims in the world who has views on Islamic family law through his works. This research aims to collect, reveal and analyze Haidar Bagir's thoughts in the field of Islamic family law. The research results show that Haidar Bagir's thoughts in the field of Islamic family law are a renewal in the understanding of Islamic family law. This thinking is classified as an interpretation of the verses of contemporary Islamic family law with a Sufism-philosophical-multidisciplinary approach. Furthermore, Haidar Bagir's thoughts can be implemented in the study of Islamic family law, both in Indonesia and in the Islamic world. AbstrakKajian hukum keluarga Islam terus berkembang tidak hanya dikarenakan kondisi kehidupan, melain disebabkan sumbangsih pemikiran para tokoh. Haidar Bagir adalah seorang tokoh asal Indonesia yang masuk dalam 500 Muslim berpengaruh di dunia yang memiliki pandangan terhadap hukum keluarga Islam melalui karya-karyanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan, mengungkap dan mengkaji pemikiran Haidar Bagir dalam bidang hukum keluarga Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran Haidar Bagir dalam bidang hukum keluarga Islam merupakan sebuah pembaruan dalam memahami hukum keluarga Islam. Pemikiran ini tergolong sebagai penafsiran ayat-ayat hukum keluarga Islam kontemporer dengan corak tasawuf-falsafi-multidisipliner. Lebih lanjut, pemikiran Haidar Bagir dapat diimplementasikan dalam kajian hukum keluarga Islam, baik di Indonesia maupun di dunia Muslim.
EFEKTIFITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 DAN PROSPEKNYA DALAM MEMINIMALISIR PERNIKAHAN DINI DI JAWA BARAT Nuraeni, Eneng; Hasana, Nurul
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol. 5 No. 1 (2024): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Family Law Study Program, Faculty of Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v5i1.33999

Abstract

AbstrakParadigma usia pernikahan seringkali mengundang perdebatan baik secara pro maupun kontra dengan argumentasi yang melandasinya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagai payung hukum pertama menetapkan bahwa usia pernikahan laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Hadirnya undang-undang ini, dinilai masih belum relevan sehingga digantikan oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yakni batas usia pernikahan laki-laki dan perempuan 19 tahun. Namun meskipun demikian, fenomena tidaklah demikian. Beberapa kota di Jawa Barat masih tercatat melakukan  pernikahan dini dengan berbagai latar belakang, mulai dari kemerosotan ekonomi, putusnya pendidikan, bahkan budaya yang sudah melekat untuk menikahkan anaknya pada usia belia. Penelitian ini menggunakan metode kualtitatif yang berlokasi di Pengadilan Agama di Jawa Barat, dengan sampel Pengadilan Agama Kabupaten Sumedang, Pengadilan Agama Kota Bekasi, dan Pengadilan Agama Kabupaten Subang. Adapun hasil penelitian ini pemerintah sudah berupaya mencegah terjadinya pernikahan dini dengan menerbitkan Undang-Undang 16 Tahun 2019, namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan sejumlah kasus pernikahan dini di Jawa Barat. Adapun mengenai problem implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 di Jawa Barat disebabkan oleh sosialisasi yang belum menyeluruh dan tidak terprogram. Sementara itu, upaya pemetaan dan harmonisasi kebjakan terus dilakukan oleh pemerintah melalui penguatan koodinasi yang melibatkan steakholder dengan tujuan regulasi tingkat pusat dan daerah saling mendukung.
PERSEPSI CIVITAS AKADEMIKA TENTANG LGBT DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA SERTA UPAYA DALAM MENANGKAL PERTUMBUHANNYA DI LINGKUNGAN KAMPUS Novianti, Linda; Rahmadika, Sarah; Rahayu, Wati
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol. 5 No. 1 (2024): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Family Law Study Program, Faculty of Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v5i1.34000

Abstract

AbstractThis research aims to determine the perception of the academic community towards LGBT in the campus environment, LGBT from the perspective of Islamic Law and Human Rights, as well as efforts to prevent the growth of LGBT in the campus environment. The method used in this research is qualitative, with data collection techniques through interviews and literature studies from relevant books, laws and articles. The research results show a diversity of views among the academic community towards LGBT. These diverse perceptions affect social relations in the campus environment and create challenges in achieving inclusivity. As for Islamic law, same-sex relationships are considered to violate religious norms based on the interpretation of the verses of the Koran and al-Hadith. Meanwhile, from a human rights perspective in Indonesia, LGBT people have their human rights protected, including the right to health, as regulated in Article 25 of the UDHR. However, it should be noted that protecting the human rights of LGBT people is not always related to the recognition or legalization of sexual orientations that are considered deviant. This perspective is reflected in Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 1974 concerning Marriage. Then, efforts to prevent the growth of LGBT in the campus environment can be carried out through seminars, campaigns regarding the impact of LGBT, as well as building collaboration with NGOs to formulate firm policies regarding the negative impact of LGBT.
KEPASTIAN DAN KEADILAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA Farid, Apit; Sururie, Ramdani Wahyu
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol. 5 No. 2 (2024): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Family Law Study Program, Faculty of Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v5i2.34307

