Claim Missing Document
Check
Articles

Found 37 Documents
Search

TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI ASPEK PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PN-LSM) Fachrul Razi; Madiasa Ablisar; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.29 KB)

Abstract

ABSTRAK TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI ASPEK PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PN-LSM) Fachrul Razi* Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS** Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum*** Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan sebagainya, karena tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh tindakan negatif dari orang dewasa atau orang disekitarnya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh Anak. Bagaimana Penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam Putusan Pengadilan di Analisis dari Aspek Perlindungan terhadap Anak. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh Anak, faktor interinsik yaitu faktor intelegensia, faktor usia, faktor kelamin sedangkan faktor eksterinsik yaitu faktor rumah tangga, faktor pedidikan dan sekolah, faktor pergaulan anak serta faktor mass media. Penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam Putusan Pengadilan di analisis dari Aspek Perlindungan terhadap Anak.Perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui: Perlakuan atas anak secara menusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, Penyediaan Petugas Pendamping sejak dini, Penyediaan sarana dan prasarana khusus, Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hokum, Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orangtua atau keluarga dan Perlindungan dari pemberian identitas melalui media masa untuk menghindari labelisasi   * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUJUKAN ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1518/Pid.B/2014/PN.Mdn; Putusan Pengadilan Negeri Medan No.1840/Pid.B/2014/PN.Mdn, dan Nesya Yulya; Edi Warman; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.663 KB)

Abstract

ABSTRAK Nesya Yulya* Prof.Dr. Ediwarman, SH, M.Hum.** Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum.*** Anak merupakan pihak yang sangat lemah secara sosial dan hukum, sehingga sering dijadikan bahan eksploitasi dan tindak kekerasan. Belakangan ini, banyak sekali terjadi kasus kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia yang dilakukan oleh orang-orang terdekat anak seperti orang tua, guru, pacar, teman dan lain-lain. Data yang dikumpulkan oleh Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2014 tercatat sebanyak 21.869.797 kasus pelanggaran hak anak, yang tersebar di 34 provinsi. Sebesar 42-58% dari pelanggaran hak anak itu, merupakan kejahatan seksual terhadap anak, selebihnya adalah kasus kekerasan fisik dan penelantaran anak. Keadaan di atas yang kemudian memunculkan pertanyaan bagi penulis yang kemudian diangkat menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimana Pengaturan yang mengatur tentang Tindak Pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan, bagaimana faktor penyebab terjadinya Tindak Pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan dan bagaimana pertanggungjawaban terhadap pelaku pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan apakah sudah memberikan perlindungan terhadap anak dalam putusan pengadilan. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan hukum yang mengatur tentang tindak pidana persetubuhan terhadap anak dibawah umur dapat dikaji dari KUHP dan UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sedangkan tindak pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan diatur dalam UUNo.23 Tahun 2002 jo. UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan dapat dikategorikan ke dalam dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Majelis Hakim dalam memutus kasus pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan cenderung menghukum para terdakwa dengan Pasal 81 ayat (2) UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana ** Dosen Pembimbing I/Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***  Dosen Pembimbing II/Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI MASKAPAI PENERBANGAN SIPIL AKIBAT KECELAKAAN PESAWAT YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PIDANA INDONESIA Ari Pareme; Mhd Hamdan; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (518.914 KB)

