Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

Rights of Indonesian Migrant Workers' Children to Access Education at Sanggar Bimbingan Hulu Langat Malaysia Hidayat, Taufiq; Asmaroini, Ambiro Puji; .Sunarto, Sunarto; Sulton, Sulton; Chaniago, Zamawi
QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama Vol. 15 No. 2 (2023): Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama
Publisher : Lembaga Penerbitan dan Publikasi Ilmiah Program Pascasarjana IAI Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37680/qalamuna.v15i2.3305

Abstract

Human rights are fundamentally crucial to every individual, especially the right to education, which has also been stipulated in the Indonesian constitution following the international agreements. This research aims to obtain information about what causes the Indonesian migrant workers in Malaysia to have undocumented status, what problems they face in sending their children to a school, and what efforts and solutions can be made to obtain education for them. Through qualitative methods and a systematic approach, the researchers used various methods to gather data, such as interviews, observations, and documentation. This research found that the undocumented Indonesian migrant workers whose children lack proper documentation, let alone as they had entered Malaysia illegally, have no valid work or residence permission (overstaying), and got married in Malaysia to another foreign citizen. There were problems with their right to send their children to school, so the Sanggar Bimbingan Hulu Langat was established to overcome the problems and help the children get an education in Malaysia. The agenda turned out to be a means of resolving the issues that Indonesian migrant workers' children face so that they were able to access educational rights.
PENGUATAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI UNTUK MAHASISWA Sulton, Sulton; Sunarto, Sunarto; Mahardhani, Ardhana Januar
Taroa: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol 1 No 2 (2022): Juli
Publisher : LPPM IAI Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.74 KB) | DOI: 10.52266/taroa.v1i2.1002

Abstract

Pendidikan anti korupsi perlu ditanamkan kepada mahasiswa sebagai bentuk penguatan terhadap jatidiri dan komitmen positif sebagai warganegara yang baik. Perlu adanya pembiasaan dan penguatan melalui kegiatan di luar kelas sehingga pengalaman mahasiswa semakin banyak dan mampu untuk menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat. Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan dalam rangka memberikan gambaran yang nyata terhadap implementasi anti korupsi di dalam pelaksanaan pemerintahan. Mahasiswa dalam kegiatan ini melaksanakan dua kegiatan yaitu melaksanakan audiensi dengan anggota DPRD Kabupaten Ponorogo dan audiensi langsung dengan masyarakat. Hasil yang didapatkan bahwa pendidikan anti korupsi perlu ditanamkan kepada mahasiswa secara berkelanjutan, baik melalui mata kuliah ataupun insersi dalam mata kuliah yang ada, selanjutnya mahasiswa juga perlu untuk melaksanakan pembelajaran langsung ke lapangan sehingga mereka memahami apa yang sedang ada di masyarakat dan dapat memberikan solusi atas permasalahan yang sedang terjadi.
Perilaku Politik Mahasiswa dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020 Sulton, Sulton; Sunarto, Sunarto; Mahardhani, Ardhana Januar
JPK (Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan) Vol 7 No 1 (2022): Januari
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24269/jpk.v7i1.5212

Abstract

Fokus dalam penelitian ini adalah melihat perilaku politik mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2021 di Universitas Muhammadiyah Ponorogo.  Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 100 orang mahasiswa yang dapat merepresentasikan keadaan dari obyek penelitian. Informan diperoleh menggunakan metode snowball yang berasal dari 24 program studi yang ada di Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat faktor yang mempengaruhi perilaku politik mahasiswa yaitu struktur kepribadian, lingkungan sosial politik tak langsung, lingkungan politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor, dan lingkungan politik langsung berupa situasi, kesemuanya menjukkan indikator positif dalam mempengaruhi perilaku. Terdapat satu indikator yang tidak mempengaruhi perilaku adalah lingkungan politik langsung berupa situasi yang menyebutkan bahwa Pemilukada ini bukan merupakan bentuk dari eksternalisasi dan pertahanan diri terhadap situasi.Student Political Behavior In The Election Of Local Heads Synchronously In 2020. The focus of this research is to look at the political behavior of students at the Muhammadiyah University of Ponorogo. This study uses a qualitative descriptive approach, carried out from April to July 2021 at the Muhammadiyah University of Ponorogo. The number of informants in this study were 100 students who could represent the state of the research object. Informants were obtained using the snowball method from 24 study programs at the Muhammadiyah University of Ponorogo. The results showed that four factors that influence student political behavior are personality structure, indirect socio-political environment, direct political environment that influences and shapes the personality of actors, and direct political environment in the form of situations, all of which show positive indicators in influencing behavior. There is one indicator that does not affect behavior, namely the direct political environment in the form of a situation which states that this General Election is not a form of externalization and self-defense against the situation.
Moderasi Antar Umat Beragama dalam kajian Ilmu Kewarganegaraan indarwati, indarwati; sulton, sulton; J.M, Ardhana
JPK (Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan) Vol 7 No 2 (2022): Juli
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24269/jpk.v7i2.6128

