Mahfud Mahfud
Criminal Law Department, Faculty Of Law, Universitas Syiah Kuala Jalan Teuku Nyak Arief Darussalam, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam 23111

Published : 33 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 33 Documents
Search

TINDAK PIDANA MEMBUANG SAMPAH TIDAK PADA TEMPAT YANG TELAH DITENTUKAN DAN DISEDIAKAN Muhammad Usyukur; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.113 KB)

Abstract

Pasal 35 huruf c Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah ditentukan bahwa “Setiap orang dilarang membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan”. Mengenai pemidanaanya diatur dalam Pasal 39 angka 1 “setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Berdasarkan penelitian di Kecamatan Darul Imarah diketahui ada kasus membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang apa saja faktor-faktor masyarakat membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan, serta menjelaskan mengapa kasus tindak pidana membuang sampah tidak pada tempatnya tidak diproses ke pengadilan. Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data sekunder dilakukan dengan cara membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel dan bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor masyarakat membuang sampah tidak pada tempatnya disebabkan karena faktor dari masyarakat sendiri yaitu kurangnya kesadaran dan kepatuhan hukum, dan faktor yang bersumber dari luar masyarakat sendiri yaitu kurangnya fasilitas dan sosialisasi dari pemerintah. Alasan tidak dilimpahkan ke pengadilan karena kurangnya sosialisasi, belum adanya laporan dari Dinas Kebersihan kepada Satuan Polisi Pamong Praja dan kurangnya fasilitas dari Dinas Badan Lingkungan Hidup Pertamanan dan Kebersihan. Disarankan partisipasi atau dukungan dari masyarakat agar sama-sama menjaga keberisihan di Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, kesadaran dan kepatuhan hukum dari masyarakat sangat diharapkan guna untuk menunjang pelaksanaan Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Disarankan kepada Dinas Badan Lingkungan Hidup Pertamanan dan Kebersihan agar menyediakan fasilitas yang memadai seperti container, serta disarankan Badan Lingkungan Hidup Pertamanan dan Kebersihan agar berkerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja guna demi terwujudnya efektifitas Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 8 tahun 2013 tentang Pengelolaan
Pelanggaran Tidak Masuk Dinas Selama 30 (Tiga Puluh) Hari Secara Berturut-Turut Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian Republik Indonesia Siti Rauzah; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.991 KB)

