Claim Missing Document
Check
Articles

Bahasa Dan Politik Islam: Gerak dan Perilaku Diskursif Politisasi Islam Pihak Oposisi dalam Pemilu 2019 di Indonesia dalam Konteks Politik Bahasa M. Suyudi; Wahyu Hanafi Putra
Dialogia: Islamic Studies and Social Journal Vol 18, No 2 (2020): DIALOGIA JURNAL STUDI ISLAM DAN SOSIAL
Publisher : IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/dialogia.v18i2.2440

Abstract

Abstract: The aims of this study is to describe the role of language in achieving power before 2019 electoral democracy, which is used and played by the Indonesian political elite.  This study also aims to provide confirmation that political language in the post-truth era contains semantic derogation that does not reflect political courtesy.  The method used in this research is descriptive-qualitative.  Orwell (1950) considers that language can be used to influence and change political ideologies that can change the way people think.  The results of this study are, the languages used by political elites in the 2019 electoral political contestation turned out to contain semantic derogation that did not have political politeness.  It can be exemplified when campaigns, mass mobilizations, and demonstrations conducted by certain mass organizations before the 2019 electoral democracy party. The use of verbal language with expressions of hatred, hoaxes, and negative diction will have an impact on social divisions.  In addition, the use of non-verbal language such as the rise of posters, memes, and negative hashtags that contain provocation and enliven social media Facebook, Twitter, and Instagram now also quickly give effect to unhealthy political communication.  In addition, the existence of religious populism narrated in the political language of Islam is increasingly disrupting national stability.  As a result, the community becomes material objects that are easily provoked and confronted with negative language narratives.  So if the language is narrated with negative biases like what Orwell (1950) said.  Language will bring people to a bad party for democracy.  The solution is for the community not to stutter in speaking languages ahead of 2019 electoral democracy. Use positive languages to attract public sympathy.  Society needs to look for evidence before believing negative news, so that the ideology of the community is not easily held hostage because of the interests of certain groups.الملخص: تهد تهدف هذه الدراسة لبيان دور اللغة التى لعب السياسيون الإندونيسيون لنيل القوة عند ما استقبلت فيها الديمقراطي الانتخابي 2019 بإندونيسيا. وكذا تهدف هذه الدراسة لبيان دور اللغة السياسية فيما بعد الحقيقة التى فيها عدم التقييد الدلالي فإنه مخالف لأدب السياسة. وكان توتير الوطني وانقسام المجتمع ومظاهرتهم المناسبة بالتاريخ 22 من مايو 2019 م فى إدارة الانتخاب العامي فهي من أحد المأثورات اللغوية السياسية التى تحدّثها السياسيون الإندونيسيون فيها. وأما طريقة البحث المستعملة بهذه الدراسة البحث الواقعي. رأى أورويل (1950) أن اللغة متأثرة للإنسان دورها وتطبيقها فى رأي السياسة بتغيير الفكر لنفسه. فالحاصلات في هذه الدراسة أن اللغات التى تحدّثها السياسيون الإندونيسيون فى مسابقة السياسة 2019 بإندونيسيا فإنها مخالفة لأدب السياسة. ومن أمثلتها تطبيق حملة الحزب وتعبئة المجتمع ومظاهرتهم عند ما استقبلت فيها حفلة الديمقراطي. استعملت اللغة الظاهرة بإلقاء المكروهات السالبة تورث إلى انقسام المجتمع تغييرهم. وكذا دور اللغة غير الظاهرة