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk; 1) untuk mengetahui praktik moderasi beragama antar umat beragama di Desa Bulu Lor Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo, 2) Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melakanakan moderasi antar umat Islam dan Buddha. Penelitian ini merupakan penellitian kualitatif dengan metode studi kasus di Desa Bulu Lor Adapun instrument penelitian data yang dilakukan meliputi dokumentasi, observasi, dan wawancara. Sedangkan analisis data menggunakan triagulasi data. Hasil penelitian studi kasus ini menunjukkan bahwa 1) Praktik moderasi di Desa Bulu Lor sebagai berikut; a) Memberi kebebasan dalam memilih agama dan ikut serta dalam kegiatan 17 Agustus b) saling menghormati akan kepercayaan dan juga menghormati pemeluk lain, c) Menciptakan keharmonisan dan menciptakan suasana yang kondusif di masyarakat adalah menjadi pribadi yang baik, berhenti menghakimi orang lain, mencintai orang lain, menciptakan suasana yang damai. d) Penerimaan tradisi di masyarakat Bulu Lor yaitu mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan seperti gotong royong. 2) Faktor pendukung dan faktor penghambat meliputi diantaranya faktor penghambat yatu kurangnya anggaran kegiatan, sedangkan faktor pendukung ada dua yaitu; a) Koordinasi, b) Dukungan Birokrasi dan kepemimpinan.
Keterlibatan Sipil (Civic Engagement) Dalam Pelaksanaan Program Bantuan Sosial Rumah Tidak Layak Huni Sulton, Sulton
JPK (Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan) Vol 8 No 1 (2023): Januari
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24269/jpk.v8i1.6733

Abstract

This research was conducted to get an overview of the forms of civic involvement in the implementation of the Social Assistance for the Rehabilitation of Uninhabitable Houses (BS-RTLH) in the Ponorogo district. The approach used in this research is descriptive qualitative, where data is collected through observation, interviews, and documentation techniques. The results of this study show that, amidst the swift flow of individualistic values and pragmatism, civic involvement in the implementation of community-based programs such as BS-RTLH is still very significant. Civic involvement involves all components of society, starting from individuals, community groups, religious mass organizations, to other social institutions such as universities. Forms of involvement are also widespread, starting from: (1) moral involvement, such as providing moral codes, suggestions, considerations, and moral reasoning, especially at the stage of determining prospective beneficiaries. Even moral activity (moral movement) to mobilize material support for the completion of the program; (2) political involvement such as attendance at meetings, communication, and interaction and lobbying to influence the decision-making for determining the recipients of aid as well as in bolstering aid by the government; (3) social involvement such as involvement in activities (labor) in community service, involvement in the form of material assistance, as well as involvement in the form of skills and expertise for the completion of the BS-RTLH program for the target family. Nonetheless, in practice the three forms of involvement are an integral part of the actualization of civil involvement that cannot be separated.
Perjuangan Kaum Disabilitas Dalam Mendapatkan Identitas Kewargaan Naofal Bayu Saputra Dewa; Sulton, Sulton; Asmaroin, Ambiro Puji
Civic-Culture : Jurnal Ilmu Pendidikan PKN dan Sosial Budaya Vol. 4 No. 2 Extra (2020): September
Publisher : Penerbit STKIP PGRI Bangkalan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31597/ccj.v4i2 Extra.422

