Claim Missing Document
Check
Articles

Penegakan Hukum Syaria’h Melalui Peraturan Daerah (Studi Kajian Perda Kabupubaten Bintan Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol) Okparizan, Okparizan
Jurnal Selat Vol 1 No 1 (2013): "Kemaritiman & Perbatasan"
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (98.652 KB)

Abstract

In order to against the activities of alcoholic beverages in Bintan Regency, Regional Government of Bintan launched Regional Regulation No. 6 of 2011 concerning supervision and control of alcoholic beverages. This research is descriptive and kualitatif methods is used as research methods. Research data sources is a primary and secondary data. The informations is gathering from a number of books and through direct interviews with respondents in Bintan Regency Area. As the result, this Regional Regulation still need a few correction. This regulation is considered weak because it has not touch the distributors of alcoholic beverages but only the merchants. If this going so, the activities of alcoholic beverages in Bintan Regency will remain. The punishment of Regional Regulation breakers is still not strong enough and there is no real action for drinkers. As for islamics perspective, this regulation is not worked. Because in Islam alcohol is definitely forbidden. For moslems specially, this alcoholic beverages activities still be a nuisance.However, so far this Regional Regulation is giving a positive effects for alcoholic activities in Bintan Regency. It can be seen with the activities pre and post publication of the regulation. At the end of writing this research, Author have a suggestions that might be could give a contributes. Bintan Regency Government and Law Enforcement of Bintan could increase the effort to reducing alcoholic beverages activities by establishing a special agency against alcoholism. And hopefully could makes Bintan Regency is a “Alcohol Free Zone”.
Kewenangan Kelurahan Pasca Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah Kaitannya Dengan Otonomi Daerah okparizan, okparizan
Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN) Vol 4 No 1 (2016): Jurnal Ilmu Administrasi Negara
Publisher : Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP UMRAH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Decentralization can be defined as the delivery of affairs by the central government to the regions based on the principle of autonomy. The Village can be interpreted as a form of "local state government", or the state government at the level of local communities. Urban Village will no longer have full authority and autonomy over the provision of political decision-making in the region. Lurah legal position is under the District government. This is apparent in Act No. 9 of 20015 on Pemerintahn Regions. In this study, the authors conducted a qualitative descriptive analysis, to determine the extent of the authority of the Village in carrying out government activities in the territories kerjannya. The result is clearly illustrated that the village no longer have the authority and the full steering function in terms of coordination, coaching, facilitation, and pengedalian of rowing or organizer functions directly in the region kerjannya an affair. Village authority has been concentrated at the district level. These conditions resulted in village level governance becomes rigid, mechanical and tends to be less dynamic. Decision-making and policy services at village level also diperediksi can not be done quickly, therefore it is more appropriate attributive authority given to the Village to promote the creation of a direct relationship between the general public as the recipient of services, without having to wait for directives or instructions from the District government. In the framework of the implementation of government activities at the village level, the District government should provide "space" which is free to the elements of work equipment in accordance with the administrative duties and functions and regulations that apply so that does not become a barrier for the village in terms of providing services to the community.
Kewenangan Kelurahan Pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Okparizan, Okparizan; Septian, Doni
Kemudi Vol 1 No 2 (2017): KEMUDI: Jurnal Ilmu Pemerintahan
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (807.744 KB)

Abstract

Desentralisasi dapat diartikan sebagai penyerahan urusan oleh pemerintahan pusat kepada daerah berdasarkan azas otonomi. Kelurahan dapat diartikan sebagai bentuk “local state government”, atau pemerintah negara pada level masyarakat lokal. Kelurahan tidak lagi memiliki wewenang penuh dan otonom dalam hal penyelenggaraan pengambilan keputusan politik di wilayahnya. Posisi Lurah secara hukum berada di bawah pemerintah Kecamatan. Hal ini terlihat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penulisan ini mengunakan analisis diskriptif kualitatif, untuk mengetahui sejauhmana kewenangan Kelurahan dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan di wilayah kerjannya. Hasilnya jelas tergambar bahwa Kelurahan tidak lagi memiliki kewenangan dan fungsi steering yang penuh dalam hal koordinasi, pembinaan, fasilitasi, dan pengedalian dari fungsi rowing atau penyelenggara langsung suatu urusan di wilayah kerjannya. Kewenangan Kelurahan sudah terkosentrasi pada tingkat Kecamatan. Kondisi ini mengakibatkan pemerintahan di tingkat Kelurahan menjadi kaku, mekanis dan cendrung kurang dinamis. Pengambilan keputusan dan kebijakan pelayanan di tingkat Kelurahan juga diperediksi tidak bisa dilakukan secara cepat, oleh karena itu kewenangan atributif lebih tepat diberikan kepada Kelurahan untuk mendorong terciptanya hubungan langsung antara masyarakat umum selaku penerima jasa pelayanan, tanpa harus menunggu arahan atau petunjuk dari pemerintah Kecamatan. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan di tingkat Kelurahan, hendaknya pemerintah Kecamatan memberikan “ruang gerak” yang bebas kepada unsur perangkat kerja kelurahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dan regulasi yang berlaku sehingga tidak menjadi penghambat bagi Kelurahan dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Orientasi Kebijakan Pemberantasan Korupsi Negara Asia Menurut Ranking Corruption Perception Index Okparizan Okparizan; Lesmana Rian Andhika
Jurnal Borneo Administrator Vol 16 No 3 (2020): Desember 2020
Publisher : Puslatbang KDOD Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24258/jba.v16i3.730

