Claim Missing Document
Check
Articles

Kadar pati akar dan sitokinin endogen pada tanaman teh menghasilkan sebagai dasar penentuan pemangkasan dan aplikasi zat pengatur tumbuh Anjarsari, Intan Ratna Dewi; Hamdani, Jajang Sauman; Victor Zar, Cucu Suherman; Nurmala, Tati; Sahrian, Heri; Rahadi, Vitria Puspitasari
Kultivasi Vol 17, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Pertanian UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.569 KB) | DOI: 10.24198/kltv.v17i2.16786

Abstract

ABSTRAK Pemangkasan pada tanaman teh dilakukan salah satunya untuk menginisiasi tumbuhnya banyak tunas sebagai bakal pembentukan pucuk peko. Pemangkasan mengubah luas daun, kapasitas fotosintesis perdu, mempengaruhi keseimbangan metabolisme antara organ di atas dan di bawah tanah dengan  mengurangi  jumlah tumbuh tunas yang berfungsi sebagai sumber dan pengguna untuk nutrisi dan hormon. Sampai saat ini pertumbuhan tunas sebagai bakal daun setelah pemangkasan terjadi secara alami tanpa penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT). Pada dasarnya rekayasa fisiologis dengan menggunakan ZPT sitokinin dapat menjadi pilihan untuk lebih memacu pertumbuhan cabang lateral dan tunas serta memecahkan dormansi pucuk. Tujuan penelitian pendahuluan ini  adalah untuk mengetahui   kadar pati akar, kadar sitokinin endogen, serta status hara tanah  guna menentukan waktu pemangkasan yang tepat dan dasar untuk dilakukan aplikasi zat pengatur tumbuh setelah dipangkas. Penelitian selanjutnya adalah penggunaan sitokinin BAP pada berbgai dosis pada tanaman teh yang sudah dipangkas.  Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Agustus  hingga Oktober 2017 di kebun percobaan Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung  pada ketinggian 1250 m di atas permukaan laut (dpl). Metode pengambilan sampel daun, akar, dan tanah di lapangan dilakukan secara komposit untuk setiap ulangan selanjutnya dilakukan analisis pati akar, sitokinin endogen serta hara tanah. Hasil uji kualitatif pati akar menggunakan iodium mengindikasikan bahwa tanaman teh siap untuk dipangkas terlihat dari sampel akar yang ditetesi iodium menunjukkan warna hitam. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar pai akar berada pada kisaran 6.99 % hingga 9,16% dan sitokinin endogen ada pad akisaran 0,0016% hingga0,0019%.  Penentuan kadar pati akar, kondisi lingkungan serta status hara sebelum pemangkas diperlukan agar meminimalisasi tingkat kematian perdu teh serta analisis sitokinin endogen diperlukan untuk lebih  mengoptimalkan dosis sitokinin yang akan diberikanKata Kunci : pemangkasan, sitokinin endogen, kadar pati akar. ABSTRACT  Pruning on tea plants is  perfomed initiating growth of shoots to be pecco stadia. Pruning changes the leaf area, the capacity of photosynthetic tea bush, affecting the metabolic balance between upper and underground organs by reducing the growing number of buds that function as sources and sinks for nutrients and hormones. Until now the growth of shoots as leaf will after pruning occurs naturally without the addition of plant growth regulating substances (PGR). Essentially physiological engineering using  cytokinins can be an option to increase the growth of lateral branches and buds as well as break the shoot dormancy. The preliminary study was conducted from August to October 2017 at experimental field of Gambung Tea and Quinine Research Center (PPTK) at an altitude of 1250 m above sea level (asl). Preliminary method used in the form of analysis of root starch, endogenous cytokinin and soil nutrients to  determined the proper pruning time and the basis for the application of  plant growth regulator substances after pruning. The results of a qualitative test of root content using iodine indicated that the tea plant was ready to be pruned visible from the root samples that iodized spots showed black. The result of  laboratory test  showed that root starch content was in the range of 6.99 to 9.16. and cytokinin endogen  preliminary analysis showed that the levels are in the range of 0.0016 up to 0.0019. Determination of root starch, environmental conditions and nutrient status before pruning is necessary in order to minimize mortality rate of tea bush as well as analysis of endogenous cytokinin is needed to further optimize the dose of cytokinin to be given. Keywords : cytokinins, pruning,  root starch content
Pengaruh metode aplikasi dan dosis stimulan cair terhadap produksi lateks pada tanaman karet Klon PR 300 umur 25 tahun Cucu Suherman; Intan Ratna Dewi; Ria Wulansari
Kultivasi Vol 19, No 1 (2020): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.767 KB) | DOI: 10.24198/kultivasi.v19i1.23586

