cover
Contact Name
Ilham
Contact Email
Ilham.fishaholic@gmail.com
Phone
+6221-64700928
Journal Mail Official
jra.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Balibang KP II, Lantai 2 Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
Location
Kab. jembrana,
Bali
INDONESIA
Jurnal Riset Akuakultur
ISSN : 19076754     EISSN : 25026534     DOI : http://doi.org/10.15578/JRA
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Riset Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of various aquaculture disciplines include genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 746 Documents
EVALUASI KESESUAIAN TAMBAK BUDIDAYA UDANG VANAME DENGAN TINGKAT TEKNOLOGI BERBEDA DI PESISIR KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, INDONESIA Darma Utama; Bambang Widigdo; Mohammad Mukhlis Kamal; Taryono Taryono
Jurnal Riset Akuakultur Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.17.4.2022.235-248

Abstract

Pesisir Kabupaten Lampung Timur merupakan sentra budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei). Namun, daerah ini mengalami fluktuasi produksi, di mana produksi periode tahun 2019-2021 mengalami penurunan dari 10.504 ton menjadi 5.903 ton. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi kesesuaian fisik lahan serta kualitas air dan tanah tambak pemeliharaan udang vaname yang diklasifikasikan ke dalam dua tingkat teknologi budidaya: tradisional dan semi-intensif atau intensif. Lokasi penelitian berada di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Parameter yang diukur (1) kesesuaian fisik lahan meliputi ketinggian lahan, penggunaan lahan, jarak dari pantai, dan jarak dari sungai; (2) kualitas air terdiri dari suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, alkalinitas, amonia, nitrit, nitrat, serta fosfat; dan (3) kualitas tanah berupa pH dan jenis substrat sedimen. Tingkat kesesuaian fisik lahan dianalisis menggunakan sistem informasi geografis dengan metode tumpang susun (overlay) peta. Kesesuaian kualitas air dan tanah berpedoman pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 75 Tahun 2016. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tambak tradisional menunjukkan 491,45 ha masuk kategori sangat sesuai (S1) dan sesuai (S2) serta 9.662,61 ha sesuai marjinal (S3). Untuk tambak semi-intensif atau intensif seluas 11,61 ha masuk kategori S1 dan S2 serta 10.416,58 ha kategori S3. Nilai hasil uji kualitas air dan tanah bervariasi di tiap titik pengujian, namun umumnya sesuai, hanya salinitas tambak semi-intensif atau intensif tercatat tidak sesuai standar budidaya udang vaname. Hasil penelitian menyimpulkan lokasi tambak di lahan S3 dan ketidaksesuaian salinitas menjadi faktor yang memengaruhi secara langsung keberhasilan budidaya dan stabilitas produksi udang.The coastal area of East Lampung Regency is one of the main centers for whiteleg shrimp (Litopenaeus vannamei) aquaculture in Lampung Province. However, the area’s shrimp production has highly fluctuated. For example, in 2019-2021, the production decreased from 10,504 tons to 5,903 tons. This study aimed to evaluate the land suitability, water and soil quality of shrimp ponds located in the coastal of East Lampung Regency which use two types of farming technology: traditional and semi-intensive or intensive. The measured parameters included: (1) physical suitability parameters: land height from sea level, land use, distance from the beach and river; (2) water quality parameters: temperature, salinity, pH, dissolved oxygen, alkalinity, ammonia, nitrite, nitrate, and phosphate; and (3) soil quality parameters: pH and types of sediment. The level of land suitability was determined using the geographic information system (GIS) approach, in which a weighted overlay method was employed. The suitability classification of water and soil quality was based on the standard in the Decree of the Minister of Marine Affairs and Fisheries Number 75/2016. The results showed that 491.45 ha was categorized as highly suitable (S1) and suitable (S2) and 9,662.61 ha as marginally suitable (S3) for traditional farming. For semi-intensive or intensive farming were located in the S1 and S2 of 11.61 ha and S3 category of 10,416.58 ha. Water and soil quality varied in each research site but generally still met the required standard, only the water salinity of the semi-intensive/intensive did not meet the required standards of whiteleg shrimp farming. The study concludes that the location of the ponds in S3 land and the inappropriate salinity directly affect the success and stable production of shrimp farming in the area.
PENGARUH SUPLEMENTASI TRIPTOFAN MELALUI PAKAN TERHADAP KANIBALISME DAN KONSENTRASI HORMON STEROID BENIH IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) Benny Heltonika; Agus Oman Sudrajat; Muhammad Zairin Junior; Widanarni Widanarni; Muhammad Agus Suprayudi; Wasmen Manalu; Yani Hadiroseyani
Jurnal Riset Akuakultur Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.17.3.2022.133-144

