This study aims to examine the discourse of power formed and presented in the novel Negeri Senja and the novel Dari Rahim Ombak through Norman Fairclough's critical discourse analysis approach. This study is a qualitative study that emphasizes the deep meaning of literary texts as symbolic representations of power. The analytical method used refers to the three dimensions of Fairclough's model, namely: text analysis (description), discourse practice (interpretation), and social practice (explanation). The main data in the form of quotations in the novel that show the discursive practice of power, supported by secondary data such as theoretical literature, scientific journals, and socio-political contextual studies. The results of the study show that the two novels represent the ideology of power differently. Negeri Senja presents oppressive power that is legitimized through myth and violence, with fear as a tool of domination. In contrast, Dari Rahim Ombak criticizes the exploitation of resources and economic domination through a development narrative that appears progressive but is full of power interests, and emphasizes the importance of environmental conservation. In terms of social relations, Negeri Senja shows a hierarchical and closed structure, forming an alienated subject who loses agency. Meanwhile, Dari Rahim Ombak presents a more dialogical social relationship, although it remains controlled by traditional norms and state authority, and presents a subject who builds identity through ecological concern and collective responsibility. This finding confirms that literary texts function as symbolic fields that not only reflect socio-political realities, but can also reveal and critique the mechanisms of power hidden in narrative structures. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji diskursus kekuasaan dibentuk dan dihadirkan dalam novel Negeri Senja dan novel Dari Rahim Ombak melalui pendekatan analisis wacana kritis Norman Fairclough. Penelitian ini merupakan studi kualitatif yang menekankan pada pemaknaan mendalam terhadap teks sastra sebagai representasi simbolik kekuasaan. Metode analisis yang digunakan merujuk pada tiga dimensi model Fairclough, yaitu: analisis teks (deskripsi), praktik wacana (interpretasi), dan praktik sosial (eksplanasi). Data utama berupa kutipan-kutipan dalam novel yang menunjukkan praktik diskursif kekuasaan, didukung oleh data sekunder seperti literatur teori, jurnal ilmiah, dan kajian kontekstual sosial-politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua novel tersebut secara berbeda merepresentasikan ideologi kekuasaan. Negeri Senja menampilkan kekuasaan opresif yang dilegitimasi melalui mitos dan kekerasan, dengan ketakutan sebagai alat dominasi. Sebaliknya, Dari Rahim Ombak mengkritik eksploitasi sumber daya dan dominasi ekonomi melalui narasi pembangunan yang tampak progresif namun sarat kepentingan kekuasaan, serta menekankan pentingnya konservasi lingkungan. Pada aspek relasi sosial, Negeri Senja memperlihatkan struktur yang hierarkis dan tertutup, membentuk subjek yang teralienasi dan kehilangan agensi. Sementara itu, Dari Rahim Ombak menampilkan relasi sosial yang lebih dialogis, meskipun tetap dikendalikan oleh norma tradisional dan otoritas negara, serta menampilkan subjek yang membangun identitas melalui kepedulian ekologis dan tanggung jawab kolektif. Temuan ini menegaskan bahwa teks sastra berfungsi sebagai medan simbolik yang tidak hanya merefleksikan realitas sosial-politik, tetapi juga dapat mengungkap dan mengkritisi mekanisme kekuasaan yang tersembunyi dalam struktur naratif.