Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

Hubungan Hukum Antara Dokter Dan Pasien Yeni Nuraeni; L. Alfies Sihombing; Wiwin Triyunarti
JURNAL PEMULIAAN HUKUM Vol 3, No 1 (2020): Jurnal Pemuliaan Hukum
Publisher : Universitas Islam Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (590.028 KB) | DOI: 10.30999/jph.v3i1.1029

Abstract

Dokter merupakan sebuah profesi yang khusus dan mulia. Dokter dipercaya dapat menyembuhkan pasien, sehingga dalam hubungan antara dokter dan pasien disebut dengan hubungan paternalistic atau hubungan antra bapak dan anak. Ketika seorang pasien mendatangi dokter untuk mendapatkan pelayanan Kesehatan, semenjak itu pula terjadi hubungan hukum antara dokter dengan pasien. Oleh sebab itu dalam melakukan pelayanan Kesehatan seorang dokter mengacu pada standar profesi kedokteran. Dimana kewajiban dan hak masing-masing diatur dalam perundang-undangan.
Kebijakan Hukum Pidana terhadap Restorative Justice dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Yeni Nuraeni; L. Alfies Sihombing
Jurnal Hukum Positum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Hukum Positum
Publisher : Prodi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.194 KB) | DOI: 10.35706/positum.v4i1.3009

Abstract

Setiap individu harus dijamin haknya, karena itu HAM tidak dapat dicabut oleh siapapun termasuk dirinya sendiri. Istilah HAM berarti hak tersebut ditentukan dalam hakikat kemanusiaan dan demi kemanusiaan. Jaminan HAM dalam UUD 1945 pasca amandemen merupakan pencapaian progresif yang patut disyukuri. Bagaimana mewujudkan jaminan HAM dalam kehidupan nyata adalah merupakan tantangan besar yang harus kita jawab dan lakukan. Jangan sampai jaminan HAM yang tercantum dalam konstitusi itu hanya bersifat normatif belaka yang bertolak belakang dengan prakteknya. Dalam system peradilan pidana saat ini masih banyak yang terabaikan HAM baik pelaku maupun korban. Dalam hal ini Secara konseptual, Restorative Justice berisi gagasan-gagasan dan prinsip-prinsip seperti membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban, dan kelompok masyarakat menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana.
Kebijakan Hukum Pidana terhadap Restorative Justice dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Yeni Nuraeni; L. Alfies Sihombing
Jurnal Hukum Positum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Hukum Positum
Publisher : Prodi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.194 KB) | DOI: 10.35706/positum.v4i1.3009

Abstract

Setiap individu harus dijamin haknya, karena itu HAM tidak dapat dicabut oleh siapapun termasuk dirinya sendiri. Istilah HAM berarti hak tersebut ditentukan dalam hakikat kemanusiaan dan demi kemanusiaan. Jaminan HAM dalam UUD 1945 pasca amandemen merupakan pencapaian progresif yang patut disyukuri. Bagaimana mewujudkan jaminan HAM dalam kehidupan nyata adalah merupakan tantangan besar yang harus kita jawab dan lakukan. Jangan sampai jaminan HAM yang tercantum dalam konstitusi itu hanya bersifat normatif belaka yang bertolak belakang dengan prakteknya. Dalam system peradilan pidana saat ini masih banyak yang terabaikan HAM baik pelaku maupun korban. Dalam hal ini Secara konseptual, Restorative Justice berisi gagasan-gagasan dan prinsip-prinsip seperti membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban, dan kelompok masyarakat menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana.
Tindak Pidana Perbankan Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan L. Alfies Sihombing; Yeni Nuraeni
Jurnal Hukum Positum Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Hukum Positum
Publisher : Prodi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35706/positum.v4i2.3179

Abstract

Tidak semua pasal-pasal dari undang-undang perbankan dapat menjerat pelaku tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 dan Pasal 50 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, maka sepanjang tidak diatur oleh Undang-undang ini dapat diterapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti tindak pidana yang berkaitan dengan tindakan pemalsuan dokumen atau warkat, maka dapat diberlakukan ketentuan Pasal 263 atau Pasal 264 KUHP yang mengatur pemalsuan surat, atau penggelapan dapat dikenakan pasal 372 KUHP yang mengatur tentang penggelapan, Pasal 378 (penipuan), Pasal 362 (pencurian). Mengingat fungsi perbankan dan kedudukan strategis sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, maka diperlukan adanya Good Corporate Governance, institusi perbankan yang sehat, transparan serta menjunjung tinggi azas profesionalisme dan kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku yang selanjutnya dapat meminimalisasi dilakukannya tindak pidana di bidang perbankan.
DAMPAK PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG No 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN UNDANG-UNDANG No. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Andi Muhammad Asrun; L. Alfies Sihombing; Yeni Nuraeni
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 1, No 1 (2020): Vol 1 No 1 tahun 2020
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (816.604 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v1i1.2037

