cover
Contact Name
Johanes Hasugian
Contact Email
johaneswhasugian@gmail.com
Phone
+6285265222617
Journal Mail Official
johaneswhasugian@gmail.com
Editorial Address
johaneswhasugian@gmail.com
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
IMMANUEL: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
ISSN : 27216020     EISSN : 2721432X     DOI : 10.46305
Core Subject : Religion, Education,
IMMANUEL: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi dan pendidikan agama Kristen, dengan nomor ISSN: 2721-432X (online), ISSN: 2721-6020 (print), yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara, Medan. Focus dan Scope penelitian IMMANUEL adalah: Teologi Biblikal Teologi Sistematika Teologi Praktika Pendidikan Agama Kristen IMMANUEL menerima artikel dari dosen dan para praktisi teologi yang ahli di bidangnya, dari segala institusi teologi yang ada, baik dari dalam maupun luar negeri. Artikel yang telah memenuhi persyaratan akan dinilai kelayakannya oleh reviewer yang ahli di bidangnya melalui proses double blind-review. IMMANUEL terbit dua kali dalam satu tahun, April dan Oktober
Articles 108 Documents
Strategi Politik Yosia: Analisis Hermeneutik Sosio-Historis terhadap II Raja-raja 23:1-27 menurut Politik Tubuh Michel Foucault Rungkat, Merry Kristina
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 6, No 2 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v6i2.531

Abstract

The relationship between religion and politics in biblical texts often reveals complex dynamics of power. One significant example can be found in King Josiah’s religious reform. This article examines King Josiah’s political strategy in 2 Kings 23:1–27 by applying Michel Foucault’s concept of politics of the body. The purpose of this study is to demonstrate that Josiah’s religious reforms were not merely efforts to purify the worship of Yahweh but also means to strengthen his political power and legitimacy. Using a qualitative descriptive method and a socio-historical hermeneutical approach, this research analyzes the textual and contextual aspects of Josiah’s reform. The findings show that Josiah’s physical actions, such as gathering the people, destroying idol worship sites, removing foreign priests, and restoring the Passover celebration, functioned as mechanisms of power to regulate both individual and social bodies of Judah. These actions reveal the interconnection between religion and politics in shaping national identity and authority. The study concludes that the politics of the body in Josiah’s reform provides a critical framework for understanding the relationship between power, religion, and social control in both ancient and contemporary contexts.AbstrakRelasi antara agama dan politik dalam teks-teks Alkitab sering kali memperlihatkan dinamika kekuasaan yang kompleks. Salah satu contoh yang signifikan dapat ditemukan dalam reformasi keagamaan Raja Yosia. Artikel ini mengkaji strategi politik Raja Yosia dalam 2 Raja-raja 23:1–27 dengan menerapkan konsep politics of the body dari Michel Foucault. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa reformasi keagamaan Yosia bukan sekadar upaya memurnikan penyembahan kepada Yahweh, tetapi juga sarana untuk memperkuat kekuasaan dan legitimasi politiknya. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan pendekatan hermeneutik sosio-historis, penelitian ini menganalisis aspek tekstual dan kontekstual dari reformasi Yosia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan-tindakan fisik Yosia, seperti mengumpulkan rakyat, menghancurkan tempat pemujaan berhala, menyingkirkan imam-imam asing, dan memulihkan perayaan Paskah berfungsi sebagai mekanisme kekuasaan untuk mengatur tubuh individu maupun tubuh sosial Yehuda. Tindakan-tindakan tersebut memperlihatkan keterkaitan antara agama dan politik dalam membentuk identitas dan otoritas bangsa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa politics of the body dalam reformasi Yosia memberikan kerangka kritis untuk memahami hubungan antara kekuasaan, agama, dan kontrol sosial, baik dalam konteks kuno maupun kontemporer.
Merdeka atas Konflik: Membangun Teologi Konflik Berdasarkan Konflik Filemon dengan Onesimus dalam Surat Filemon Putra, Adi
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 6, No 2 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v6i2.488