Abstract

Sari. Penggunaan stimulan pada tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) merupakan salah satu upaya yang umum dilakukan untuk meningkatkan produksi lateks. Penggunaan stimulan bertujuan untuk memperpanjang masa aliran lateks sehingga lateks yang dihasilkan dapat lebih banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi perlakuan terbaik dari metode aplikasi dan dosis stimulan cair yang digunakan untuk meningkatkan produksi lateks pada klon PR 300. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2015 di PT. PP Bajabang Indonesia yang memiliki ketinggian tempat 200 meter di atas permukaan laut dengan ordo tanah Inceptisol. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 11 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali dengan susunan perlakuan sebagai berikut: Tanpa stimulant (A); Metode Groove + dosis 0,5 mL/pohon (B); Metode Groove + dosis 0,6 mL/pohon (C); Metode Groove + dosis 0,7 mL/pohon (D); Metode Groove + dosis 0,8 mL/pohon (E); Metode Groove + dosis 0,9 mL/pohon (F); Metode Bark + dosis 0,5 mL/pohon (G); Metode Bark + dosis 0,6 mL/pohon (H); Metode Bark + dosis 0,7 mL/pohon (I); Metode Bark + dosis 0,8 mL/pohon (J); dan Metode Bark + dosis 0,9 mL/pohon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode aplikasi groove dan bark yang dikombinasikan dengan beberapa dosis stimulan cair pada tanaman karet umur 25 tahun menghasilkan volume lateks yang relatif sama dengan tanpa stimulan pada klon PR 300.Kata kunci: Klon PR 300 ∙ Stimulan karet ∙ Penyadapan Abstract. The application of stimulant on rubber tree is one of the common efforts to increase latex production. This application is supposed to extend the period of latex flow, so that can produce more latex. The aim of this research was to get the best treatment combination of application method and liquid stimulant dosage that used to increase latex production on clone PR 300. The research was conducted from March to May 2015 at PT. PP Bajabang Indonesia at 200 meters altitude. The research was arranged using Randomized Block Design (RBD), consisted of 11 treatments and 3 replications. The treatments were: Without Stimulant (A); Groove Method + 0.5 mL/tree dose (B); Groove Method + 0.6 mL/tree dose (C); Groove Method + 0.7 mL/tree dose (D); Groove Method + 0.8 mL/tree dose (E); Groove Method + 0.9 mL/tree dose (F); Bark Method + 0.5 mL/tree dose (G); Bark Method + 0.6 mL/tree dose (H); Bark Method + 0.7 mL/tree dose (I); Bark Method +0.8 mL/tree dose (J); and Bark Method + 0.9 mL/tree dose (K). The results of this research showed that groove method and bark method that combined with variant dosage of liquid stimulant in 25 years old rubber plants produced the same latex with no stimulant on clone PR 300.Keywords: Clone PR 300 ∙ Rubber stimulant ∙ Tapping 
Katekin teh Indonesia : prospek dan manfaatnya Intan Ratna Dewi Anjarsari
Kultivasi Vol 15, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.554 KB) | DOI: 10.24198/kultivasi.v15i2.11871

