cover
Contact Name
Ilham
Contact Email
Ilham.fishaholic@gmail.com
Phone
+6221-64700928
Journal Mail Official
jra.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Balibang KP II, Lantai 2 Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
Location
Kab. jembrana,
Bali
INDONESIA
Jurnal Riset Akuakultur
ISSN : 19076754     EISSN : 25026534     DOI : http://doi.org/10.15578/JRA
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Riset Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of various aquaculture disciplines include genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 746 Documents
POLA PERTUMBUHAN DAN VARIASI GENETIK BERBASIS DNA MIKROSATELIT DARI TIGA POPULASI IKAN BARAMUNDI Lates calcarifer Fitriyah Husnul Khotimah; Alimuddin Alimuddin; Dinar Tri Soelistyowati; Sri Nuryati; Harton Arfah; Ketut Sugama; Gusti Ngurah Permana; Sari Budi Moria Sembiring; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.1.2023.49-59

Abstract

Benih ikan baramundi Lates calcarifer diperoleh dari pemijahan alami dengan jumlah induk terbatas sehingga variabilitas pertumbuhan dan kelangsungan hidup antar-batch menjadi tinggi. Penelitian dilakukan untuk menganalisis pertumbuhan dan mengevaluasi variasi genetik ikan kakap putih populasi Australia, Situbondo dan Lampung hasil domestikasi dan dibudidaya di hatcheri skala rumah tangga (HSRT). Sebanyak 10 ekor ikan barramundi dari setiap populasi digunakan untuk analisis variabilitas genetik dengan dua lokus mikrosatelit, yaitu Lca21 dan Lca32. Selanjutnya, data mikrosatelit diolah menggunakan software genetic analysis in excel (GenAlEx 6.51b2). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang dan bobot tubuh serta laju pertumbuhan spesifik ikan baramundi dari Australia lebih tinggi dibandingkan dari Situbondo dan Lampung (P<0,05); sedangkan ikan baramundi dari Situbondo dengan Lampung adalah sama (P>0,05). Jumlah alel setiap lokus ikan baramundi berkisar 2-8 alel dan heterozigositas tertinggi dimiliki oleh ikan barramundi asal Situbondo (0,85), diikuti Lampung (0,65) dan paling rendah dari Australia (0,54). Dari hasil riset tersebut dapat disimpulkan bahwa ketiga populasi ikan baramundi hasil domestikasi dan dipeliharan dalam sistem HSRT memenuhi kelayakan untuk digunakan untuk kegiatan hibridisasi atau membentuk populasi awal (sintetis). Barramundi seeds, Lates calcarifer are usually sourced from natural spawning using a limited number of broodstock. Therefore, the growth and survival rate of these seeds vary greatly between batches. The research was performed to determine the growth pattern and genetic variations of barramundi seed populations produced from domesticated broodstock sourced from Australia, Situbondo, and Lampung and reared in small-scale hatcheries. Ten individuals of barramundi from each population were used for microsatellite analysis using two microsatellite loci, namely: Lca 21 and Lca 32. The resulted microsatellite data was processed using the genetic analysis available in Excel software (GenAlEx 6.51b2). The results showed that the growth in length and body weight as well as the specific growth rate of barramundi seeds produced from Australia broodstock were higher than that of Situbondo and Lampung (P<0.05) while the later two were similar (P>0.05). The number of microsatellite alleles ranged from 2-8 and the highest heterozygosity was obtained by barramundi seeds produced by Situbondo (0.85), followed by Lampung (0.65), dan Australia (0.54) broodstock. From the results of the research, it can be concluded that the three populations of barramundi fish, which were domesticated and reared in the HSRT system, meet the criteria for use in hybridization program or for forming a synthetic population.
APPLICATION OF DIFFERENT FEED AND FEEDING PERIODS DURING REARING OF MALAY COMBTAIL (Belontia hasselti) LARVAE Danang Yonarta; Tanbiyaskur Tanbiyaskur; I Gede Arya Weda; Fitra Gustiar
Jurnal Riset Akuakultur Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.19.1.2024.57-67