Abstract

Conflict is an unavoidable reality, even within the church, which often becomes trapped in internal disputes. This situation necessitates a biblical theological model for conflict resolution. This research aims to construct a theology of conflict based on an analysis of the Epistle to Philemon, specifically focusing on the conflict between Philemon and Onesimus. Using a qualitative method through a literature review and biblical exegesis, this study examines the conflict resolution strategy employed by the Apostle Paul. The findings indicate that Paul did not merely mediate but implemented a transformative, Gospel-centered approach, which included persuasive communication, assumption of responsibility, and total forgiveness that changed the relationship from master-slave to brothers in faith. This concept is formulated as "freedom from conflict," a liberation that frees from oppressive structures, enables love and forgiveness, and actualizes a harmonious fellowship as the body of Christ. In conclusion, the Epistle to Philemon offers an evangelical paradigm of reconciliation as a fundamental solution for personal and communal conflicts in the contemporary church. AbstrakKonflik merupakan realitas yang tak terhindarkan bahkan di dalam gereja, yang sering kali terjebak dalam perselisihan internal. Kondisi ini mendesak adanya sebuah model teologis untuk penyelesaian konflik yang alkitabiah. Penelitian ini bertujuan membangun teologi konflik berdasarkan analisis terhadap Surat Filemon, khususnya pada konflik antara Filemon dan Onesimus. Dengan menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi pustaka dan eksegesis biblika, penelitian ini mengkaji strategi resolusi konflik yang diterapkan oleh Rasul Paulus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Paulus tidak sekadar menengahi, tetapi menerapkan pendekatan transformatif yang berpusat pada Injil, meliputi komunikasi persuasif, pengambilalihan tanggung jawab, dan pengampunan total yang mengubah relasi dari tuan-hamba menjadi saudara seiman. Konsep ini dirumuskan sebagai "merdeka atas konflik," sebuah kemerdekaan yang membebaskan dari struktur penindasan, memampukan untuk mengasihi dan mengampuni, serta mewujudkan persekutuan yang rukun sebagai tubuh Kristus. Kesimpulannya, Surat Filemon menawarkan sebuah paradigma rekonsiliasi yang Injili sebagai solusi fundamental bagi konflik personal dan komunal di dalam gereja masa kini.
Studi Intertekstual terhadap Misphat dan Dalihan Na Tolu: Membaca Mikha 3 dari Perspektif Sistem Hukum Adat Batak Toba Situmorang, David Christanto; Sihombing, Salomo; Surbakti, Pelita Hati
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 6, No 2 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v6i2.467

Abstract

This paper highlights the issue of injustice in Micah 3 which is reflected in the word misphat. This issue is highlighted from the perspective of Dalihan Na Tolu. Efforts to find Dalihan Na Tolu's perspective on the issue of injustice in Micah 3 contained in the word misphat. This research was conducted using a qualitative method (literature study), while the approach taken was an intertextual study popularized by Soares-Prabhu. This paper aims to enrich the existing interpretation of Micah 3 and provide a new perspective on the issue of injustice in Micah 3. The existing interpretation states that the social criticism in Micah 3 is caused by the judges who commit injustice (misphat), in other words, the injustice in Micah 3 occurs because of the judges. This intertextual study is conducted by comparing two legal systems (misphat and Dalihan Na Tolu) with three stages: context, form and content. The results show that there are three things highlighted by Dalihan Na Tolu as the cause of the injustice problem, namely: equality, legal supervision, and cooperation.AbstrakTulisan ini menyoroti isu ketidakadilan dalam Mikha 3 yang tercermin dalam kata misphat. Isu ini disoroti dari perspektif Dalihan Na Tolu. Upaya menemukan perspektif Dalihan Na Tolu terhadap isu ketidakadilan dalam Mikha 3 yang terdapat dalam kata misphat. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi intertekstual yang dipopulerkan oleh Soares-Prabhu. Tulisan ini ditujukan untuk memperkaya tafsiran Mikha 3 yang telah ada dan memberikan perspektif baru terhadap isu ketidakadilan dalam Mikha 3. Penafsiran yang ada menyatakan bahwa kritik sosial dalam Mikha 3 disebabkan oleh para hakim yang melakukan ketidakadilan (misphat), dengan kata lain, ketidakadilan dalam Mikha 3 terjadi karena para hakim. Kajian intertekstual ini dilakukan dengan membandingkan dua sistem hukum (misphat dan Dalihan Na Tolu) dengan tiga tahapan yaitu: konteks, bentuk dan isi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga hal yang disoroti oleh Dalihan Na Tolu sebagai penyebab masalah ketidakadilan, yaitu: kesetaraan, pengawasan hukum, dan kerja sama.
Sabat sebagai Penyembuhan: Menggali Konsep Selfcare dari Kejadian 2:2–3 Kim, Lioe Mie; Sirait, Hikman; Rahayu, Esti
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 6, No 2 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v6i2.491

