cover
Contact Name
Benito Asdhie Kodiyat
Contact Email
konstitusibuletin@gmail.com
Phone
+6281265757391
Journal Mail Official
benitoashdie@umsu.ac.id
Editorial Address
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/KONSTITUSI/about/editorialTeam
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Buletin Konstitusi
ISSN : "2775006     EISSN : -     DOI : https://doi.org/10.xxx/xxxx
Core Subject : Education, Social,
Buletin Konstitusi adalah buletin akademik terbitan Pusat Kajian Konstitusi dan Anti Korupsi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan, Sumatera Utara, Indonesia yang memuat artikel pada bidang penelitian ilmiah bidang Ilmu Hukum, memuat hasil penelitian ilmiah. penelitian dan kajian terhadap disiplin ilmu yang dipilih dalam beberapa cabang ilmu hukum (sosiologi hukum, sejarah hukum, hukum komparatif, hukum privat, hukum pidana, hukum acara, hukum ekonomi dan bisnis, hukum konstitusi, hukum administrasi, hukum internasional, dll). Buletin Konstitusi pertama kali diterbitkan pada Januari 2021. Menerbitkan dua (2) nomor dalam satu tahun (Januari dan Juli).
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 59 Documents
KARAKTERISTIK FILSAFAT HUKUM Syafriana, Rizka
BULETIN KONSTITUSI Vol 5, No 1 (2024): Vol. 5, No. 1
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30596/konstitusi.v5i1.19729

Abstract

AbstrakDalam filsafat, tujuan utama adalah untuk mempelajari dan mengungkapkan gambaran mendasar tentang bagaimana manusia berperilaku di dunia ini. Objektifnya formal dan materil. Segala sesuatu yang ada, bahkan yang mungkin ada, sering disebut sebagai objek materi. Ini adalah beberapa masalah yang dibahas dalam lingkup filsafat hukum: 1) Hakikat hukum; 2) Tujuan hukum; 3) Alasan orang untuk mengikuti hukum; 4) Alasan negara untuk melakukan hukuman; dan 5) Hubungan hukum dengan kekuasaan. Diharapkan bahwa karakteristik dasar filsafat hukum terdiri dari setidaknya lima sifat: berpikir radikal, mencari asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan, dan berpikir rasional. Dari sifat-sifat ini diharapkan dapat diamati dinamika dari berbagai jenis pemikiran tentang hukum. Jika tidak, kompleksitas hukum dengan berbagai perspektifnya mungkin juga akan terungkap.
KONSTITUSIONALITAS MASA WAKTU SENGKETA PEMILIHAN PRESIDEN DI MAHKAMAH KONSTITUSI Andryan, Andryan; Harahap, Muhammad Kholis
BULETIN KONSTITUSI Vol 4, No 2 (2023): Vol. 4, No. 2
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perselisihan hasil pemilihan umum yang terjadi pada pemilihan Presiden, Kepala Daerah Gubernur dan Walikota atau Bupati, anggota DPR, DPD dan DPRD  diadili dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi namun pada tiap tingkatan pemilu itu Mahkamah Konstitusi memiliki jangka waktu memutus yang tidak konsisten terhadap perkara perselisihan sengketa hasil pemilu, untuk sengketa pilpres MK diberi waktu maksimal 14 hari kerja sementara untuk sengketa pilkada MK diberi waktu yang cukup panjang yakni 45 hari kerja. Perbedaan antara jangka waktu memutus perselisihan hasil pemilihan umum tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap hasil putusan MK serta beban bagi pemohon dalam mempersiapkan alat bukti yang pada dasarnya Pilpres memiliki cakupan ruang lingkup pemungutan suara yang sangat luas dibandingkan dengan Pilkada yang hanya mencakup satu provinsi atau satu kabupaten/kota. Bukankah logikanya terbalik yang mestinya sengketa Pilpres diberikan waktu 45 hari memutus dan sengketa Pilkada hanya cukup 14 hari. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses persidangan terhadap sengketa hasil antara Pilpres dan Pilkada dan apa dampak jika jangka waktu mengadili sengketa perselisihan hasil Pilpres diperpanjang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Kesimpulan dalam penelitian ini menegaskan bahwa pembuktian yang dibebankan kepada pemohon sangat memiliki waktu yang sangat sempit sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum serta MK juga dalam keadaan yang sangat mendesak untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara selama 14 hari kerja dan apabila MK diberi perpanjangan waktu untuk memutus lebih dari 14 hari atau yang disarankan pada penelitian ini untuk 45 hari kerja maka sama sekali tidak menyebabkan Negara dalam keadaan vakum kekuasaan.
Perkembangan Hukum Berkarakter Dalam Perspektif Filsafat Hukum Mansar, Adi; Siagian, Mangisara Darmawan
BULETIN KONSTITUSI Vol 5, No 1 (2024): Vol. 5, No. 1
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30596/konstitusi.v5i1.19716