Abstract

AbstractThe management of medical waste is part of environmental sanitation activities in the hospital which aims to protect the public from the dangers of environmental pollution that originate from hospital waste and efforts to prevent the spread of disease. Each type of medical waste has its own way of handling it. If not carried out with appropriate procedures, the consequences will have a more severe impact. Waste or medical waste is the result of waste from a medical activity. This medical waste contains various kinds of medical waste which is dangerous to human health if not treated properly, and storage becomes the last choice if the waste cannot be directly processed. Medical waste is mostly contaminated with bacteria, viruses, poisons and radioactive materials that are harmful to humans and other creatures around their environment. The negative impact of medical waste on the community and its environment occurs due to poor management. The impact that occurs from medical waste can cause pathogens that can adversely affect humans and the environmentKeywords: management, medical waste, environment AbstrakPengelolaan limbah medis merupakan bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di Rumah Sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah Rumah Sakit dan upaya penanggulangan penyebaran penyakit.. Tiap jenis limbah medis memiliki cara penanganannya sendiri-sendiri. Apabila tidak dilakukan dengan prosedur yang sesuai maka akibatnya akan berdampak lebih parah Sampah atau limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis. Limbah medis ini mengandung berbagai macam limbah medis yang berbahaya bagi kesehatan manusia bila tidak diolah dengan benar, dan penyimpanan menjadi pilihan terakhir jika limbah tidak dapat langsung diolah. Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi dengan bakteri, virus, racun dan bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan mahluk lain disekitar lingkungannya. Dampak negatif limbah medis terhadap masyarakat dan lingkungan nya terjadi akibat pengelolaan yang kurang baik. Dampak yang terjadi dari limbah medis tersebut dapat menimbulkan patogen yang dapat berakibat buruk terhadap manusia dan lingkungannyaKata kunci : pengelolaan, limbah medis, lingkunga
IMPLEMENTASI HUKUMAN TAMBAHAN KEBIRI KIMIA TERHADAP PELAKU KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK BERDASARKAN PP NO. 70 TAHUN 2020 (TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN PERKARA PIDANA KHUSUS NO. 69/Pid.Sus/2019/PN.Mjk) Hartawati ,; L. Alfies Sihombing; Yeni Nuraeni
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 2, No 2 (2021): Volume 2, Nomor 2 Juli-Desember2021
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.012 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v2i2.4383

Abstract

ABSTRAK Peneltian ini mengenai Implementasi hukuman tambahan kebiri kimia yang diatur dalam pasal 81 ayat (7) UU No 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, untuk pertama kalinya di Indonesia sanksi tambahan berupa tindakan kebiri kimia kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak akan diterapkan, Pengadilan Negeri Mojokerto dalam amar putusan perkara pidana khusus No. 69/Pid.Sus/2019/PN.Mjk telah menjatuhkan hukuman pokok 12 tahun penjara, subsideir 6 bulan kurungan, denda Rp. 100.000.000,- dan hukuman tambahan kebiri kimia kepada terdakwa Muh. Aris yang telah melakukan kejahatan kekerasan seksual kepada sembilan anak. Terlepas dari pro dan kontra hukuman kebiri kimia, putusan majelis hakim Pengadilan Negri Mojokerto ini patut di apresiasi karena telah mengimplemtasikan aturan undang-undang yang sudah ada dan masih berlaku ke dalam sebuah keputusan hukum. Demi menjamin kepastian hukum, sebuah keputusan pengadilan yang telah inkrah haruslah dilaksanakan, berdasarkan PP No. 70 tahun 2020 hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan kekerasan seksual dapat dilaksanakan secara konkrit, jelas dan terukur sehingga dampaknya ke depan menurunkan angka kejahatan kekerasan seksual dan menimbulkan efek jera kepada pelaku serta demi tegaknya kepastian hukum di negara Indonesia yang berdaulat. Maka sudah sepatutnya negara melalui pemerintahnya berupaya keras untuk mewujudkan rasa aman bagi masyarakat dari ancaman kejahatan, dengan tujuan agar upaya untuk melindungi keamanan dan keselamatan anak-anak Indonesia dari ancaman kekerasaan seksual dapat terwujud. Keywords : kekerasan seksual, kebiri kimia, efek jera. ABSTRACT The implementation of the additional chemical castration penalty stipulated in article 81 paragraph (7) of Law No. 17 of 2016 concerning Child Protection, for the first time in Indonesia additional sanctions in the form of chemical castration against perpetrators of sexual crimes against children will be applied , Mojokerto District Court in special criminal case No. verdict 69 / Pid.Sus / 2019 / PN Mjk has imposed a basic sentence of 12 years in prison, 6 months of imprisonment, a fine of Rp. 100,000,000 and an additional sentence of chemical castration on the defendant Muh. Aris, who has committed crimes of sexual violence against nine children regardless of the pros and cons of chemical castration punishment, the decision of the panel of judges at the Mojokerto District Court deserves appreciation for being able to apply existing rules to a legal decision. A court decision that has been submitted must be implemented, based on Government Regulation no. 70 of 2020 chemical castration punishment for perpetrators of sexual violence crimes can be implemented in a concrete, clear and measured manner to reduce the number of crimes of sexual violence for the sake of upholding legal certainty in a sovereign country. So it is fitting for the state through its government to strive to create a sense of security for society from the threat of crime, with the aim that efforts to protect the security and safety of Indonesian children from the threat of sexual violence can be realized.Keywords : sexual offender, chemical castration, deterrent effect
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA PEREMPUAN KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DI INDONESIA Alfies Sihombing; Yeni Nuraeni; Agus Satory
PALAR (Pakuan Law review) Vol 8, No 3 (2022): Volume 8, Nomor 3 Juli-September 2022
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (559.474 KB) | DOI: 10.33751/palar.v8i3.5972

