Transformasi digital dalam dunia korporasi telah mendorong lahirnya bentuk pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) secara hybrid, yaitu kombinasi antara kehadiran fisik dan kehadiran secara elektronik. Perkembangan ini melahirkan persoalan hukum baru, khususnya terkait keabsahan akta notaris yang dibuat berdasarkan pelaksanaan RUPS hybrid dalam perspektif Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis keabsahan akta notaris terkait RUPS hybrid dari sudut pandang yuridis normatif, dengan mengkaji kesesuaian substansi dan prosedur pembuatan akta dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Data dikumpulkan melalui studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan, literatur hukum, serta dokumen sekunder lainnya yang relevan, termasuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 16/POJK.04/2020 sebagai regulasi teknis pelaksanaan RUPS secara elektronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara hukum, akta notaris yang memuat berita acara RUPS hybrid memiliki kekuatan hukum yang sah apabila memenuhi syarat formil dan materiil sesuai dengan UUJN No.2/2014 dan UUPT No.40/2007. Akan tetapi, pelaksanaan RUPS secara hybrid menimbulkan tantangan tersendiri bagi notaris, khususnya terkait aspek verifikasi kehadiran secara daring, pembuktian identitas, serta pertanggungjawaban terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan secara virtual. Oleh karena itu, diperlukan penguatan regulasi melalui harmonisasi ketentuan teknis dan pengaturan etik profesi notaris untuk menjamin kepastian hukum, perlindungan hukum, dan integritas akta notaris dalam konteks korporasi digital.