Abstract

ABSTRAK Ari Pareme Simanullang Dr.M.Hamdan, S.H.,M.H. Rafiqoh Lubis, S.H.,M.Hum   Mobilitas masyarakat yang semakin tinggi serta didukung oleh modernisasi dan kemajuan teknologi mengakibatkan korporasi banyak mengambil bagian dalam kehidupan masyarakat. Di satu sisi, hal ini berpotensi menghasilkan keuntungan yang besar, tetapi di sisi lain berpotensi menimbulkan kerugian besar baik secara ekonomi, lingkungan hidup sampai matinya seseorang. Korporasi sebagai subjek hukum di dalam Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 tentu membawa suatu yang baru karena pada undang-undang sebelumnya, tidak mengatur korporasi sebagai subjek hukum, mengingat juga bahwa kecelakaan pesawat yang terjadi di Indonesia tidak pernah diselesaikan melalui ranah pidana, jika pun ada, bukan korporasi yang dimintakan pertanggungjawaban tetapi pilot (awak kapal) sebagai perorangan. Korporasi sebagai subjek hukum tindak pidana penerbangan membuat bentuk pertanggungjawaban pidananya berbeda dengan pertanggungjawaban pidana orang perorangan. Sehingga, adapun masalah hukum yang diteliti dan dibahas terkait hal tersebut adalah kebijakan penanggulangan tindak pidana penerbangan di Indonesia dan pertanggungjawaban pidana korporasi maskapai penerbangan sipil akibat kecelakaan pesawat yang menyebabkan kematian ditinjau dari aspek hukum pidana Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang dilakukan dengan mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder dan tersier melalui studi kepustakaan. Bahan hukum yang dikaji adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan KUHP. Bahan hukum tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini bahwa, pertama, kebijakan penanggulangan tindak pidana penerbangan di Indonesia melalui hukum pidana (sarana penal) telah dirumuskan dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yang kemudian haruslah diterapkan melalui tahap aplikatif dan eksekutif. Tetapi pada praktiknya, kebijakan penanggulangan tindak pidana penerbangan cenderung diselesaikan melalu sarana non-penal, yaitu secara perdata atau administrasi. Kedua, Pertanggungjawaban pidana korporasi maskapai penerbangan sipil akibat kecelakaan pesawat yang menyebabkan kematian dimintakan kepada pengurus dan/atau korporasi maskapai penerbangan yang melakukan tindak pidana mengoperasikan pesawat udara yang tidak memenuhi standar kelaikudaraan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh tahun) dan denda paling banyak  Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang ditentukan dalam bab ketentuan pidana.
SAH TIDAKNYA PENETAPAN STATUS TERSANGKA OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) YANG DIAJUKAN SEBAGAI ALASAN PRA PERADILAN DITINJAU DARI HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA (STUDI TERHADAP PUTUSAN NOMOR: 04/PID.PRAP/2015/PN.JKT.SEL – PRA PERADILAN BUDI GUN Randa Morgan Tarigan; Syafruddin Kalo; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (440.549 KB)

Abstract

ABSTRAK Randa Morgan Tarigan* Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum** Rafiqoh Lubis, SH,M.Hum*** Praperadilan dibentuk oleh KUHAP untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia dan agar para aparat penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekwen. Dengan adanya lembaga praperadilan, KUHAP telah menciptakan mekanisme kontrol yang berfungsi sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan bagaimana aparat penegak hukum menjalankan tugas dalam peradilan pidana. Dalam hal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, KPK merupakan lembaga yang lewat amanah Undang-Undang berwenang dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka guna proses penyidikan dan penyelidikan tindak pidana korupsi. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimana mekanisme penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan bagaimana sah-tidaknya penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan sebagai alasan Praperadilan ditinjau dari Hukum Acara Pidana di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif melalui penelitian kepustakaan (library research). Hasil dari proses penyelidikan merupakan penentu penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan tindak pidana korupsi akan ditingkatkan ke penyidikan setelah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti. Sebelumnya, sah-tidaknya penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah bukan merupakan objek praperadilan dan bukan pula wewenang pengadilan untuk mengadili. Tetapi, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 praperadilan telah berwenang memeriksa sah atau tidaknya penetapan status tersangka. Hal ini merupakan sebuah pembaruan dalam hukum acara pidana di Indonesia.  
PERLINDUNGAN TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN MEDIS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN PASIEN (Studi Putusan Nomor 90/PID.B/2011/PN MDO, Putusan Mahkamah Agung Nomor : 365K/PID/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 79 PK/PID/2013) Joyiessandi Karo Sekali; Muhammad Hamdan; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.181 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Joyiessandi[1] M.Hamdan[2] Rafiqoh Lubis[3]   Kesehatan merupakan hak dari setiap orang sebagai mahluk hidup. Keadaan yang sehat akan menjadi prioritas setiap orang karena akan memungkin untuk beraktifitas normal. Sarana dan prasarana fasilitas kesehatan yang baik serta profesionalisme dan keterampilan dari dokter dalam melakukan tugas dan tanggungjawab profesinya sangat penting dalam upaya peningkatan kesehatan. Seringkali dokter melakukan kesalahan dalam melakukan perawatan terhadap pasien, baik itu kesalahan dalam mendiagnosa penyakitnya dan bahkan kesalahan dalam tindakan operasi yang dilakukan oleh dokter. Dokter merupakan manusia biasa yang penuh dengan keterbatasan, dan dalam melaksanakan tugasnya penuh dengan risiko, karena kemungkinan pasien cacat bahkan meninggal dunia setelah ditangani dokter dapat saja terjadi, walaupun dokter telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi medis dan standar pelayanan operasional (SOP), sehingga dokter perlu mendapatkan perlindungan atas tindakan medis yang dilakukannya. Rumusan masalah yang akan diteliti dalam penulisan skripsi adalah Bagaimana kelalaian dalam tindakan medis kedokteran dan Bagaimana perlindungan terhadap dokter yang melakukan pengambilan keputusan tindakan medis yang mengakibatkan kematian pasien dalam Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/PN MDO, Putusan Mahkamah Agung Nomor : 365K/PID/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 79 PK/PID/2013. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan hukum normatif (yuridis normative) dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan (library reseach) yang menitikberatkan pada data sekunder yaitu memaparkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi serta buku-buku, artikel, majalah yang menjelaskan peraturan perundang-undangan dan dianalisis. Seorang dokter dapat dikatakan lalai dalam  melakukan tindakan medis apabila dalam  melaksanakan tugasnya sebagai pelayan kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur serta dokter tidak bertindak dengan wajar dan  hati-hati serta mengakibatkan cacat/luka bahkan kematian pada orang lain (Pasien). Berdasarkan tiga putusan yaitu Putusan Pengadilan Negeri, Putusan Kasasi dan Putusan Peninjauan Kembali Perlindungan yang dapat diterapkan kepada dokter yang melakukan pengambilan keputusan tindakan medis yang dapat mengakibatkan kematian pasien ialah apabila dokter sudah bekerja sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh dokter tersebut. 1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2 Dosen Pembimbing I, Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara 3Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM PENGGUNAAN ANGGARAN PADA SEKRETARIAT DPRD (STUDI PUTUSAN NO.75/PID.SUS-TPK/2014/PN. MEDAN) Ahmad Fakhri Salman; Syafruddin Kalo; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2018)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.888 KB)