Abstract

Abstrak Filsafat hukum adalah bagian dari cabang filsafat yang mengatur perilaku atau etika dan mengkaji hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum merupakan bidang ilmu yang mempertimbangkan hukum dari sudut pandang filosofis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang berkisar pada tinjauan literatur untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber tulisan tentang topik hukum yang sedang diteliti. Penelitian hukum normatif, yang juga dikenal sebagai penelitian hukum doktrinal, menganggap hukum sebagai apa yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hukum Indonesia yang berbasis Pancasila seharusnya menjadi dasar untuk pengembangan ilmu hukum Indonesia secara holistik. Ini artinya tidak hanya mempertimbangkan produk hukum atau pengetahuan hukumnya, tetapi juga memperhatikan dampak proses pengetahuan hukum tersebut terhadap sistem hukum secara keseluruhan. Nilai moral yang terkandung dalam Pancasila menjadi pandangan masa depan bagi bangsa Indonesia. Sila-sila dalam Pancasila dimaknai sebagai semangat untuk mencapai kesejahteraan yang diharapkan bagi bangsa, yaitu dengan usaha membentuk karakter manusia yang berperilaku adil dan beradab, sehingga mampu membentuk masyarakat yang memiliki kesadaran akan persatuan Indonesia.
PEMILIHAN UMUM GAYA BARU Harahap, Muhammad Kholis Mujaiyyin Ahda
BULETIN KONSTITUSI Vol 5, No 1 (2024): Vol. 5, No. 1
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30596/konstitusi.v5i1.19734

Abstract

AsbtrakPasal 22E ayat (6) UUD NRI 1945 sistem pemilihan umum (Pemilu) diatur dengan undang-undang yang artinya konstitusi tidak membatasi prosedur mekanisme cara melakukan pemungutan dan penghitungan suara, konstitusi tidak sekaku yang dibayangkan dengan maksud agar para penyelenggara Negara dapat bebas memakai sistem apapun untuk melaksanakan Pemilu. Melaksanakan Pemilu secara langsung sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2024 sistem pemungutan dan penghitungan suara masih dilakukan dengan cara yang sama alias tidak ada perubahan, sudah seharusnya 20 tahun waktu yang sudah berlalu sistem mekanisme Pemilu diubah memakai gaya baru menyesuaikan dengan kebutuhan untuk mengisi dan mengantisipasi banyak celah curang yang sering dilakukan para peserta Pemilu. Tulisan ini menawarkan gaya baru dalam melaksanakan Pemilu seperti untuk pemungutan dan penghitungan suara dilakukan selama satu hari dengan pembagian urutan per-provinsi, wajib menempelkan poster C Hasil tiap TPS dikantor kepala desa yang tidak boleh dicopot sampai proses pemilu selesai. Jadi sederhananya ialah dihari itu melakukan pemungutan suara dan dihari itu juga dilakukan penghitungan suara, hasil resmi dari KPU langsung keluar. Sedikit berbeda seperti yang selama ini juga dipraktekkan hanya saja hasil hitung KPU tidak ada sebab harus melewati tahap secara hierarki dari mulai tingkat kecamatan kemudian kabupaten sampai dengan seterusnya kepusat. Sistem lama ini sudah sangat tidak efektif karena memberi ruang waktu yang begitu lama dari hari pemungutan suara sampai hari pengumuman resmi hasil keputusan KPU dan diwaktu-waktu penghitugan inilah sering terjadi tindakan curang.
PERGESERAN KEKUASAAN PREROGATIF PRESIDEN DALAM SISTEM PRESIDENSIAL PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Andryan, Andryan
BULETIN KONSTITUSI Vol 4, No 2 (2023): Vol. 4, No. 2
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perubahan UUD 1945, telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Kekuasaan presiden tidak bisa dilepaskan dari perkembangan konstitusi dan praktik ketatanegaraan di Indonesia. Setelah dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945, hampir tidak ada kewenangan Presiden yang dapat dilakukan sendiri tanpa meminta persetujuan atau pertimbangan dari lembaga lain, kecuali pengangkatan menteri-menteri. Permasalahan dalam penelitian ini, bagaimana formulasi kekuasaan Prerogatif Presiden sesuai dengan Sistem Pemerintahan Presidensial Pasca Perubahan UUD 1945? Metode penelitian yang digunakan yuridis-normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni Pendekatan Perundang-undangan, Pendekatan Konseptual, dan Pendekatan Sejarah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan Kekuasaan Prerogatif Presiden tidak sesuai dengan konsepsi ideal sistem ketatanegaraan Indonesia. Sejak awal kemerdekaan Indonesia, konstitusi telah menempatkan hak prerogatif presiden yang sangat dominan, kini setelah perubahan yang sangat mendasar terhadap konstitusi juga berimplikasi pada pergeseran kekuasaan prerogatif presiden. Dalam sistem presidensial, presiden mempunyai kewenangan mutlak dalam pengangkatan menteri, meskipun dalam prakteknya Presiden juga sangat terikat dengan partai-partai pendukung atau pihak lain yang telah membuat komitmen politik dengan presiden. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam UUD 1945 pasca amandemen, tidak ada lagi yang benar-benar menjadi kekuasaan prerogatif presiden yang dapat dilakukan tanpa mendapat persetujuan atau pertimbangan terutama dari Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga representasi rakyat. Kekuasaan prerogatif juga mempunyai kecenderungan undemocratic and potentially dangerous, maka untuk meningkatkan pertanggungjawaban publik, penggunaan kekuasaan prerogatif Presiden harus adanya pembatasan kekuasaan dengan melibatkan kelembagaan sebagai representasi rakyat.
ANALISIS SANKSI BAGI NOTARIS YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KODE ETIK DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS (STUDI PUTUSAN NOMOR:491/PDT/2022/PT.MDN) Siregar, Muqtashidin Hidayat; Runtung, Runtung; Sinaga, Henry; Siahaan, Rudy Haposan
BULETIN KONSTITUSI Vol 5, No 1 (2024): Vol. 5, No. 1
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30596/konstitusi.v5i1.19717