كصور السياسة وميمي وعلامات التصنيف السالبة التى فيها استفزاز الوسائل العامة  facebook, twitter, instagram  مأثورة الإتصالة السياسية. وكذا شعبوية الدين التى طبّقها لغة السياسة متغيرة لتوتير الوطني ثم تجرى بأثر الأمور كتركيز المجتمع فى الكائتة المادية الذين ينمون بإلقاء اللغات السالبة. دلت اللغة السالبة كما قالها أورويل (1950) أن دورها تورث إلى الديمقراطي الخطيئة. ومن مخارجها صدوق المجتمع فى التحدّث لاسيما فى حفلة الديمقراطي 2019. عليهم أي جمهورية الإندونيسيا أن يتفقوا الأحكام الشائعة في هذا البلد بدون تفريق المجتمع. استعمل اللغة الجيّدة الإيجابة لنيل تعاطف المجتمع. يحتاج المجتمع إلى دليل ظاهر قبل تيقن الأخبار العامة السالبة حتى لا يدرك تضاد أفكار السياسة فيها واتباعهم بأهمية المجموعة الخاصة.Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran bahasa yang dimainkan oleh para elit politik Indonesia guna meraih kekuasaan menjelang demokrasi elektoral 2019. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan konfirmasi bahwa bahasa politik di era post-truth yang mengandung derogasi semantik sangat tidak mencerminkan kesopanan politik (Political Correctness). Adanya ketegangan nasional, perpecahan masyarakat serta demonstrasi masa pada tanggal 22 Mei 2019 di gedung KPU dan Bawaslu merupakan salah satu dampak dari narasi bahasa politik negatif yang diujarkan oleh elit politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Orwell (1950) memandang bahwa bahasa bisa digunakan untuk mempengaruhi dan mengubah ideologi politik yang dapat merubah cara berpikir orang lain. Hasil penelitian ini adalah, bahasa-bahasa yang digunakan oleh para elit politik dalam kontesatasi politik elektoral 2019 ternyata mengandung derogasi semantik yang tidak memiliki kesopanan politik. Dapat dicontohkan ketika kampanye, mobilisasi masa, dan demonstrasi yang dilakukan oleh ormas tertentu menjelang pesta demokrasi elektoral 2019. Penggunaan bahasa verbal dengan ujaran kebencian, hoaks, dan diksi negatif akan memberi dampak terhadap perpecahan masyarakat. Selain itu, penggunaan bahasa non-verbal seperti maraknya poster, meme, dan tagar-tagar negatif yang mengandung provokasi dan meramaikan media sosial facebook, twitter, serta instagram kini juga cepat memberikan efek komunikasi politik yang kurang sehat. Selain itu, eksistensi populisme agama yang dinarasikan dengan bahasa politik Islam kiat mengganggu kesetabilan nasional. Dampaknya, masyarakat menjadi objek material yang mudah diprovokasi dan diadu domba dengan narasi-narasi bahasa negatif. Demikian jika bahasa dinarasikan dengan bias-bias negatif seperti apa yang dikatakan Orwell (1950). Bahasa akan membawa masyarakat menuju pesta demokrasi yang buruk. Solusinya adalah, pemerintah harus tegas dalam menjalankan hukum disaat menangani kasuistik politik 2019 di Indonesia tanpa adanya diskriminasi. masyarakat untuk tidak gagap dalam mengujarkan bahasa menjelang demokrasi elektoral 2019. Gunakan bahasa-bahasa positif untuk menarik simpati masyarakat. Masyarakat perlu mencari bukti sebelum meyakini berita-berita negatif, sehingga ideologi masyarakat tidak mudah tersandera karena kepentingan kelompok tertentu.
DISKURSUS LETAK APHORISME AL-Quran ( Menelusuri Estetika Ayat-Ayat Metaforis Dalam Kesusteraan Al-Quran) Wahyu Hanafi Putra
Dialogia Vol 14, No 1 (2016): Dialogia Jurnal Studi Islam dan Sosial
Publisher : IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/dialogia.v14i1.641