Abstract

Perilaku kanibal pada benih ikan baung (Hemibagrus nemurus) menjadi permasalahan pada pembenihannya. Salah satu pendekatan yang sudah dilakukan untuk mengendalikan kanibalisme pada ikan adalah pemberian triptofan.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh triptofan terhadap kejadian kanibalisme dan kandungan konsentrasi hormon steroid pada benih ikan baung. Panjang awal benih yang digunakan adalah 4,98±0,1 cm yang dipelihara di dalam akuarium berkapasitas 20 L dengan kepadatan 3 ekor per L.  Selama penelitian, benih ikan baung diberi pakan komersial (40% protein) yang disuplementasi triptofan dengan konsentrasi berbeda, yaitu tanpa suplementasi triptofan (A), suplementasi triptofan 0,25% (B), suplementasi triptofan 0,50% (C), suplementasi triptofan 0,75% (D), dan suplementasi triptofan 1% (E). Setiap perlakuan terdiri dari tiga kali ulangan. Pakan diberikan empat kali sehari secara satiasi. Parameter yang diamati adalah tipe kanibal, indeks kanibal, kematian normal, sintasan, performa pertumbuhan serta konsentrasi hormon (estradiol, testosteron, dan kortisol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan yang diperkaya triptofan memberikan penurunan kejadian kanibal dan peningkatan sintasan benih ikan baung. Pemberian triptofan juga menurunkan kandungan estradiol tubuh, dan penurunan ini ada kaitannya dengan penurunan kejadian kanibalisme. Performa pertumbuhan benih ikan baung meningkat dengan pemberian pakan yang ditambahkan triptofan.  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi 0,50–0,75% triptofan pada pakan efektif menurunkan kejadian kanibalisme pada benih ikan baung.The cannibal behavior of Asian redtail catfish (Hemibagrus nemurus) is a problem in the hatchery. One approach that has been used to control cannibalism in fish is the use of tryptophan. This study aimed to determine the effect of tryptophan on the incidence of cannibalism and the content of steroid hormones in Asian redtail catfish juveniles. The study was conducted using the fish with a body length of 4.98±0.14 cm reared in aquariums with a water volume of 20 L with a density of 3 fish per L. Fish were given commercial feed (40% protein) supplemented with tryptophan with different concentrations, namely without tryptophan supplementation (A), tryptophan supplementation 0.25% (B), tryptophan supplementation 0.5% (C), tryptophan supplementation 0.75% (D), and tryptophan supplementation 1% (E). Each treatment consisted of three replications. Feed were given four times a day at satiation level. Parameters observed were cannibal type, cannibal index, normal mortality, survival rate, growth performance, and hormone concentration (estradiol, testosterone, and cortisol). The results showed that giving tryptophan through feed decreased the incidence of cannibalism and increased the survival of Asian redtail catfish juveniles. The addition of tryptophan to the feed decreased the concentration of estradiol in the body of fish and it is associated with a decrease in the incidence of cannibalism, thereby improving survival.  Furthermore, the supplementation of tryptophan also increased growth performance. The results of this study showed that supplementation of 0.50-0.75% tryptophan in feed was effective in reducing the incidence of cannibals in Asian redtail catfish juveniles.
PENGARUH PENGGUNAAN BENTUK SISTEM KOMPARTEMEN INDIVIDU YANG BERBEDA TERHADAP TOTAL HAEMOCYTE COUNT DAN PERTUMBUHAN LOBSTER PASIR (Panulirus homarus) Sayira Yuliantari Ardian Putri; Mugi Mulyono; Sinar Pagi Sektiana; Slamet Soebjakto; Samsul Bahrawi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.17.3.2022.179-190