Abstract

: In today's modern world, characterised by advanced technology and rapid information flow, people are increasingly pressured to keep pace with these advancements. The modern world is also marked by a fast-paced lifestyle, high mental stress, and a tendency for people to work non-stop, leading to the neglect of rest practices. An overemphasis on productivity has led many individuals to lose balance between work and recovery, thereby impacting physical, mental, and spiritual health. In this context, the biblical teaching on the Sabbath offers a theologically relevant value worth reconsidering regarding rest. This study aims to explore the concept of the Sabbath in Genesis 2:2–3 as a theological foundation for holistic and impactful self-care practices. It employs a theological qualitative method with a narrative hermeneutical approach to the text of Genesis. It can be concluded that the Sabbath in the creation narrative (Genesis 2:2–3) contains a profound theological meaning as a divine rest that sanctifies time and life. From a spiritual theology perspective, the Sabbath opens space for self-care practices that are not only oriented toward physical restoration but also touch on the relational dimension of humanity with God. Furthermore, the practice of the Sabbath has transformative power in Christian spirituality, as it directs humans toward an awareness of the need for deep communion with the Creator.. AbstrakDalam dunia modern yang penuh kecanggihan teknologi dan informasi cepat menuntut manusia era ini untuk seirama dengan kemajuan tersebut. Dunia modern juga ditandai oleh ritme hidup yang cepat, tekanan mental yang tinggi, serta kecenderungan manusia untuk terus bekerja tanpa jeda, praktik perhentian menjadi semakin terabaikan. Budaya produktivitas yang berlebihan telah menyebabkan banyak individu kehilangan keseimbangan antara pekerjaan dan pemulihan, sehingga berdampak pada kesehatan fisik, mental, dan spiritual. Dalam konteks ini, ajaran Alkitab mengenai Sabat menawarkan suatu nilai teologis yang relevan untuk direnungkan kembali terkait istirahat. Penelitian ini bertujuan untuk menggali konsep Sabat dalam Kejadian 2:2–3 sebagai dasar teologis bagi praktik selfcare yang utuh dan berdampak. Menggunakan metode kualitatif teologis dengan pendekatan hermeneutik naratif terhadap teks Kejadian. Maka dapat disimpulkan bahwa sabat dalam narasi penciptaan (Kej 2:2-3) mengandung makna teologis yang mendalam sebagai perhentian ilahi yang menguduskan waktu dan kehidupan. Dalam perspektif teologi spiritualitas, Sabat membuka ruang untuk praktik selfcare yang tidak hanya berorientasi pada pemulihan jasmani, tetapi juga menyentuh dimensi relasional manusia dengan Allah. Lebih dari itu, praksis Sabat memiliki daya transformasi dalam spiritualitas Kristen, karena mengarahkan manusia pada kesadaran kebutuhan akan persekutuan yang mendalam dengan Sang Pencipta.
Integrasi Berpikir Kritis dalam Pendidikan Agama Kristen: Membentuk Karakter dan Moral Kristiani melalui Pendekatan Interdisipliner Tnunay, Paulus; Boiliu, Noh Ibrahim
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 6, No 2 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v6i2.448