Abstract

Feed type and feeding period play critical roles in growth and survival of fish larvae during rearing period, for which no related studies are available for Malay combtail larvae. This research aimed to determine the best feed type and feeding period for growth and survival of Malay combtail larvae. The research experiment was arranged in a completely randomized design with five treatments of different feed and feeding periods with three replications, namely (P1) nauplii Artemia sp. (4-15 days), Moina sp. (14-24 days), and Tubifex sp. (23-35 days), (P2) nauplii Artemia sp. (4-13 days), Moina sp. (12-20 days), and Tubifex sp. (19-35 days), (P3) nauplii Artemia sp. (4-11 days), Moina sp. (10-16 days), and Tubifex sp. (15-35 days), (P4) nauplii Artemia sp. (4-11 days), Moina sp. (12-20 days), and artificial feed (19-35 days), and (P5) nauplii Artemia sp. (4-11 days), Moina sp. (10-16 days), and artificial feed (15-35 days). The results showed that P4 was the best treatment, where larvae had better absolute growth in length and weight and survival of 11.09 ± 0.03 mm, 0.083 ± 0.001 g, and 50.67 ± 1.15%, respectively. Variations of water quality parameters during the experiment in all treatments ranged between 6.0-6.6 for pH, 0.017-0.091 mg L-1 for ammonia, and 4.03-4.43 mg L-1 for dissolved oxygen. The results of this research that the sequential and early application of live feed and much later artificial feed appication in combination with the timely feeding period and the larval development improve growth and survival of Malay combtail larvae.Jenis pakan dan periode pemberian pakan memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan selama masa pemeliharaan, hingga saat ini belum ada penelitian terkait mengenai larva ikan selincah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pakan dan lama pemberian pakan yang terbaik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan selincah. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan pakan dan lama pemberian pakan berbeda dengan tiga ulangan yaitu (P1) nauplii Artemia sp. (4-15 hari), Moina sp. (14-24 hari), dan Tubifex sp. (23-35 hari), (P2) nauplii Artemia sp. (4-13 hari), Moina sp. (12-20 hari), dan Tubifex sp. (19-35 hari), (P3) nauplii Artemia sp. (4-11 hari), Moina sp. (10-16 hari), dan Tubifex sp. (15-35 hari), (P4) nauplii Artemia sp. (4-11 hari), Moina sp. (12-20 hari), dan pakan buatan (19-35 hari), dan (P5) nauplii Artemia sp. (4-11 hari), Moina sp. (10-16 hari), dan pakan buatan (15-35 hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa P4 merupakan perlakuan terbaik, di mana larva mempunyai pertumbuhan panjang dan berat absolut yang lebih baik serta kelangsungan hidup masing-masing sebesar 11,09 ± 0,03 mm, 0,083 ± 0,001 g, dan 50,67 ± 1,15%. Variasi parameter kualitas air selama percobaan pada semua perlakuan berkisar antara 6,0-6,6 untuk pH, 0,017-0,091 mg L-1 untuk amoniak, dan 4,03-4,43 mg L-1 untuk oksigen terlarut. Hasil dari penelitian ini adalah pemberian pakan hidup secara berurutan dan dini serta pemberian pakan buatan yang dikombinasikan dengan periode pemberian pakan yang tepat waktu dan perkembangan larva akan meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan selincah.
EFEK SUPLEMENTASI ARANG AKTIF PADA PAKAN TERHADAP PROFIL HISTOLOGI USUS IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SETELAH TERPAPAR INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT Nurhayati Nurhayati; Azwar Thaib; Lia Handayani; M. Yodi Tira Aprizal; Faisal Syahputra; Harun Harun
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.1.2023.27-35