Abstract

ABSTRAK Adanya kesamaan kewenangan atas sanksi yang diberikaan atas pelanggaran kode etik, dimana dalam Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten tahun 2015, Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk memberikan rekomendasi disertai usulan pemecatan sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Pengusulan pemecatan yang sama juga dinyatakan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa Majelis Pengawas Pusat dapat mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian tidak hormat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Tesis ini membahas mengenai mekanisme pelaksanaan pengawasan dan pembinaan Notaris dan pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris, dan sinergitas kedua lembaga tersebut dalam pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik berkaitan dengan pengusulan pemecatan atau pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk memperoleh data sekunder, maka digunakan penelitian kepustakaan (library research), yang kemudian dilakukan wawancara dengan beberapa informan. Teori yang digunakan untuk penelitian ini adalah teori sistem hukum dan teori kewenangan.Hasil penelitian memberikan kesimpulan, sinergitas Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris hanya terlihat dalam hal pengawasan dan pembinaan, tetapi tidak dalam hal pemberian sanksi. Untuk itulah Dewan Kehormatan Notaris diharapkan dapat memeriksa terlebih dahulu pelanggaran kode etik, yang kemudian putusan Majelis Pengawas Notaris berisi melanggar kode etik berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris, tetapi juga kode etik berdasarkan Kode Etik Notaris.Saran-saran yang dapat diberikan adalah dibuatnya suatu peraturan menteri yang mengatur mengenai pelaksanaan dari kedua kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris, meningkatkan kerjasama dan koordinasi dalam hal pengawasan, pembinaan dan pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik dan Majelis Pengawas Notaris dapat mempertimbangkan keikutsertaan Dewan Kehormatan Notaris dalam memeriksa pelanggaran kode etik yang diterima. Agar putusan yang diberikan tidak hanya melanggar kode etik berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris, tetapi juga kode etik berdasarkan Kode Etik Notaris.
ANALISIS TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA ATAS HASIL KARYA ILUSTRATOR OLEH TOKO ONLINE Susanto, Vivian; Saidin, OK; Devi Azwar, T. Keizerina
BULETIN KONSTITUSI Vol 4, No 2 (2023): Vol. 4, No. 2
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan hak yang dijamin oleh negara, dalam hal ini pemerintah memberikan pelindungan dengan turut serta melakukan implementasi bagi masyarakat termasuk instansi-instansi yang menangani bidang tersebut khususnya bidang Hak Cipta. Saat ini, rezim hukum hak cipta mendapat tantangan baru setelah adanya teknologi internet sehingga karya cipta yang diunggah oleh pencipta (dalam hal ini ilustrator) yang berbentuk ilustrasi ke jaringan internet kerap kali disalin dan dikomersialkan oleh pihak lain. Namun, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta tidak secara tegas mengatur tentang pelindungan terhadap ilustrasi.  Penelitian ini menggunakan teori kepastian hukum dan pelindungan hukum. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis. Penelitian ini bersumber pada 3 (tiga) sumber data, yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan yang didukung dengan studi lapangan dengan alat pengumpulan data berupa pedoman wawancara. Analisis data pada penelitian ini dengan metode kualitatif dan metode penarikan kesimpulan deduktif.Hasil penelitian ini bahwa penjualan produk dengan menggunakan ilustrasi yang diperoleh dari internet tanpa lisensi dari ilustrator merupakan pelanggaran hak cipta karena telah melanggar hak ekonomi dan hak moral dari pencipta tersebut. Adapun pelindungan hukum bagi ilustrator atas ilustrasinya sudah seharusnya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta meskipun tidak secara tegas mengatur hal tersebut, sebab menurut pengertiannya, ilustrasi merupakan suatu hasil karya dalam bentuk gambar maupun lukisan yang bertujuan untuk memperjelas isi buku/ karangan. Penyelesaian secara hukum yang ditempuh oleh ilustrator dapat dilakukan dengan proses litigasi maupun non-litigasi. Akan tetapi, di era global dewasa ini lebih disarankan untuk menyelesaikannya dengan proses non-litigasi yang prosesnya lebih efisien, cepat dan tidak memakan biaya yang besar, serta menghasilkan win-win solution.   Kata kunci: Hak Cipta, Ilustrasi, Lisensi.
Penegakan Hukum Lingkungan Pasca Disahkannya UU Cipta Kerja siregar, Bismar; Putramina, Revi Fauzi
BULETIN KONSTITUSI Vol 5, No 1 (2024): Vol. 5, No. 1
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30596/konstitusi.v5i1.19718