Abstract

Penelitian ini membahas tentang perjuangan kaum disabilitas dalam mendapatkan identitas kewargaan. Politik kewargaan di berikan sebagai sebuah status hukum yang diberikan oleh negarabangsa dengan kajian-kajian ilmu, sosial kewargaan semakin fokus pada bentuk-bentuk kewargaan sosial, kultural dan politik. Dalam konteks seperti itu, maka kewargaan difahami sebagai perjuangan melawan hubungan kekuasaan yang secara politik, ekonomi dan kultural menindas dan mengeksklusi kelompok rakyat tertentu atau diskriminasi. Inti dari perjuangan ini adalah tuntutan akan adanya representasi politik, keadilan sosial dan ekonomi, serta pengakuan kultural. Secara umum tuntutan itu ditujukan kepada negara dan kekuatan dominan lainnya. Strategi untuk memenuhi tuntutan kewargaan dapat berlangsung dengan cara menjaga jarak atau dengan terlibat langsung dengan pemegang kekuasaan hegemonik. Negeri ini secara formal bisa di katakan demokratif, tetapi secara subtansif masih belum dikarenakan banyak kelompok yang terpinggirkan. Kelompok-kelompok yang tertindas dan terpinggirkan merupakan masyarakat dari kalangan sipil dan kerakyatan yang dianggap sebelah mata dan tidak terlihat oleh pemerintah dianggap hanya sebagai kaum lemah seperti halnya, PKL, perempuan, disabilitas, mahasiswa dan kelompok pasca fundamentalis.Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis yang akan mengungkapkan fenomenan secara sistematis pada berbagai temuan dalam penelitian. Penelitian ini fokus membahas bagaimana perjuangan yang dilakukan oleh kaum disabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk membahas langkah-langkah Perjuangan Disabilitas Atas Identitas Kewargaannya serta menjelaskan faktor-faktor yang memperngaruhi perjuangan kaum disabilitas atas identitas kewargaannya. Kata Kunci: Perjuangan, Disabilitas, Identitas Kewargaan
Gerakan Aisyiyah Dalam Meneguhkan Identitas Kewargaannya Fitriana, Diyan; Sulton, Sulton; Utami, Prihma Sinta
Civic-Culture : Jurnal Ilmu Pendidikan PKN dan Sosial Budaya Vol. 4 No. 2 Extra (2020): September
Publisher : Penerbit STKIP PGRI Bangkalan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31597/ccj.v4i2 Extra.429

Abstract

Penelitian ini membahas tentang gerakan kaum wanita yang terhimpun pada organisasi Aisyiyah dalam meneguhkan identitas kewargaannya. Politik kewargaan adalah serangkaian hak–hak kewargaan yang diperjuangkan oleh kelompok sosial yang mengalami eksklusi politik, ekonomi dan kultural dan selalu bersifat politis. Dalam mewujudkan hak-hak kewargaan dapat dilakukan dengan melalui tiga upaya, antara lain yaitu memperjuangkan pengakuan kultural, keadilan sosial dan kesejahteraan, memperjuangkan demokrasi dan representasi politik secara bersinergi. Praktik demokrasi formal di Indonesia yang relatif berhasil ternyata jauh dari cukup untuk menjamin kewargaan yang lebih substantif. Terlebih proses demokrasi yang sedang berjalan menunjukkan tanda-tanda kemandekan, sehingga tidak heran jika demokrasi yang ada hanya memberi keuntungan utamanya bagi kelompok elit oligarki, sembari mendorong perjuangan individu dan kelompok non-oligarki dalam menggunakan tata aturan dan regulasi yang ada untuk menuntut hak-hak kewargaannya. Ada banyak organisasi atau gerakan di Indonesia yang berjuang untuk identitas kolektif mereka. Salah satu organisasi yang menghimpun gerakan-gerakan dalam ranah publik secara kontestan adalah dari kelompok perempuan. Kelompok perempuan pada dasarnya memiliki ruang untuk terlibat aktif dalam memajukan bangsa Indonesia. Namun demikian, fakta di lapangan menunjukkan kelompok perempuan sering kali termarginalkan oleh lingkungan bahkan oleh bangsanya sendiri. Memang eksistensi perempuan telah diakui, tetapi keadaan Indonesia kontemporer masih terbatas dalam mempertahankan kesejahteraan perempuan dan representasi politik terabaikan bagi kaum perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis yang berusaha mengungkap fenomena secara sistematis dari berbagai kepustakaan . Penelitian ini fokus membahas bagaimana gerakan yang dilakukan oleh Aisyiyah dalam memperjuangkan perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk membahas langkah-langkah Pergerakan Aisyiyah dalam meneguhkan identitas kewargaannya serta menjelaskan faktor-faktor yang memperngaruhi pergerakan Aisyiyah dalam meneguhkan identitas kewargaannya.
Perjuangan Pedagang Kaki Lima(PKL) dalam Membangun Identitas Kewargaan Nurcahyani, Dwi; Sulton, Sulton; Asmaroini, Ambiro Puji
Civic-Culture : Jurnal Ilmu Pendidikan PKN dan Sosial Budaya Vol. 4 No. 2 Extra (2020): September
Publisher : Penerbit STKIP PGRI Bangkalan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31597/ccj.v4i2 Extra.445