Abstract

Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya pelanggaran tidak masuk dinas, prosedur penanganan dan penyelesaian pelanggaran tidak masuk dinas dan hambatan Divisi Profesi dan Pengamanan dalam penanganan dan penyelesaian pelanggaran tidak masuk dinas. Metode yang dilakukan adalah dengan cara penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku-buku teks, peraturan perundang-undangan.Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya pelanggaran tidak masuk dinas yang dilakukan oleh kepolisian adalah faktor ekonomi, budaya, moral, pengaruh lingkungan dan/atau keluarga, faktor hukum atau peraturan multitafsi.Prosedur penanganan dan penyelesaian pelanggaran tidak masuk dinas sudah sesuai dengan prosedur yaitu melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP). Hambatan Divisi Profesi dan Pengamanan dalam penanganan dan penyelesaian pelanggaran tidak masuk dinas adalah terduga pelanggar in absensia dalam persidang Komisi Kode Etik Profesi Polri, kurangnya efektifitas dalam penyidikan maupun dalam pemeriksaan saksi dan sering terlambatnya saran pendapat hukum dari pejabat yang berwenang. Disarankan kepada pihak kepolisian resort kota Banda Aceh perlu adanya upaya untuk membenahi sikap dan perilaku dari anggota kepolisian yang sesuai dengan Kode Etik Profesi Polri agar tidak terjadi peningkatan jumlah pelanggaran Kode Etik, perlu adanya upaya untuk menanggulangi dan meminimalisir agar anggota kepolisian tidak melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri khususnya pelanggaran tidak masuk dinas.
Pemberitahuan Pembebasan Terpidana Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Kepada Korban Pemerkosaan (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh) Cut Finsa Rifatunisa; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan dan mengetahui pelaksanaan hak korban atas informasi bebasnya terpidana selama ini, dan faktor penyebab korban tindak pidana pemerkosaan tidak diberi informasi tentang bebasnya pelaku tindak pidana, serta upaya yang dapat dilakukan korban pemerkosaan yang tidak diberi tahu tentang bebasnya terpidana. Perolehan data dalam penulisan artikel ini dilakukan dengan cara menggunakan metode penelitiam hukum empiris atau metode penelitian lapangan (field research) dengan mengumpulkan data primer yang diperoleh dengan melakukan teknik pengumpulan data observasi, dan wawancara dengan responden dan informan, untuk selanjutnya dijadikan alat analisis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diidentifikasi dalam rumusan permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan hak korban atas informasi bebasnya terpidana selama ini, mengikuti ketentuan yang ditetapkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, mulai dari Pasal 1 angka 11 KUHAP, Pasal 43 KUHP, Pasal 5 ayat (1) huruf h Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 13 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman , dan, Keputusan Mahkamah Agung Nomor 144/KMA/SK/VII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab korban pemerkosaan tidak diberi informasi tentang bebasnya pelaku, dilatarbelakangi oleh karena sulitnya akses bagi korban untuk memperoleh informasi bebasnya pelaku, korban kurang peduli terhadap haknya, malu, minimnya sosialisasi mengenai hak saksi dan korban, dan lemahnya koordinasi antar aparat penegak hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya yang dapat dilakukan korban pemerkosaan yang tidak diberi informasi tentang bebasnya pelaku pemerkosaan, meliputi upaya perlindungan hukum, berupa tindakan kur-atif dengan mengajukan permohonan kepada LPSK. Disarankan untuk mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam melaksanakan pemenuhan hak korban atas informasi bebasnya terpidana, dan melakukan penindakan dalam rangka menanggapi faktor penyebab penyebab korban pemerkosaan tidak diberi informasi mengenai bebasnya pelaku, serta meningkatkan kualitas SDM, fasilitas, sarana, dan prasarana, serta alokasi anggaran, dan melakukan upaya perlindungan hukum preventif, kuratif, rehabilitatif, dan upaya perlindungan hukum represif.Article 5 section (1) letter h of Law Number 13 Year 2006 on Witness and Victim Protection was mentioned that a victim deserves to get information about the release of a defendant. From observation at Prison Class II A Banda Aceh 2016, it was identified that there were defendants on rape criminal act with the initials of R, BI, MN, and H, who had been released, but the information of the release was not informed to the victims. This study was aimed at explaining and knowing the implementation of victims’ right on the information of the release of defendants at this time, and the factors which caused the victims were not informed about the defendants’ release. As well as the efforts which could be done by the victims who were not informed about the defendants’ release. The data collection in this study was conducted by using an empirical law or field research method by collecting the primary data obtained trough an observation and interview with respondents and informants, then used them as an analytical tool in answering the research questions identified in the problem formulation.The result showed that the implementation of the victims’ right on the information of defendants’ release had been followed the regulations set in several laws and regulations, starting from Article 1 point 11 Criminal of Code Procedure (KUHAP), Article 43 of Criminal Code (KUHP), Article 5 section (1) letter h of Law of Witness and Victim Protection, Article 13 section (1), section (2), section (3) of Law Number 48 Year 2009 about Judicial Power, and Supreme Court Decision Number 144/KMA/SK/VII/2007 on Information Disclosure in Court. The result showed that the factors which caused the victims of the rape were not given information about the defendants’ release were because of the difficult access for the victims to obtain the information, the victims were less concerned about their rights, shame, lack of awareness about the right of witnesses and victims, and weak coordination among law enforcement officers. The result showed that the efforts which could be done by the victims of the rape who were not informed about the defendants’ release were the legal protection efforts in the form of curative actions by applying to LPSK   It was suggested to follow the regulations which had been set in implementing the fulfillment of the victim’s right on the information of the defendants’ release, take actions to respond to the causes of the victims of the rape who were not informed about the release, improve the quality of human resources, facilities, and infrastructure, as well as budget allocations, and undertake preventive, curative, rehabilitative, and repressive law protection efforts.
Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Arus Listrik (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum PT. PLN Area Banda Aceh) Khairul Muammar; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (462.452 KB)