Abstract

The formation of students’ character and morality represents a central challenge for Christian Religious Education (CRE) in the context of globalization and secularization, which have led to a profound crisis of values. Integrating critical thinking into CRE is essential to help students comprehend the Christian faith reflectively and contextually. This study aims to explore the integration of critical thinking within CRE as a strategy for shaping Christian character and morality through an interdisciplinary framework. Employing a qualitative library research design, the study analyzes theological, philosophical, and pedagogical sources to construct a conceptual synthesis. The findings reveal that critical thinking serves as a vital pedagogical tool for evaluating faith doctrines, internalizing Christian moral values, and addressing ethical dilemmas with wisdom and discernment. The interdisciplinary approach highlights the dynamic interaction between reason and spirituality in faith-based learning. Conceptually, the study contributes an integrative model linking critical thinking with theological and moral formation. Practically, it provides implications for reflective learning, ethical dialogue, case-based pedagogy, and digital engagement as strategies for teachers, churches, and Christian schools to foster critical and faithful learners capable of engaging global realities. AbstrakPembentukan karakter dan moralitas peserta didik menjadi tantangan utama Pendidikan Agama Kristen (PAK) di tengah arus globalisasi dan sekularisasi yang menimbulkan krisis nilai. Untuk menjawab tantangan ini, kemampuan berpikir kritis perlu diintegrasikan dalam pembelajaran PAK agar peserta didik mampu memahami iman Kristen secara reflektif dan kontekstual. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan integrasi berpikir kritis dalam PAK sebagai strategi pembentukan karakter dan moralitas Kristen melalui pendekatan interdisipliner. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka dengan analisis kualitatif terhadap sumber-sumber teologis, filosofis, dan pedagogis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpikir kritis berperan penting sebagai sarana pedagogis dalam menilai ajaran iman, menginternalisasi nilai-nilai moral Kristen, serta menanggapi persoalan etis secara bijaksana. Pendekatan interdisipliner menegaskan perlunya sintesis antara akal budi dan spiritualitas dalam proses pembelajaran. Secara konseptual, penelitian ini memberi kontibusi integrasi berpikir kritis dalam PAK sebagai  fondasi teologis dan pedagogis bagi pembentukan karakter dan moralitas Kristiani yang transformatif di era modern. Secara praktis, penelitian ini memberi kontribusi penerapan pembelajaran reflektif, studi kasus, dialog etis, dan teknologi digital bagi guru, gereja, dan sekolah untuk menguatkan kemampuan berpikir kritis serta relevansi iman dalam konteks global.
Air Hidup bagi Kaum Marjinal: Pembacaan Teologi Migran dari Yohanes 4:1-40 Limbong, Sukanto; Panjaitan, Daniel Razsekar
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 6, No 2 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v6i2.534

Abstract

This study highlights the urgency of a migrant theological reading of John 4:1–40 in light of global forced migration and marginalization, aiming to provide a relevant theological framework for the contemporary church. Employing a qualitative approach through exegetical, historical, and theological analysis of John’s narrative, combined with contextual reflection on the experiences of Indonesian migrant workers in Seberang Perai, Malaysia, the study demonstrates that Jesus’ journey through Samaria (dei) represents a divine imperative to cross ethnic, gender, and social boundaries. His encounter with the Samaritan woman reveals the promise of “living water” as a new identity that liberates the marginalized from social stigma. The study concludes that the church is called to become a “modern Jacob’s well,” a space of encounter, solidarity, and empowerment that transforms migrants from passive recipients into active agents of mission, while affirming an ecclesiology centered on migrants and the shared identity of believers as “pilgrim people” in Christ.  AbstrakKajian ini menyoroti urgensi pembacaan teologi migran terhadap Yohanes 4:1–40 dalam konteks global migrasi paksa dan marginalisasi, dengan tujuan menghadirkan kerangka teologis yang relevan bagi gereja masa kini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis eksegetis, historis, dan teologis terhadap teks Yohanes, dipadukan dengan refleksi kontekstual pada pengalaman Pekerja Migran Indonesia di Seberang Perai, Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjalanan Yesus melintasi Samaria (dei) merupakan keharusan ilahi yang menegaskan misi untuk melintasi batas etnis, gender, dan sosial, sementara perjumpaan-Nya dengan perempuan Samaria menyingkapkan janji “air hidup” sebagai identitas baru yang membebaskan kaum marjinal dari stigma sosial. Studi ini menyimpulkan bahwa gereja dipanggil menjadi “Sumur Yakub modern,” yakni ruang perjumpaan, solidaritas, dan pemberdayaan yang mengubah migran dari penerima pasif menjadi agen misi aktif, sekaligus menegaskan eklesiologi yang berpusat pada migran dan identitas umat sebagai “peziarah” dalam Kristus.
Prinsip Mendengarkan dalam Pemulihan Trauma Anak di Panti Asuhan Kristen: Sebuah Pendekatan Psikoteologis Yustinus, Yustinus; Meriyana, Meriyana; Romika, Romika
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 6, No 2 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v6i2.446