Abstract

ABSTRAKTujuan Penelitian ini ialah untuk memberikan penjelasan bahwa kekerasan terhadap pekerja rumah tangga merupakan suatu kejahatan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu, pertama, bagaimanakah kebijakan formulasi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga perempuan korban tindak pidana kekerasan di Indonesia, dan kedua bagaimanakah kebijakan implementasi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga perempuan korban tindak pidana di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dalam kebijakan formulasi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga perempuan korban tindak pidana kekerasan sudah ada ketentuan hukumnya namun bersifat terbatas, seperti misalnya KUHP yang apabila terjadi suatu tindak pidana maka pelaku diancam dengan ketentuan yang diatur dalam KUHP. Namun apabila melihat dari ketentuan UU Ketenagakerjaan tidak ada satu pasalpun yang memberikan perlindungan terhadap  pembantu rumah tangga, meskipun Indonesia telah memiliki juga Permenaker, namun ketentuan tersebut tidak dapat dijadikan payung hukumnya sehingga pengawasan dan penindakan sebagaimana apa yang dicita-citakan yakni tercapainya keadilan .dalam tataran implementasinya bahwa meskipun telah ada perda namun ketentuan tersebut tidak berlaku secara nasional. Dengan adanya regulasi yang jelas maka akan mampu menekan angka tindak pidana kekerasan yang dialami oleh PRT. Maka perlu dilakukannya reformasi hukum melalui pembaharuan hukum di bidang perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga perempuan di Indonesia. Kata Kunci: Perlindungan hukum, pekerja rumah tangga, kekerasan ABSTRACTThe purpose of this study is to provide an explanation that violence against domestic workers is a crime. Based on the foregoing, the objectives of this research are, first, how is the formulation policy of legal protection for female domestic workers victims of criminal acts of violence in Indonesia, and secondly how is the policy for implementing legal protection for female domestic workers victims of criminal acts in Indonesia? . The approach method used in this research is sociological juridical. Based on the results of the study, it shows that in the formulation policy of legal protection for female domestic workers victims of violent crimes, there are legal provisions but they are limited, such as the Criminal Code which if a crime occurs, the perpetrator is threatened with the provisions stipulated in the Criminal Code. However, if you look at the provisions of the Manpower Law, there is not a single article that provides protection for domestic helpers, even though Indonesia already has a Permenaker, but this provision cannot be used as a legal umbrella so that supervision and action are as intended, namely the achievement of justice at the level of the implementation is that although there is a regional regulation, the provision does not apply nationally. With clear regulations, it will be able to reduce the number of violent crimes experienced by domestic workers. So it is necessary to carry out legal reform through legal reform in the field of legal protection for female domestic workers in Indonesia. Keywords: Legal protection, domestic workers, violence 
BANGUNAN GEDUNG RUMAH SAKIT DI KABUPATEN CIANJUR DI LIHAT DARI UNDANG-UNDANG NO 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT DAN UNDANG-UNDANG NO 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNANGEDUNG Alfies sihombing; Yeni Nuraeni; Wiwin Triyunarti
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 3, No 1 (2022): Volume 3, Nomor 1 Januari-Juni 2022
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/pajoul.v3i1.5831

