cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandar lampung,
Lampung
INDONESIA
JAWI : Journal of Southeast Asia Islamic Contemporary Issues
ISSN : 26225522     EISSN : 26225530     DOI : -
Core Subject : Economy, Social,
JAWI [ISSN 2622-5522, e-ISSN 2622-5530] is a journal published by UIN Raden Intan Lampung, INDONESIA. JAWI is published twice a year. JAWI focuses on an aspect related to Islamic Studies in Southeast Asian context, with special reference to culture, politics, society, economy, and history. JAWI is intended as a means to communicate original research and current issues on the subject. This journal warmly welcomes contributions from scholars of related disciplines. Every article submitted to JAWI will undergo blind peer review process before publication.
Arjuna Subject : -
Articles 78 Documents
Kearifan Lokal: Peranan Tari Kebagh dalam Membentuk Identitas Budaya Suku Besemah Wijaya, Tomy; Amelia, Siska; Wargadalem, Farida Ratu
JURNAL JAWI Vol 8 No 1 (2025): Nusantara's Networks and Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/00202582720900

Abstract

Tari Kebagh merupakan salah satu bentuk kearifan lokal Suku Besemah yang memiliki nilai historis, sosial, dan budaya yang mendalam. Namun, modernisasi dan perubahan sosial mengancam eksistensi tarian ini akibat berkurangnya minat generasi muda serta pergeseran nilai budaya. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peran Tari Kebagh dalam membentuk identitas budaya Suku Besemah serta upaya pelestariannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah atau historis, yang melibatkan heuristik (pengumpulan sumber), kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Data diperoleh melalui wawancara dengan budayawan, observasi langsung, dan buku/ jurnal topik terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tari Kebagh bukan hanya sekadar seni pertunjukan, tetapi juga berfungsi sebagai media komunikasi budaya, simbol identitas, serta alat pemersatu masyarakat Besemah. Tarian ini memiliki nilai-nilai spiritual, sosial, dan filosofis yang diwariskan secara turun-temurun. Tantangan dalam pelestariannya mencakup kurangnya regenerasi penari, pengaruh budaya populer, serta minimnya dokumentasi dan promosi. Upaya pelestarian yang dapat dilakukan meliputi integrasi Tari Kebagh dalam pendidikan formal, digitalisasi dan dokumentasi, penyelenggaraan festival budaya, serta pengajuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya menjaga kelangsungan Tari Kebagh sebagai bagian dari identitas budaya Suku Besemah dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian warisan budaya lokal.
Etika Ekosentrisme Berbasis Pancasila Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Desa Bila Riase Sidenreng Rappang Emanuel Omedetho Jermias; Abdul Rahman; Ilham Samudra Sanur
JURNAL JAWI Vol 8 No 1 (2025): Nusantara's Networks and Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/00202582747000

Abstract

This study aims to elaborate on the ethics of ecocentrism that are intertwined with Pancasila in the farming community in Bila Riase Village in realizing food security. This study uses a qualitative research method, where data is obtained through observation and interviews. The data is then analyzed through three stages, namely data processing, data organization, and drawing conclusions. The results of the study indicate that the values ​​of Pancasila are constructed by the farming community in Bila Riase Village through the ethics of ecocentrism that places the environment as a responsibility to be managed together in realizing sustainable food security. Food security as a mandate of Pancasila echoed by the central government is followed up by the farming community in Bila Riase Village together with village government officials to utilize the surrounding nature, especially rice fields to be managed based on the principles of mutual cooperation.
Parameswara: Pangeran Palembang Pembangun Bandar Malaka (1402-1414) Wijaya, Daya Negri
JURNAL JAWI Vol 8 No 1 (2025): Nusantara's Networks and Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/00202582757600

Abstract

Parameswara, seorang pangeran dari Palembang, memainkan peran kunci dalam pendirian Kesultanan Malaka. Di bawah kepemimpinannya, Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan yang penting di Asia Tenggara. Artikel ini mengeksplorasi perjalanan hidup Parameswara, dari pengusirannya dari Palembang dan Tumasik (Singapura) ke Malaka. Keberadaan berbagai kronik dan arsip Melayu, Cina, dan Portugis memungkinkan kajian ini dilakukan. Dengan menggunakan pendekatan sejarah, kajian ini menganalisis kondisi sosial dan politik dibalik migrasi Parameswara dari Palembang. Parameswara juga menerapkan berbagai strategi untuk membangun dan memperkokoh kekuasaannya di Malaka, termasuk aliansi politik dan ekonomi. Parameswara berhasil bergabung dengan jaringan perdagangan Ming serta membangun Malaka menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara. Parameswara cenderung menggunakan pengelolaan Kerajaan maritim khas Sriwijaya untuk mengembangkan Palembang, Tumasik, dan Malaka. Kepemimpinan Parameswara telah mengubah lanskap politik dan ekonomi regional. Kajian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai peran Parameswara dalam sejarah Asia Tenggara dan warisannya yang masih terasa hingga saat ini.
Jaringan Maritim dan Islamisasi Demak abad XV–XVI Hamid, Abd Rahman
JURNAL JAWI Vol 8 No 1 (2025): Nusantara's Networks and Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/00202582766700

