Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

Praktik Konsumsi Fans JKT48: Kajian Kritis Neo-Marxisme Rino Andreas
Jurnal Humaniora : Jurnal Ilmu Sosial, Ekonomi dan Hukum Vol 4, No 1 (2020): April 2020
Publisher : Center for Research and Community Service (LPPM) University of Abulyatama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (611.642 KB) | DOI: 10.30601/humaniora.v4i1.771

Abstract

Industi budaya yang tumbuh pesat dalam sistem kapitalisme lanjut, bekelindan dengan ideologi konsumesime menjadikan masyarakat kehilangan daya kritisnya dan menjadi auidens yang pasif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara kritis paktik konsumsi fans JKT48 yang nampak dalam postingan-postingan di grup Facebook JKT48 Fans Club. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskrtiptif kualitatif digabungkan dengan katamata paradigma neo-marxian. Hasilnya, ideologi konsumerinme telah menghegemoni fans JKT48 dengan menciptakan kebutuhan palsu secara terus menerus sebagai tujuan ideal. Hal itu kemudian menjadikan fans larut dalam roda kapitalistik. Namun di satu sisi, fans JKT48 memiliki potensi melakukan negosiasi dan perlawanan terhadap status quo, yang diwujudkan dengan ucapan-ucapan keluh kesah yang mereka ungkapkan dalam postingan grup, hal itu juga menjadi bentuk kontra-hegemoni. Mereka berpandangan bahwa tidak semua hal terkait budaya pop Jepang bisa diadopsi pada kehidupan mereka. Anggota grup melakukan negosiasi terhadap apa yang di konsumsinya dengan cenderung menyesuaikan hal-hal yang diadopsinya dengan kondisi sosial budaya disekitar.
Rumah ramah rubella sebagai kelompok dukungan online di facebook Rino Andreas; Rina Sari Kusuma
Manajemen Komunikasi Vol 4, No 2 (2020): Accredited by Republic Indonesia Ministry of Research, Technology, and Higher Ed
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jmk.v4i2.25128

Abstract

Situs jejaring sosial dapat membentuk interaksi sebuah komunitas atau kelompok dukungan online (KDO). KDO merupakan komunitas yang dibentuk dengan tujuan yang sama terkait topik tertentu. Kelompok ini tidak terbatas tempat, waktu, ideologi, status sosial, ekonomi maupun pendidikan. Oleh karena itu, interaksi di dalamnya jauh lebih fleksibel karena bisa berhubungan kapan saja dan dari mana saja. KDO sangat berguna untuk menghubungkan individu dengan orang-orang lain yang memiliki masalah kesehatan serupa. Salah satu bentuk KDO dalam situs jejaring sosial adalah grup Facebook Rumah Ramah Rubella. Penelitian ini bertujuan mengetahui pemanfaatan grup Facebook oleh Rumah Ramah Rubella sebagai kelompok dukungan online. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis isi kualitatif. Sumber data diambil dengan menggunakan teknik purposive, yakni 809 postingan wall dan komentar pada grup Facebook Rumah Ramah Rubella yang dihitung secara manual, selama dua bulan periode kampanye imunisasi MR di Indonesia yaitu Agustus sampai September. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis isi kualitatif menggunakan data koding dengan kategorisasi induktif. Hasil penelitian yang ada dalam grup Facebook menunjukkan bahwa fitur grup Facebook berupa status, gambar, video maupun akses file, bermanfaat dalam sarana dukungan sosial secara online berupa dukungan informasi, dukungan emosional, ruang terbuka ekspresi diri dan sarana promosi terkait dengan Campak dan Rubella, imunisasi MR, maupun penyakit secara umum.
INSTAGRAM DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT TONTONAN “GEJAYAN MEMANGGIL” Rino Andreas
Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial Vol 4 No 1 (2020)
Publisher : Universitas Pendidikan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1354.883 KB) | DOI: 10.38043/jids.v4i1.2259

