Sebagai pemegang Hak Pengelolaan seluruh tanah di Kota Batam, BP Batam memiliki kewenangan memberikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas tanah tersebut kepada pihak ketiga melalui perjanjian. Namun, dalam Putusan Nomor 17/G/2020/PTUN.TPI, muncul ketidakpastian hukum akibat pembatalan sepihak perjanjian oleh BP Batam melalui surat keputusan yang membatalkan pengalokasian tanah kepada PT. Tria Galang Emas, lalu mengalokasikan tanah yang sama kepada PT. Wiraraja Tangguh. Tindakan ini menimbulkan persoalan hukum terkait keabsahan perjanjian dan akibat hukum dari tindakan BP Batam yang dinyatakan sebagai onrechtmatige overheidsdaad oleh pengadilan. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum dengan pendekatan Statute Approach, Conceptual Approach, dan Case Study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BP Batam memang berwenang membuat perjanjian dengan pihak ketiga meskipun tanah belum bersertifikat HPL. Namun, sebaiknya hak pengelolaan terlebih dahulu diurus guna menghindari kendala administratif dan memperjelas legalitas perjanjian. Putusan pengadilan yang menyatakan adanya perbuatan melawan hukum oleh BP Batam menyebabkan pembatalan surat keputusan dan perjanjian dengan PT. Wiraraja Tangguh, serta tanah kembali menjadi hak PT. Tria Galang Emas. Oleh karena itu, BP Batam perlu memastikan status tanah bersih dari sengketa sebelum membuat perjanjian baru.