Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

THE CONCEPT OF LEGAL PLURALISM IN INDONESIA IN THE NEW SOCIAL MOVEMENT Flambonita, Suci
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 10 (2021): Edisi Khusus ICOSAPS "Strengthening Resilient Society in the Disruptive Era"
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v10i0.45939

Abstract

As a multicultural country, legal pluralism in Indonesia should be placed in the perspective of a new social movement, which lies as the abstraction of collective subjects to strive for emancipation. Experience has shown that many policies and political laws concerning natural resources do not provide enough room for the representation of indigenous peoples. As the new social movement in the context of multiculturalism, fighting for socioeconomic and natural resource redistribution is as important as providing spaces to foster cultural struggle in terms of fighting discrimination against indigenous peoples. In Dutch legal pluralism theory is termed as theorie van het rechtspluralisme. Lawrence M. Friedman has proposed a definition of legal pluralism as the presence of different legal systems and cultures in a single political community. This research uses the social legal method with a conceptual and historical approach. According to John Griffiths, legal pluralism is the presence of more than one legal rule in a social circle. Further, the concept of legal pluralism does not promote a dichotomy between state law on the one side and folk law and religious law on the other side. Keywords: concept, legal, pluralism AbstrakIndonesia sebagai negara yang multikulturalisme hendaknya pluralisme hukum diletakkan dalam perspektif the new social movement yang bertumpu sebagai abstaksi subyek yang secara kolektif demi memperjuangkan emansipasi. Berdasarkan pengalaman, banyak kebijakan dan politik hukum atas sumber daya alam tidak memberi ruang representasi terhadap masyarakat hukum adat. Sebagai the new social movement dalam konteks multikulturisme tidak hanya penting dalam memperjuangkan redistribusi sosial ekonomi dan sumber daya alam, tetapi juga memberi ruang munculnya gerakkan untuk memperjuangkan cultural struggle (tantangan budaya) diskriminasi terhadap masyarakat hukum adat. Lawrence M. Friedman menyajikan pengertian pluralisme hukum yang berarti “adanya sistem-sistem atau kultur hukum yang berbeda dalam sebuah komunitas politik tunggal”. Metode penelitian menggunakan sosial legal dengan pendekatan konseptual dan sejarah. Pluralisme hukum oleh John Griffiths, diartikan bahwa hadirnya lebih dari satu aturan hukum dalam sebuah lingkaran sosial, Selanjutnya konsep pluralisme hukum tidak lagi mengedepankan dikotomi antara sistem hukum negara (state law) di satu sisi dengan sistem hukum rakyat (folk law) dan hukum agama (religious law) di sisi yang lain. Kata Kunci: Konseptual, Pluralisme, Hukum
PROSEDUR PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN INVESTASI DI KOTA PALEMBANG Suci Flambonita; Vera Novianti
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 10, No 2 (2021): Volume 10 Nomor 2 November 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v10i2.1574

Abstract

The important factors in the framework of realizing people's welfare is economic growth, which can be encouraged through the creation of a conducive investment climate that contributes to economic growth and improvement of welfare society, to support the realization of sustainable and quality economic growth, of investment climate. attractive, encouraging investment to increase the competitiveness of the national economy, as well as increasing the capacity of adequate infrastructure and other supporting factors, including the provision of incentives and ease of investment in the city of Palembang. The normative method is carried out through a literature study that examines (especially) secondary data in the form of laws and regulations, or other legal documents, as well as research results, study results, and other references. The method used normative legal research, which includes secondary legal materials and is developed with primary legal materials from theoretical instruments. In addition to collecting the type of data used in this study is secondary data, which was obtained through a library study. The procedure for providing incentives and ease of investment in Palembang based on external and internal considerations, the basic principles of establishing procedures for providing incentives and investment facilities, criteria for investment activities, as well as regional classification criteria, the provision of incentives and investment facilities is determined, which in turn establishes a rule regarding the establishment of procedures providing incentives and investment.
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pekerja Perempuan di Bidang Ketenagakerjaan Suci Flambonita
Simbur Cahaya VOLUME 24 NOMOR 1, JANUARI 2017
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.957 KB) | DOI: 10.28946/sc.v24i1 Jan 2017.50