Abstract

This study discusses the effort against corruption eradication in Asian countries which is a manifestation from the corruption itself. To that goal, this study adopted a literature review to explore ways to corruption eradication (secondary data). Meanwhile from the literature review, the analysis provided information that corruption eradicating was more directed at preventive measures through education in early childhood at the elementary school programs as an investment in future integrity. The citizen participation, institutions cooperation, good governance, and electronic use in reporting activities system contributes to efforts to make difficult corruption. The corruption eradication in each country will apply differently according to the condition and resources available. Keywords: Corruption, Eradication, Asia Country Abstrak Penelitian ini membahas tentang upaya pemberantasan korupsi di negara Asia yang dimanifestasikan dari bentuk korupsi itu sendiri. Untuk tujuan itu, penelitian ini mengadopsi kajian pustaka untuk menelusuri cara pemberantasan korupsi (data sekunder). Sementara itu, dari penelusuran analisis kajian pustaka memberikan informasi bahwa pemberantasan korupsi lebih diarahkan kepada tindakan pencegahan melalui pendidikan korupsi tingkat usia dini pada program sekolah dasar sebagai investasi integritas masa depan. Partisipasi masyarakat, kerja sama berbagai institusi, tata kelola pemerintahan, dan penggunaan elektronik dalam aktivitas pelaporan berkontribusi dalam upaya mempersulit tindakan korupsi. Pemberantasan korupsi di setiap negara akan menerapkan cara yang berbeda sesuai dengan keadaan, dan sumber daya yang tersedia. Kata Kunci: Korupsi, Pemberantasan Korupsi, Negara Asia
KAPASITAS ORGANISASI DALAM PENGEMBANGAN PARIWISATA DESA : STUDI KASUS DESA WISATA KABUPATEN BINTAN Okparizan Okparizan; Asep Sumaryana; Didin Muhafidin; Yogi Suprayogi Sugandi
Mimbar : Jurnal Penelitian Sosial Dan Politik Vol 8 No 1 (2019): Mimbar : Jurnal Penelitian Sosial dan Politik (Juni)
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Prof Dr Hazairin, SH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32663/jpsp.v8i1.773

Abstract

Kinerja organisasi desa belum optimal dalam memaksimalkan potensi desa wisata. Hal ini mengakibatkan desa wisata belum memberikan kontribusi positif pada pembangunan desa. Indikator yang menjadi tolak ukur belum optimalnya kinerja lembaga desa adalah belum terwujudnya tiga sasaran pengembangan pembangunan desa yaitu atraksi wisata, aksesibilitas dan amenitas. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana mewujudkan kapasitas organisasi desa yang efektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif interpretatif , dengan subjek penelitian empat desa wisata yaitu Desa Sungai Kecil, Desa Sebong Pereh, Desa Pengudang, dan Desa Berakit. Data yang digunakan yaitu data primer melalui wawancara yaitu dengan tanya jawab berdasarkan daftar pertanyaan dan wawancara tidak terstruktur serta observasi untuk melihat langsung realitas yang terjadi di locus penelitian. Data selanjutnya yang digunakan yaitu data sekunder dari dokumen pendukung. Hasil dari analisis penelitian empiris membuktikan dimensi kapasitas organisasi cenderung tidak memberikan manfaat yang lebih besar dalam pembangunan di desa wisata. Keseluruhan dimensi kapasitas yang dinilai tidak menunjukkan dukungan kapasitas kerja yang efektif. Implikasi dari hasil temuan penelitian dan dokumentasi yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa Human resorcus, Eksternal, inftastructure dan Financial dalam linkungan organisasi desa belum memilikikualitas yang mencukupi untuk mendukung secara efektif terlaksana pembangunan kepariwisataan di empat desa wisata.
ANALISIS SP4N LAPOR DI KANTOR BAGIAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KARIMUN Riska Sri Zulaikah; Edy Akhyary; Okparizan Okparizan
JIANA ( Jurnal Ilmu Administrasi Negara ) Vol 20, No 2 (2022): JIANA: Jurnal Ilmu Administrasi Negara
Publisher : Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.699 KB) | DOI: 10.46730/jiana.v20i2.8035