Abstract

Pasal 51 ayat (3) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 berbunyi “Setiap orang yang menggunkan listrik yang bukan haknya secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000, (dua milyar lima ratus juta rupiah). Meskipun telah dihimbau untuk tidak melakukan pencurian namun masih banyak melanggarnya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya pencurian arus listrik , menjelaskan tindak pencurian arus listrik tidak di proses ke pengadilan dan upaya penanggulangan tindak pencurian arus listrik di Kota Banda Aceh. Data yang diperoleh dalam penulisan artikel ini dilakukan  dengan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan sumber data secara teoritis, sedangkan penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer. Faktor-faktor penyebab terjadinya pencurian energi listrik di Kota Banda Aceh yaitu, faktor ekonomi, kurangnya kesadaran hukum, adanya bantuan dari oknum-oknum tertentu dalam proses pencurian arus listrik dan kurang tegasnya sanski yang diberikan oleh PT. PLN. Upaya penanggulangan terhadap tindak pencurian arus listrik di kota Banda Aceh dilakukukan secara preventif yaitu mengubah pola pikir masyarakat bahwa pencurian arus listrik merupakan perbuatan yang melawan hukum dan represif yaitu melakukan tindakan penegakan hukum secara administrasi berupa sanksi denda dan pemutusan sementara untuk memberikan efek jera untuk pelaku dan tidak akan mengulanginya lagi di masa yang akan datang. Disarankan pihak PT. PLN agar lebih meningkatkan pengawasan dan meningkatkan kerja sama dengan pihak kepolisian baik dalam upaya pencegahan maupun penanggulangan, dan memberikan penyuluhan secara rutin kepada masyarakat agar pengetahuan masyarakat lebih terbuka akan bahayanya pencurian arus listrik.
STUDI KOMPARATIF TENTANG PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA DAN MALAYSIA Maulana Arif Fadli; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.762 KB)

Abstract

Abstrak - Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan pengaturan pemberantasan human trafficking di Indonesia dan Malaysia dapat dilihat dari subjek hukum, objek hukum, penjara minimum dan maksimum, serta perlindungan pelapor, saksi dan korban serta hal-hal yang dilarang. Perbedaannya terletak di lamanya masa ancaman penjara maksimum, banyaknya jenis ancaman pidana di masing-masing perundang-undangan. Kelebihan pengaturan tindak pidana perdagangan orang di Indonesia adalah lebih konkritnya tentang siapa itu subjek hukum dalam tindak pidana perdagangan orang, penjara maksimum lebih tegas, semua pasal ancaman pidana terdapat ancaman pidana minimum, jenis ancaman pidana lebih banyak, terdapat ancaman pidana pokok dan pidana tambahan untuk badan hukum. Sedangkan kekurangannya ialah, tidak mengatur wilayah perpanjangan, serta tidak mengatur tentang adanya Dewan Anti Perdagangan Orang.Kata Kunci : Indonesia, Komparatif, Malaysia, Perdagangan. Abstract - The research shows that the similar norms on the elimination of human trafficking in Indonesia and Malaysia legally, minimum existence and maximum prisons, and also the protection of whistleblowers, witnesses and victims and prohibited items. The difference lies in the duration of the maximum prison threat, the number of criminal threats in each legislation. The advantages of setting up trafficking in persons are more concrete about who is the subject of the law in the crime of trafficking in persons, the maximum prison more firmly, all articles of criminal penalty there is a minimum criminal threat, more types of criminal penalties, there are additional criminal and criminal penalties for the legal entity. While the drawbacks are, do not regulate the extension area, and does not regulate the existence of the Anti-Trafficking Council of Persons. Keywords : Comparative, Human, Indonesia, Malaysia, Trafficking.
TINDAK PIDANA MELAKUKAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR MINYAK TANPA IZIN (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Sigli) Said Hafidz Mahya; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 6, No 1: Februari 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak – Penelitian ini bertujuan menjelaskan faktor-faktor terjadinya tindak pidana melakukan penyimpanan bahan bakar minyak Tanpa Izin, upaya untuk menanggulangi tindak pidana penyimpanan bahan bakar minyak tanpa izin dan hambatan-hambatan yang ditemui dalam penanggulangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor terjadinya penyimpanan bahan bakar tanpa izin adalah faktor ekonomi dan minimnya sosialisasi dan pengawasan dari pemerintah. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya penyimpanan bahan bakar minyak adalah upaya preventif yaitu dengan cara mengadakan sosialisasi dan upaya represif yaitu dengan cara melakukan penindakan pidana secara cepat. Hambatan bagi penyidik adalah menetapkan tersangka utama yang berlindung dibalik jabatan dan memanfaatkan hukum dan lamanya masyarakat melapor. Disarankan kepada pihak Dinas ESDM untuk melakukan sosialisasi secara menyeluruh untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat agar mendaftarkan izin usaha penyimpanan minyak dan juga diperlukan upaya penyerdahanaan perizinan agar mempermudah masyarakat dalam memperpanjang izin usaha penyimpanan bahan bakar minyak.Kata Kunci: Tindak Pidana, Bahan Bakar, Tanpa Izin
TINDAK PIDANA MENDISTRIBUSIKAN DAN/ATAU MENTRANSMISIKAN KATA – KATA DAN MENGUNGGAH FOTO ORANG LAIN YANG TIDAK MENYENANGKAN DI MEDIA SOSIAL T. Surya Reza; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (351.186 KB)