Abstract

Teh Indonesia dikenal karena memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) tertinggi di dunia Katekin adalah salah satu turunan dari poliphenol yang memiliki khasiat antioxidant yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi kadar katekin adalah varietas dan klon teh,  ketinggian tempat, umur daun, serta jenis petikan.  Dipandang dari sisi kesehatan, makin tinggi katekin berarti makin bermanfaat buat kesehatan. Akan tetapi sebaliknya, ditinjau dari sisi rasa, memiliki perbandingan yang terbalik. Katekin berperan penting di dalam menentukan aroma dan rasa. Katekin merupakan senyawa tidak berwarna dan larut dalam air serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Senyawa ini paling penting dalam daun teh karena dapat menentukan kualitas teh dalam pengolahanya. Katekin dalam teh merupakan senyawa kompleks yang tersusun atas epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin galat (EGCG), dan galokatekin (GC). Komponen yang mendominasi yaitu epigalokatekin dan epigalokatekin galat. Kandungan katekin berkisar antara 20-30% dari seluruh berat kering daun. Dalam pengolahan, secara langsung atau tidak langsung, perubahan katekin selalu dihubungkan dengan semua sifat teh jadi, yaitu rasa, warna, dan aroma. Katekin yang mendominasi 20% berat kering teh merupakan substansi utama yang menyebabkan teh memenuhi persyaratan sebagai minuman fungsional  Kata kunci : katekin, poliphenol, minuman fungsional 
Respons konduktansi stomata beberapa genotipe tebu sebagai parameter toleransi terhadap stress abiotik Mochamad Arief Soleh; Ranu Manggala; Yudithia Maxiselly; Mira Ariyanti; Intan Ratna Dewi Anjarsari
Kultivasi Vol 16, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (921.873 KB) | DOI: 10.24198/kultivasi.v16i3.14455

Abstract

Peningkatan produksi tebu saat ini akan terhambat dengan adanya fenomena pemanasan global yang disertai dengan perubahan iklim hingga mempengaruhi sebaran air hujan.  Akibatnya musim hujan sering terjadi secara sporadis dan kurang dapat diprediksi. Di sisi lain kondisi lahan kebanjiran akibat genangan air berpotensi menyebabkan stress abiotik pada tanaman tebu yang secara langsung berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. Salahsatu sifat fisiologis yang berkaitan erat dengan ketahanan stress abiotik adalah respons konduktansi stomata (gs) sebagai representatif proses metabolisme tanaman berupa fotosintesis. Beberapa varietas tebu ditanam dalam kondisi genangan air memperlihatkan perbedaan nilai gs dari 240 mmol H2O·m-2·s-1 untuk Kidang Kencana (KK) sebagai varietas lokal sampai 516 mmol H2O·m-2·s-1 untuk PS921 sebagai varietas terbarukan. Perbedaan respons gs ini selaras dengan peningkatan suhu kanopi tanaman pada perlakuan genangan dibanding tanaman tanpa genangan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi para pemulia tanaman tebu dalam merakit tanaman yang lebih tahan stress abiotik berupa genangan air. Kata kunci: konduktansi stomata, tebu, cekaman abiotik, genangan.
Pertumbuhan dan perkembangan tunas nilam var. Lhoukseumawe dari jenis eksplan dengan sitokinin yang berbeda secara in vitro Erni Suminar; Intan Ratna Dewi Anjarsari; Anne Nuraini; Hapizhah Hapizhah
Kultivasi Vol 14, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.463 KB) | DOI: 10.24198/kultivasi.v14i2.12065

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatan metode perbanyakan tanaman nilam melalui teknik in vitro dengan meng-gunakan jenis eksplan serta jenis dan konsentrasi sitokinin yang berbeda. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dari bulan Maret sampai dengan Juni 2012. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial yang terdiri dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah tipe eksplan (mata tunas, pucuk, dan daun). Faktor kedua adalah tipe dan konsentrasi sitokinin (0 mg L-1, 0,5 mgL-1 BAP, 1,0 mgL-1 BAP0,5 mgL-1 zeatin, and 1,0 mgL-1 zeatin). Hasil percobaan menunjukkan bahwa eksplan pucuk dengan penggunaan 0.5 mg L-1 menghasilkan jumlah tunas, tinggi tunas, bobot segar dan jumlah daun tertinggi pada 12 msi (minggu setelah inokulasi). Kata kunci: BAP ∙ Eksplan ∙ Nilam ∙ In vitro ∙ Zeatin
Pengaruh Konsentrasi Benzyl Amino Purine terhadap Pertumbuhan Beberapa Klon Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) O. Kuntze) Belum Menghasilkan di Dataran Rendah Indah Ayuningsari; Santi Rosniawaty; Yudithia Maxiselly; Intan Ratna Dewi Anjarsari
Kultivasi Vol 16, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.954 KB) | DOI: 10.24198/kultivasi.v16i2.12609

