Claim Missing Document
Check
Articles

Effectiveness of arbuscular mycorrhizal fungi in increasing growth and yield of maize overlaid on oil palm aged 4 years Suherman, Cucu; Nurliawati, Sri Desi; Ariyanti, Mira; Dewi, Intan Ratna; Soleh, Mochamad Arief
Kultivasi Vol 22, No 2 (2023): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v22i2.43958

Abstract

The intercropping system in oil palm plantations is an effort to optimize land, especially at the immature stages (IS), which have a large open space between the trees, so it can be used for cultivating annual crops such as maize. Oil palm trees are generally planted on marginal lands, such as Inceptisol, which generally lacks in phosphor (P). These problems can be reduced by applying arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) to elevate P. This experiment was to determine the dosage and effectiveness of AMF that can improve the growth and yield of maize intercropped with a 4-year-old oil palm. The experiment was conducted at the Ciparanje Experimental Station, Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran, from February to May 2022. The experiment used a randomized block design (RBD) with six treatments and was repeated four times. The treatment consisted of giving AMF doses, which included: without AMF, 2 g AMF/plant, 4 g AMF/plant, 6 g AMF/plant, 8 g AMF/plant, 10 g AMF/plant. The results showed that the application of AMF can increase growth and better yield maize. A dosage of 10 g AMF/plant is the best treatment, increasing plant height, cob length, cob diameter, dry shelled weight, and 100 seed weight, each 3, 04%, 5.5%, 8.1%, 50.21%, and 8.42% compared to no AMF.Keywords: arbuscular mycorrhizal fungi, intercropping, maize, oil palm 
Growth response of not-ready-to-distribute tea (Camellia sinensis (L) o. Kuntze) seedlings due to application of biofertilizer at various concentrations and intervals Anjarsari, Intan Ratna Dewi; Rosniawaty, Santi; Panggabeaan, Johannes Yesse
Kultivasi Vol 22, No 1 (2023): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v22i1.42470

Abstract

The plantation rejuvenation program makes the need for ready-to-distribute tea seedlings getting higher. Meanwhile, the nursery's seedlings are mostly not ready to distribute. This study aimed to determine the response of not-ready-distribute tea seedlings due to the application of biofertilizers at various concentrations and intervals. This experiment was carried out at Gambung Tea and Quinine Research Center Nursery, conducted from December 2021 to February 2022 at an altitude of 1,350 meters above sea level (asl). The experimental method used was a randomized block design with eight treatment combinations, namely: control (no fertilizer); urea fertilizer every two weeks; Biofertilizer 5 mL L-1 + interval once a week; Biofertilizer 5 mL L-1 + interval every two weeks; Biofertilizer 10 mL L-1 + break once a week; Biofertilizer 10 mL L-1 + interval every two weeks; Biofertilizer 15 mL L-1 + interval once a week; Biofertilizer 15 mL L-1 + interval every two weeks, all repeated four times. The experimental results showed that treatment of biological fertilizers influenced the parameter number of leaves and chlorophyll index. The application of biofertilizer with a concentration of 15 mL L-1 + interval of 2 weeks greatly influenced the parameters of leaf number and chlorophyll content index.
Additional cocopeat and coconut water improves the seedling growth of robusta coffee Anjarsari, Intan Ratna Dewi; Febiola, Anita; Ariyanti, Mira; Defri, Ifwarisan
Kultivasi Vol 23, No 1 (2024): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v23i1.50893

Abstract

Robusta coffee production can be sucessed by using high-quality seedlings that have good growth performance. One of several keys to success in seedling production is the choosing best planting medium and providing exogenous growth regulators. These include using cocopeat planting media and giving coconut water. This research aims to determine whether using cocopeat planting media and providing coconut water can increase the growth of robusta coffee seedlings. The experiment used a randomized complete group design with six treatments and four replications; each experimental unit consisted of three robusta coffee seedlings. The six tested treatments were control (topsoil 100%); cocopeat 50% + topsoil 50%; cocopeat 100%; topsoil 100% + coconut water 200 mL; cocopeat 50% + topsoil 50% + coconut water 200 mL; and cocopeat 100% + coconut water 200 mL. This study indicated that cocopeat and coconut water could increase the growth of robusta coffee seedlings. The composition of cocopeat 100% and the combination of topsoil 50% + cocopeat 50% had an improvement effect on the growth of robusta coffee seedlings.
Aplikasi Berbagai Perbanyakan Vegetatif pada Plasma Nutfah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain.) Asal Sumedang Maxiselly, Yudithia; Shabrina, Rahmaini Afifah; Maulana, Haris; Ismail, Ade; Anjarsari, Intan Ratna Dewi
Zuriat Vol 35, No 1 (2024): Mei, 2024
Publisher : Breeding Science Society of Indonesia (BSSI) / PERIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/zuriat.v35i1.54563

