Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Pemanggilan Oleh Penyidik Kepada Panitera Sebagai Saksi Perkara Pidana Dikaitkan Dengan Kepastian Hukum Saiftri*, Nadya Isnaini; Erliyani, Rahmida; Hafiah, Noor
JIM: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah Vol 8, No 3 (2023): Juni, socio-economics, community law, cultural history and social issues
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jimps.v8i3.25220

Abstract

Tujuan Penelitian ini Untuk menganalisis mengenai panitera dapat tidak memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi pada perkara pidana dikaitkan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 tahun 2002.serta mengenai konsekuensi apabila panitera tidak memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi. Penelitian yang digunakan adalah Menggunakan Hukum Normatif, dengan pendekatan perundang-undangan Adapun Tipe Penelitian mengenai Konflik Norma  yaitu terdapat dua norma yang saling bertentangan terhadap objek pengaturan tersebut hasil dari Penelitian ini adalah Dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2002 membuat Pejabat Pengadilan terkhususnya Panitera, dapat untuk tidak menghadiri panggilan Penyidik. Selama Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2002 tersebut masih ada, maka selama itu pula pejabat pengadilan dalam hal ini khususnya panitera dapat selalu mengabaikan panggilan oleh penyidik. Kedua Bahwa jika Panitera terus menerus berpatokan kepada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2002 akan sangat menimbulkan Ketidakpastian Hukum yang dapat merugikan berbagai pihak
PENGESAHAN PERJANJIAN PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Amalia, Berlianny; Erliyani, Rahmida
Collegium Studiosum Journal Vol. 7 No. 1 (2024): Collegium Studiosum Journal
Publisher : LPPM STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/csj.v7i1.1282

Abstract

Constitutional Court Decision No. 69/PUU-XIII/2015 provides new legal politics, namely that a marriage agreement can be made after marriage. The verdict gives certainty and responsibility to marriage registration officers or notaries to ratify collective agreements, namely marriage agreements after the marriage is held. This research examines the regulation of the ratification of marriage agreements after the issuance of Constitutional Court Decision No. 69/PUU-XIII/2015; as well as the implications of Constitutional Court Decision No. 69/PUU-XIII/2015 on the authority of notaries in the ratification of marriage agreements. The type of research used is normative, with a statutory approach and a conceptual approach. Prior to Constitutional Court Decision No. 69/PUU-XXI/2015, marital agreements were regulated in Law No. 1 Year 1974, where marital agreements could only be made before the marriage took place. After the birth of Constitutional Court Decision No. 69/PUU-XII/2015, a marriage agreement can not only be made before marriage but can also be made after marriage. The ratification of the marriage agreement can not only be done by the marriage registration officer, but also by a notary. So that with the Constitutional Court Decision No. 69/PUU-XII/2015, it adds to the authority of notaries to ratify marriage agreements. The ratification of a marriage agreement by a notary is carried out by pouring the contents of the agreement between husband and wife into an authentic deed. Then the parties are obliged to register it at the local Civil Registry Office to obtain a marriage contract.
Kedudukan pada Putusan Verstek sebagai Dasar untuk Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Sintawati, Annisa; Erham Amin, Muhammad; Erliyani, Rahmida
Notary Law Journal Vol. 2 No. 2 (2023): April-Juni
Publisher : Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.04 KB) | DOI: 10.32801/nolaj.v2i2.41

Abstract

 Peralihan hak melalui jual beli di bawah tangan mengakibatkan pembeli hanya dapat menguasai tanah secara fisik dan tidak dapat menguasai tanah secara yuridis, dimana pembeli tidak dapat mendaftarkan peralihan hak atas tanahnya tersebut. Penjual kemudian menghilang/pindah domisili serta tidak diketahui keberadaannya sehingga tidak pernah menyelesaikan proses jual beli tanah di hadapan PPAT. Demi melindungi hak dan kepentingannya, Pembeli kemudian menggugat penjual ke Pengadilan Negeri atas wanprestasi/ingkar janji penjual dalam membantu proses balik nama sertipikat tanah. Atas gugatan tersebut lahirlah putusan verstek. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami serta menganalisis eksistensi putusan verstek yang mengabulkan gugatan penggugat dalam relevansinya dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dimaksud pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dimana suata bidang tanah yang telah bersertipikat diperjual-belikan tanpa Akta Jual Beli PPAT, juga untuk mengetahui dan memahami serta menganalisis implikasi yuridis pendaftaran peralihan hak atas tanah yang didasari dengan putusan verstek. Dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif, penelitian ini bersifat preskriptif yaitu menjawab isu hukum dengan cara menggambarkan, menelaah, mengkaji, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diangkat. Eksistensi putusan verstek yang mengabulkan gugatan penggugat dalam relevansinya dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dimaksud pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat menjadi dasar bagi penggugat/pembeli tanah untuk bisa mendaftarkan peralihan hak atas tanahnya/melakukan proses balik nama sertipikat ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tanpa adanya Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT karena putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) memiliki kedudukan dan kekuatan pembuktian yang sama sebagai akta otentik.
Tanggung Jawab Notaris Pengganti atas Akta Notaris yang dibuat oleh Notaris tidak Berwenang dalam Kewenangan Notaris Pengganti Wahyudi, Anton; Erliyani, Rahmida; Mispansyah, Mispansyah
Notary Law Journal Vol. 2 No. 3 (2023): July-September
Publisher : Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/nolaj.v2i3.47