Abstract

Abstract: Holy Qur'an has special language. They are "nature" and "figure of speech". In this case, figure of speech meant metaphor. Metaphor is used to convey a message explicitly. That figure of speech can be found in surah al-Baqarah, al-Kahf, al-Naba 'and al-Balad. Furthermore, the meanings were very diverse and those were analyzed by Balaghah approach. As the result, Holy Qur’an would be a relevant miracle years to years.
Makna Perempuan dalam Khazanah Turas Pesantren (Kritik Sastra Feminis) Wahyu Hanafi Putra; Lisma Meilia Wijayanti
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, dan Sastra Vol. 7 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Cokroaminoto Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30605/onoma.v7i2.1349

Abstract

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kritik sastra feminis dalam khazanah turas pesantren, dalam hal ini adalah kitab ‘Uqūd Al-Lijain. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan library-research. Data primer yang diambil adalah kitab ‘Uqūd Al-Lijain karya Syaikh Nawawi Al-Bantani khususnya yang membahas perempuan. Kitab ‘Uqūd Al-Lijain merupakan salah satu kitab turas yang banyak dipelajari santri di pesantren. Data sekunder diambil dari literatur-literatur yang berkaitan dengan perempuan, baik dari kitab maupun buku-buku ilmiah. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan dan memilah teks yang membahas perempuan dalam kitab-kitab tersebut kemudian mengelompokkan dalam beberapa variabel untuk dilakukan analisis. Analisis data dilakukan dengan reduksi data makna perempuan dalam kitab ‘Uqūd Al-Lijain, menyajikan data, kemudian menganalisisnya dengan pendekatan kritik sastra feminis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kritik sastra feminis memberikan komentar atas perilaku laki-laki yang mendiskreditkan dan memposisikan perempuan sebagai makhluk marginal karena alasan berkarier, melayani suami, keluar rumah, menolak berhias, dan bersenggama. Perilaku demikian sudah tidak relevan di masa kini karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin cepat, pertumbuhan ekonomi semakin meningkat, pranata dan strukur sosial berkembang yang membawa budaya populer semakin diadopsi oleh masyarakat. Perempuan memiliki peran yang sama dengan laki-laki. Saat ini perempuan tidak dapat diisolasi seperti masa klasik karena perempuan banyak mengambil alih peran laki-laki dalam berbagai bidang. Dengan demikian, kritik sastra feminis atas peran perempuan dalam kitab ‘Uqūd Al-Lijain dapat menjadi solusi untuk menjalani kehidupan di masa kini. Di mana antara laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama sebagai makhluk sosial.
Kritik Nalar Kausalitas dan Pengetahuan David Hume M Suyudi; Wahyu Hanafi Putra
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan Vol 15 No 02 (2020): Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37680/adabiya.v15i02.569

Abstract

This research aims at explaining David Hume’s logical critique of causality and knowledge. As library research, the method used is descriptive-qualitative. Data and data sources were obtained from his important works Why Cause is Always A Need and A Treatise of Human Nature and several secondary literatures on causality. The data was carried out through documentation, started by the researcher documenting Hume's thoughts, especially criticism of the law of causality (cause-effect) and knowledge of both of Hume's primary works. The study results explained that Hume criticized the performance of the law of causality, which explained that the existence of a second essence and after it was an impact or certainty of the first essence. The second essential is the consequence and legitimacy of the first one. According to Hume, it cannot serve empirically as the law of causality occurs because the sequential process is stagnant. Hume's skepticism and doubts over dogmatic and metaphysical matters then affect that all knowledge can only be explored with the five senses and is empirical. All irrational and non-empirical characteristics cannot be attributed to a belief and truth. In conclusion, real truths in knowledge are those that can be investigated empirically. Keywords: Causality, Hume, Knowledge, The five senses. Penelitian ini bertujuan menjelaskan kritik nalar kausalitas dan pengetahuan David Hume. Sebagai penelitian pustaka, metode yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif. Data dan sumber data didapat dari karya-karya Why Cause is Always Necessary dan A Treatise of Human Nature serta literatur-literatur sekunder yang berkaitan dengan tema kausalitas. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi, yaitu peneliti mendokumentasikan pemikiran-pemikiran Hume terutama kritik atas hukum kausalitas (sebab-akibat) dan pengetahuan dari kedua karya primer Hume tersebut. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Hume melakukan kritik atas kinerja hukum kausalitas yang menjelaskan bahwa adanya esensi kedua dan setelahnya merupakan dampak atau keniscayaan atas esensi pertama. Esensi kedua merupakan akibat dan legitimasi dari esensi pertama. Hal demikian yang menurut Hume tidak dapat dijelaskan secara empiris. Menurutnya, hukum kausalitas itu terjadi karena proses keterurutan secara stagnan. Sikap skeptis dan ragu-ragu Hume atas perihal yang sifatnya dogmatis dan metafisik membawa dampak bahwa segala pengetahuan hanya bisa digali dengan panca inderawi dan bersifat empiris. Semua perihal yang sifatnya irasional dan tidak empiris tidak dapat dinisbatkan pada suatu keyakinan dan kebenaran. Pada akhirnya, kebenaran sejati dalam pengetahuan adalah yang dapat diselidiki secara empiris. Kata kunci: Hume, Kausalitas, Pengetahuan, Panca Indera
Strukturalisme dan Revitalisasi Applied Linguistics Wahyu Hanafi Putra
Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars No Seri 2 (2017): AnCoMS 2017: Buku Seri 2
Publisher : Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta Wilayah IV Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.574 KB) | DOI: 10.36835/ancoms.v0iSeri 2.88

Abstract

Abstract: The structuralism by using behavioristik concept in language learning. In behavioristik approach, learning is the result of interaction between stimulus and response. Behavioristik concept also touches the area of an applied linguistics called learning Arabic. The one of behavioristik aspect in learning Arabic is such as speech and habit, language is a system of sign (signifie and signifiant, and also gramatical language based of generality.Keywords: Structuralism, Behavioristik, Learning Arabic
Bahasa dan Narasi Politik Kreatif; Kontestasi Merebut Kebenaran Islam dalam Demokrasi Digital 2019 di Indonesia Wahyu Hanafi Putra; Dawam M. Rohmatulloh
Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars Vol 3 No 1 (2019): AnCoMS 2019
Publisher : Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta Wilayah IV Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.605 KB) | DOI: 10.36835/ancoms.v3i1.242