Abstract

Artikel ini menganalisa korelasi antara jaringan maritim dan Islamisasi Demak di Nusantara dengan menggunakan metode penelitian sejarah. Sumber sejarah yang digunakan berupa sumber-sumber lokal dan sumber asing. Hasil riset menunjukkan bahwa pertumbuhan Demak menjadi pusat politik dan dakwah Islam didukung oleh tiga faktor: letaknya yang strategis di jalur pelayaran Nusantara, kemerosotan Kerajaan Hindu Majapahit, dan peranan komunitas muslim dalam pelayaran niaga di pantai utara Jawa. Studi ini menemukan bahwa pengalaman Islamisasi Demak berbeda dengan Samudera Pasai. Kalau islamisasi Samudera Pasai digerakan oleh ulama dari luar Nusantara (Arab dan India), maka Islamisasi Demak digerakan oleh ulama Nusantara dari Jawa dan Sumatera. Dengan bimbingan ulama Nusantara, Sultan Demak memperluas jaringan kekuasaan dan Islamisasi di Pulau Jawa dan kawasan Laut Jawa, serta menghalau Kristenisasi Nusantara yang digiatkan oleh Portugis. Dari studi ini terbukti bahwa perkembangan jaringan maritim Demak dipengaruhi oleh Islamisasi dan sebaliknya terjadi Islamisasi di jalur perdagangan maritim oleh Demak. Pada akhirnya studi ini memberikan kontribusi pada pengayaan pengetahuan sejarah Islam Indonesia pada era kemajuan perdagangan maritim Nusantara abad XV–XVI. 
Democracy and the Constitutional Monarchy in Malaysia: A Constitutional Analysis of Monarchical Discretion and Democratic Legitimacy, 1983–2022 Osman, Samsul Kamil
JURNAL JAWI Vol 8 No 1 (2025): Nusantara's Networks and Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/00202582772300

Abstract

This article examines the evolving relationship between representative democracy and constitutional monarchy in Malaysia, focusing on the constitutional role and discretionary powers of the Malay Rulers and the Yang di-Pertuan Agong during political crises from 1983 to 2022. Rooted in historical compromise and shaped by postcolonial governance, Malaysia’s hybrid system features both electoral legitimacy and monarchical authority a balance that has repeatedly come under strain during moments of institutional uncertainty. The study adopts a qualitative, document-based methodology, analysing constitutional provisions, parliamentary records, royal statements, and judicial decisions. Drawing upon theories of popular and symbolic sovereignty, the research is guided by three core questions: (1) How does Malaysia’s monarchy operate within the framework of representative democracy? (2) How have discretionary powers been exercised in political transitions? (3) What reforms are necessary to harmonise monarchy and democratic legitimacy? Key case studies—including the 1983 and 1993 constitutional amendments, the 2009 Perak impasse, and the 2020–2022 Prime Ministerial appointments—highlight the monarchy’s expanded role during crises, revealing both stabilising functions and democratic tensions. A comparative analysis with other constitutional monarchies such as the United Kingdom, Japan, Thailand, Spain, and the Netherlands provides insight into best practices and institutional safeguards. The article concludes that while the monarchy remains a vital pillar of national unity, institutional reform is necessary to codify conventions, strengthen parliamentary supremacy, and modernise royal communication. Malaysia’s future political stability depends on a recalibrated relationship between monarchy and democracy one that is legally coherent, politically neutral, and aligned with civic expectations.
R.T. Sumodiningrat: Biografi dan Perannya dalam Mempertahankan Yogyakarta dari Kolonalisme Inggris (1811−1812) Mahardi, Nasta; Tri Yuniyanto
JURNAL JAWI Vol 8 No 1 (2025): Nusantara's Networks and Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/00202582774500