Abstract

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM PENGGUNAAN ANGGARAN PADA SEKRETARIAT DPRD (STUDI PUTUSAN NO.75/PID.SUS-TPK/2014/PN. MEDAN) Ahmad Fakhri Salman* Syafruddin Kalo** Rafiqoh***     ABSTRAK Kekuasaan adalah bagian yang sangat rentan terhadap penyakit korupsi.Secara tidak langsung hal ini mengisyaratkan bahwa kekuasaan dapat dijadikan sebagai sarana yang dapat mempermudah bagi pemegangya untuk menjelma menjadi seorang koruptor.Penyalahgunaan wewenang menjadi perhatian penting pada masa sekarang ini dimana pemerintah pusat maupun daerah telah banyak terkait kasus korupsi sehingga penulis dalam skripsi ini mengambil judul Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penyalahgunaan Wewenang Dalam Penggunaan Anggaran Pada Sekretariat DPRD (Studi Putusan No.75/Pid.Sus-Tpk/2014/PN. Medan). Yang permasalahannya yaitu Bagaimana Pengaturan Hukum tentang Penyalahgunaan Wewenang Oleh Aparatur Sipil Negara, Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penyalahgunaan Wewenang Dalam Penggunaan Anggaran Pada Seketariat DPRD, Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif.Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis.Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research).Keseluruhan data atau bahan yang diperoleh dianalisis secara kualtitatif. Pengaturan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia berdasarkanUndang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam Pasal 3 disebutkan“Bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”serta untuk memenuhi unsur penyalahgunaan wewenang adalah diisyaratkan bahwa pelakunya harus pegawai negeri atau penyelenggara negara, sehingga terpenuhilah unsur “menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”. Sanksi tambahan bisa berlaku bagi pelaku penyalahgunaan wewenang berupa perampasan barang bergerak berwujud maupun tidak bergerak dan tidak berwujud dari hasil tindak pidana korupsi, pembayaran uang pengganti yang jumlah sebesar harta benda hasil tindak pidana korupsi juga pencabutan hak-hak yang di berikan oleh pemerintah terhadap terpidana dan apabila terpidana tidak bisa membayar uang pengganti setelah satu bulan dari putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka dapat dilakukan penyitaan terhadap harta benda terpidana oleh jaksa dan dilelang atasnya untuk menutupi uang pengganti tersebut, apabila terpidana tidak memiliki harta benda maka hukumannya dipidana dengan tidak melebihi ancaman maksimum pidana pokoknya sebagaimana berlaku dalam ketentuan Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi.   Kunci: Korupsi, Penyalahgunaan Wewenang, Pemerintah
PENERAPAN KETENTUAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENYEBARAN PORNOGRAFI ANAK MELALUI JEJARING SOSIAL FACEBOOK BERDASARKAN UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (Studi Putusan Pengadilan Negeri No. 248/Pid.Sus/2017/PN.Trg) Vebri Rahmadani; Liza Erwina; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 2 (2018)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (471.691 KB)