Abstract

AbstrakTujuan pembentukan UU Cipta kerja sebenarnya adalah penyederhanaan regulasi dan memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Namun, UU Cipta Kerja juga memunculkan berbagai tantangan dalam implementasinya, salah satunya pada kluster lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang kerap ditemui di bidang penegakan hukum regulasi lingkungan hidup serta potensi tantangan yang akan muncul seiring terbitnya UU Cipta Kerja. Penegakan hukum pidana lingkungan yang belum optimal, pemidanaan yang tumpang tindih, ancaman hukuman tidak proporsional, pengaburan norma pertanggungjawaban mutlak, dan pereduksian pidana korporasi. Hal itu berpotensi menurunkan kepatuhan pelaku usaha dan perlindungan lingkungan hidup, karena tidak timbulnya efek jera pelaku pidana lingkungan maupun masyarakat umum. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya penguatan arah pembangunan berkelanjutan dalam pemidanaan tersebut, diantaranya dengan optimalisasi penegakan hukum pidana lingkungan, revisi UU Cipta Kerja dengan mengubah maupun menghapus pasal bermasalah, serta penguatan pengawasan lingkungan hidup.
ANALISIS YURIDIS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH KARENA TERDAPAT SPPT PBB GANDA TERHADAP SEBIDANG TANAH YANG BUKAN HAK MILIK (STUDI PUTUSAN NOMOR 120PK/PDT/2017) Chairunisa, Siti; Ginting, Budiman; Zaidar, Zaidar
BULETIN KONSTITUSI Vol 4, No 1 (2023): Vol. 4, No. 1
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK       Pada dasaranya siapapun yang menguasai sebidang tanah maka ia yang wajib untuk membayar PBB berdasarkan SPPT dari sebidang tanah yang dikuasai dan diambil manfaat olehnya.  Tetapi timbul masalah jika diatas tanah tersebut belum ada alas hak yang kuat sebagai alat bukti yang menunjukan kepemilikan atas sebidang tanah tersebut, jika hanya surat tanda bukti pembayaran PBB tentunya setiap orang dapat memilikinya, maka dari itu banyak terjadi kasus dengan PBB ganda dari satu bidang tanah yang sama. Sebagai dasar untuk melengkapi data penelitian ini akan diteliti suatu kasus yang terkait dengan permasalahan yang dibahas yaitu berdasarkan Putusan Perkara Perdata Nomor: 360/Pdt.G/2000/PN.Mdn.      Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Hukum SPPT PBB Dengan Kepemilikan Hak Atas Tanah, Kedudukan Pemilik Hak Atas Tanah Karena Terdapat SPPT PBB Ganda Terhadap Sebidang Tanah Yang Bukan Hak Milik dan Analisis Putusan Nomor 120PK/PDT/2017 Tentang Kepemilikan Hak Atas Tanah karena Terdapat SPPT PBB Ganda Terhadap Sebidang Tanah Yang Bukan Hak Milik.      Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian Empiris dengan sumber data sekunder yang terbagi menjadi bahan hukum primer, sekunder dan tersier untuk kemudian dianalisis menggunakan analisis data kualitatif agar mudah dipahami oleh pembaca.      