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi Kepastian dan keadilan hukum dalam penyeleaian sengketa harta bersama. Tema ini diangkat mengingat merupan tema yang menarik untuk diteliti. Pembahasan mengenai hal tersebut dapat disorot dari aspek teori maupun dari sisi penerapannya. Tulisan ini ingin mengeksplorasi perihal kepastian dan keadilan hukum dalam penyelesaian sengketa harta bersama. Bagaimana konsep kepastian dan keadilan hukum dalam penyelesaian sengketa harta bersama, menjadi hal yang menarik untuk ditelaah mengingat akan sangat bermanfaat dalam proses terapannya. Data penelitian ini diperoleh melalui penelitian pustaka (library research). Setelah konsep kepastian dan keadilan hukum dalam penyelesaian sengketa harta bersama, data kemudian dianalisa secara komprehensif untuk menemukan karakteristik dan pola pada tataran penerapannya karena terbuka dualism antara kepastian dan keadilan hukum dalam satu putusan pengadilan. Penelitian ini menemukan simpulan akan pentingnya kedudukan kepastian dan keadilan hukum dalam sengketa harta bersama diungkap dan diterapkan dalam putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.
SAPAYUANG MARRIAGE IN MINANGKABAU FROM THE PRESPECTIVES OF MASHLAHAH, ‘URF, AND HUMAN RIGHTS Maulana, Ramza Fatria; Kania, Dede; Kusmayanti, Hazar
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol. 5 No. 2 (2024): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Family Law Study Program, Faculty of Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v5i2.34479

Abstract

This research aimed to analyze the punishment of Sapayuang marriage according to Mashlahah perspective, ‘urf, and Human Rights correlated with the custom philosophy, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi kitabullah (Custom based on Islam, Islam based on Al-Qur’an) which is life foundation of Minangkabau people, the offender of sapayuang marriage accepts severe punishment. This research utilized the empirical juridical method wherein qualitative research was used as the research approach. Primary data was derived from the interview and field findings. Then, these data were analyzed using the relevant theories correlated with this issue such as classic books, books, journals, articles, law dictionaries, encyclopedia, and the previous correlated research to obtain a conclusion. There are several findings of this research, 1) the witness of sapayuang marriage is classified into mashlahah dharuriyah because maintaining the self-respect and prestige is included in mashlahah dharuriyah. If it is viewed from the perspective whether mashalahah changed or not, the prohibition of sapayuang marriage is categorized into mashlahah mutaqaiyyirah. If it is reviewed from the mashlahah side, it is characterized into mashlahah mursalah, because there is no nash which bann it. However, there is no nash which supports it. As a result, it cannot be classified into mashlahah mulghah, 2) If it is reviewed from the ‘urf object perspectives, the prohibition and punishment of sapayuang marriage are included in ‘urf amali, which means the society habits related to actions. Then, if it is seen from the scope, this prohibition is included in ‘urf  khashah which means the habit which is particularly obeyed by the people in certain region. If it is reviewed from the validity of ‘urf related to the punishment of sapayuang marriage, it is ‘urf shahih, and 3) according to the Western human rights perspective, the punishment dibuang dari nagari (expelled) and excommunicated is included in Human Right violation. It is different from the concept of Eastern human rights which emphasizes human rights as part of Islamic teaching implementation.
VAGINOPLASTY DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM dan UNDANG-UNDANG KESEHATAN Ningsih, Astria Lestari; Sar'an, Mohamad
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol. 5 No. 2 (2024): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Family Law Study Program, Faculty of Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v5i2.36443