Abstract

Pertumbuhan tanaman teh (Camellia sinensis L.) O. Kuntze) di dataran rendah dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik berupa klon unggul dan faktor lingkungan berupa aplikasi hormon eksogen diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman teh belum menghasilkan (TBM) di dataran rendah. Penelitian disusun menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan dua faktor perlakuan. Klon sebagai petak utama yang terdiri dari GMB 4, GMB 7, GMB 9, dan GMB 11. Konsentrasi Benzyl Amino Purine (BAP) sebagai anak petak yang terdiri dari 0 ppm, 30 ppm, 60 ppm, 90 ppm, dan 120 ppm. Hasil penelitian menunjukan adanya interaksi antara klon dan konsentrasi BAP terhadap pertambahan diameter batang pada 4 MSP. Konsentrasi BAP 60 ppm berpengaruh paling baik terhadap diameter batang dan jumlah tunas pada 2 MSP. Klon GMB 4 menunjukan hasil terbaik terhadap jumlah tunas.Kata kunci       : TBM, Klon GMB, BAP
Pengaruh cuaca terhadap hasil pucuk teh (Camellia sinensis L.(O) Kuntze) klon GMB 7 pada periode jendangan dan pemetikan produksi Intan Ratna Dewi Anjarsari; Erdi Rezamela; Heri Syahrian; Vitria Hapsari Rahadi
Kultivasi Vol 19, No 1 (2020): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.186 KB) | DOI: 10.24198/kultivasi.v19i1.23375

Abstract

Sari. Banyak faktor yang berperan dalam peningkatan produktivitas tanaman teh, diantaranya adalah faktor cuaca, seperti peningkatan curah hujan dan pergerseran musim. Pertumbuhan dan hasil tanaman teh pada musim kemarau  terutama setelah tanaman teh dipangkas dan memasuki fase jendangan dan pemetikan produksi akan lebih baik bila air cukup tersedia dan suhu tidak terlalu tinggi, sebaliknya pada musim hujan hasil tidak terlalu tinggi dan rentan terserang hama penyakit namun kualitas teh cenderung baik.  Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh cuaca terhadap bobot basah pucuk, bobot kering pucuk, dan rasio pucuk peko burung pada periode jendangan dan pemetikan produksi.  Percobaan dilaksanakan  di Kebun Percobaan Blok A5 Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung dari Maret-September 2018. Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini tanaman teh  TM  klon GMB 7  (umur 7 tahun)  sebanyak 960 tanaman (satu plot sebanyak 10 tanaman)  dengan jarak tanam 110 cm x 90 cm. Eksperimen ini menggunakan korelasi Pearson pada level signifikansi 5%. Jumlah data berpasangan antara data cuaca dan data produksi daun teh adalah 24 unit komposit. Data cuaca yang diamati adalah suhu, kelembaban, curah hujan, dan radiasi matahari, sementara data produksi yang diamati adalah bobot basah dan bobot kering pucuk. Hasil analisis menunjukkan bahwafaktor suhu, kelembaban, curah hujan, dan  radiasi matahari berkorelasi negatif  dan tidak signifikan terhadap bobot basah dan bobot kering pucuk pada periode pemetikan jendangan. Unsur cuaca yaitu suhu, kelembaban, curah hujan, dan radisi matahari  berkorelasi negatif  terhadap bobot basah pucuk (BBP) dan bobot kering pucuk (BKP) pada periode pemetikan  produksi. Faktor suhu secara  signifikan/nyata dengan nilai korelasi sebesar 0,99  berpengaruh terhadap bobot kering pucuk.  Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu akan menurunkan bobot kering pucuk.Kata kunci : Perubahan cuaca ∙ Jendangan ∙ Pemetikan produksi Abstract. Many factors play a role in increasing the productivity of tea plants, including weather factors, such as increasing rainfall and shifting seasons. The growth and yield of tea plants in the dry season, especially after the tea plants are pruned into the tipping period and production plucking, will be better if water is available and the temperature is not too high, vice versa in the rainy season yields are not too high and susceptible to disease pests, but tea quality tends to be good. This study aimed to examine the effect of weather on shoot wet weight, shoot dry weight, and the ratio of banji shoots in tipping and production plucking period of tea. The experiment was carried out in the Block A5 Experimental Plantation, Tea and Quinine Research Center, from March until September 2018. The plant material used in this study was tea clones of GMB tea (7 years old) and number of sample was 960 plants (one plot of 10 plants) with spacing 110 cm x 90 cm. This experiment used Pearson correlation in of 5% of significance level. The number of paired data between weather data and tea leaf production data was 24 composite units. Weather data were temperature, humidity, rainfall, and solar radiation, while tea production data were wet and dry weight of shoot.The results of the analysis showed that temperature, humidity, rainfall, and solar radiation, had negative correlation and correlated not significantly to the wet weight and shoot dry weight of the shoot in tipping period. It had negative correlation too to shoot wet weight and shoot dry weight in tipping period. The temperature factor correlated significantly with a correlation value of 0.99 to the shoot dry weight. This showed that increasing the temperature will reduce the shoot dry weight.Keywords: Weather change ∙ Tipping ∙ Production plucking
Kadar pati akar dan sitokinin endogen pada tanaman teh menghasilkan sebagai dasar penentuan pemangkasan dan aplikasi zat pengatur tumbuh Intan Ratna Dewi Anjarsari; Jajang Sauman Hamdani; Cucu Suherman Victor Zar; Tati Nurmala; Heri Sahrian; Vitria Puspitasari Rahadi
Kultivasi Vol 17, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.569 KB) | DOI: 10.24198/kultivasi.v17i2.16786