Abstract

Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pertanggungjawaban notaris pengganti yang tidak menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai notaris pengganti dan untuk mengkaji sanksi terhadap notaris pengganti yang telah diambil sumpah tetapi tidak menjalankan tugas dan kewenanganannya. Dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu menjawab isu hukum dengan cara menggambarkan, menelaah, mengkaji, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diangkat. Hasil Penelitian Pertama : Pertanggungjawaban notaris pengganti yang tidak menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai notaris pengganti adalah pertanggungjawaban dengan berdasarkan pada berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault), hal ini diukur dari besar dan kecilnya suatu kesalahan dijadikan sebagai landasan untuh menjatuhkan sanksi kepada Notaris. Kedua : Sanksi terhadap notaris pengganti yang telah diambil sumpah tetapi tidak menjalankan tugas dan kewenanganannya tidak dapat dianggap sudah melanggar kode etik karena tidak bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum, karena berdasarkan Pasal 17 huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris notaris pengganti bukan pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga terdapat kekosongan hukum yang mana tidak ada aturan yang mengatur mengenai sanksi yang dapat diberikan kepada Notaris Pengganti yang tidak menjalankan tugas dan kewenangannya.
Realisasi Kebijakan Politik Hukum Pangan dalam Pemberdayaaan Perempuan pada Masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara Erliyani, Rahmida; Ratomi, Achmad; Farah, Gusti Alya Fathia; Kusumawardhani, Nurul Aini
Badamai Law Journal Vol 9, No 1 (2024)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v9i1.19196

Abstract

: Pemerintah sudah  mencanangkan kebijakan  ketahanan pangan yang dituangkan dalam  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Kebijakan ini berupaya menuju peningkatan ketahanan pangan masyarakat yang diawali dari upaya pencapaian kemandirian pangan keluarga.Secara hukum dapat kita lihat pada tataran regulasinya, baik dalam lingkup lokal maupun secara nasional. Adanya UU tentang Pangan ini yang kemudian di turunkan dalam berbagai peraturan pelaksananya baik dalam lingkup nasional maupun daerah Kabupaten HSU, menarik untuk dikatehui dalam aspek hukum ini. Kemudian bagaimana  realiasasi politik hukum pangan di Kabupaten HSU ini dalam proses penyelenggaraan pangan dengan melibatkan peran perempuan sebagai pemberdayaan perempuan. Hal ini menjadi penting untuk dianalisis karena peran perempuan sangat singnifikan dalam upaya peningkatan ketahan keluarga dalam aspek ekonomi maupun kesehatan .Implementasi berbagai regulasi hukum terkait uapaya mewujudkan ketahanan pangan nasional dengan mengedepankan upaya mencapai kemandirian pangan keluarga, peran perempuan niscahya ditiadakan. Oleh karena itu menarik untuk terus dilakukan riset terkait pemberdayaan perempuan dalam keluarga pada masyarakat Kabupaten HSU terutama terkait pemberdayaan perempuan pada persolan kemandiran keluarga termasuk dalam hal ini kemandirian pangan keluarga.Metode yang digunakan dalam Penelitian ini  adalah penelitian hukum empiris dengan lokasi penelitian adalah Kabupaten Hulu Sungai Utara ( HSU), dengan pendekatan statute approad dan conceptual approad.Data yang digunakan adalah data primer didukung data sekunder.Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa regulasi pemerintah daerah Kabupaten HSU dalam upaya peningkatan pemberdayaan perempuan pada masyarakat untuk penyelenggaraan pangan  dan kemandirian ekonomi keluarga memang secara aturan hukumnya tidak diatur secara khusus dalam tataran regulasi daerah.namun terdapat dalam berbagai peraturan nasional terkait penyelenggaraan pangan dan juga sebagian tertuang dalam regulasi daerah.yang bersifat umum tentang kebijakan terkait penyelenggaran pangan dan pembinaan ketahanan keluarga. Realisasi kebijakan poltik hukum pangan di kabuapten HSU dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan terkait program ketahanan pangan yang dilakukan secara terpadu oleh dinas PPPA&KB, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas dukcapil, Dinas Peternakan, Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Dinas Perindag. Bentuk kegiatannya adalah: Penyuluhan penyuluhan untuk kemandirian pangan masyarakat, kegiatan berbagai penyuluhan  tentang kesehatan keluarga, ibu dan anak,Kegiatan penyuluhan dan pembinaan pencegahan perkawinan usia dini. Dan kegiatan Penyuluhan dan pembinaan pencegahan stanting bagi anak,kegiatan pelatihan keterampilan pengolahan makanan industri rumahan, kegiatan pelatihan keterampilan kewirausahaan dan pedagang/usaha kecil. Juga kegiatan  pembinaaan usaha pertanian dan perkebunan, usaha perikanan serta kegiatan pembinaan peningkatan kawasan wisata perairan dan sungai dan menjalin berbagai kerjasama dengan pihak instansi terkait untuk upaya peningkatan pemeliharaan dan pemenfataan lahan gambut, rawa dan sungai.    
Kepastian Hukum Perkawinan Beda Agama Di Indonesia Jannah, Raudhatul; Erliyani, Rahmida; Qamariyanti, Yulia
Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan Vol 10 No 18 (2024): Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 
Publisher : Peneliti.net