Abstract

Artikel ini membahas peran penting Raden Tumenggung Sumodiningrat dalam mempertahankan Yogyakarta dari serangan kolonial Inggris pada tahun 1811−1812. Permasalahan utama yang dikaji adalah tentang biografi Sumodiningrat dan peranannya sebagai pejabat penting yang seklaigus menjadi aktor utama dalam menghadapi krisis politik dan militer yang melanda Yogyakarta pada awal abad ke-19, khususnya pada masa kolonialisme Inggris. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan menggunakan sumber arsip dan studi pustaka, memanfaatkan sumber primer seperti arsip “Archive of Yogyakarta”, manuskrip, serta sumber sekunder berupa penelitian ilmiah yang relevan. Hasil kajian ini menunjukkan jika Sumodiningrat adalah tokoh sentral dalam pemerintahan Yogyakarta saat itu. Hal ini dibuktikan dengan jabatan yang diberikan kepada Sumodiningrat sebagai seorang Wedana jero, Patih jero, dan Penasihat Militer bagi Sultan Hamengkubuwono II. Ia juga berperan penting sebagai garda terdepan yang menentang segala bentuk intervensi dari Inggris, seperti dalam sikap penolakannya terhadap kebijakan Raffles. Kesimpulan dari artikel ini menunjukkan bahwa Sumodiningrat memiliki biografi yang sangat padat dan berbobot dalam sejarah Yogyakarta. Peranannya yang vital dalam mempertahankan Yogyakarta ketika Inggris datang, menjadikan sosok Sumodiningrat sebagai pahlawan bagi Yogyakarta karena dedikasi dan perjuangannya.
Religious Authority, Colonial Governance, and Resource Contestation: Reexamining the 1920 Iraq Revolution Habib Badawi; Agus Mahfudin Setiawan
JURNAL JAWI Vol 8 No 1 (2025): Nusantara's Networks and Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/00202582775600

Abstract

This study explores the multidimensional dynamics of the 1920 Iraqi Revolution by analyzing the intersection of Shi'i religious authority, British colonial administration, and Indigenous resistance. It focuses on how Mirza Muhammad Taqi Shirazi’s leadership mobilized anti-colonial resistance by navigating complex tribal politics and contestations over resources in the Hilla Division. Employing a multidisciplinary framework—drawing on postcolonial theory, religious authority, and resource mobilization theory—this research analyzes British administrative records and Iraqi local accounts. Comparative historical analysis is used to examine water management, taxation, and religious authority structures before and during the revolution. The findings reveal that Shirazi’s spiritual leadership legitimized and structured collective resistance, bridging divides between tribes and urban populations. The British-controlled Hindiya Barrage caused disruptions in irrigation and land use, triggering socioeconomic tensions that intensified opposition. Furthermore, contradictions within the colonial bureaucracy opened opportunities for effective local resistance. The revolution ultimately compelled a shift from direct to indirect British rule, shaping Iraq’s political trajectory. By moving beyond nationalist interpretations, this study highlights the role of religious authority, hydraulic politics, and colonial governmentality. It offers broader insights into anti-colonial movements where spiritual leadership and ecological control were central to resistance strategies against imperial dominance.
Rimpu Simbol Kearifan Lokal dan Pelestarian Budaya Bima di Era Modern Saidin, Saidin Hamzah; Ahmad Yani; Kurais; Fajri Nur Tajuddin
JURNAL JAWI Vol 8 No 1 (2025): Nusantara's Networks and Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/00202582792000

Abstract

Peneltian bertujuan untuk memahami Rimpu sebagai busana tradisional perempuan Bima yang bukan hanya berfungsi sebagai penutup tubuh, tetapi juga merepresentasikan nilai-nilai moral, spiritual, dan identitas budaya masyarakat lokal. Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi, eksistensi Rimpu menghadapi tantangan serius berupa pergeseran nilai dan perubahan gaya hidup, terutama di kalangan generasi muda. Oleh karena itu, studi ini berupaya mengungkap makna filosofis Rimpu sebagai simbol kearifan lokal serta menelusuri dinamika perkembangannya dan strategi pelestariannya di era modern. Dengan menggunakan pendekatan etnografi, penelitian ini menemukan bahwa Rimpu memuat pesan-pesan sosial yang dalam sebagai simbol kesopanan, penghormatan terhadap perempuan, dan kontrol sosial dalam masyarakat Bima. Namun, perkembangan zaman telah memunculkan dualitas makna: antara pelestarian nilai-nilai tradisi dan penyesuaian terhadap tren modern. Modifikasi gaya Rimpu kini menjadi cara baru untuk tetap menjaga relevansinya di tengah dominasi fesyen global. Upaya pelestarian Rimpu yang efektif ditemukan melalui berbagai strategi seperti edukasi budaya di lingkungan sekolah, kampanye digital melalui media sosial, dan revitalisasi Rimpu dalam berbagai event budaya daerah. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa pelibatan aktif generasi muda dan pendekatan kreatif berbasis komunitas menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan Rimpu sebagai ikon budaya Bima. Dengan demikian, Rimpu tidak hanya menjadi peninggalan masa lalu, tetapi juga jembatan hidup antara warisan leluhur dan ekspresi budaya kontemporer.