Abstract

ABSTRAK Pemangkasan pada tanaman teh dilakukan salah satunya untuk menginisiasi tumbuhnya banyak tunas sebagai bakal pembentukan pucuk peko. Pemangkasan mengubah luas daun, kapasitas fotosintesis perdu, mempengaruhi keseimbangan metabolisme antara organ di atas dan di bawah tanah dengan  mengurangi  jumlah tumbuh tunas yang berfungsi sebagai sumber dan pengguna untuk nutrisi dan hormon. Sampai saat ini pertumbuhan tunas sebagai bakal daun setelah pemangkasan terjadi secara alami tanpa penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT). Pada dasarnya rekayasa fisiologis dengan menggunakan ZPT sitokinin dapat menjadi pilihan untuk lebih memacu pertumbuhan cabang lateral dan tunas serta memecahkan dormansi pucuk. Tujuan penelitian pendahuluan ini  adalah untuk mengetahui   kadar pati akar, kadar sitokinin endogen, serta status hara tanah  guna menentukan waktu pemangkasan yang tepat dan dasar untuk dilakukan aplikasi zat pengatur tumbuh setelah dipangkas. Penelitian selanjutnya adalah penggunaan sitokinin BAP pada berbgai dosis pada tanaman teh yang sudah dipangkas.  Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Agustus  hingga Oktober 2017 di kebun percobaan Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung  pada ketinggian 1250 m di atas permukaan laut (dpl). Metode pengambilan sampel daun, akar, dan tanah di lapangan dilakukan secara komposit untuk setiap ulangan selanjutnya dilakukan analisis pati akar, sitokinin endogen serta hara tanah. Hasil uji kualitatif pati akar menggunakan iodium mengindikasikan bahwa tanaman teh siap untuk dipangkas terlihat dari sampel akar yang ditetesi iodium menunjukkan warna hitam. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar pai akar berada pada kisaran 6.99 % hingga 9,16% dan sitokinin endogen ada pad akisaran 0,0016% hingga0,0019%.  Penentuan kadar pati akar, kondisi lingkungan serta status hara sebelum pemangkas diperlukan agar meminimalisasi tingkat kematian perdu teh serta analisis sitokinin endogen diperlukan untuk lebih  mengoptimalkan dosis sitokinin yang akan diberikanKata Kunci : pemangkasan, sitokinin endogen, kadar pati akar. ABSTRACT  Pruning on tea plants is  perfomed initiating growth of shoots to be pecco stadia. Pruning changes the leaf area, the capacity of photosynthetic tea bush, affecting the metabolic balance between upper and underground organs by reducing the growing number of buds that function as sources and sinks for nutrients and hormones. Until now the growth of shoots as leaf will after pruning occurs naturally without the addition of plant growth regulating substances (PGR). Essentially physiological engineering using  cytokinins can be an option to increase the growth of lateral branches and buds as well as break the shoot dormancy. The preliminary study was conducted from August to October 2017 at experimental field of Gambung Tea and Quinine Research Center (PPTK) at an altitude of 1250 m above sea level (asl). Preliminary method used in the form of analysis of root starch, endogenous cytokinin and soil nutrients to  determined the proper pruning time and the basis for the application of  plant growth regulator substances after pruning. The results of a qualitative test of root content using iodine indicated that the tea plant was ready to be pruned visible from the root samples that iodized spots showed black. The result of  laboratory test  showed that root starch content was in the range of 6.99 to 9.16. and cytokinin endogen  preliminary analysis showed that the levels are in the range of 0.0016 up to 0.0019. Determination of root starch, environmental conditions and nutrient status before pruning is necessary in order to minimize mortality rate of tea bush as well as analysis of endogenous cytokinin is needed to further optimize the dose of cytokinin to be given. Keywords : cytokinins, pruning,  root starch content
Penurunan nilai konduktansi stomata, efisiensi penggunaan cahaya, dan komponen pertumbuhan akibat genangan air pada beberapa genotip tanaman tebu Mochamad Arief Soleh; Intan Ratna Dewi Anjarsari; Santi Rosniawaty
Kultivasi Vol 19, No 2 (2020): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v19i2.22471