Abstract

ABSTRAK  Rumah Sakit merupakan sarana publik dibidang kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Sebagai sarana publik dibidang kesehatan, maka diperlukan sumber daya manusia, alat kesehatan bahkan sarana yang menunjang dalam pelayanan kesehatan tersebut. Sebagai sarana publik maka Rumah Sakit pun harus mempunyai gedung yang kemanfaatan disesuaikan dengan fungsinya. Bangunan gedung Rumah Sakit harus memenuhi persayaratan administratif dan persayaratan tehnis. Persyaratan administratif akan terbit ketika persyaratan tehnis dipenuhi. Salah satunya adalah sertifikat laik fungsi. Berdasarkan peraturan gedung bisa dimanfaatkan sesuai fungsi apabila SLF sudah terbit. SLF ini adalah keandalan bangunan gedung yang menjadi syarat secara tehnis. Kegagalan bangunan gedung disesuaikan dengan permasalahan yang ditemukan dilapangan, dengan begitu sanksi dapat diturunkan sesuai dengan permasalahan yang muncul.  Kata kunci, Rumah Sakit, bangunan Gedung, Sertifikat Laik Fungsi  ABSTRACT  The hospital is a public facility in the health sector that is needed by the community. As a public facility in the health sector, human resources, medical equipment, and even facilities that support the health service are needed. As a public facility, the hospital must also have a building whose benefits are adjusted to its function. Hospital buildings must meet administrative and technical requirements. Administrative requirements will be issued when the technical requirements are met. One of them is a function-worthy certificate. Based on building regulations, it can be used according to its function when the SLF has been issued. This SLF is the reliability of the building which is a technical requirement. The failure of the building is adjusted to the problems found in the field, so sanctions can be lowered according to the problems that arise.  Keywords, Hospital, Building, Function-worthy Certificate  
KORBAN PERKOSAAN DITINJAU DARI VIKTIMOLOGI DALAM TINDAK PIDANA KEJAHATAN PERKOSAAN Alfies Sihombing; Yeni Nuraeni
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 3, No 2 (2022): Volume 3, Nomor 2 Juni-Desember 2022
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/pajoul.v3i2.7654

Abstract

AbstrakTujuan Penelitian ini ialah untuk menjelaskan bahwa terjadinya tindak korban kejahatan perkosaan, membuat penderitaan yang dialami oleh korban kejahatan perkosaan tidaklah mudah untuk dilupakan oleh korban. Trauma dalam kejadian itu akan selalu diingat seumur hidupnya, sebaliknya bagi pelaku kejahatan perkosaan, akan sangat mudah melupakan kejadian itu. Pada beberapa kasus, sebagian besar korban perkosaan lebih memilih berdiam diri, pasrah menerima nasib atas penderitaan yang ditanggungnya daripada melaporkan kejadian yang menimpanya ke aparat kepolisian. Angka statistik jumlah perkosaan yang tercatat di Kepolisian, besar kemungkinan adalah angka minimal. Di luar itu, diduga masih banyak kasus-kasus perkosaan lain yang tidak teridentifikasi. Kata Kunci : Perkosaan, Viktimologi AbstractThe purpose of this study is to explain that the occurrence of acts of rape victims, makes the suffering experienced by victims of rape crimes not easy for victims to forget. The trauma from that incident will always be remembered for the rest of his life, on the other hand, for perpetrators of rape, it will be very easy for them to forget this incident. In several cases, the majority of rape victims prefer to remain silent, resigned to accepting their fate for their suffering rather than reporting what happened to them to the police. The statistical figures for the number of rapes registered with the police are probably the minimum. Apart from that, it is suspected that there are many other cases of rape that have not been identified. Keywords: Rape, Victimology
LEGAL PROTECTION FOR THE FAMILIES OF TERRORISM CRIMINAL SUSPECTS Yeni Nuraeni; Lasmin Alfies Sihombing
Jurnal Scientia Vol. 12 No. 03 (2023): Education, Sosial science and Planning technique, 2023 (June-August)
Publisher : Sean Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Terrorism is an extraordinary crime that has crossed national borders and is an extraordinary crime. In cases of eradicating criminal acts of terrorism, Special Detachment 88 sometimes does not hesitate to kill someone suspected of being a terrorist. This act clearly violated human rights and violated the rights of the suspect regulated in the Criminal Code. This study aims to determine the rights of families of perpetrators of terrorism in accordance with the principle of protecting human rights, as well as to determine the effectiveness of pretrial institutions in providing protection to families of perpetrators of terrorism. The research method used is descriptive analytical normative with a juridical research specification approach. The results of the study illustrate that legal aid is an important instrument in the criminal justice system because it is an embodiment of the protection of human rights. In Law no. 39 of 1999 concerning Human Rights guarantees that everyone has the right to freedom from enforced disappearance and loss of life. It was concluded that the Human Rights Law to protect the rights of the families of terrorist suspects and pretrial has not been effective enough to protect the rights of suspects, defendants or families of suspected perpetrators of terrorism in carrying out law enforcement efforts during investigations. disappearances, arrests and detentions and beatings leading to death.