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan bentuk sistem kompartemen individu (SKI) yang berbeda terhadap total haemocyte count (THC) dan kinerja produksi lobster pasir (Panulirus homarus). Penelitian meliputi persiapan wadah, penebaran benih, pengelolaan pakan, monitoring kualitas air, monitoring pertumbuhan, pengendalian hama dan penyakit, panen, dan pemeriksaan THC. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri atas tiga perlakuan dan tiga ulangan yaitu menggunakan SKI tabung, SKI prisma segitiga, dan SKI kubus. Nilai terbaik ditemukan pada penggunaan SKI tabung dibanding SKI prisma segitiga dan SKI kubus dengan THC 1,33 ± 0,12 x 106 sel ml-1, survival rate 83%, feed conversion ratio 9,63 ± 0,48, pertumbuhan bobot 51,83 ± 5,35 g ekor-1, pertumbuhan panjang 7,05 ± 0,09 cm ekor-1, dan specific growth rate 1,50 ± 0,07 % hari-1. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perbedaan bentuk SKI memengaruhi kinerja produksi dan tingkat stress lobster budidaya.The purpose of this study was to determine the effects of the use of different shapes of individual compartment system (ICS) on the total haemocyte count (THC) and growth performances of sand lobster (Panulirus homarus). The research included container preparation, seed stocking, feed management, water quality monitoring, growth monitoring, pest and disease control, harvesting, and the examination of THC. The experimental units of the study were arranged using a completely randomized design (CRD). This study employed three treatments and three replications, i.e., tube ICS, triangular prism ICS, and cube ICS. The best values were found in the use of tube ICS compared to triangular prism ICS and cube ICS with a THC of 1.33 ± 0.12 x 106 cells ml-1, a survival rate of 83%, a feed conversion ratio of 9.63 ± 0.48, a weight growth of 51.83 ± 5.35 g individual-1, a length growth of 7.05 ± 0.09 cm individual-1, and a specific growth rate of 1.50 ± 0.07% day-1. The results of this study concluded that differences in ICS shapes affected the production performances and the stress level of the cultivated lobster.
ANALISIS DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN FOSFOR DAN DAMPAK KERAMBA JARING APUNG DI DANAU LAUT TAWAR, ACEH TENGAH Saiful Adhar; Erlangga Erlangga; Rachmawati Rusydi; Mainisa Mainisa; Yukis Angga Prasetya; Urmila Zaitun
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.2.2023.117-127

Abstract

Danau Laut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah, Indonesia, memiliki luas permukaan 5.862 ha, garis pantai 49,75 km, kedalaman maksimum 84,23 m, kedalaman rata-rata 25,19 m, dan daerah tangkapan air seluas 18.877 ha. Danau ini merupakan danau tektonik dan bersifat multiguna seperti berperan sebagai sumber plasma nutfah, air baku air minum dan pertanian, perikanan, dan sumber pembangkit listrik tenaga air. Aktivitas antropogenik akibat pemanfaatan sumber daya di daerah tangkapan air dan perairan meningkatkan pemuatan fosfor ke perairan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kapasitas beban fosfor dan dampak kegiatan keramba jaring apung terhadap pencemaran fosfor di Danau Laut Tawar. Data primer dan sekunder dikumpulkan dan dianalisis menggunakan berbagai pendekatan seperti studi literatur, pemodelan, pengukuran in-situ serta ex-situ, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi fosfor di perairan Danau Laut Tawar sebesar 34,00 mg m-3. Beban fosfor dari daerah tangkapan air sebesar 5,19 mg m-3, dengan alokasi beban fosfor sebesar 0,74 mg m-3. Baku mutu fosfor ditetapkan sebesar 40,00 mg m-3, sehingga daya tampung beban pencemaran fosfor mencapai 1,04 ton tahun-1. Keramba jaring apung pada danau memiliki luas 4,46 ha dan menghasilkan limbah fosfor sebanyak 5,25 ton tahun-1 yang terlarut ke perairan danau. Nilai tersebut lebih tinggi dari daya tampung beban pencemaran fosfor pada danau dan memengaruhi kondisi alaminya serta aktivitas yang dilakukan di sekitar danau. Lake Laut Tawar in Central Aceh, Indonesia, covers an area of 5,862 ha with a coastline length of 49.75 km, a maximum depth of 84.23 m, an average depth of 25.19 m, and a catchment area of 18,877 ha. The lake is a tectonic-formed water body and serves various biological and economic functions such as biodiversity resources, water sources for drinking water and agriculture, fisheries, and hydroelectricity. Anthropogenic pressures from economic activities around and within the lake have increased phosphor loading in the water body. This study aimed to determine the phosphor loading capacity and the contribution of floating net cage operation on phosphor pollution in Lake Laut Tawar. Primary and secondary data were collected and analyzed using various approaches such as documents, modeling, in-situ and ex-situ measurements, and interviews. The results showed that the phosphor concentration in the Lake Laut Tawar waters reached 34.00 mg m-3. The phosphor load from the catchment area was 5.19 mg m-3, with the phosphor load allocation of 0.74 mg m-3. The maximum threshold for phosphor concentration in a lake is set at 40.00 mg m-3, bringing the phosphor pollution load capacity of the lake to 1.04 tons year-1. However, the floating net cages in the lake covered an area of 4.46 ha and produced 5.25 tons year-1 of phosphorus waste which dissolved into the lake waters. This value exceeds the phosphorus load capacity of the lake and subsequently affects the lake's natural state and the ecosystem services it provides.
IMMUNOSTIMULATORY EFFECTS OF ULVAN ON TRYPSIN-MEDIATED PROTEIN DIGESTION IN THE GUT OF PACIFIC WHITELEG SHRIMP (Litopenaeus vannamei) Nuril Azhar; Ervia Yudiati; Ambariyanto Ambariyanto; Rabia Alghazeer; Agus Trianto
Jurnal Riset Akuakultur Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.19.1.2024.45-56