Abstract

Asas yang mendasari hak bagi perempuan diantaranya hak perspektif gender dan anti diskriminasi dalam artian bahwa perempuan memiliki hak yang seperti kaum laki-laki dalam bidang pendidikan, hukum, pekerjaan, politik, kewarganegaraan dan hak dalam perkawinan serta kewajibannya. Perempuan mempunyai atas perlindungan yang khusus sesuai dengan fungsi reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f bahwa hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi reproduksi. Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara mandiri maupun bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah ataupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat dan sopan, selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya. Pada umumnya pemberian hak bagi perempuan sama dengan hak-hak lain seperti yang telah disebutkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Hak-Hak Asasi Manusia namun dengan alasan tadi maka lebih dipertegas lagi. Perlindungan buruh diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67 sampai dengan Pasal 101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan. Namun demikian, perempuan sendiri masih belum banyak yang sadar bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan. CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Dasar hukum atas hak tersebut dalam instrumen internasional dapat ditemukan dalam Pasal 23 DUHAM, Pasal 6 ayat (1), 7 dan Pasal 8 ayat 1 butir (a) dan (b) Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, dimana didalamnya diatur hak-hak seseorang atas suatu profesi dan pekerjaan yang berlaku bagi semua orang. Dan pada Pasal 11 CEDAW, Pasal 3 Konvensi tentang Hak-Hak Politik Perempuan, dapat ditemukan adanya perlindungan hak tersebut yang diberlakukan lebih khusus kepada semua perempuan. Dalam instrumen nasional mengenai hal ini dapat ditemukan dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 49 (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Dalam Pasal 49 (1) UU HAM disebutkan bahwa ”Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan”.
SINKRONISASI PENGATURAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN KEHUTANAN DI DAERAH (Studi Penerapan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Juncto Pasal 66 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) imam komarodin; Suci Flambonita
Lex LATA Volume 2 Nomor 2, Juli 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v2i2.819

Abstract

Penelitian tesis ini membahas tentang sinkronisasi kewenangan Pmerintah dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan kehutanan di daerah (Studi Penerapan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah) Juncto Pasal 66 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan)).Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pengaturan kewenangan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan kehutanan di daerah terjadi dualisme norma dikarenakan ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU Kehutanan menyatakan Pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada Pemerintah Daerah terhadap penyelenggaraan kehutanan dalam rangka pengembangan otonomi daerah, sedangkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemerintahan Daerah merumuskan bahwa kewenangan penyelenggaraan hutan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi, sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota hanya berwenang mengelola Taman Hutan Raya. Dampak terhadap perbedaan tersebut adalah : terhadap struktur kelembagaan, Gubernur, Bupati/Walikota harus berkoordinasi dengan DPRD dan kementerian/lembaga terkait yang membidangi urusan pemerintahan konkuren meliputi bidang kehutanan, dan melaporkan pelaksanaannya kepada Menteri Dalam Negeri; terhadap hubungan antara Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Provinsi, apabila tidak cermat dan tidak memperhatikan asas keadilan dan pemerataan dalampengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kehutanan yang secara kewilayahan pada umumnya berada pada wilayah kabupaten/kota, bukan provinsi, maka berpotensi timbulnya sentimen kedaerahan yang berlebihan dan terjadi konflik kepentingan; dan terhadap peraturan perundang-undangan, adalah terdapat dilema dasar peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan pemerintah mana yang berwenang dalam penyelenggaraan kehutanan di daerah, mana yang specialis mana yang generalis. Sinkronisasi dilakukan dengan dua cara, pertama, sinkronisasi vertikal melalui permohonan judicial review Pasal 14 UU Pemerintahan Daerah terhadap Pasal 18 ayat (2) UUD 1945. Kedua, sinkronisasi horizontal antara ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (2) UU Pemerintahan Daerah, melalui pembentukan peraturan pelaksana misalnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pendelegasian Pemerintah Pusat (Presiden) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota) terkait distribusi urusan kehutanan otoritet dan operasional dengan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL Triastuti Andayani; Ruben Achmad; Suci Flambonita
Lex LATA Volume 3 Nomor 1, Maret 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v3i1.868