Abstract

Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain.) merupakan tanaman hortikultura yang banyak ditanam dengan sistem home garden di Indonesia. Pengembangan tanaman ini kebanyakan masih menggunakan perbanyakan generative yaitu dengan biji. Kendala perbanyakan dengan biji adalah waktu reproduktif yang lama dan variasi hasil panen. Pemanfaatan plasma nutfah yang telah di identifikasi dengan melakukan perbanyakan vegetatif menggunakan setek daun dan pencangkokan bertujuan untuk mempersingkat umur tanaman dan menyeragamankan hasil panen dibandingkan dengan perbanyakan biji. Penelitian ini dilakukan di wilayah Sumedang Jawa Barat dengan mencangkok secara insitu pada tanaman induk jengkol yang telah dikarakterisasi sebelumnya, selain itu membawa preparat untuk diperbanyak melalaui setek daun. Hasil dari penelitian ini memperoleh perbanyakan vegetatif menggunakan setek daun mati total dan 19 cangkokan yang hidup dari 34 total cangkokan. Hal ini menunjukkan perbanyakan vegetatif melalui system pencangkokan lebih kompatibel pada tanaman jengkol di bandingkan dengan setek daun.
PROSPEK PENGEMBANGAN BUDIDAYA BUNCIS DUSUN CIKEUYEUP KECAMATAN SUKASARI KABUPATEN SUMEDANG Anjarsari, Intan Ratna Dewi
Dharmakarya Vol 12, No 3 (2023): September, 2023
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/dharmakarya.v12i3.42818

Abstract

Kebutuhan masyarakat akan sayuran semakin meningkat di era globalisasi sekarang seiring kesadaran manusia akan kebutuhan nutrisi dan gizi untuk  meningkatkan Kesehatan. Bunci merupakan produk hortikultura yang mempunyai kandungan gizi, vitamin dan mineral yang dibutuhkan manusia untuk proses metabolismenya Sayuran yang segar dan bebas dari bahan-bahan berbahaya atau zat berbahaya bagi manusia merupakan idaman bagi setiap manusia. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat bertema Potensi Pengembangan Buncis dan Teknik Budidayanya dilaksanakan di Desa Sindangsari  Dusun Cikeuyeup Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang memiliki tujuan, diantaranya memberikan pemahaman, serta wawasan bahwa  budidaya buncis cukup potensial dikembangkan di Desa Sindangsari karena di samping dapat dikonsumsi sendiri juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan ibu-ibu kelompok wanita tani dan kader PKK tempat pelaksanaan kegiatan di kawasan Desa Sindangsari yang berlangsung pada bulan Juni 2022 hingga September 2022. Metode yang digunakan adalah: kegiatan penyuluhan, pelatihan pengembangan tanaman buncis, serta  pembuatan demplot percontohan tanaman buncis. Hasil kegiatan ini menunjukkan respons yang positif terlihat dari minat dan ketertarikan ibu PKK yang cukup tinggi.  Melalui sosialisasi ini pengetahuan dan praktek mengenai budidaya buncis meningkat, serta antusiasme kelompok ibu PKK membudidayakan tinggi terbukti dari hasil panen buncis ini dapat dikonsumsi sertasebagian dipasarkan disekitar lingkungan sekitar.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA PAMEKARSARI KECAMATAN SURIAN KABUPATEN SUMEDANG MELALUI BUDIDAYA LADA: MENUJU KEMANDIRIAN DAN KESEJAHTERAAN Anjarsari, Intan Ratna Dewi
DHARMAKARYA: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol 13, No 2 (2024): Juni : 2024
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/dharmakarya.v13i2.50811

Abstract

Nilai ekonomi lada pada subsektor perkebunan cukup penting dan perlu penguatand aya saingnya untuk menghadapi semakin tajamnya kompetisi pasar ke depan.Ketertarikan masyarakat untuk membudidaya lada cukup besar karena memberikan kompensasi pendapatan yang cukup menarik,walaupun kadang kadang sering terjadi fluktuasi harga akibat dinamika pasar kocal maupun regional. Desa Pamekarsari termasuk salah satu desa yang berada di wilayah administratif Kecamatan Surian Kabupaten Sumedang. Desa ini dipilih sebagai lokasi Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM)  karena memiliki potensi yang besar dalam budidaya lada, sebagian besar penduduknya masih hidup dari pertanian. Tujuan PKM ini m untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan penduduk melalui pengembangan budidaya lada. Waktu kegiatan dilaksanakan pada bulan Juni 2023 sampai September 2023. Metode yang digunakan  dalam kegiatan ini melibatkan penyuluhan teknologi budidaya lada, pelatihan,  demonstrasi plot serta pendampingan  Kesimpulan dari kegiatan ini bahwa Desa Pamekarsari merupakan lokasi strategis untuk pengembangan budidaya lada mengingat kondisi Tanah dan Iklim yang mendukung pertumbuhan budidaya lada. Melalui kegiatan PKM ini diharapkan  dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada petani, sehingga mereka dapat mandiri dalam mengelola usaha budidaya lada, dengan meningkatnya pendapatan dan kualitas produksi, diharapkan kualitas hidup petani dan masyarakat setempat akan meningkat. program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, mutu hidup, dan kemandirian masyarakat Desa Pamekarsari. Dengan berfokus pada budidaya lada sebagai usaha utama, diharapkan bahwa program ini dapat mencapai hasil yang signifikan dalam menciptakan kesejahteraan dan kemajuan ekonomi bagi penduduk desa tersebut.   
Keefektifan Penggunaan Pupuk Anorganik dan Aplikasi Kitosan dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) Rachman, Annisa Lugina; Anjarsari, Intan Ratna Dewi; Soleh, Mochamad Arief; Rezamela, Erdiansyah
Agrikultura Vol 35, No 1 (2024): April, 2024
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/agrikultura.v35i1.53754