Abstract

This study aims to describe the language and narrative of creative politics that are contested in order to seize the truth of Islam in the 2019 electoral-digital democracy in Indonesia. The research method used is descriptive-qualitative. The data and sources of research data used are the latest research in a three-year cycle related to identity politics and the politicization of religion. Orwell (1950) considers that language can be used to influence and change political ideology and change the way of thinking of others. The results of this study indicate that the political correctness leading up to the 2019 electoral democracy party in Indonesia is characterized by religious populism that is publicized on social media such as flyers, memes, hashtags, and Muslim Cyber ​​Army (MCI) affiliated accounts. The existence of social media accounts with creative language narratives has changed people's perceptions and ideologies that have an impact on destructive behavior, racism, anarchism, and intolerance in seizing the truth of Islam in political contestation
RELATIVITAS RAGAM ‘ĀMIYYAH DAN BAHASA DAERAH DI PONDOK MODERN Wahyu Hanafi Putra
TSAQOFIYA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Arab Vol 2 No 2 (2020): Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Arab
Publisher : Jurusan Pendidikan Bahasa Arab IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/tsaqofiya.v2i2.18

Abstract

students PP. Darul Falah Sukorejo Ponorogo East Java in daily activities and institutional efforts in maintaining the local language. The method used in this research is descriptive qualitative. In sociolinguistic discourse, the birth of society diealek said influenced by several factors, including cultural, social, geographical, and religious factors. Conservative village as one of the propaganda media of Islam in the archipelago that is the character of defense will bring the role and function in preserving the local culture and promote the civilization of the nation that is supported by Islamic values. One of the conservative village combination in Ponorogo district is PP. Darul Falah Sukorejo. In its management, the students who live inconservative village are required to communicate with Arabic in various activities, thus indirectly forming the language environment. However, there is a uniqueness in the continuity of communication, namely the use of Arabic dialect 'Āmiyyah. The Āmiyyah constructions used include morphological and syntactic dimensions with a wide variety that is only understood by the students community in the conservative village. Then, in order to maintain the language of the santri area so as not to extinct, PP. Darul Falah Sukorejo provides concrete steps to ensure that local languages ​​still exist, including by establishing a language study center, regional language week, and regional cultural festivals.
Segregation of Foreign Language Epistemology in Boarding Schools in the Context of Communication Ethnography Wahyu Hanafi Putra; Lisma Meilia Wijayanti
Diglossia: Jurnal Kajian Ilmiah Kebahasaan dan Kesusastraan Vol. 14 No. 1 (2022): September
Publisher : Unipdu Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26594/diglossia.v14i1.2160

Abstract

This study aims to describe the epistemic segression of foreign languages ??in Islamic boarding schools in the modernization era in the context of communication ethnography. This research uses a qualitative approach with the type of Library Research. The data used in this study were obtained from various scientific literature that reviews foreign language learning in Islamic boarding schools. The data collection technique used by researchers is documentation. The data analysis technique uses content analysis. The results of this study state that the Arabic language taught in traditional Islamic boarding schools has an ethnological message. Santri are able to read the yellow book and understand fiqh, tasawuf, kalam, and tafsir literature. Traditional Islamic boarding schools' cultural traditions also influence the folklore process in forming non-verbal language. Symbols become a semiotic element of conveying non-verbal language messages. Santri can communicate well in foreign languages ??to face globalization, so in this community, language becomes essential in driving Islamic boarding school life. Verbal language folklore will quickly form with activities that require foreign languages ??in every situation. The goals of learning foreign languages ??and folklore in the two pesantren will affect different language constructions. Language is a factor in forming a relatively heterogeneous pesantren speech community. Keywords: Language, Islamic Boarding School, Folklore, Ethnography, Communication
Aṡāru Ta’līm Durūs al-Lugah l-‘Arabiyyah ‘alā Kafāati Mahārah al-Kalām Liţholabah Ma’had al-Risālah al-‘Aṣrī al-Mubarmaj al-‘Ālamī Biponorogo Tiara Mustika Hanum Mar'ati; Wahyu Hanafi Putra; Kunti Nadiyah Salma
Lughawiyyat: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Arab Vol. 4 No. 2 (2021): Lughowiyyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Arab
Publisher : Fakultas Tarbiyah Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Institut Agama Islam Darullughah Wadda'wah Pasuruan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38073/lughawiyyat.v4i2.489