Abstract

Litopenaeus vannamei has emerged in the aquaculture industry. Production consistency, nutrition, and disease management play critical roles, particularly the digestive enzymes such as trypsin. This study assesses Ulvan, an immunostimulant from Ulva lactuca, on shrimp trypsin activity. Trypsin has been found to significantly enhance the activity of hemocyanin phenoloxidase, a crucial component of humoral immunity. This study aims to evaluate the potency of ulvan related to trypsin as an immunostimulant agent, extracted from Ulva sp.  Ulvan, extracted using various methods (P-HWE, O-HWE, P-A-HWE, and O-A-HWE), was evaluated using different doses of (0 g kg-1 (Control), 0.75 g kg-1 (ULV-0.75), 1.50 g kg-1 (ULV-1.50), and 3.00 g kg-1 (ULV-3.00) of feed). The O-A-HWE exhibited the fastest and highest increase in trypsin activity on day 4, surpassing the control on days 2, 3, 7, and 8. The P-HWE, O-HWE, and P-A-HWE also showed significant changes in trypsin activity compared to the control on specific days. Meanwhile, trypsin activity in Ulvan-fed shrimp did not significantly differ from the control on days 0 and 1. The differences emerged on day 2 and 3, notably between ULV-1.50 g kg−1 and ULV-0.75 g kg−1. The ULV-3.00 g kg−1 showed no significant difference from ULV-1.50 g kg−1. O-A-HWE demonstrated significant differences in trypsin activity compared to other Ulvan extracts, suggesting its potential to enhance shrimp health.Litopenaeus vannamei memiliki peran yang besar dalam industri akuakultur. Konsistensi dalam produksi, nutrisi, dan pengelolaan terhadap penyakit merupakan bagian yang sangat penting, terutama enzim pencernaan, di antaranya tripsin. Tripsin berfungsi untuk meningkatkan fenoloksidase hemosianin, yang peranannya penting untuk kekebalan. Studi ini mengevaluasi Ulvan, yaitu bahan yang bersifat imunostimulan dari Ulva sp., terhadap aktivitas tripsin udang. Ulvan, diekstraksi menggunakan berbagai metode (P-HWE, O-HWE, P-A-HWE, dan O-A-HWE), dievaluasi menggunakan perlakuan dosis yang berbeda (0 g kg-1 (Kontrol), 0,75 g kg-1 (ULV-0,75), 1,50 g kg-1 (ULV-1,50), dan 3,00 g kg-1 (ULV-3,00) pada pemeliharaan udang vaname selama 10 hari. O-A-HWE menunjukkan peningkatan aktivitas tripsin tercepat dan tertinggi pada hari ke-4, melebihi kontrol pada hari ke-2, 3, 7, dan 8. P-HWE, O-HWE, dan P-A-HWE juga menunjukkan perubahan signifikan dalam aktivitas tripsin dibandingkan dengan kontrol pada hari-hari tertentu. Sementara aktivitas tripsin dalam udang yang diberi Ulvan tidak berbeda secara signifikan dari kontrol pada hari ke-0 dan 1, perbedaan mulai terlihat pada hari ke-2 dan 3, terutama antara ULV-1,50 g kg−1 dan ULV-0,75 g kg−1. ULV-3,00 g kg−1 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dari ULV-1,50 g kg−1. O-A-HWE menunjukkan perbedaan signifikan dalam aktivitas tripsin dibandingkan dengan ekstrak Ulvan lainnya, sehingga berpotensi dalam meningkatkan kesehatan udang.
PERFORMA PERTUMBUHAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) YANG DIBERI PAKAN IKAN TAMBAN (Sardinella abella) SEGAR DENGAN RASIO BERBEDA TERHADAP BIOMASSA Zulfikar Zulfikar; Muzahar Ahmad Zawawi; Shavika Miranti; T. Said Raza’i; Dwi Septiani Putri; Tri Yulianto
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.1.2023.61-70