Abstract

PENERAPAN KETENTUAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENYEBARAN PORNOGRAFI ANAK MELALUI JEJARING SOSIAL FACEBOOK BERDASARKAN UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (Studi Putusan Pengadilan Negeri No. 248/Pid.Sus/2017/PN.Trg) Vebri Rahmadani[1] Liza Erwina[2] Rafiqoh Lubis[3] Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Saat ini, perkembangan iptek seperti halnya internet (interconnected computer network) sangat menunjang profesi dan pekerjaan setiap orang untuk mencapai tujuan hidup dalam waktu singkat. Sebaliknya, internet juga dapat merugikan kepentingan orang lain. Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju, maka media sosialpun ikut tumbuh dengan pesat. Facebook merupakan salah satu bentuk perkembangan dari media sosial. Dengan meningkatnya pengguna facebook maka ada banyak yang memanfaatkan situs jejaring sosial ini untuk berbagai tujuan, ada yang untuk tujuan positif, ada pula yang menggunakannya sebagai “ladang cybercrime”. Sering kali anak yang dijadikan sasaran bagi kejahatan ini. Mudahnya akses terhadap konten pornografi dinilai menjadi salah satu penyebab utama kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia meningkat. Rumusan Masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu mengenai bagaimana perkembangan pengaturan tindak pidana pornografi di Indonesia dan bagaimana penerapan ketentuan pidana terhadap terdakwa tindak pidana penyebaran pornografi anak melalui jejaring sosial facebook. Penelitian skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Perkembangan pengaturan tindak pidana pornografi di Indonesia dimulai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-Undang, lalu lahirlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 Tentang Perfilman, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transasksi Elektronik.  Perkara yang dibahas dalam skripsi ini adalah putusan pengadilan negeri No.248/Pid.Sus/2017/PN.Trg yang merupakan kasus mengenai penyebaran pornografi anak melalui status jejaring sosial facebook. Hakim dalam menjatuhkan putusan dianggap belum tepat, karena hakim menjatuhkan pidana penjara 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan, dikurangi masa penangkapan dan penahanan yan telah dijalani Terdakwa, yang seharusnya dapat dihukum lebih berat lagi apabila menggunakan Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pornografi, yaitu pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. [1]Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara [2]Dosen Pembimbing I [3]Dosen Pembimbing II
UPAYA BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) DALAM PENCEGAHAN DAN PENEGAKAN HUKUM PIDANA TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat) Indra Sakti Ginting; Muhammad Hamdan; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 3 (2018)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (529.493 KB)

Abstract

Abstrak Indra Sakti Ginting* Muhammad Hamdan** Rafiqoh Lubis*** Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.   Perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan teknologi saat inimenyebabkan semakin mudahnya pendistribusian atau peredaran narkotika yang dapat menjangkau wilayah-wilayah terpencil diseluruh Indonesia. Peredaran gelap narkotika disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor geografi, ekonomi, keluarga dan masyarakat. Dalam rangka lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur mengenai penguatan kelembagaan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang diperkuat kewenangannya melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Permasalahan yang diangkat dalam jurnal ini adalah bagaimana kewenangan BNN dalam penanggulangan tindak pidana narkotika di Indonesia, implementasi upaya BNN Kabupaten Langkat dalam pencegahan dan penegakan hukum pidana tindak pidana narkotika, dan kendala yang dihadapi BNN Kabupaten Langkat dalam implementasi upaya pencegahan dan penegakan hukum pidana tindak pidana narkotika dan upaya mengatasi kendala tersebut. Kewenangan BNN dalam penanggulangan tindak pidana narkotika di Indonesia sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya bersifat koordinatif dan administratif.Setelah lahirnya Undang-Undang Narkotika tersebut kewenangan BNN mengalami peningkatan yaitu melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan. Upaya BNN Kabupaten Langkat dalam pencegahan tindak pidana narkotika yaitu melakukan kegiatan penyuluhan tentang bahaya narkoba dilingkungan pemerintah, masyarakat dan pendidikan agar mempunyai daya cegah terhadap penyalahgunaan narkotika. Upaya penegakan hukum pidana tindak pidana narkotika yang dilakukan BNN Kabupaten Langkat adalah upaya penyelidikan dan penyidikan, kemudian bekerja sama dengan instansi pemerintah Kabupaten Langkat, salah satunya adalah pihak Kepolisian. Dalam mengimplementasikan upaya-upaya tersebut BNN Kabupaten Langkat terdapat kendala diantaranya keterbatasan anggaran dan personil, namun BNN Kabupaten Langkat tetap melaksanakan tugasnya dengan semaksimal mungkin untuk memberantas pelaku tindak pidana narkotika.     * Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. ** Dosen Pembimbing I dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TURUT SERTA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Analisis Putusan PN Nomor 5/Pid.Sus-Anak/2017/PN Psp dan Putusan PN Nomor 6/Pid.Sus-Anak/2017/PN Psp) Yulita Ariska Siregar; Edi Yunara; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 4 (2018)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (512.044 KB)