Abstract

Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi, Teknologi dan Elektronik ditentukan bahwa “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Mengenai  pemidanaannya di atur dalam Pasal 45 ayat (1) “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau  denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Meskipun hukumannya berat namum di Pengadilan Banda Aceh  ditemui dua kasus mengenai tindak pidana ini. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pertimbangan hakim yang menjatuhkan hukuman relatif rendah terhadap pelaku tindak pidana, pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Banda aceh terhadap pelaku tindak pidana di media sosial, dan upaya-upaya untuk menanggulagi tindak pidana mendistribusikan dan/atau mentransmisikan kata – kata dan mengunggah foto orang lain yang tidak menyenangkan di sosial media. Data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data sekunder dilakukan dengan cara membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel dan bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan  informan. Berdasarkan hasil penelitian deketahui bahwa putusan yang relatif rendah disebabkan perilaku terdakwa dalam persidangan sangat baik barang bukti  hanya handphone, sebatas kebencian ,alasan pemaaf, pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Banda aceh hanya kepada pengguna situs/website, melakukan pemblokiran kepada situs yang bersifat negatif, bekerja sama dengan pihak berwajib, dan upaya menanggulangi pengguna media sosial  harus mempunyai pemahaman, lebih responsif, kegiatan analisis,  melaporkan ke pimpinan  semua bentuk-bentuk kebencian. Disarankan kepada pelaku tindak pidana mendistribusikan dan/atau mentransmisikan kata-kata dan mengunggah foto orang lain yang tidak menyenangkan di sosial tanpa memandang latar belakang pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya serta deraan hukum yang telah dijalaninya.
Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor 15/PID.SUS-ANAK/2016/PN.Kla Tentang Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Nia Juwifa; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) bahwa setiap putusan harus memuat secara lengkap unsur-unsur pasal yang menjadi dasar hukum disertai dengan keadaan yang memberatkan dan meringankan. Namun dalam putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor 15/PID.SUS-ANAK/2016/PN.Kla tersebut Hakim tidak lengkap dalam mempertimbangkan unsur-unsur pasal yang di dakwakan Jaksa Penuntut Umum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai putusan pemidanaan yang tidak sesuai dengan Pasal 197 KUHAP, menganalisis tujuan pemidanaan terhadap anak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan menganalisis mengenai tidak tercapainya nilai-nilai keadilan, kepastian hukum serta kemanfaatan yang merupakan tujuan hukum. Penelitian ini bersifat preskriptif dan merupakan penelitian hukum normatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan mencakup peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, buku-buku, jurnal, hasil penelitian, kamus dan seterusnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan cara content of analysis. Surat putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor 15/PID.SUS-ANAK/2016/PN.Kla tidak memenuhi unsur Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP yaitu Hakim tidak menguraikan pertimbangan secara lengkap terhadap unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh Jaksa sehingga tidak dapat diketahui apakah semua unsur terpenuhi sesuai dengan perbuatan terdakwa. Pidana penjara yang dijatuhkan terhadap terdakwa anak selama 8 (delapan) bulan disertai dengan tidak menyinggung mengenai undang-undang anak menyebabkan tidak tercapainya tujuan pemidanaan terhadap anak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa tidak mencapai nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan yang merupakan tujuan hukum karena anak tidak sepenuhnya bersalah dalam kasus tersebut. Untuk itu diharapkan kepada Hakim agar dalam menjatuhkan putusan harus memperhatikan kepentingan umum. Apabila pelaku dalam kasus tersebut seorang anak maka seharusnya menerapkan undang-undang yang berkaitan dengan anak yang dapat sepenuhnya memikirkan yang terbaik bagi anak.Article 197 Paragraph (1) Sub-Paragraph f of Criminal Procedure Code (KUHAP) that every decision must fully contain the elements of the article on which the law is based, accompanied by incriminating and mitigating circumstances. However, in the decision of Kalianda District Court Number 15 / PID.SUS-ANAK / 2016 / PN.Kla the Judge was incomplete in considering the elements of the article in the indictment of the Public Prosecutor. This research aims to analyze the decision of punishment that is not in accordance with Article 197 KUHAP, analyze the purpose of punishment of children in accordance with the Law No. 11 of 2012 on the Criminal Justice System of the Child, and analyze the non-achievement of the values of justice, legal certainty and expediency which is the purpose of law . This research is prescriptive and is a normative legal research. The type of data used is secondary data. The data collection is done through literature studies covering legislation, court decisions, books, journals, research results, dictionaries and so on. The data obtained are then analyzed using the way content of analysis. Decision Letter of Kalianda District Court Number 15 / PID.SUS-CHILD / 2016 / PN.Kla does not fulfill the element of Article 197 paragraph (1) letter f of Criminal Procedure Code that is Judge does not elaborate full consideration to the elements of article prosecuted by Prosecutor so can not known whether all elements are met in accordance with the actions of the defendant. The penalty which was imposed on the defendant of children for 8 (eight) months accompanied by no mention of the law of the child resulted in the non-achievement of the purpose of punishment of children in accordance with Law No. 11 of 2012 on the Criminal Justice System of the Child. The decision which was imposed on the defendant did not achieve the values of justice, legal certainty and expediency which is the purpose of law because the child is not entirely guilty in the case. Therefore, it is expected that the Judge should make the decision must pay attention to the public interest. If the offender in that case, a child then it should apply the law relating to children which can be fully thinking about what is best for the children.
Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) Terhadap Pelaku Khalwat Rizky Aditya A; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.776 KB)