Abstract

AbstrakFenomena perubahan iklim mempengaruhi distribusi hujan yang tidak merata. Kelebihan air hujan di lahan akan menyebabkan genangan air karena sistem drainase lahannya kurang baik yang berdampak terganggunya pertumbuhan dan hasil tanaman tebu. Dalam kondisi tergenang (G), jumlah anakan beberapa genotip tebu menurun bila dibandingkan dengan kondisi tanpa genangan (TG) pada 77 hari setelah penggenangan (HSP), kecuali genotip tebu GMP1. Jumlah anakan tersebut berkisar antara 6,7 untuk genotip KK sampai 10,3 anakan untuk genotip GMP1. Sedangkan pada kondisi tanpa genangan kisaran jumlah adalah 8 untuk genotip PS864 sampai 13,7 untuk genotip KK. Kondisi genangan air juga telah menurunkan nilai konduktansi stomata (gs) pada semua genotip tebu yang diamati pada 7 HSP yang nilainya berkisar 239,5 mmol H2O·m-2·s-1untuk genotip KK sampai 516,2 mmol H2O·m-2·s-1untuk genotip PSJT941. Genotip yang memiliki nilai perbedaan gs yang kecil pada perlakukan G dan TG seperti GMP1, cenderung memiliki jumlah anakan lebih banyak dibanding genotip yang lainnya. Cekaman abiotik seperti genangan telah mempengaruhi respons tinggi tanaman dan efisiensi penggunaan radiasi cahaya (RUE), dimana kondisi genangan telah meningkatkan tinggi tanaman dan nilai RUE menunjukkan tanaman dapat  beradaptasi dalam kondisi kekurangan oksigen tanah dengan mempertinggi bagian pupus dan memperpanjang akar. Penelitian ini telah menunjukkan beberapa sifat adaptif dalam kondisi genangan air pada beberapa genotip tebu yang nantinya dapat menjadi referensi pemulia tebu dalam merakit tebu toleran genangan dimasa datang. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengklarifikasi faktor-faktor yang mendasari perbedaan respons dari beberapa genotip tebu dalam kondisi genangan dan atau kekeringan.Kata kunci: genangan, tebu, jumlah anakan, konduktansi stomata AbstractPhenomenon of climate change has been affecting imbalance rainy distribution at many places. Moreover, excessive rainfall in the field has often occurring waterlogging due to poor soil drainage system. This condition is affecting plant growth and yield. Tiller number of four sugarcane genotips grown under waterlogging (WL) tended to be reduce compared to well watered condition (WW) at 77 days after treatment (DAT) of WL except genotip of GMP1. It ranged from 6.7 of KK (Kidang Kencana) to 10.3 of GMP1, while under WW it ranged from 8 of PS864 and GMP1 to 13.7 of KK. WL condition has reduced stomatal conductance of all genotips at 7 DAT that ranged from 239.5 mmol H2O·m-2·s-1of KK to 516.2 mmol H2O·m-2·s-1 of PSJT941. Smaller difference in gs between 0 and 7 DAT of WL tended to be higher in tiller number such as in GMP1. Abiotic stresses of WL had affected to plant height and radiation use efficiency (RUE), there were higher in plant height and RUE under WL condition showed plant had adapted to cope limiting factor of soil oxygen content by produce higher in root and or shoot. This study showed adaptation trait of sugarcane genotips under WL condition, which is some of the traits could be taken for sugarcane breeding program in the future. Further research is needed to clarify wider of physiological factor affecting growth and development of sugarcane under WL and Drought condition.Keywords: waterlogging, sugarcane, tiller number, stomatal conductance.
Pengaruh metode pemangkasan dan pendekatan hormonal terhadap analisis pertumbuhan tanaman teh klon GMB 7 pada periode pemetikan produksi Intan Ratna Dewi Anjarsari; Erdiansyah Rezamela; Heri Syahrian; Vitria Puspitasari Rahadi
Kultivasi Vol 20, No 1 (2021): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v20i1.31982