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.13983550

Abstract

Tujuan yang ingin didapat dalam penelitian hukum ini ialah mencari tahu mengenai kepastian hukum dalam perkawinan beda agama yng dilakukan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normative yang hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikaitkan sebagai konsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku. Sifat penelitian preskriptif yaitu mengenai apa yang seharusnya yaitu yang berpegang kepada karekteristik ilmu hukum sebagai ilmu terapan, dengan memberi argumentasi baru, bertolak dari argument tersebut diberikan preskriptif dalam bentuk saran-saran atau rekomendasi. Menurut hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa: Pertama, Pengaturan Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan syarat sahnya perkawinan, yaitu: 1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. 2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, Mekanisme dan Tata Cara Permohonan Perkawinan Beda Agama yaitu dimana dalam proses perijinan di tingkat Rukun Tangga (RT), Rukun Warga (RW), Kelurahan dan Kecamatan, prosedur yang ditempuh sama dengan prosedur yang ditempuh pada proses perijinan perkawinan biasa (tidak berbeda agama). Proses perijinan perkawinan diawali dari surat keterangan RT/RW di lingkungan tepat berdomisilinya calon mempelai, yaitu Surat Pengantar Nikah dan Surat Status Perkawinan dari calon mempelai
KECERMATAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA DAN AKIBAT HUKUMNYA Rika , Rika; Anwary, Ichsan; Erliyani, Rahmida
Lambung Mangkurat Law Journal Vol. 2 No. 2 (2017): September
Publisher : Program magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/abc.v2i2.41

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis konsep kecermatan oleh Notaris dalam pembuatan akta autentik dan akibat hukum terhadap akta Notaris yang dibuat tanpa mengindahkan (memperhatikan) kecermatan dalam pembuatan akta autentik. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif, dengan tipe penelitian adalah kekaburan norma hukum yang terdapat dalam Pasal Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep mengenai kecermatan oleh Notaris dalam pembuatan akta autentik dapat didasarkan pada ketentuan Pasal 38 sampai dengan 40 UUJN, serta Pasal 1851 ayat (2) juncto Pasal 1868 KUH Perdata dan Pasal 164 HIR/Pasal 165/286 RBg, yang menegaskan bahwa Notaris harus memperhatikan bentuk dan tata cara pembuatan akta autentik yang ditetapkan dalam undang-undang (syarat formil), ketetapan yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik (syarat materil), menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. Akibat hukum terhadap akta Notaris yang dibuat tanpa mengindahkan (memperhatikan) kecermatan dalam pembuatan akta autentik, maka akta autentik tersebut berakibat non existent, atau menyebabkan akta autentik tersebut mengalami penurunan kekuatan pembuktian dari akta autentik menjadi akta di bawah tangan, hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 1869 KUH Perdata, Pasal 41 dan Pasal 84 UUJN.
THE EXISTENCE OF NOTARY HONOR ASSEMBLIES IN THE CRIMINAL JUSTICE PROCESS Erliyani, Rahmida; Ratomi, Achmad
Lambung Mangkurat Law Journal Vol. 3 No. 1 (2018): March
Publisher : Program magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/abc.v3i1.70