Abstract

Penggunaan pakan buatan (pelet) menjadi komponen biaya terbesar dalam pembesaran ikan kakap putih.  Pemberian pakan segar yang harganya murah merupakan salah satu alternatif untuk menekan biaya pakan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi performa pertumbuhan ikan kakap putih yang diberi pakan ikan segar berbeda persentase. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2022 di keramba jaring apung di Kampung Teluk Air, Kecamatan Bulang, Batam. Rancangan acak lengkap empat perlakuan dan tiga ulangan yang diterapkan pada penelitian ini. Perlakuan tersebut adalah (perlakuan A) pemberian pelet 5% biomassa, (perlakuan B) pemberian ikan segar 5% biomassa, (perlakuan C) pemberian ikan segar 10% biomassa, dan (perlakuan D) pemberian ikan segar 15% biomassa. Data performa pertumbuhan dianalisis dengan analysis of variance dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa pemberian ikan segar 5% dari biomassa (perlakuan B) berbeda nyata pada nilai pertumbuhan bobot mutlak, laju pertumbuhan harian, efiensi pakan serta konversi pakannya (P<0,05) dibanding perlakuan lainnya. Nilai pertambahan bobot akhir (56,97 g), pertumbuhan harian (0,95 g hari-1), dan efisiensi pakan (38,80%) dari perlakuan B lebih tinggi dibanding kontrol, sedangkan konversi pakan (2,58) lebih rendah dari perlakuan C dan D. Simpulan penelitian ini adalah bahwa pemberian ikan tamban pada rasio pemberian pakan 5% total bobot ikan memberikan performa pertumbuhan dan feed conversion ratio ikan kakap putih terbaik.The use of artificial feed (pellets) is the highest-cost component in barramundi farming. Providing fresh, cheap feed can significantly reduce feed costs. The study aimed to evaluate the growth performance of barramundi fed with different feeding ratios of fresh sardine. The experiment was conducted from June to July 2022 in floating net cages located in Teluk Air Village, Bulang District, Batam. The experimental units were arranged in a completely randomized design consisting of four treatments and three replications. The feeding treatments were using pelleted artificial feed at 5% (treatment A, control), and fresh sardine at 5% (treatment B), 10% (treatment C), and 15% (treatment D) of the total cultured fish biomass. Growth performance data were analyzed using analysis of variance and continued with the Duncan’s test. The experimental results showed that treatment B had resulted in significant differences in the absolute weight growth, daily growth rate, feed efficiency, and feed conversion (p<0.05) compared to other treatments. The values of final weight gain (56.97 g), daily growth (0.95 g day-1), and survival rate (93.33%) were higher compared to the control, while feed conversion (2.58) was lower than those of C and D treatments. This research concludes that feeding fresh sardine at 5% feeding ratio yields the best growth performance and feed conversion ratio of cultured barramundi.
DIETARY PROBIOTICS AND ITS EFFECT ON GROWTH RATE, SURVIVAL RATE, AND FEED CONVERSION RATIO OF Clarias gariepinus Hadijah Hadijah; Laurensius Loar; Mardiana Mardiana; Wayan Kantun; Zainuddin Zainuddin
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.4.2023.227-238