Berdasarkan hasil penelitian bahwa hubungan SPPT PBB dengan kepemilikan hak atas tanah hanya sebatas untuk pendaftaran kepemilikan hak atas tanah saja. sebenarnya yang menjadi acuan bukanlah SPPT/NJOP/PBB, melainkan status kepemilikan hak atas tanah tersebut dalam bentuk sertifikat dan surat keterangan kepemilikan hak atas sertifikat atas tanah tersebut. Memiliki SPPT PBB bukan dasar bahwa wajib pajak tersebut juga merupakan pemilik hak atas tanah. Bahwa Bukti kepemilikan tanah secara hukum diakui salah satunya dalam bentuk sertifikat, SPPT atau Pajak bukanlah bukti kepemilikan. Terkait dengan kedudukan hak atas tanah yang didalamnya terdapat SPPT PBB ganda tentunya harus berpedoman tetap pada surat kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki, yang dapat diubah atau diperbaiki adalah SPPT PBBnya dengan cara membatalkan atau menghapus salah satu SPPT PBB pada sebidang tanah yang sama tersebut. Analisis terkait dengan putusan dalam penelitian ini pada dasarnya sudah tepat, hakim dengan segala pertimbangan dan bukti yang diajukan telah memutuskan perkara dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. diketahui bahwa pada dasarnya siapapun yang menguasai atau mengambil manfaat pada satu bidang tanah memang dialah yang harus membayar PBB sebidang tanah tersebut, tetapi pada hakikatnya pembayaran PBB bukan berarti dapat memiliki alas hak atas tanah tersebut seperti yang telah dilakukan oleh tergugat. Kata Kunci : Kepemilikan, SPPT PBB, Ganda
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PORNOGRAFI DENGAN MOTIF BALAS DENDAM SEBAGAI BENTUK KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS ELEKTRONIK Sintia, Imelia; Erwinsyahbana, Tengku
BULETIN KONSTITUSI Vol 4, No 2 (2023): Vol. 4, No. 2
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSelama ini peraturan perundang-undangan di Indonesia dilihat dari sisi sanksi hukumnya terlalu menitikberatkan pada pelaku dan mengabaikan korban. Paradigma yang tertanam adalah bahwa dengan menghukum pelaku kejahatan, maka secara tidak langsung telah memberikan perlindungan hukum terhadap korban. Padahal akibat perbuatan pelaku misalnya dalam tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik, akibat yang ditimbulkannya sungguh luar biasa baik secara fisik maupun psikis. Tujuan penelitian ini yaitu: pertama, untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kedua, untuk mengetahui kebijakan hukum pidana terhadap korban kejahatan pornografi balas dendam sebagai bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik. Ketiga, untuk mengetahui upaya perlindungan hukum terhadap korban pornografi balas dendam sebagai bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik dalam perspektif viktimologi.Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (State Approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Penelitian ini bersifat deskriptif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang pengumpulan datanya dilakukan dengan cara studi dokumen atau studi kepustakaan (library research) melalui analisa kualitatif.Berdasarkan hasil pembahasan ditemukan hasil bahwa bentuk kekerasan seksual dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak disebutkan secara nyata. Melainkan dirumuskan melalui unsur tindak pidana mana yang terpenuhi di berbagai peraturan perundangan-undangan di Indonesia. Kebijakan hukum dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak hanya menghukum pelaku, namun juga melindungi hak-hak korban dengan cara salah satunya adalah memberikan restitusi kepada korban oleh pelaku. Perlindungan hukum yang diberikan dalam UU TPKS tersebut telah sesuai dalam perspektif viktomologi.