Abstract

Paparan dan efek merusak residu pestisida yang berasal dari aktifitas pertanian pada sistem budidaya air tawar telah banyak diteliti. Salah satu jenis pestisida yaitu insektisida memiliki efek kronis berbahaya bagi ikan budidaya air tawar dan jika terakumulasi dapat merusak kesehatan manusia yang mengkonsumsi ikan tersebut. Salah satu upaya mengeliminir efek residu tersebut adalah melalui penggunaan adsorben berupa arang aktif dalam pakan ikan melalui teknik re-pelleting. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan informasi terkait pemanfaatan arang aktif pada pakan terhadap profil histologi usus ikan nila setelah dipapar insektisida golongan organofosfat. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental terdiri dari empat kali perlakuan dan dua kali ulangan. Sebagai perlakuan antara lain tanpa arang aktif atau 0% (A); arang aktif 1% (B); arang aktif 2% (C); dan arang aktif 3% (D). Ikan nila dipilih sebagai ikan uji dengan ukuran panjang 7 ± 0,4 cm serta padat tebar 30 ekor per wadah. Pakan diberikan secara ad-libitum, frekuensi pemberian pakan dua kali sehari. Pengamatan perubahan jaringan usus dilakukan melalui pemeriksaan histologi usus ikan. Pemeriksaan histologi dilakukan sebanyak tiga kali yakni sebelum paparan insektisida, setelah paparan insektisida, dan setelah pemberian arang aktif pada pakan. Preparat usus diwarnai menggunakan Hematoxylin – Eosin (HE) untuk melihat perubahan jaringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan jaringan pada sampel usus akibat paparan insektisida organofosfat ditandai dengan terjadinya edema, adhesi vili, degenerasi hidropik dan vakuolisasi pada jaringan usus. Sebaliknya penggunaan arang aktif sebanyak 2% mampu menyerap diazinon yang terkontaminasi pada vili usus, ditunjukkan dengan banyaknya sel goblet yang muncul sebagai pelindung dari paparan insektisida organofosfat. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan arang aktif pada tingkat yang tepat secara efektif dapat menyerap residu insektisida dalam usus ikan nila khususnya diazinon. Pesticide residues from agriculture have been well documented to have entered freshwater fish farming systems. One of pesticides, insecticide, is harmful not only to farmed fish but also to human who consume the insecticide-exposed fish. Alternatives to eliminate the residual effect of insecticides are through the addition activated charcoal serving as adsorbent in fish feed through re-pelleting techniques. The purpose of this study was to obtain information related to the use of activated charcoal in feed on the intestinal histological profile of tilapia after exposure to organophosphate insecticides. This study used an experimental method consisting of four treatments and two replicates. The treatments consisted of feed without activated charcoal 0% (A); and with activated charcoal 1% (B); activated charcoal 2% (C); and activated charcoal 3% (D) additions. Tilapia with an average length of 7 ± 0.4 cm and a stocking density of 30 fish per container were used in the experiment. The experimental feeds were given ad-libitum twice a day. Observation of changes in intestinal tissue was carried out through histological examination. Histological examination was carried out three times, namely before exposure to insecticide, after exposure to insecticide, and after applying activated charcoal to feed. Intestinal tissue samples were stained using Hematoxylin – Eosin (HE) to observe potential tissue changes. The result showed that tissue changes in intestinal samples due to exposure of organophosphate insecticide were evident marked by the occurrences of edema, villi adhesion, hydropic degeneration and vacuolization within the intestine tissue. In contrast, the use of activated charcoal as much as 2% was able to absorb contaminated diazinon in intestinal villi, shown by the large number of goblet cells that appeared as protection from exposure to organophosphate insecticide. This study concludes that the use of active charcoal at the right level could effectively adsorb the insecticide residue particularly diazinon.
PEMANFAATAN MINYAK CENGKEH SEBAGAI BAHAN ANESTESI UNTUK TRANSPORTASI IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii) Tanbiyaskur Tanbiyaskur; Jennifer Patrick Lopez; Ferdinand Hukama Taqwa; Azmi Afriansyah; Sefti Heza Dwinanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.19.2.2024.97-107