Abstract

Penelitian ini membahas tentang perjuangan Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam membangun identitas kewargaannya. Politik kewargaan adalah serangkaian hak–hak kewargaan yang diperjuangkan untuk kelompok sosial yang mengalami eksklusi politik, ekonomi dan kultural dan selalu bersifat politis. Dalam mewujudkan hak-hak kewargaan dapat dilakukan dengan melalui tiga upaya, antara lain yaitu memperjuangkan pengakuan kultural, keadilan sosial dan kesejahteraan, memperjuangkan demokrasi dan representasi politik secara bersinergi. Demokrasi merupakan faham dan sistem politik yang disasarkan pada doktrin power of the people, yakni kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam sistem pemerintahan. Praktik demokrasi formal di Indonesia yang relatif berhasil ternyata jauh dari cukup untuk menjamin kewargaan yang lebih substantif. Demokrasi yang ada hanya memberi keuntungan utamanya bagi kelompok oligarki, sembari mendorong perjuangan individu dan kelompok non-oligarki menggunakan tata aturan dan regulasi yang ada untuk menuntut hak-hak kewargaannya. Ada banyak organisasi atau gerakan di Indonesia yang berjuang untuk membangun identitas kewargaannya. Salah satu kelompok yang menghimpun gerakan-gerakan dalam ranah publik secara konsisten adalah dari kelompok pedagang kaki lima. Pedagang Kaki Lima atau pedagang kaki lima dapat diartikan sebagai pedagang yang tidak memiliki lokasi usaha yang permanen atau tetap. Para Pedagang Kaki Lima pada dasarnya memiliki tujuan sederhanan yakni untuk memenuhi kebutuhan perekonomian mereka. Akan tetapi, dilapangan menunjukkan para Pedagang Kaki Lima sering kali termarginalkan oleh lingkungan bahkan oleh pemerintah sendiri. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis yang akan mengungkapkan fenomenan secara sistematis pada berbagai temuan dalam penelitian. Penelitian ini fokus membahas tentang bagaimana perjuangan yang dilakukan oleh Pedagangan Kaki Lima. Penelitian ini bertujuan untuk membahas langkah-langkah perjuangan Pedagangan Kaki Lima dalam membangun identitas kewargaannya serta menjelaskan faktor-faktor yang memperngaruhi perjuangan Pedagang Kaki Lima dalam meneguhkan identitas kewargaannya.
Pendidikan Politik Berbasis Desa Wisata:Analisis Kritis Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Budaya di Ponorogo Hertika, Fety Fitriana; Mahardhani, Ardhana Januar; Sulton, Sulton
JPK (Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan) Vol 10 No 2 (2025): Juli
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24269/jpk.v10i2.12900

Abstract

This research intends to examine the types of political education arising in the culture-driven governance of tourism villages in Ponorogo and to create a more democratic and educational participation framework for overseeing local cultural heritage. Utilizing a qualitative case study approach, information was gathered via detailed interviews, participant observation, and document analysis within tourism villages that oversee Reog cultural sites. The results indicate that tourism villages serve as platforms for political education that enhance citizens' deliberative abilities, legal and civic knowledge, critical understanding of power dynamics, and teamwork skills. Citizen participation exists on various levels, from symbolic to consultative engagement, with cultural organizations and youth groups acting as important links between residents and village officials. Nonetheless, unequal opportunities for participation and the prevalence of certain actors continue to limit the democratization of cultural governance. This research suggests a participatory model for democratic education that includes inclusive deliberative environments, programs for enhancing political skills, mechanisms for social accountability, and the incorporation of local cultural values as the basis for governance. In summary, tourism villages function not just as venues for cultural preservation but also as local democratic experiments that can improve political education when bolstered by transparent and inclusive governance frameworks.