Abstract

Selama lima tahun terakhir, produktivitas teh di Indonesia cenderung fluktuatif dengan tren meningkat. Salah satu langkah untuk meningkatkan produktivitas tanaman teh adalah melalui pemupukan.  Aplikasi pupuk anorganik dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman the. Kitosan merupakan senyawa organik turunan kitin yang berasal dari limbah atau cangkang kepiting dan udang dimana salah satu peran dari  kitosan dapat meningkatkan kandungan klorofil sehingga diharapkan aktivitas fotosintesis tanaman  teh lebih efektif Pemberian pupuk anorganik N, P, K dan kitosan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pucuk teh sehingga terjadi peningkatan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons morfologis, dan fisiologis tanaman teh menghasilkan klon GMB 7 serta menentukan kombinasi dosis pupuk anorganik dan bahan organik cair yang mengandung kitosan. Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni 2023 sampai dengan September 2023  di Kebun Percobaan Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, Jawa Barat dengan ketinggian tempat 1.250 m dpl. Tanaman yang digunakan adalah tanaman teh menghasilkan (TM) klon GMB 7 umur  tujuh  tahun. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Percobaan terdiri dari sembilan perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan kitosan  dan diulang sebanyak empat kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi pemberian pupuk anorganik N, P, K dan bahan organik cair kitosan pada tanaman teh menghasilkan klon GMB 7, berpengaruh  terhadap pertumuhan dan hasil  meliputi indeks klorofil daun dan nilai konduktansi stomata dan bobot segar pucuk, namun tidak berbeda nyata terhadap bobot kering pucuk dan rendemen pucuk. Perlakuan yang diberikan memberikan hasil yang berbeda-beda di setiap pengamatannya pada parameter jumlah peko, jumlah burung dan rasio peko-burung. Kombinasi pemberian 75% pupuk anorganik dan 30 ml/l bahan organik cair kitosan memberikan pengaruh yang paling baik terhadap bobot  pucuk segar tanaman teh klon GMB 7. Kombinasi ini juga memberikan pengaruh yang terbaik pada respons jumlah pucuk peko, jumlah pucuk burung, indeks klorofil daun dan nilai konduktansi stomata.
A review on detection of drought stress in tea plants through morphological, physiological, and biochemical approaches Anjarsari, Intan Ratna Dewi; Suminar, Erni; Wiharti, Nabila Ragil
Kultivasi Vol 24, No 1 (2025): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v24i1.62127

Abstract

Tea plants (Camellia sinensis) are important commodities with high economic value, but their production is greatly affected by environmental stresses such as drought and extreme temperatures. Global warming in recent years has led to extreme weather events and an increase in the earth's temperature, which also causes drought. Drought stress is one of the most significant abiotic factors affecting crop productivity. However, despite significant progress, there remains a notable gap in research, particularly the lack of integrated studies that combine morphological, physiological, and biochemical indicators for early and precise detection of drought stress in tea plants. To identify and mitigate the impact of this stress, a comprehensive approach is needed that includes morphological, physiological, and biochemical aspects. The morphological approach includes changes in leaf structure, stomatal size and number, and root growth patterns. From a physiological perspective, plant response to drought can be seen through measurements of transpiration rate, leaf water potential, and photosynthetic capacity. On the biochemical side, the accumulation of compounds such as proline, antioxidant enzymes, and stress-related hormones, such as abscisic acid, plays a crucial role in plant adaptation to drought conditions. This review summarizes the latest findings related to these indicators by analyzing relevant articles published between 2007 and 2024, obtained through reference searches on Google Scholar and academic databases such as Scopus, EBSCO, and Clarivate. The articles were further analyzed using descriptive methods. This review aims to summarize the latest findings related to these indicators and identify the most effective methods for detecting drought stress in tea plants. A deeper understanding of the tea plant's response to drought through these three approaches is expected to provide a solid basis for developing better drought management strategies to maintain tea plant productivity amid increasingly extreme climate change.
OPTIMASI BUDIDAYA JAHE MERAH: STRATEGI PENGEMBANGAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KUALITAS DI DESA PASIGARAN KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG Anjarsari, Intan Ratna Dewi
DHARMAKARYA: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol 13, No 4 (2024): Desember : 2024
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/dharmakarya.v13i4.57684