Abstract

The applications of probiotics in aquaculture show wide range of potential benefits. If fish consume probiotics in sufficient and accurate amounts, it can have a beneficial impact on the health of catfish. The study aimed to identify the effect of dietary probiotics supplementation of artificial diet at different doses on the African catfish (Clarias gariepinus) parameters such as specific growth rate, survival rate, and feed conversion ratio. The experiment was performed at the Faculty of Agriculture, Bosowa University, Makassar, and lasted for 2 months. The experiment employed a completely randomized design (CRD) consisting of four treatments and three replicates. The EM4 probiotics were selected as the probiotic supplement and divided into four different doses including treatment: A (5 mL per 100 g feed), B (10 mL per 100g feed), C (15 mL per 100g feed), and D (control). A total of 120 African catfish fingerlings were fed twice every 07:00 a.m. and 06:00 p.m. with a feeding rate of 5% of the body weight. Sampling was performed every week to record catfish body weight and length. The analysis of variance indicated a significant effect of dietary EM4 probiotics supplementation on specific growth rate and feed conversion ratio of African cathfish. However, the result of the experiment revealed 15 mL per 100 g feed did not promote absolute growth rate and survival rate significantly. This study concluded that supplementation of probiotics at a dose of 15 mL per 100 g feed in diet could improve the growth of catfish.Penerapan probiotik dalam budidaya perikanan menunjukkan berbagai manfaat potensial. Jika ikan mengonsumsi probiotik dalam jumlah yang cukup dan tepat, maka dapat memberikan dampak yang menguntungkan bagi kesehatan ikan lele dumbo. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian probiotik pada pakan buatan dengan dosis berbeda terhadap laju pertumbuhan spesifik, sintasan, dan rasio konversi pakan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Eksperimen dilakukan di Fakultas Pertanian, Universitas Bosowa, Makassar, dan berlangsung selama 2 bulan. Eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Probiotik EM4 dipilih sebagai suplemen probiotik dan dibagi menjadi empat dosis perlakuan yang berbeda meliputi perlakuan A (5 mL per 100 g pakan), perlakuan B (10 mL per 100 g pakan), perlakuan C (15 mL per 100 g pakan), dan perlakuan D (kontrol). Sebanyak 120 ekor benih ikan lele dumbo diberi pakan dua kali setiap pukul 07.00 dan 18.00 dengan dosis pemberian pakan sebanyak 5% dari bobot tubuh ikan lele. Pengambilan sampel dilakukan setiap minggu untuk mencatat bobot dan panjang tubuh ikan lele. Analisis varians menunjukkan pengaruh yang signifikan dari suplementasi probiotik EM4 pada laju pertumbuhan spesifik dan rasio konversi pakan ikan lele dumbo. Namun, hasil percobaan menunjukkan bahwa 15 mL per 100 g pakan tidak meningkatkan laju pertumbuhan mutlak dan sintasan secara signifikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa suplementasi probiotik 15 mL per 100 g pakan dalam pakan dapat meningkatkan pertumbuhan ikan lele dumbo.
EFEKTIVITAS PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR LIMBAH IKAN PATIN TERHADAP BIOMASSA Azolla microphylla PADA MEDIA PEMELIHARAAN IKAN NILA Amelia Suci Wardana; Saberina Hasibuan; Syafriadiman Syafriadiman
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.3.2023.165-172

Abstract

Pupuk organik cair (POC) yang terbuat dari limbah ikan patin mengandung nitrogen, fosfat, dan kalium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Azolla microphylla. Tanaman ini dapat dijadikan sebagai pakan tambahan pada budidaya ikan nila dan dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas air (fitoremediasi). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh POC limbah ikan patin (Pangasianodon hypophthalamus) terhadap biomassa A. microphylla pada media pemeliharaan ikan nila. Penelitian ini dilakukan melalui rancangan acak lengkap (RAL), dengan empat taraf perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan berupa pemberian POC dari limbah ikan patin dengan volume berbeda, yaitu P0 (tanpa pemberian POC), P1 (0,875 mL L-1), P2(2,625 mL L-1), dan P3 (5,25 mL L-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian POC limbah ikan patin 2,625 mL L-1 menjadi perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan bobot mutlak A. microphylla dengan rata-rata 60 g dan laju pertumbuhan relatif sebesar 1,72 ± 0,09 g hari-1. Pemberian POC memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga A. microphylla mampu berkontribusi sebagai pakan alami sebesar 96% serta menghasilkan bobot mutlak ikan nila 1,89 g. Liquid organic fertilizer (LOF) made from catfish waste contains nitrogen, phosphate, and potassium which are needed for the growth of Azolla microphylla. This plant can be used as additional feed in tilapia cultivation and can be used to improve water quality (phytoremediation). This study aimed to evaluate the effects of LOF from catfish (Pangasianodon hypophthalamus) waste on A. microphylla biomass in tilapia rearing media. This experiment was performed through a completely randomized design (CRD), with four treatment levels and three replications. The treatments consisted of administering LOF from catfish waste in different volumes, namely P0 (without administration of LOF), P1 (0.875 mL L-1), P2 (2.625 mL L-1), and P3 (5.25 mL L-1). The results showed that administering 2.625 mL L-1 of LOF from catfish waste was the best treatment for the absolute weight growth of A. microphylla with an average of 60 g and a relative growth rate of 1.72 ± 0.09 g day-1. Administering LOF has a high nutritional content so that A. microphylla is able to contribute 96% as natural food and produces an absolute weight of tilapia of 1.89 g.
EFEKTIVITAS PENAMBAHAN SUPLEMEN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PIGMENTASI WARNA MERAH IKAN KOI KOHAKU (Cyprinus carpio) Ganjar Adhywirawan Sutarjo; Riza Rahman Hakim; Nindya Suryadewi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.2.2023.81-91