Abstract

Child trauma recovery in Christian orphanages requires a holistic approach integrating psychology and theology. However, practical models that operationally blend these two perspectives remain limited. This qualitative study aims to develop a mentoring model based on the principle of "listening" through a psychotheological approach. Using a literature study method, this research synthesizes theories of humanistic and trauma psychology (particularly from Carl Rogers and Danel Siegel) with a hermeneutical analysis of Biblical texts. The study yields an integrative model comprising three practical steps: unconditional self-acceptance, strengthening self-esteem, and providing space for self-expression. These three steps operationalize the listening principle within a framework combining attentiveness, valuing, empathizing, and loving. This study provides a theoretical contribution to Christian counseling literature by offering a structured psychotheological model. Practically, this model can serve as an applicable guide for orphanage caregivers in creating a restorative environment for child trauma survivors.AbstrakPemulihan trauma anak di panti asuhan Kristen memerlukan pendekatan holistik yang mengintegrasikan ilmu psikologi dan teologi. Namun, model praktis yang secara operasional memadukan kedua perspektif tersebut masih terbatas. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah model pendampingan berbasis prinsip "mendengarkan" melalui pendekatan psikoteologis. Dengan metode studi literatur, penelitian ini mensintesis teori-teori psikologi humanistik dan trauma (terutama dari Carl Rogers dan Danel Siegel) dengan hermeneutika teks Alkitab. Penelitian menghasilkan model integratif tiga langkah praktis, yaitu penerimaan diri tanpa syarat, penguatan harga diri, dan pemberian ruang ekspresi diri. Ketiga langkah ini mengoperasionalisasikan prinsip mendengarkan dalam sebuah kerangka kerja yang memadukan sikap memperhatikan, menghargai, berempati, dan mengasihi. Studi ini memberikan kontribusi teoretis bagi literatur konseling Kristen dengan menawarkan sebuah model psikoteologis yang terstruktur. Secara praktis, model ini dapat dijadikan panduan aplikatif bagi pembina panti asuhan dalam menciptakan lingkungan yang memulihkan bagi anak-anak korban trauma.
Trauma Multidimensional dan Tantangan Pastoral Gereja atas Kasus Inses di Nusa Tenggara Timur Koli, Endang Damaris; Tangawola, Marta
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 6, No 2 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v6i2.455

Abstract

sexual violence in East Nusa Tenggara and evaluates the church’s pastoral response within the context of poverty and patriarchy. Using a descriptive qualitative approach and a case study strategy, data were collected through in – depth interviews pastoral documentation. The findings reveal that the survivor experienced trauma in physical, psychological, social and spiritual aspects, including a crisis of faith and loss of self-worth. While the local church demonstrated empathy, it has not yet established a trauma informed sfae space or a comprehensive pastoral approach that addresses bodily and spiritual healing. This study recommends a contextual, relational, and incarnational model of pastoral care – where God’s presence is embodied through solidarity and concrete acts of compassion. The results affirm the urgent need for the church to develop a prophetic ministry that fosters healing and takes a firm stand alongside survivors.  AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pendampingan pastoral gereja terhadap korban kekerasan seksual inses. Dengan pendekatan kualitatif deskriptif dan strategi studi kasus, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan dokumentasi gerejawi. Temuan menunjukkan bahwa korban mengalami dampak traumatis pada aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual, termasuk krisis pergumulan iman yang mendalam dan keterpurukan identitas diri. Gereja di Mali – Kabupaten Alor menunjukkan empati, namun belum sepenuhnya dapat mebangun ruang aman yang peka terhadap trauma dan pendampingan yang menyentuh dimensi tubuh dan spiritual secara menyeluruh. Penelitian ini merekomendasikan pendekatan pastoral yang bersifat kontekstual, relasional, dan inkarnasional di mana kehadiran Allah diwujudkan dalam solidaritas dan tindakan nyata. Hal ini menuntut gereja untuk mereformasi pelayanan pastoralnya agar lebih responsif terhadap penderitaan korban dan konteks sosial lokal.

Page 11 of 11 | Total Record : 108