Abstract

The aim of this study is to know and analyze the basic idea of the necessity for the approval of the Notary Honor Assemblies to the Notary examination in the criminal justice process and on the approval of the Notary Honor Assemblies to the Notary examination in the criminal justice process in relation to the principle fast, simple and low cost trial. This research uses doctrinal law research done or aimed at a concept that will be studied which is the concept or principle of fast, simple and low cost trial in relation with the authority of Honorary Notary Assembly to the checking of Notary in criminal justice process. The basic rationale of the existence of this NHA is the effort to enforce the obligation to deny or deny notary rights (the obligation to conceal the contents of the deed). Thus, the NHA’s approval as a opening “key” to the obligation of Notaries public when facing the complicated legal process. Legal protection of notary as regulated in Article 66 paragraph (1) law of the Repulic of Indonesia concerning Position of Notary (LPN) is a legal protection to notary public as a public official who is performing its task and obligation in carrying out government authority to keep the state documents in the form of authentic deed. The request for approval from NHA is not only done by the investigator at the stage of investigation, but will also be requested again by the prosecutor for the prosecution and by the judge for the court hearing not in accordance with one of the principles in the criminal justice process that is fast, simple and low cost court principle. For the seizure of the copy of the minuta deed and the summon to the Notaries must first the investigator, the prosecutor and the judge send the application for approval to NHA. It is said not to be in accordance with the simple justice principle because according to Article 66 Law of Position of Notary (LPN), the request for the approval of NHA is done at every stage of criminal justice process.
KEDUDUKAN DANA ASURANSI JIWA DALAM RELEVANSINYA DENGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN Pratama, Aji Surya; Barkatullah, Abdul Halim; Erliyani, Rahmida
Lambung Mangkurat Law Journal Vol. 4 No. 1 (2019): March
Publisher : Program magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/abc.v4i1.76

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan menganalisis ahli waris yang namanya tidak disebutkan sebagai penerima manfaat dalam polis asuransi jiwa yang telah ditinggalkan oleh almarhum yang dapat dikategorikan sebagai ahli waris. Metode penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dan jenis penelitiannya norma yang samar-samar, yaitu ada perbedaan atau insinkronisasi Hakim Mahkamah Agung dalam membuat putusan tentang perselisihan dana klaim asuransi jiwa di kalangan ahli waris. Hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa perjanjian asuransi merupakan hasil kombinasi antara hukum properti khususnya hukum waris testametary dan hukum kontrak, dengan demikian, perjanjian asuransi jiwa dapat disebut sebagai wasiat karena warisan adalah salah satu cara untuk mendapatkan hak kepemilikan atas sebuah properti, dalam hal ini jumlah uang pertanggungan. Nominasi ahli waris sebagai penerima dana asuransi jiwa memiliki karakteristik administrasi karena ahli waris sebenarnya adalah ahli waris yang diatur dalam kebijakan asuransi jiwa. Dari aspek properti warisan, nama yang dinyatakan sebagai penerima dalam polis asuransi jiwa hanya dapat menerima maksimal 1/3 (sepertiga) dari properti warisan yang ditinggalkan oleh almarhum. Dari aspek posisi mereka, ahli waris dalam polis asuransi jiwa hanyalah sebagai kreditor (bukan menggantikan hak dan kewajiban pewaris). Ahli waris yang sah berhak untuk mengklaim hak atas bagian absolut yang dilindungi oleh hukum (legitime portie) atas uang pertanggungan yang bertentangan dengan bagian sahnya.
Dispute Resolution Model in Sewangi Island Village Communities Based on Wetlands Erliyani, Rahmida; Syahrida, Syahrida; Rahmawati, Diana; Sihite, Dermawatie; Farah, Gusti Alya Fathia; Amalia, Berliany; Geovandry, Dimas
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities Vol 7, No 4 (2024): October, Social Issue and Education
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jr.v7i4.43005

Abstract

Based on Law Number 3 of 2024, an amendment to Law Number 6 of 2014 concerning Villages, it regulates the concept of a village as a legal community unit with certain territorial boundaries with the authority to regulate and manage its own government affairs. In carrying out village government led by the village head, one of the village head's obligations according to the law is to resolve disputes in the village community, this is stated in the provisions of article 26 of the law. This is interesting to research in socio-legal legal studies, especially in studies regarding dispute resolution models or village community disputes. These legal problems were analyzed based on empirical legal research methods by exploring field data based on interview techniques at the research location in Sewangi Island Village, Batola Regency, South Kalimantan Province.The research results show that the existence of a village head is very important in resolving disputes or disputes in village communities whose cultural characteristics are generally wetland-based, namely as communities on the banks of the Barito river, with a communal and traditional community culture. According to legal studies, the dominant form of dispute resolution is the non-litigation form of resolution. The dispute resolution model applied is a deliberative dispute resolution model which leads to a dispute resolution model towards Mediation and Conciliation, as well as directed coordination with law enforcement if it is resolved towards a Litigation process.