Abstract

Minyak cengkeh telah banyak digunakan oleh pembudidaya sebagai anestesi pada transportasi ikan. Akan tetapi penggunaannya pada beberapa jenis ikan dengan kepadatan yang berbeda menunjukkan kebutuhan dosis penggunaan yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan dosis minyak cengkeh sebagai bahan pembius ikan tambakan (Helostoma temminckii) dan untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak cengkeh pada transportasi ikan tambakan. Penelitian ini membandingkan kondisi transportasi yang menggunakan minyak cengkeh dan tanpa minyak cengkeh (kontrol) dengan kepadatan berbeda. Kepadatan yang digunakan adalah 10, 12, dan 14 ekor L-1. Ikan tambakan yang digunakan berukuran 15 ± 0,5 cm. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yang terdiri dari penentuan konsentrasi efektif-100 10 menit (EC100 10 min) dan pengaruh minyak cengkeh terhadap kepadatan selama 12 jam transportasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai EC100 10 min adalah 0,026 mL L-1. Sesaat setelah transportasi, tingkat kelangsungan hidup dan tingkat konsumsi oksigen tidak berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada kepadatan yang berbeda. Akan tetapi kadar glukosa darah pada kepadatan 10 ekor L-1 dan 12 ekor L-1 lebih rendah daripada kontrol. Pemantauan kesehatan ikan setelah 7 hari pascatransportasi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kontrol dan perlakuan baik kelangsungan hidup maupun kadar glukosa darah. Oleh karena itu, pemanfaatan minyak cengkeh pada dosis 0,026 mL L-1 untuk transportasi ikan tambakan dapat diaplikasikan dengan kondisi kepadatan 14 ekor L-1 selama 12 jam. Pemanfaatan minyak cengkeh pada ikan tambakan perlu dilakukan kajian lebih lanjut terkait penambahan kepadatan dan waktu transportasi atau aplikasinya untuk transportasi benih ikan tambakan.Clove oil has been widely used by farmers as an anesthetic agent in fish transportation. However, its use on several fish with different densities indicates the need for different doses. The aim of this study was to determine the dose of clove oil as an anesthetic agent for kissing gourami (Helostoma temminckii) and to determine the effect of administering clove oil on the transportation of kissing gourami. This study compared transportation conditions using clove oil and without clove oil (control) with different densities. The densities used were 10, 12, and 14 L-1. The kissing gourami used measured 15 ± 0.5 cm. This study was divided into two stages consisting of determining the effective concentration-100 10 minutes (EC100 10 min) and the effect of clove oil on density during 12 hours of transportation. The results showed that EC100 10 min value was 0.026 mL L-1. Immediately after transportation, survival rates and oxygen consumption levels were not significantly different between treatments and control at different densities. However, blood glucose levels of 10 fish L-1 and 12 fish L-1 were lower than the control. Fish health status monitoring after 7 days post-transportation showed that there was no significant difference between control and treatment in terms of survival rate or blood glucose levels. Therefore, the use of clove oil at a dose of 0.026 mL L-1 for the transportation of kissing gourami can be applied at a density of 14 fish L-1 for 12 hours. Further studies are required to determine the effects of clove oil as an anesthetic agent applied at denser stocking densities and longer transportation period of kissing gourami seeds.
GROWTH PERFORMANCES AND INTESTINAL BACTERIAL POPULATIONS OF PACIFIC WHITE SHRIMP (Penaeus vannamei) FED WITH DIFFERENT DIETARY PREBIOTICS-SUPPLEMENTED FEED Diah Ayu Satyari Utami; Wahyu Wahyu; Liga Insani; I Gusti Putu Gede Rumayasa Yudana; Teguh Harijono
Jurnal Riset Akuakultur Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.19.1.2024.1-13

Abstract

Prebiotic applications in aquaculture are mainly given in the form of single or mixed prebiotics. A number of studies compared the effects of different doses or frequencies of a single prebiotic application. However, studies comparing different prebiotics in order to find the most effective ones for certain farmed species are limited. This study aimed to evaluate the effects of different dietary prebiotics on the growth performances and intestinal bacterial populations of Pacific white shrimp (Penaeus vannamei). Four treatments with triplicates were arranged in a completely randomized design (CRD). The treatments consisted of feed supplemented with different dietary prebiotics for Pacific white shrimp, including control (without dietary prebiotic), 0.5% honey (v/w), 0.5% mannan-oligosaccharide (MOS) (w/w), and 0.5% inulin (w/w). Pacific white shrimp (1.59 ± 0.12 g) were randomly stocked in 12 glass tanks (60 x 30 x 40 cm3) with a stocking density of 15 shrimp per tank. The shrimp were fed the experimental feed to apparent satiation four times daily for 30 days. Growth parameters observed consisted of final weight, specific growth rate (SGR), feed conversion ratio (FCR), survival of Pacific white shrimp, total bacterial count, total Vibrio count, and dominance of Vibrio in the intestine of experimental shrimp. Dietary prebiotics improve the growth performances of Pacific white shrimp. The highest growth performances were found in the shrimp treated with dietary honey. The improvement in growth performance may be due to the ability of honey to boost the proliferation of beneficial bacteria in the intestines of Pacific white shrimp.Pemanfaatan prebiotik dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri atas prebiotik tunggal dan prebiotik campuran. Banyak penelitian sebelumnya yang berfokus pada perbandingan dosis atau frekuensi satu jenis prebiotik tetapi tidak membandingkan jenis prebiotik yang berbeda untuk menemukan prebiotik yang paling efektif untuk spesies tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian pakan prebiotik yang berbeda terhadap kinerja pertumbuhan dan populasi bakteri usus udang vaname (Penaeus vannamei). Penelitian ini dilakukan melalui rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini terdiri atas pemberian pakan prebiotik yang berbeda pada udang vaname meliputi kontrol (tanpa prebiotik), madu 0,5% (v/b), mannan-oligosakarida (MOS) 0,5% (b/b), dan inulin 0,5% (b/b). Udang vaname (1,59 ± 0,12 g) ditebar secara acak dalam 12 akuarium kaca (60 x 30 x 40 cm3) dengan padat tebar 15 udang per akuarium. Udang diberi pakan percobaan sampai kenyang empat kali sehari selama 30 hari. Parameter yang diamati terdiri atas bobot akhir, laju pertumbuhan spesifik (LPS), rasio konversi pakan (RKP), kelangsungan hidup udang vaname, jumlah bakteri total, jumlah Vibrio total, dan dominasi Vibrio dalam usus udang percobaan. Pemberian pakan prebiotik meningkatkan kinerja pertumbuhan udang vaname. Kinerja pertumbuhan tertinggi ditemukan pada udang yang diberi madu. Peningkatan kinerja pertumbuhan ini mungkin disebabkan oleh kemampuan madu dalam meningkatkan perkembangbiakan bakteri menguntungkan di usus udang vaname.
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN EKSTRAK HIPOFISA KATAK SAWAH (Fejervarya cancrivora) TERHADAP FEKUNDITAS DAN HATCHING RATE IKAN MAS (Cyprinus carpio) Anne Rumondang; Ricky Winrison Fuah; Mutiara Alkayakni Harahap; Ria Retno Dewi Sartika Manik
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.4.2023.251-258