Abstract

Aksi Gejayan merupakan demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa pada 23 September 2019 di Yogyakarta. Mahasiswa melakukan demostrasi sebagai respons terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan masyarakat dan mengancam semangat demokrasi di Indonesia. Media sosial Instagram kemudian dibanjiri dengan postingan foto-foto terkait aksi demonstrasi dengan tagar #GejayanMemanggil. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode semiotika yang menganalisis tanda dalam level denotasi dan konotasi, serta menggunakan teori masyarakat tontonan, konsep yang dipopulerkan oleh Guy Debord dalam melihat postingan foto-foto aksi Gejayan. Hasilnya, “Gejayan Spectacle” dilihat sebagai fenomena peserta aksi demonstrasi Gejayan yang aktif merepresentasikan dirinya. Mereka juga membangun citra diri sebagai objek yang dilihat dengan membedakan diri terhadap pengguna lain (distingsi). Disinilah peran ‘citra’ dimainkan sedemikian rupa, konsep ‘tontonan’ yang menyatukan masyarakat, menjelaskan bahwa dalam masyarakat tontonan terdapat keragaman penampilan yang berbeda-beda sebagai produk konstruksi sosial. Tontonan jumlah like/love dan komentar juga menjadi hal menarik ketika pengguna merasa diperhatikan dan dilihat, sehingga muncul kebanggaan. Lebih jauh, Gejayan Spectacle tidak hanya citra yang sengaja ditampilkan, melainkan memiliki nilai-nilai subversif. Foto peserta aksi di Instragam menjadi bentuk perlawanan simbolik dalam ruang cyber terhadap “status quo”                                                                              Kata Kunci: Gejayan, Instagram, Tontonan, Guy Debord
Bias Gender dalam Berita Kasus Vanessa Angel (Analisis Wacana Kritis Sara Mills dalam detik.com) Yudha Wirawanda; Rino Andreas; Vania Alayda Rahma
CHANNEL: Jurnal Komunikasi Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.548 KB) | DOI: 10.12928/channel.v7i1.13013

Abstract

ABSTRAKPemberitaan kasus prostitusi yang melibatkan Vanessa Angel dalam portal berita detik.com memperoleh atensi publik yang tinggi. Kolom komentar baik di portal berita maupun akun sosial media resmi diisi berbagai macam opini publik. Peneliti memilih lima berita dari portal berita ini pada hari kejadian dan satu hari setelah kejadian. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis wacana kritis dengan pendekatan Sara Mills dalam buku Feminist Stylistic. Dari pembahasan, peneliti melihat bahwa Vanessa sebagai perempuan dan selebritis ditampilan sebagai karakter yang negatif dalam kasus ini. Selain itu, Vanessa juga diposisikan sebagai objek dalam beberapa bentuk kalimat dalam kelima berita tersebut. Peneliti melihat bahwa wacana patriarki di Indonesia masih memosisikan perempuan dan public figure sebagai sosok yang memiliki nilai berita tinggi, namun juga rentan untuk diposisikan secara tidak berimbang. Peneliti juga melihat bahwa penulis berita sudah berusaha untuk memilih diksi dan menyusun kalimat secara seimbang. Namun wacana ideologi patriarki masih terlihat dalam beberapa narasi dan pembacaan produksi dan konsumsi wacana publik di portal berita secara khusus dan wacana di khalayak secara umum.
Komodifikasi Ruang dalam Program Televisi di Indonesia Rino Andreas
SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Vol 17, No 1 (2020): SOCIA: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial
Publisher : Yogyakarta State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/socia.v17i1.32668

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih dalam fenomena komodifikasi ruang hunian yang ditayangkan di program televisi d’SIGN NET. Ruang yang menjadi fasilitas pemenuhan kebutuhan individu ditransformasikan menjadi kepentingan ekonomi. Dalam konteks mekanisme pasar, ruang bukanlah entitas yang netral dan alamiah, melainkan dibentuk, dikonstruksikan dan direproduksi untuk memenuhi hasrat, gaya hidup, dan budaya konsumsi sebagai implikasi praktik-praktik adanya industri media. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode semiotika Roland Barthes yang di tampilkan di program d’SIGN NET. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ruang hunian urban dikonstruksikan oleh media dengan mengacu pada konsep interior, klasik, minimalis, maupun kontemporer kelas menengah atas atau elite. Tata ruang, posisi, maupun warna menjadi konten estetik ruang hunian yang ideal, di antaranya ruang tamu, ruang tidur, dapur, ruang anak, kamar mandi dan sebagainya. Lebih lanjut, tayang ini merepresentasikan ruang sebagai objek fetish sebagai konten media, yang pada akhirnya bertujuan meningkatkan rating, maupun iklan dan menjadi bagian dari arus kapitalisme. 
Hasrat Konsumsi Virtual dalam Permainan Daring Mobile Legends: Perspektif Deleuze dan Guattari Rino Andreas; Dian Arymami
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 8, No 2 (2021): December
Publisher : Departemen Sosiologi Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jps.v8i2.67351