Abstract

Tingkat kecerahan warna merah dan putih sangat menentukan kualitas dan harga dari ikan koi kohaku. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan suplemen yang berbeda berupa maggot, Spirulina platensis, dan astaxanthin pada pakan dalam meningkatkan kualitas pigmen warna merah pada ikan koi. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan adalah perlakuan kontrol tanpa penambahan suplemen, pemberian suplemen yang berbeda berupa penambahan tepung maggot dengan dosis 20%, tepung S. platensis 1%, dan produk suplemen komersial astaxanthin 1% pada pakan komersial. Parameter utama yang diamati adalah perubahan warna diamati menggunakan TCF (toca color finder) dan hasil penilaian observasi lima orang panelis. Parameter lain yang diamati meliputi pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak, kelulushidupan, dan rasio konversi pakan. Dari hasil uji ANOVA dan beda nyata terkecil, dapat diketahui bahwa pengaruh terbaik terhadap pigmentasi warna merah dan kinerja pertumbuhan ikan koi kohaku diperoleh pada perlakuan D (astaxanthin 1%) dengan skor 2,49, pertumbuhan panjang mutlak 2,53 cm, pertumbuhan bobot mutlak 3,15 g, dan rasio konversi pakan terendah (0,66). Tingkat kelangsungan hidup ikan koi adalah 100%. Parameter kualitas air yang diamati (suhu, pH, oksigen terlarut, nitrat, nitrit, dan amoniak) tergolong optimal, dengan menggunakan sistem resirkulasi dengan filter dakron, bioball, dan batu karang jahe. Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa penambahan suplemen astaxanthin 1% pada pakan merupakan dosis yang efektif dalam meningkatkan warna merah pada ikan koi karena memiliki kandungan karotenoid yang tinggi dibandingkan suplemen yang lain.The brightness level of red and white greatly determines the quality and price of Kohaku koi. The aim of this study was to determine the effect of addition of different supplements in the form of maggot, Spirulina platensis, and astaxanthin to feed in improving the quality of red pigment in koi. The method used was an experimental method with a completely randomized design (CRD). The treatments given were a control treatment without adding supplements, addition of different supplements in the form of addition of maggot meal at a dose of 20%, S. platensis meal 1%, and commercial supplement products astaxanthin 1% in commercial feed. The main parameters observed were color changes observed using TCF (toca color finder) and the results of the observation assessment of five panelists. Other parameters observed included absolute length growth, absolute weight growth, survival, and feed conversion ratio. From the results of ANOVA and the smallest significant difference tests, it can be seen that the best effects for the red color pigmentation and growth performances of kohaku koi were obtained in treatment D (astaxanthin 1%) with a score of 2.49, absolute length growth of 2.53 cm, absolute weight growth of 3,15 g, and the lowest feed conversion ratio (0.66). The survival of koi was 100%. The water quality parameters observed (temperature, pH, dissolved oxygen, nitrate, nitrite, and ammonia) were classified as optimal, using a recirculation system with a dacron filter, bioball, and ginger coral. Based on the results of this study, it was concluded that addition of 1% astaxanthin supplement to feed is an effective dose in increasing the red color of koi because it has a high carotenoid content compared to other supplements.
HUBUNGAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN TINGKAT PRODUKSI TAMBAK POLIKULTUR RUMPUT LAUT DENGAN UDANG DAN IKAN BANDENG: STUDI KASUS DI BREBES, JAWA TENGAH, INDONESIA Lestari Lakhsmi Widowati; Novia Fitarani; Sri Rejeki; Restiana Wisnu Ariyati
Jurnal Riset Akuakultur Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.19.2.2024.123-140