Abstract

Salah satu terobosan dibidang kedokteran yang sedang marak di masyarakat adalah operasi peremajaan vagina yang biasa disebut dengan vaginoplasty. Tujuan utama dari vaginoplasty adalah untuk mempercantik tampilan vagina sekaligus mengencangkan kembali otot-ototnya yang telah longgar. Perawatan organ intim ini tidak hanya dilakukan oleh wanita dewasa yang telah berumah tangga, tetapi juga remaja atau perempuan yang belum menikah akibat pernah melakukan hubungan intim, ataupun menjadi korban perkosaan. Adanya fenomena baru ini, maka akan melahirkan suatu hukum dan aturan baru yang mengaturnya. Mengingat fenomena ini belum pernah terjadi dimasa Rosululloh, maka maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hukum vaginoplasty dalam presfektif hukum Islam dan undang-undang kesehatan. Metode yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan studi kepustakaan dengan merangkum berbagai pendapat ulama dan foqoha dalam menafsirkan dalil-dalil naqli, baik qur’an atau hadits yang ada kaitannya dengan vaginoplasty. Sedangkan untuk mengetahui bagaimana perspektif undang-undang Kesehatan Republik Indonesia terhadap vaginoplasty, maka penulis pencoba mengelaborasi Undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya berkaitan dengan masalah  kesehatan reproduksi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dalam perspektif hukum Islam, vaginoplasty bisa dibolehkan manakala tujuannya untuk menutup aib, atau melindungi keluarga. Serta tidak boleh dilakukan jika hanya untuk mempercantik diri, merubah ciptaan Alloh, berbuat zina dan hal jelek lainnya. Adapun vaginoplasty dalam perspektif Undang-undang Kesehatan, dapat disimpulkan bahwa vaginoplasty diperbolehkan jika dilakukan sebagai pemulihan kesehatan atas tindak pidana seksual, tidak bertentangan dengan norma agama serta peraturan pemerintah.
Politik Hukum Islam di Pengadilan Agama Perbatasan: Ketegangan Antara Hukum Negara, Hukum Adat, dan Identitas Agama Hamzah, Imron
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol. 6 No. 2 (2025): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Family Law Study Program, Faculty of Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v6i2.41291

Abstract

This study examines the dynamics of Islamic legal politics in the Religious Courts located in Indonesia’s border regions, where state law, local customary law, and Islamic law interact in complex and sometimes conflicting ways. The presence of the Religious Courts as formal state institutions represents the codified authority of Islamic family law under the national legal system. However, in border areas, these institutions often confront strong influences of local customary practices and the transnational character of religious identity that transcends political boundaries. By employing a qualitative normative approach combined with case studies of selected Religious Courts in border regions, this research explores how judges navigate the tension between upholding state law, accommodating community customs, and preserving Islamic legal values. The findings reveal that judicial practice in border areas not only reflects the legal pluralism inherent in Indonesia’s socio-legal context but also highlights the role of Religious Courts as mediators of political, cultural, and religious interests. This paper argues that the politics of Islamic law in borderland Religious Courts should be understood as a continuous process of negotiation rather than a fixed normative order. The study contributes to the discourse on Islamic legal politics by demonstrating how legal authority is constructed and contested in peripheral contexts, offering insights for the harmonization of state, religion, and local traditions in Indonesia’s legal development
Analisis Hukum Waris Islam terhadap Sistem Pembagian Waris pada Masyarakat Adat Kaur di Provinsi Bengkulu Albiman Saputra; Mohammad Yasir Fauzi; Sisca Novalia
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol. 6 No. 2 (2025): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Family Law Study Program, Faculty of Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v6i2.45926

Abstract

The diversity of inheritance systems in Indonesia reflects the interaction between Islamic law, customary law, and national law. This study examines the inheritance distribution practices of the Kaur indigenous community in Bengkulu Province, which adopts a bilateral system through family deliberation. The main focus is to analyze the compatibility of these practices with the principles of Islamic inheritance law. This research employs a descriptive qualitative method based on library study, utilizing primary data from the Qur’an, Hadith, the Compilation of Islamic Law (KHI), and relevant legislation, alongside secondary data from academic literature. The findings reveal that the Kaur community distributes inheritance flexibly through consensus, granting rights to both sons and daughters without strict proportional distinctions. A contextual notion of justice is emphasized, as reflected in practices such as gilir sawah (rotational use of farmland) as a form of collective asset management. From the perspective of Islamic law, this system is not entirely aligned with the faraidh provisions, which are definitive (qath’i), particularly regarding the proportional shares between male and female heirs as prescribed in Surah An-Nisa. Nevertheless, the principles of deliberation and social balance inherent in Kaur customary practice can serve as an entry point for harmonization with Sharia. This study underscores the importance of constructive dialogue among religious scholars, customary leaders, and state institutions to formulate an inheritance model that is just, contextual, and consistent with both Islamic principles and the national legal framework.

Page 11 of 12 | Total Record : 117