Abstract

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mendeskripsikan pelayanan pengaduan masyarakat berbasis online SP4N LAPOR (Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat). Informan yang dipilih secara purposive sampling yang terdiri dari kepala sub bagian pelayanan publik dan tata laksana, pengadministrasian perencanaan dan program/web admin, pengelola pengaduan publik, serta masyarakat. Dengan menggunakan 6 indikator pelaksanaan E-Government Richardus Eko Indrajit (2005). Data penelitian ini dikumpul dengan menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan reduksi data, sajian data serta penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5 indikator pelaksanaan E-Government belum dipenuhi dengan baik oleh Kantor Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Karimun yakni  Content Development, Competency Building, Connectivity, Citizen Interface dan Capital. Masih perlu adanya perbaikan untuk ke 5 indikator dari pelaksanaan E-Government. Hanya 1 indikator pelaksanaan E-Government yang memenuhi yakni Cyber Laws karena adanya kejelasan perangkat hukum yang mendasari pelaksanaan SP4N LAPOR di Kabupaten Karimun. Dalam pelaksanaan SP4N LAPOR di Kantor Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Karimun, diharapkan untuk dapat terus meningkatkan pelayanan pengaduan berbasis online serta mendapatkan kepercayaan dari masyarakat agar dapat menggunakan layanan pengaduan ini sehingga menciptakan pelayanan publik yang lebih baik di Kabupaten Karimun.
Kewenangan Kelurahan Pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Okparizan Okparizan; Doni Septian
Kemudi Vol 1 No 2 (2017): KEMUDI: Jurnal Ilmu Pemerintahan
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (807.744 KB)

Abstract

Desentralisasi dapat diartikan sebagai penyerahan urusan oleh pemerintahan pusat kepada daerah berdasarkan azas otonomi. Kelurahan dapat diartikan sebagai bentuk “local state government”, atau pemerintah negara pada level masyarakat lokal. Kelurahan tidak lagi memiliki wewenang penuh dan otonom dalam hal penyelenggaraan pengambilan keputusan politik di wilayahnya. Posisi Lurah secara hukum berada di bawah pemerintah Kecamatan. Hal ini terlihat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penulisan ini mengunakan analisis diskriptif kualitatif, untuk mengetahui sejauhmana kewenangan Kelurahan dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan di wilayah kerjannya. Hasilnya jelas tergambar bahwa Kelurahan tidak lagi memiliki kewenangan dan fungsi steering yang penuh dalam hal koordinasi, pembinaan, fasilitasi, dan pengedalian dari fungsi rowing atau penyelenggara langsung suatu urusan di wilayah kerjannya. Kewenangan Kelurahan sudah terkosentrasi pada tingkat Kecamatan. Kondisi ini mengakibatkan pemerintahan di tingkat Kelurahan menjadi kaku, mekanis dan cendrung kurang dinamis. Pengambilan keputusan dan kebijakan pelayanan di tingkat Kelurahan juga diperediksi tidak bisa dilakukan secara cepat, oleh karena itu kewenangan atributif lebih tepat diberikan kepada Kelurahan untuk mendorong terciptanya hubungan langsung antara masyarakat umum selaku penerima jasa pelayanan, tanpa harus menunggu arahan atau petunjuk dari pemerintah Kecamatan. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan di tingkat Kelurahan, hendaknya pemerintah Kecamatan memberikan “ruang gerak” yang bebas kepada unsur perangkat kerja kelurahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dan regulasi yang berlaku sehingga tidak menjadi penghambat bagi Kelurahan dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Penegakan Hukum Syaria’h Melalui Peraturan Daerah (Studi Kajian Perda Kabupubaten Bintan Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol) Okparizan Okparizan
Jurnal Selat Vol. 1 No. 1 (2013): "Kemaritiman & Perbatasan"
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (98.652 KB)