Abstract

Tujuan Penulisan artikel ini untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan main hakim sendiri, menjelaskan alasan tindakan main hakim sendiri tidak diproses ke dalam sistem peradilan pidana, dan menjelaskan upaya penanggulangan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku khalwat. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku teks dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan main hakim sendiri adalah sikap egois dan emosi memuncak dari masyarakat yang tidak dapat dikendalikan saat mengetahui adanya tindakan khalwat serta pelaku khalwat dianggap telah melakukan pencemaran atau pelecehan nama Gampong tersebut. Alasan tindakan main hakim sendiri tidak diproses kedalam sistem peradilan pidana karena korban sudah terlanjur malu karena kedapatan melakukan perbuatan yang dilarang dalam masyarakat dan tidak ingin melanjutkan kasus ini kepada pihak Kepolisian. Upaya penangggulangan main hakim sendiri terhadap pelaku khalwat ialah dengan dilakukannya sosialisasi atau himbauan tentang peraturan-peraturan yang berlaku di Gampong sebagai langkah konkret untuk meminimalisir tindakan yang melanggar serta dapat mencoreng dan mencemarkan nama Gampong. Disarankan kepada pihak berwajib maupun aparatur Gampong untuk terus melakukan upaya sosialisasi yang lebih optimal agar kedepannya kasus main hakim sendiri terhadap pelaku jarimah khalwat maupun kasus lainnya tidak terulang, dan kepada warga yang melakukan tindakan main hakim sendiri sebaiknya diberikan peringatan, teguran, serta diproses secara hukum oleh pihak Kepolisian tanpa harus menunggu adanya laporan dari korban.
Implementasi Kebijakan Dalam Sistem Birokrasi Pemasyarakatan Ainon Marziah; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.629 KB)

Abstract

Berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bertujuan supaya warga binaan pemasyarakatan menyadari kesalahan-kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana yang sama, sehingga dapat diterima dan mudah kembali dalam kehidupandi lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam segi pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab seperti yang diinginkan oleh Undang-Undang, salah satu kebijakan birokrasi tertutup Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun  2013 bagi siapa yang melanggarnya akan dikenakan hukuman disiplin tingkat ringan, sedang dan tingkat berat. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan bagaimana penyimpangan kebijakan pada sistem birokrasi tertutup oleh para tahanan dan narapidana dalam lapas kelas II Banda Aceh dan untuk menjelaskan faktor apa penyebab terjadinya penyimpangan implementasi kebijakan dalam lapas kelas II Banda Aceh. Untuk memperoleh data, dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder melalui buku dan media online, sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna untuk memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpangan didalam lapas seperti terjadinya sodomi, bisnis narkotika dari dalam lapas, transaksi ilegal di dalam lapas, pemalakan terhadap setiap para tahanan yang masuk untuk membayar kamar, pemukulan, serta menggunakan handphone untuk tujuan melakukan tindak kriminal yang baru. Faktor-faktor bentuk penyimpangan dalam implementasi kebijakan di dalam Lapas disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adanya kesempatan untuk melakukan penyimpangan, kurangnya sanksi yang tegas dan kebutuhan yang saling berinteraksi antara Narapidana dan Petugas Lapas. Diharapkan kepada Pimpinan Lapas Kelas II Banda Aceh atau Kepala Kantor wilayah Departemen Hukum dan HAM dan/atau Menteri Hukum dan HAM membentuk karakter-karakter yang baik bagi Para Tahanan dan Narapidana selama mereka berada di dalam Lapas. Segala bentuk kebijakan tertulis maupun tidak tertulis yang bertujuan untuk mencapai tujuan kebijakan, sudah seharusnya dilaksanakan atau diimplementasikan secara serius serta konsisten oleh Pimpinan dan Petugas Lapas selama mengemban tugas mulia bagi tercapai tujuan bangsa dan negara.