Abstract

Abstrak. Teh (Camellia sinensis  L.(O) Kuntze) merupakan tanaman tahunan yang pucuknya rutin dipetik, sehingga proses fotosintesis harus optimal. Fotosintesis adalah proses fisiologis yang bertanggung jawab dalam hampir semua akumulasi bahan kering pada tanaman. Peningkatan bahan kering adalah  bagian yang paling penting untuk analisis kuantitatif pertumbuhan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pertumbuhan pada tanaman teh setelah diberikan perlakuan jenis pangkasan, tinggi pangkasan, dan zat pengatur tumbuh. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung, Ciwidey. Penelitian dimulai Juli 2018 hingga Oktober 2018. Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan membentuk model regresi polinomial untuk menentukan tinggi pangkasan dan konsentrasi zat pengatur tumbuh terbaik pada setiap jenis pangkasan. Jenis pangkasan meliputi pangkasan bersih dan pangkasan ajir. Tinggi pangkasan meliputi ketinggian pangkasan, diantaranya 40, 50, dan 60 cm. Konsentrasi zat pengatur tumbuh meliputi 0 ppm, 60 ppm benzil amino purin, 50 ppm asam giberelat, dan 60 ppm benzil amino purin + 50 ppm asam giberelat. Sampel pucuk yang digunakan untuk analisis pertumbuhan tanaman diambil dari pemetikan produksi, dengan daur petik 14 hari sekali dan dilakukan sebanyak 6 kali pemetikan. Pengukuran analisis pertumbuhan teh meliputi nisbah luas pucuk, laju asimilasi pucuk, dan laju pertumbuhan pucuk.  Hasil analisis menunjukkan bahwa aplikasi pemangkasan bersih pada tinggi pangkasan 60 cm disertai 50 ppm asam giberelat cenderung meningkatkan nisbah luas pucuk, laju asimilasi pucuk, dan laju pertumbuhan pucuk, sedangkan aplikasi pemangkasan ajir/jambul pada tinggi pangkasan 60 cm disertai 60 ppm benzil amino purin cenderung meningkatkan laju asimilasi pucuk serta laju pertumbuhan pucuk.Kata kunci: Analisis pertumbuhan, Hormon, Klon GMB 7, Pangkasan, Pemetikan produksi. Abstract. Tea (Camellia sinensis  L.(O) Kuntze) is an perennial plant whose shoots are regularly picked, so the photosynthesis process have to be optimal. Photosynthesis is a physiological process which is responsible for almost all dry matter accumulation in plants. The increase in dry matter is the most important part for quantitative analysis of plant growth. The purpose of this study was to analyze the growth in tea plants after being treated by the types of pruning, cutting height, and growth regulator applications. The research was carried out at the Experimental Station of Research Institute for Tea and Cinchona, Gambung, Ciwidey. The study was started from July to October 2018. The research was conducted descriptively by forming a polynomial regression model to determine the best pruning height and concentration of growth regulators for each type of pruning. Types of pruning included clean pruning and stalk trimming. Pruning height included height of 40, 50, and 60 cm. The concentration of growth regulators included 0 ppm, 60 ppm benzyl amino purine, 50 ppm gibberellic acid, and 60 ppm benzyl amino purine + 50 ppm gibberellic acid. Shoot samples which used for plant growth analysis were taken from production picking, with a picking cycle 14 days and carried out 6 times. Measurement of shoot growth analysis included shoot area ratio, net assimilation rate, and pecco growth rate. The results of the analysis showed that the application of clean pruning at 60 cm pruning height accompanied by 50 ppm of gibberellic acid tended to increase the ratio of shoot area, shoot assimilation rate, and shoot growth rate, while the application of stalk trimming at 60 cm pruning height accompanied by 60 ppm benzyl amino purine tended to be increase net assimilation rate and pecco growth rate.Keywords: Clones GMB 7, Growth analysis, Hormone, Production plucking, Pruning.