Abstract

In order to against the activities of alcoholic beverages in Bintan Regency, Regional Government of Bintan launched Regional Regulation No. 6 of 2011 concerning supervision and control of alcoholic beverages. This research is descriptive and kualitatif methods is used as research methods. Research data sources is a primary and secondary data. The informations is gathering from a number of books and through direct interviews with respondents in Bintan Regency Area. As the result, this Regional Regulation still need a few correction. This regulation is considered weak because it has not touch the distributors of alcoholic beverages but only the merchants. If this going so, the activities of alcoholic beverages in Bintan Regency will remain. The punishment of Regional Regulation breakers is still not strong enough and there is no real action for drinkers. As for islamics perspective, this regulation is not worked. Because in Islam alcohol is definitely forbidden. For moslems specially, this alcoholic beverages activities still be a nuisance.However, so far this Regional Regulation is giving a positive effects for alcoholic activities in Bintan Regency. It can be seen with the activities pre and post publication of the regulation. At the end of writing this research, Author have a suggestions that might be could give a contributes. Bintan Regency Government and Law Enforcement of Bintan could increase the effort to reducing alcoholic beverages activities by establishing a special agency against alcoholism. And hopefully could makes Bintan Regency is a “Alcohol Free Zone”.
Impact of Anchoring Management Policy Riau Island Province in Indonesia Zhuhendrik Zhuhendrik; Fitri Kurnianingsih; Okparizan Okparizan
International Journal of Social Service and Research (IJSSR) Vol. 3 No. 1 (2023): International Journal of Social Service and Research (IJSSR)
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/ijssr.v3i1.182

Abstract

The existence of waters in the Kepulauan Riau Province at the crossing of international shipping relations brings Indonesia various opportunities for developing valuable environmental and marine services. This research aims to make efforts and alternatives to the optimization strategy of anchorage activities in the Kepulauan Riau Province to manage the potential for environmental and marine services to increase local revenue in the border region. The research method used descriptive qualitative by using secondary data derived from documents, journals, books, websites and other supporting data that focused on analyzing the anchorage development strategy in the waters of the Riau Island Province. The data analysis technique used a data source triangulation approach. The findings show that the impact which occurs in the development of anchorage has three options for optimizing strategies during the COVID-19 pandemic; firstly, maximizing ship guiding and towing services in the Malacca Strait and Singapore Strait, secondly, ship guiding and towing services at TUKS and TERSUS must be given the authority to the Regional Owned Enterprises (BUMD), namely P.T. Pelabuhan Kepri; and thirdly, the importance of controlling environmental impacts on anchorage activities in the Kepulauan Riau Province. Afterwards, the researcher also provides an alternative to implementing the Penta-helix concept as a form of monitoring anchors in the waters of the Kepulauan Riau Province.
Kemandirian Desa Dalam Penanggulangan Bencana Alam di Desa Resun Pesisir Kabupaten Lingga (Menuju Destana) Rudi Subiyakto; Fitri Kurnianingsih; Okparizan Okparizan
ABDI MOESTOPO: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat Vol 6, No 1 (2023): Januari 2023
Publisher : Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32509/abdimoestopo.v6i1.2351

Abstract

Pengabdian ini di latarbelakangi karena keterbatasan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Proses Penanggulangan Bencana, keterbatasan tersebut disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusia, belum terbentuknya lembaga yang khusus menangani masalah kebencanaan di Tingkat Daerah, minimnya dukungan pembiayaan dan sejarah kerentanan bencana wilayah di masa lalu. sebagai garda terdepan yang berhadapan langsung dengan Masyarakat dituntut untuk bisa menjadi Leading Sector dalam Penanggulangan Bencana dengan kekuatan-kekuatan kearifan lokal . Dengan kekuatan kearifan lokal ancaman kerentanan bencana dapat diminimalisir sehingga mengurangi jumlah korban, baik korban jiwa maupun korban harta benda. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat  di Desa Resun Pesisir-Lingga Utara Kabupaten Lingga bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi aparatur desa dan seluruh Masyarakat akan pentingnya penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di tingkat Desa melalui Kearifan Lokal yang berguna untuk  meningkatkan kesiapsiagaan Bencana khususnya bencana Alam. Metode yang digunakan adalah melalui penyampaian beberapa  tahapan materi yang dilanjutkan dengan Diskusi dan tanya jawab. Hasil dari pengabdian ini, Masyarakat dengan keterbatasan pengetahuannya tentang manajemen bencana,mitigasi dan rendahnya kesadaran akan bencana, bertekad untuk mejadi Desa tangguh Bencana.