Abstract

Eksploitasi seksual terhadap anak dapat mempengaruhi psikologi anak, Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang  dan berpartisipasi secaea optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Adapun anak yang menjadi korban eksploitasi seksual diatur dalam undang-undang perlindungan anak No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang Pelindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi seksual berdasarkan undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, selain itu juga faktor-faktor penghambat penegakan hukum anak korban eksploitasi seksual. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian kepustakaan dengan cara meneliti bahan Pustaka terkait permasalahan yang diteliti. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Analitis yang digunakan berupa analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk perlindungan hukum terhadap anak dalam undang-undang perlindungan anak dengan cara memberikan hak-hak anak dalam mendapatkan perlindungan hukum yaitu memberikan bantuan hukum, rehabilitasi dan pencegahan. Adapun faktor penghambat penegakan hukum anak korban eksploitasi yaitu subtansi hukum, struktur hukum, budaya hukum, sarana dan prasarana.Kata kunci: Perlindungan Hukum, Anak Korban, Eksploitasi
DAMPAK PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SELAMA PANDEMI COVID-19 PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN Suci Flambonita
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 18 No 2 (2020): KeadilaN Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/keadilan.v18i2.351

Abstract

Research shows a wave of layoffs and a decrease in labor/employee/employee income during the COVID-19 pandemic. The percentage of dismissed workers/employees/employees in Indonesia at the end of April 2020 was 15.6%. Based on data obtained by the South Sumatra Regional Office of Manpower and Transmigration on April 29, 2020, as many as 612 workers in South Sumatra experienced layoffs due to the COVID-19 pandemic. A total of 7,020 workers were laid off and received no wages during the pandemic. The research method used is socio legal research, namely research that examines the social symptoms that exist in society and then correlates them with statutory regulations. The impact of layoffs during this pandemic, many of these companies often use force majeure reasons. On the other hand, to tackle the Covid-19 problem, one of the efforts made by the Government is the Circular of the Minister of Manpower Number M/3/HK04/II/2020 concerning Protection of Workers/Laborers and Business Continuity in the Context of Preventing and Overcoming Covid-19. Some companies that cut off work relations during the COVID-19 pandemic often use force majeure reasons, to avoid wages and severance pay that should be the rights of workers/laborers.
Bahaya Pornografi Melalui Media Elektronik bagi Remaja Berbasis Penyuluhan Hukum Suci Flambonita; Vera Novianti; Artha Febriansyah
Jurnal Abdidas Vol. 2 No. 3 (2021): Pages 459-724
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/abdidas.v2i3.324

Abstract

Penyuluhan tentang bahaya pornografi melalui media elektronik bagi remaja sebagai akibat dari kemajuan komunikasi/teknologi tersebut, justru sangat mengganggu psikologis perkembangan jiwa anak-anak dan remaja. Hal ini dikarenakan melihat dan menonton gambar dan film yang bukan konsumsi mereka, mereka meniru adegan yang ada di dalam internet tersebut. Bertalian dengan hal pornografi, ada semacam dampak yang sangat signifikan yaitu jika sudah maniak terhadap tontotan yang berbau pornografi, maka akan menjadi kecanduan yang disebut kecanduan pornografi. Dimana perilaku berulang untuk melihat hal-hal yang merangsang nafsu seksual, dapat merusak kesehatan otak dan kehidupan seseorang, serta pecandu pornografi tidak sanggup menghentikannya. Pemanfaatan teknologi khususnya di bidang visualisasi melalui media elektronik menjadikan manusia lebih maju cara berpikirnya. Manusia dapat mengenal orang lain di belahan dunia manapun melalui jaringan nasional maupun internasional, secara bilateral maupun multilateral yang diakses melalui situs dalam internet. Manusia bisa mengenal manusia lain melalui jalur internet melalui Facebook, Twitter, Instagram, Vine, Line, WhatsApp, Bee Talk, Skype, dan masih banyak aplikasi yang lain. Dari semua fasilitas tersebut, secara keseluruhan dapat digunakan secara online. Internet sebagai salah satu indikator mempermudah segala gerak diberbagai lini kehidupan dan memudahkan untuk mengakses data apapun, termasuk gambar-gambar/film yang dikategorikan sebagai tontonan orang dewasa atau 17 tahun ke atas. Untuk itu, diperlukan penyuluhan hukum sebagai upaya preventif dalam mencegah bahaya pornografi pada kalangan remaja khususnya. Metode yang digunakan ceramah, diskusi dan tanya jawab. Hasil dari penyuluhan tersebut adalah siswa memahami yang dimaksud dengan pornografi, jenis-jenis serta bahaya pornografi, sehingga bahaya pornografi melalui media elektronik bagi remaja sebagai akibat dari kemajuan komunikasi/teknologi tersebut dapat diminimalisir.
SOSIALISASI PRINSIP AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA MENURUT UU NOMOR 6 TAHUN 2014 DI DESA SERIKEMBANG KECAMATAN PAYARAMAN KABUPATEN OGAN ILIR Suci Flambonita; Vera Novianti; Lusi Apriyani
BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.847 KB) | DOI: 10.31949/jb.v2i1.607