Abstract

Desa Pasigaran memiliki posisi yang tidak terlalu jauh dari pusat Kecamatan Jatinangor. Pada umumnya petani di Desa Pasigaran membudidayakan tanaman pangan dan palawija, sedangkan tanaman rempah dan obat seperti jahe merah ditanam hanya sekedar pelengkap saja. Jahe merah merupakan memiliki prospek yang sangat baik dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya budaya tradisional dan meningkatkan nilai ekonomis komoditas ini. Teknik budidaya yang tepat juga sangat penting untuk meningkatkan produksi dan kualitas jahe merah. Salah satu solusi  untuk memberdayaan lahan pekarangan yang ada  oleh kelompok kelompok wanita tani  adalah mengenalkan jahe merah sebagai tanaman rempah dan obat  ini untuk dikelola lebih baik lagi.  Tujuan dari kegiatan pengabdian ini adalah adalah memberdayakan kelompok Kelompok Wanita Tani (KWT)  di Desa ini supaya jauh lebih produktif dan dalam  menghasilkan dengan membudidayakan jahe merah.  Sosialisasi ini menggunakan  metode penyuluhan budidaya jahe merah, menampilkan contoh produk olahan jahe merah yang sudah ada di pasaran dan praktek langsung budidaya jahe merah dalam polibeg. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa kelompok tani sangat tertarik dan berminat dalam budidaya jahe merah, yang tercermin dari keaktifan dalam berdiskusi maupun dalam melaksanakan pelatihan. Melalui metode ini menunjukkan respons yang positif terlihat dari minat dan ketertarikan kelompok tani yang cukup tinggi sehingga  diharapkan pengetahuan mengenai budidaya jahe merah meningkat, serta produksi jahe merah di Desa Pasigaran dapat meningkat secara signifikan, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar dan meningkatkan pendapatan petani.Pasigaran Village is located not too far from the center of Jatinangor Subdistrict. Farmers in Pasigaran Village cultivate food crops and secondary crops, while spices and medicinal plants such as red ginger are planted only as a complement. Red ginger has excellent prospects in increasing public awareness of the importance of traditional culture and increasing the economic value of this commodity. Proper cultivation techniques are also essential to increase the production and quality of red ginger. One of the solutions to empower the existing yard land by the Women Farmers group is to introduce red ginger as a spice and medicinal plant to be managed better.  This service activity aims to empower the Women Farmers group in this village to be much more productive and productive by cultivating red ginger. This socialization uses the method of counseling red ginger cultivation, showing examples of processed red ginger products that already exist in the market and the direct practice of red ginger cultivation in polybags. The results of the activity showed that the farmer groups were very interested in the cultivation of red ginger, which was reflected in the activeness in the discussion and in carrying out the training. Through this method, the farmer groups showed a positive response as seen from the high interest of the farmer groups. It is expected that the knowledge of red ginger cultivation will increase, and the production of red ginger in Pasigaran Village can increase significantly so that it canto meet market demand and increase farmers' income.
Post-drought growth recovery of tea (Camellia sinensis) under different techniques and doses of biofertilizer applications Wiharti, Nabila Ragil; Anjarsari, Intan Ratna Dewi; Maxiselly, Yudithia
Kultivasi Vol 24, No 2 (2025): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v24i2.63588

Abstract

 Drought stress is a major limiting factor affecting the growth, yield, and quality of tea (Camellia sinensis). The present study aimed to analyze the success of post-drought growth recovery of tea in response to different techniques and doses of biofertilizer applications. Field experiments were conducted from January to August 2024 in the experimental garden of the Research Institute for Tea and Cinchona, Gambung Blok A8, Bandung. This work was arranged in a split-plot design, consisting of a main plot with two biofertilizer application techniques (foliar feeding and soil drenching) and subplots with four levels of biofertilizer dosage (control (B1), 15 L ha-¹ (B2), 22.5 L ha-¹ (B3), and 30 L ha-¹ (B4), with three replications. The results showed a significant interaction of biofertilizer dose and technique on shoot dry weight and plant growth rate of tea. There was an independent effect of biofertilizer dose on leaf area ratio. Applying a biofertilizer dose of 15 L ha-1 through soil drenching produced the best plant growth rate and shoot dry weight at the 6th harvest.