Abstract

Konsumsi virtual, lekat dengan kehidupan masyarakat yang dimediasi oleh teknologi komunikasi dan informasi digital. Salah satunya dapat dilihat dalam ekosistem permainan daring (game online). Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi kompleksitas hasrat konsumsi virtual para pemain Mobile Legend: Bang Bang (MLBB) dari perspektif Deleuze dan Guattari serta memaparkan siasat para pemain MLBB yang berupaya keluar dari nilai-norma yang dimapankan oleh kapitalisme digital abad-21. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode etnografi virtual yang menempatkan peneliti dalam aktivitas observasi dan partisipasi aktif di ruang virtual. Berdasarkan observasi dan FGI (focus group interview) peneliti melihat bahwa hasrat konsumsi pemain MLBB berada di tataran mikro dan makro. Mesin hasrat dari perspektif Deleuze dan Guattari menghubungkan individu sekaligus sistem sosial sebagai (machinic assemblage). Hasilnya, hasrat konsumsi pemain MLBB tidak hanya di jelaskan dari relasi pemain dan objek virtual itu sendiri melainkan, juga mencakup jaringan kepentingan kapital yang lebih luas meliputi, pihak penyedia jaringan komunikasi, produsen perangkat mobile, perusahaan energi listrik, maupun perusahan finansial teknologi. Hasrat konsumsi sebagai aliran konstruktif, menghadirkan dinamika pemain yang melakukan deteritorialisasi.  Proses ini meninggalkan garis batas (line of flight) nilai-nilai yang dibangun oleh wilayah kapitalisme digital dengan cara melakukan praktik cheating. Pada gilirannya praktik cheating sebagai materialisasi hasrat “chaos” itu ditangkap kembali melalui proses reteritorialisasi oleh pengembang ke dalam sistem pengawasan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) yakni dengan memberikan hukuman. Memastikan para pemain melakukan konsumsi virtual sesuai dengan tatanan yang berlaku.  Maka, hasrat “chaos” telah dikodekan kembali oleh wilayah industri permainan daring, sehingga mendorong pemain mengeluarkan uangnya untuk membeli barang virtual secara terus menerus.
Permainan Tradisional dalam Membentuk Karakter Anak Usia Sekolah Dasar di Desa Baratan Rahmawati Faradiyah Nurul; Khoirunnisa’ Ismi Nur Intani; Rino Andreas; Dzikrina Aqsha Mahardika
Jurnal Ilmiah Kampus Mengajar Vol. 2, No. 1, April 2022
Publisher : Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah(ALPTK PTMA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.532 KB) | DOI: 10.56972/jikm.v2i1.35

Abstract

Pendidikan karakter merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk mendidik anak-anak agar dapat berperilaku baik, mengambil keputusan dengan benar, dan ikut serta dalam kontribusi positif di masyarakat. Masalah yang terjadi adalah permainan tradisional yang sudah mulai hilang karena saat ini anak-anak usia sekolah dasar lebih senang bermain permainan modern dan pentingnya menumbuhkan karakter pada anak usia sekolah dasar. Oleh karena itu, diperlukan adanya sosialisasi dan pengarahan terkait permainan tradisional dalam membentuk karakter anak usia sekolah dasar. Tujuan pengabdian ini adalah untuk membentuk karakter anak usia sekolah dasar melalui permainan tradisional. Metode pengabdian yang digunakan yaitu dengan memberikan bimbingan secara langsung melalui komunikasi efektif kepada anak-anak pada saat melakukan permainan. Hasil dari program pengabdian ini adalah program sosialisasi pentingnya permainan tradisional (SPPT), dan gerakan bermain ceria bersama yang dapat menumbuhkan karakter anak usia sekolah dasar dapat terlaksana dengan baik. Anak-anak dapat bermain dengan ceria dan secara tidak langsung dapat menumbuhkan karakter pada anak.
Komodifikasi Nasionalisme Dalam Iklan Sirup Khairul Syafuddin; Rino Andreas
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 7th University Research Colloquium 2018: Mahasiswa (student paper presentation)
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (721.793 KB)