Abstract

Produktivitas tambak dipengaruhi oleh produktivitas primer yang tergantung dari kesetimbangan dinamika suhu, salinitas, kandungan oksigen, fosfat, dan nitrat. Nilai produktivitas primer yang tinggi meningkatkan daya dukung lingkungan bagi pertumbuhan rumput laut, ikan bandeng, dan udang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan produktivitas primer terhadap produksi tambak polikultur dan membandingkan hasil produksi Gracilaria sp. pada tambak polikultur rumput laut dengan udang (RLU) dan rumput laut dengan ikan bandeng (RLB). Observasi selama 4 bulan dilakukan pada 10 tambak RLU dan 10 tambak RLB di Desa Randusanga Wetan, Kabupaten Brebes. Padat tebar ikan bandeng adalah 1-2 ekor m-2, udang windu 10 ekor m-2, dan rumput laut adalah 1 ton ha-1. Dosis pakan udang 2% bobot tubuh per hari, sedangkan ikan bandeng hanya mengandalkan pakan alami berupa klekap yang tumbuh di tambak. Nilai produktivitas primer pada tambak RLB (112,17 ± 41,06 mgC.m-3.hari-1) dan RLU (105,39 ± 29,12 mgC.m-3.hari-1)  tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Hubungan produktivitas primer dengan produksi Gracilaria sp. adalah cukup kuat, yaitu 76% pada polikultur dengan ikan bandeng, dan 61% pada polikultur dengan udang. Namun, korelasi produktivitas primer terhadap produksi ikan bandeng dan udang windu memiliki hubungan yang rendah (10%). Tambak RLB menghasilkan produksi Gracilaria sp. lebih tinggi (8.885 kg.ha-1.siklus-1) dibandingkan dengan tambak RLU (7.203 kg.ha-1.siklus-1). Pada budidaya polikultur dengan rumput laut, produksi ikan bandeng adalah 688 kg.ha-1.siklus-1, dan produksi udang yaitu 593 kg.ha-1.siklus-1. Produktivitas primer yang tinggi pada tambak polikultur rumput laut dengan ikan bandeng menghasilkan produksi Gracilaria sp. yang lebih tinggi dibanding tambak polikultur rumput laut dengan udang.Pond productivity is influenced by primary productivity, which depends on the dynamic balance of temperature, salinity, oxygen, phosphate, and nitrate content. High primary productivity values increase the environmental carrying capacity for the growth of seaweed, milkfish, and shrimp. The aims of this study were to determine the relationship between primary productivity and production in polyculture ponds and compare the production results of Gracilaria sp. in polyculture ponds of seaweed with shrimp (RLU) and seaweed with milkfish (RLB). Observations were carried out during 4 months at 10 RLU ponds and 10 RLB ponds in Randusanga Wetan Village, Brebes Regency. The stocking density for was 1-2 fish m-2  for milkfish, 10 shrimp m-2  for tiger prawns and 1 ton ha-1 for seaweed. The feed dose for shrimp was 2% of body weight per day, while milkfish only rely on natural food in the form of microphytobenthos available in the ponds. The primary productivity values in RLB ponds (112.17 ± 41.06 mgC m-3 day-1) and RLU (105.39 ± 29.12 mgC m-3 day-1) did not show significant differences (P<0.05). The correlation between primary productivity and Gracilaria sp. production is quite strong, which is 76% in polyculture with milkfish, and 61% in polyculture with shrimp. However, the correlation between primary productivity and milkfish and tiger prawn production is low (10%). The RLB ponds produced higher quantity of Gracilaria sp. (8,885 kg ha-1 cycle-1) compared to RLU ponds (7,203 kg ha-1 cycle-1). In polyculture with seaweed, milkfish production was 688 kg ha-1 cycle-1, and production of shrimp was 593 kg ha-1 cycle-1. High primary productivity in polyculture ponds of seaweed and milkfish resulted in a higher production of Gracilaria sp. compared to that of seaweed and shrimp polyculture ponds.

Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 2 (2025): Juni (2025) Vol 20, No 1 (2025): Maret (2025) Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024) Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024) Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023) Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023) Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023) Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023) Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022) Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 17, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 17, No 1 (2022): (Maret, 2022) Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021) Vol 16, No 3 (2021): (September, 2021) Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021) Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021) Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020) Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020) Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020) Vol 15, No 1 (2020): (Maret, 2020) Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019) Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019) Vol 14, No 2 (2019): (Juni, 2019) Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019) Vol 13, No 4 (2018): (Desember 2018) Vol 13, No 3 (2018): (September 2018) Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018) Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 12, No 3 (2017): (September 2017) Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017) Vol 11, No 3 (2016): (September 2016) Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 5, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 2, No 1 (2007): (April 2007) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 10, No 3 (2015): (September 2015) Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 9, No 1 (2014): (April 2014) Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 8, No 1 (2013): (April 2013) Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 7, No 1 (2012): (April 2012) Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011) Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011) Vol 6, No 1 (2011): (April 2011) Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009) Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009) Vol 4, No 1 (2009): (April 2009) Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 3, No 1 (2008): (April 2008) Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) More Issue