Abstract

Abstract The teachings of Durūs al-Lughah al-'Arabiyah are found in many Modern Universities as a teaching foundation for developing the four language skills. Students need this teaching to know about Arabic. This study aims to determine: (1) The condition of speaking skills in the first grade before learning Durusul lughah al-'Arabiyah, (2) The Teaching System of Durūs al-Lughah al-'Arabiyah in class, (3) The effect of teaching Durūs al-Lughah al-'Arabiyah 'Arabiyah on speaking skills and the results of the correlation between the two. The approach used in this research is quantitative. The population is 49 students of the first-grade students of the Ar Risalah Ponorogo Islamic Boarding School, while the sample is taken using random sampling. Data collection techniques uses observation, questionnaires, and documentation. The data analysis uses Product Moment Correlation. The results of the study are: 1) Before the students learn Durusul Lughah, many do not know or understand Arabic and how to give answers when they are questioned about things in Arabic. 2) Learning Durusul Lughah in this pondok uses the behavioral method where students are required to memorize vocabulary and use Arabic with simple vocabulary. 3) Based on the product-moment correlation calculations, it was found that there was a relationship between the teaching of Durusul Lughah and its efficiency towards the speaking skill of the first grade students of the Ar Risalah Ponorogo Islamic Boarding School. The correlation value was 0.718 which means H0 is rejected and Ha is accepted. In other words,  there is a relationship between Durusul Lughah learning and speaking skills of female students of class 1 at Ar Risalah Islamic Boarding School Ponorogo. Keyword : Teaching; speaking; correlation
Meningkatkan Pemahaman Konsep Pernikahan dalam Pandangan“Fiqih Munakahat” pada Pemuda Pemudi di Desa Sidomulyo Aufia Aisa; Nurul Hidayah; Wahyu Hanafi Putra; M. Ali Irfan; Ludfiah Novi Cahyanii Husniah; Linda Fajariyah
Jumat Keagamaan: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 3 (2022): Desember
Publisher : LPPM Universitas KH. A. Wahab Hasbullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32764/abdimasagama.v3i3.3154

Abstract

Masyarakat desa Sidomulyo memiliki kegiatan keagamaan secara rutin. Oleh karena itu, para warga sekitar melaksanakan kegiatan keagamaan seperti pembacaan yasin dan tahlil, pembacaan diba’, istighotsah, dan lainnya untuk memperkuat keimanan mereka terhadap Allah SWT. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan melalui kegiatan keagamaan di desa Sidomulyo di temukan permasalahan yang menjadikan ketertarikan untuk mengadakan suatu kajian bagi para pemuda-pemudi di desa tersebut, ternyata mayoritas pemuda/pemudi di desa tersebut masih belum menikah. Menurut data yang di peroleh terdapat 200 pemuda/pemudi Sidomulyo yang belum menikah dengan jenjang usia 25-40 tahun. Salah satu alasan yang diperoleh adalah kebanyakan pemuda pemudi di desa Sidomulyo lebih mengedepankan karir daripada menikah dan juga kurangnya pemahaman tentang fiqih munakahat pada masyarakat Sidomulyo terutama pada rukun dan syarat menikah. Tujuan dari pengabdian ini untuk memberikan pembinaan dan pembekalan tentang meningkatkan pemahaman pemuda/pemudi tentang konsep nikah. Sasaran utama kegiatan ini yaitu14 orang remaja masjid yang ada di dsn Dempok dan IPNU IPPNU dusun Dempok desa Sidomulyo. Adapun metode atau pendekatan yang dapat digunakan diantaranya adalah metodologi pengabdian masyarakat yang dianggap relevan seperti Service Learning (SL). Evaluasi dilakukan sebelum dan sesudah kajian pernikahan. Kriteria mulai jumlah peserta yang mengikuti kajian, pemahaman peserta terhadap materi yang dikaji dan indikator pencapaian dari kajian pernikahan adalah peserta memahami konsep pernikahan perspektif fiqih dan tolak ukur yang digunakan untuk menyatakan keberhasilan dari kegiatan pengabdian yang dilakukan peserta dibagikan angket. Hasil dari angket respon peserta kajian ini diperoleh dari 14 peserta kajian. Hasil presentase rata-rata angket respon peserta kajian sebesar 77.71% dengan kategori baik.