Abstract

Iklan digunakan perusahaan atau instansi untuk menawarkan produkkepada konsumen. Iklan cenderung mengangkat tema dengan ideologitertentu dalam penyajiannya. Penelitian ini menganalisis pemaknaaniklan Sirup Kurnia sebagai produk komoditas nasionalisme diIndonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk membongkar konstruksimakna nasionalisme dalam iklan Sirup Kurnia. Terdapat tiga iklanyang menjadi objek kajian dalam penelitian ini. Peneliti melihatbagaimana komodifikasi nasionalisme diwujudkan dalam visualisasiiklan Sirup Kurnia. Metode yang digunakan dalam penelitian iniadalah metode semiotika dengan pendekatan Roland Barthes. Penelitimenganalisis scene-scene yang ada dalam ketiga iklan. Scene-scenetersebut dikaji berdasarkan aspek visual dan narasi. Kedua aspektersebut dianalisis dengan pendekatan Barthes yang kemudiandihubungkan dengan konsep nasion, nasionalisme, dan komodifikasi.Peneliti melihat bahwa ketiga iklan sirup tersebut berusaha untukmembentuk pemaknaan nasionalisme yang dikaitkan dengan produkkomoditas sirup. Tanda-tanda (signs) yang muncul dalam ketiga iklan,dimaknai sebagai komodifikasi nasionalisme yang mendukung kaitanproduk dengan konsep pemaknaan mengenai nasion. Berdasarkanketiga iklan tersebut, selanjutnya dibagi menjadi tiga kategorisasinasionalisme, yaitu nasionalisme budaya, ekonomi, dan teritorial.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nasionalisme masih dijadikanmakna yang penting untuk mewujudkan tujuan iklan yaitu memasarkanproduk.
Analisis Hiperrealitas dalam Film Spiderman: Far from Home (2019) Rino Andreas
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 11th University Research Colloquium 2020: Bidang Sains dan Teknologi
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (933.909 KB)

Abstract

Film secara aktif mengkonstruksi gagasan-gagasan fantasi diluar realitas melalui citra tanda dan image. Digitalisasi media, mendukung adanya proses simulasi yang mengarah pada bentuk hiperrealitas sampai ke target audiens, salah satunya adalah film Spiderman: Far from home 2019 yang mengisahkan salah satu pahlawan superhero Marvel dalam menghadapi bahaya dan ancaman serangan mahluk luar angkasa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan metode semiotika, dengan teori Hiperrealitas yang dipopulerkan oleh filsuf postmodern, Jean Baudrillard. Analisis tanda dalam film Spiderman: Far from Home (2019) menunjukkan bahwa, Hiperrealitas menghilangkan batasan antara dunia riil dan dunia tidak riil melalui teknologi canggih CGI (Computer Generated Imagery) yang mampu memanipulasi ruang, waktu dan karakter dalam film. Film ini menghadirkan realitas dalam bentuk fantasi yang hegemonik, ditanamkan sebagai sesuatu yang nyata dalam realitas. Teknologi hologram yang diciptakan drone-drone dalam film Spiderman dilihat sebagai realitas yang plural, cair, multidimensi dalam ruang dan waktu yang dapat diatur melalui simulasi. Maka, realitas menjadi berlipat ganda dan berlapis (simulakum) dalam perwujudan tanda yang saling melebur, sehingga tidak lagi dapat dibedakan antara realitas imajiner dan realitas yang sesungguhnya.
Skizofrenia dalam Film Joker (2019): Skizoanalisis Perspektif Deleuze dan Guattari Andreas, Rino
Paradigma: Jurnal Kajian Budaya Vol. 11, No. 2
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In medical-psychology, schizophrenia is defined as a severe psychotic disorder that causes its sufferers to experience hallucinations and chaotic behaviors. However, the paradigm of schizoanalysis considers schizophrenia as a system of thought that opposes the existence of established discourses (i.e. the Oedipus System). One form of schizophrenia can be seen in the Joker movie (2019). This research aims to identify the schizophrenia suffered by Arthur Fleck, the movie’s main character, from the schizoanalysis perspective as proposed by Gilles Deleuze and Felix Guattari. This qualitative research applied the interpretative description method based on the schizoanalysis perspective. This research found that the Joker character, as a schizophrenic, successfully reconstructs established ideas in his own ways solely through his desires. Joker unleashes his desires through practices presented as a form of resistance to the established system in Gotham City. This “madness” character was displayed by Arthur Fleck who opposes prevailing social values and norms, which he had previously imagined and questioned. However, he ends up destroying a greater system or order. Joker, as a progressive and revolutionary schizophrenic subject, clearly shows how a person can deconstruct the Oedipus to turn it into a counter-ammunition. Furthermore, the movie also shows that the broader “Joker movement” is disorganized as much as it is unplanned, spontaneous, and creative. Such spontaneity and creativity generates the flow of energy which stimulates those demonstrators to take a fight against capitalism.