Abstract

Yulita Ariska Siregar* Edy Yunara** Rafiqoh Lubis***   Depertemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara   Abstrak Kejahatan menjadi sorotan dikalangan pemerintahdan masyarakat. Masalah kejahatan bukan saja dilakukan oleh orang dewasa, tetapi anak-anak sudah banyak yang melakukan tindak pidana. Kejahatan ini terjadi akibat perkembangan pembangunan yang sangat cepat, mulai dari teknologi, informasi, komunikasi serta perubahan gaya hidup akibat masuknya berbagai budaya asing. Data Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Sumut, Misran Lubis mengatakan berdasarkan advokasi dan pemantauan selama 2017 tercatat 295 kasus kejahatan anak yang mana terdapat 25 kasus pembunuhan anak. Penerapan sanksi yang diberikan oleh hakim harus mengacu pada UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Permasalahan skripsi yakni: bagaimana penyertaan melakukan tindak pidana di Indonesia, bagaimana sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap anak yang melakukan tindak pidana menurut hukum pidana di Indonesia, serta bagaimana penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang turut serta melakukan pembunuhan dikaitkan dengan perlindungan terhadap anak dalam Putusan PN No. 5/Pid.Sus-Anak/2017/PN Psp dan Putusan PN No. 6/Pid.Sus-Anak/2017/PN Psp. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitan hukum normatif, penelitian terhadapperaturanperundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini. Berdasarkan permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa penyertaan (deelneming) dalam hukum pidana di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu  pembuat dan pembantu. Pembuat diatur dalam Pasal 55 KUHP yaitu plegen (mereka yang melakukan), doen plegen (mereka yang menyuruh melakukan)   medeplegen(mereka yang turut serta melakukan), uitlokken (mereka yang  menganjurkan). Sedangkan pembantu diatur di dalam Pasal 56 KUHP yaitu pembantuan pada saat kejahatan dilakukan dan pembantuan sebelum kejahatan dilakukan. Sanksi yang dijatuhkan kepada anak harus berdasarkan Pasal 71 UU No. 11Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berdasarkan Putusan PN No. 5/Pid.Sus-Anak/2017/PN Psp hakim menjatuhkan pidana 6 tahun penjara kepada anak yang melakukan pembunuhan dan Putusan PN No. 6/Pid.Sus-Anak/2017/PN Psp Hakim  menjatuhkan 5 tahun penjara kepada anak yang turut serta melakukan pembunuhan.   Kata kunci: Penyertaan Tindak Pidana Pembunuhan, Anak,Sanksi * Penulis/Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen  Hukum  Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara  
KETENTUAN PIDANA KEPEMILIAN KAYU HASIL PENEBANGAN LIAR YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN (Studi Putusan No.56-K/PM.I-06/AD/XI/2016) Rosimen Manik; Alvi Syahrin; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 4 (2018)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.798 KB)

Abstract

KETENTUAN PIDANA KEPEMILIAN KAYU HASIL PENEBANGAN LIAR YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN (Studi Putusan No.56-K/PM.I-06/AD/XI/2016) Rosimen Manik* Alvi Syahrin** Rafiqoh Lubis*** Depertemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara   Abstrak Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai Ketentuan Pidana Kepemilikan Kayu Penebangan Liar Yang Dilakukan Oleh Anggota Berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pada Putusan Pengadilan Militer Banjarmasin No. 56/K/PM.-06/AD/XI/2016. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode hukum normatif (yuridis normatif) yang menitikberatkan pada data sekunder yang memaparkan peraturan perundang-undangan yang dianlisis secara kualitatif. Ada kesimpulan yang dapat ditarik oleh penulis adalah penyelesaian tindak pidana umum dalam lingkungan Peradilan Militer belum efektif karena tahapan penyelesaian yang terlalu panjang dan berbelit-belit. Selain itu, dalam putusan No. 56-K/PM.I-06/AD/XI/2016 sanksi yang pidana yang dijatuhkan terlalu ringan sehingga mengakibatkan tidak maksimalnya penerapan hukum dalam putusan ini, dan dalam lingkungan Peradilan Militer secara umum. Kata Kunci : Sistem Peradilan Pidana Militer, UU No. 18 Tahun 2013, Tindak Pidana Kehutanan.