Abstract

Proses pemijahan ikan mas (Cyprinus carpio) dapat dilakukan secara alami atau tradisional. Akan tetapi fekunditas dan fertillisasi dari pemijahan tersebut masih cukup rendah. Untuk itu perlu dilakukan pemijahan secara buatan melalui aplikasi hormonal dengan menggunakan teknik hipofisasi untuk merangsang dan mempercepat ovulasi serta pemijahan induk ikan dan mampu meningkatkan fekunditas, hatching rate,dan kuantitas benih ikan. Kelenjar hipofisa katak sawah (Fejervarya cancrivora) memiliki beberapa kelenjar endokrin yang bertugas menghasilkan hormon untuk mengatur dan mengontrol tugas-tugas tubuh, merangsang, dan mengaktifkan jaringan reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dosis penggunaan kelenjar hipofisa katak sawah yang paling efektif untuk meningkatkan fekunditas dan hatching rate ikan mas. Metode yang digunakan yaitu metode eksperimen terdiri dari empat perlakuan dosis kelenjar hipofisa katak sawah, yaitu P1 (0 mL kg-1), P2 (0,3 mL kg-1), P3 (0,5 mL kg-1), dan P4 (0,7 mL kg-1) dengan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis yang paling efektif untuk meningkatkan fekunditas danhatching rate ikan mas adalah 0,5 mL kg-1. Fekunditas tertinggi sebesar 85.516,51 ± 2.110,94 butir dengan hatching ratesebesar 76,87 ± 1,33%.Penggunaan dosis yang rendah mengakibatkan hormon tidak mencapai konsentrasi yang cukup untuk merangsang respons reproduksi yang diinginkan. Sebaliknya, dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya overstimulasi sistem reproduksi ikan, yang pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan hormonal akibat toksisitas.The spawning process of carp (Cyprinus carpio) can be done naturally or artificially. However, fecundity and fertilization from spawning are still quite low. For this reason, it is necessary to carry out artificial spawning through hormonal applications using pituitary techniques to stimulate and accelerate ovulation and spawning of parent fish and is able to increase fecundity, hatching rate and quantity of fish fry. The pituitary gland of crab-eating frog (Fejervarya cancrivora) has several endocrine glands whose job is to produce hormones to regulate and control body tasks, stimulate, and activate reproductive tissue. This study aimed to test the most effective dose of crab-eating frog's pituitary gland to increase the fecundity and hatching rate of carp. The method used was the experimental method consisting of four treatments of crab-eating frog’s pituitary gland doses, namely P1 (0 mL kg-1), P2 (0.3 mL kg-1), P3 (0.5 mL kg-1), and P4 (0.7 mL kg-1) with three replications. The data obtained were analyzed statistically using analysis of variance (ANOVA). The results showed that the most effective dose for increasing fecundity and hatching rate of carp was 0.5 mL kg-1. The highest fecundity was 85,516.51 ± 2,110.94 eggs with a hatching rate of 76.87 ± 1.33%. The use of low doses resulted in the hormone not reaching sufficient concentrations to stimulate the desired reproductive response. On the other hand, doses that are too high can cause overstimulation of the fish's reproductive system, which in turn can disrupt the hormonal balance due to toxicity. 
PENGARUH PENGGUNAAN Artemia salina YANG DIPERKAYA DENGAN ASAM AMINO TERHADAP SINTASAN LARVA RAJUNGAN (Portunus pelagicus Linn. 1758) STADIA ZOEA Wayan Kantun Dananjaya; Sukriani Sukriani; Nursidi Latief; Indra Cahyono
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.3.2023.173-180