Abstract

Desa merupakan suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah penduduk yang saling mengenal satu sama lain atas dasar hubungan kekerabatan dan/ atau kepentingan politik, sosial, ekonomi, dan keamanan. Dimana pertumbuhannya menjadi suatu kesatuan masyarakat hukum berdasarkan adat sehingga tercipta ikatan lahir dan batin antara masing-masing warganya yang pada umumnya warga tersebut hidup dari hasil pertanian, mempunyai hak mengatur rumah tangganya sendiri, dan secara administratif berada di bawah pemerintahan kabupaten/kota. Dengan adanya perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 Jo Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Pengelolaaan keuangan desa yang dilaksanakan oleh Kepala Desa yang termaktub juga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. dikatakan bahwa minimal pendidikan kepala desa adalah smp sederajat, yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana pengaplikasiannya jika pendidikan hanya smp dan sederajat mengelola keuangan Negara dengan program pemerintah 1 desa 1 Milyar. Bentuk transparansi laporan pertanggungjawaban kepala desa dalam pengelolaan keuangan yang harus dilaporkan kepada Bupati secara langsung.
Pengelolaan Keuangan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Berbasis Pertanggungjawaban Kepala Desa Suci flambonita; Vera Novianti; Putu Samawati; Artha Febriansyah; Lusi Apriyani
Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia Vol 2 No 1 (2022): JPMI - Februari 2022
Publisher : CV Infinite Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52436/1.jpmi.477

Abstract

Pengelolaan keuangan desa merupakan semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Keuangan desa dikelola berdasarkan atas asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Sedangkan pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. Diperlukan Peraturan Bupati/Walikota untuk mengatur mengenai Pengelolaan Keuangan Desa. Pada dasarnya tulisan ini membahas salah satu siklus dari pengelolaan Keuangan desa yaitu Pertanggungjawaban Keuangan Desa. Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan pengetahuan bagi aparatur desa yang terkait dengan pengelolaan keuangan desa, terutama Kepala Desa sebagai tampuk pimpinan di desa serta pertanggungjawabannya. Metode yang digunakan adalah ceramah dan diskusi. Pembahasan pada tulisan ini mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemeritahan desa, dimana kepala desa bertanggung jawab kepada camat, tetapi setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, maka kepala desa langsung bertanggungjawab kepada Bupati/walikota, yaitu terkait bagaimana pengelolaan dana desa secara baik.
Preventive Protection for Indonesian Migrant Workers as Part of an Effort to Prevent Human Trafficking in Johor Bahru Malaysia Suci Flambonita; Vera Novianti; Artha Febriansyah
Journal La Sociale Vol. 3 No. 3 (2022): Journal La Sociale
Publisher : Borong Newinera Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37899/journal-la-sociale.v3i3.659

Abstract

The issues of Indonesian migrant workers are interminable; practically all bordering countries, including Malaysia, are destinations for Indonesian migrant workers. Administrative issues, salary disparities, exploitation, and human trafficking are all issues that Indonesian migrant workers encounter abroad. As the country's representative, the Embassy/Consulate General of the Republic of Indonesia plays a vital role in defending Indonesian migrant workers and Indonesian nationals overseas. The government's legal protection normally begins with document registration, followed by preparation, training, and placement. This study used a normative strategy with a statutory and case approach. Preventive protection takes the form of providing protection based on Law Number 21 of 2007 about TIP, Law Number 18 of 2017 concerning PMI Protection, and Malaysian Law in Deed 670 concerning the Anti-Trafficking in Persons and Anti-Migrant Smuggling Deed 2007. The Consulate General of the Republic of Indonesia Malaysia provides legal protection for Indonesian employees who are victims of illegal acts of human trafficking through both litigation and non-litigation routes.