Abstract

Sintasan dalam usaha budidaya rajungan sangat ditentukan oleh pakan yang diberikan selama pemeliharaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penambahan asam amino pada Artemia salina pada dosis yang berbeda untuk meningkatkan sintasan larva rajungan. Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan diberikan dengan cara memperkaya A. salina menggunakan multi asam amino sesuai dengan dosis meliputi perlakuan A: 0,0; B: 2,5; C: 5,0; dan D: 7,5 ppm. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sintasan larva rajungan pada masing-masing perlakuan yaitu A.11,85 ± 0,40%; B. 16,18 ± 0,18%; C. 37,68 ± 0,20%; dan D. 50,35 ± 0,10% dengan pola hubungan yang polinomial antarpemberian dosis multi asam amino dengan sintasan larva rajungan. Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa penambahan multi asam amino pada A. salina sebagai pakan alami mampu meningkatkan sintasan larva rajungan pada stadia zoea. Survival in blue swimming crab cultivation is largely determined by the feed provided during the rearing period. This study aimed to evaluate the addition of amino acids to Artemia salina at different doses to increase the survival of blue swimming crab larvae. The study was designed using a completely randomized design (CRD) with four treatments and three replications. Treatments were applied by enriching A. salina using multi amino acids according to the doses including treatment A: 0.0; B: 2.5; C: 5.0; and D: 7.5 ppm. The results of the study showed that the survival of blue swimming crab larvae in each treatment was A. 11.85 ± 0.40%; B. 16.18 ± 0.18%; C. 37.68 ± 0.20%; and D. 50.35 ± 0.10 with a polynomial relationship pattern between administration of multi-amino acids doses and survival of blue swimming crab larvae. Based on the results of this study, it was concluded that the addition of multi amino acids to A. salina as a live feed was able to increase the survival of blue swimming crab larvae at the zoea stage.
EFEKTIVITAS EKSTRAK Solanum ferox DALAM MENINGKATKAN RESPONS KEKEBALAN IKAN PATIN JAMBAL (Pangasius djambal) TERHADAP INFEKSI Edwardsiella tarda Hany Handajani; Ganjar Adhywirawan Sutarjo; Yhogie Aldi Setyawan; Alif Zidane Juni Wananda; Yukis Angga Prasetya
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.2.2023.93-104

Abstract

Bakteri Edwardsiella tarda yang menginfeksi ikan patin dapat menyebabkan kematian hingga 80%. Terong asam (Solanum ferox) mengandung senyawa antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan dapat membunuh bakteri penyebab infeksi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak S. ferox terhadap respons imun ikan patin jambal (Pangasius djambal) serta memperoleh dosis optimum untuk penanggulangan bakteri E. tarda. Metode yang dilakukan adalah eksperimen  dengan  rancangan acak lengkap  (RAL)  dengan  empat perlakuan  dosis ekstrak terong  asam (0, 300, 600, dan 900 ppm) serta kontrol (perendaman antibiotik komersial) dengan tiga ulangan. Ikan uji yang digunakan adalah ikan patin jambal berukuran 14-16 cm sebanyak 150 ekor. Perlakuan diberikan dengan perendaman ikan uji dalam larutan uji selama 7 hari. Parameter uji antara lain gejala klinis, total eritrosit, total leukosit, diferensial leukosit, aktivitas fagositosis, prevalensi, pertumbuhan bobot mutlak, dan  kelangsungan hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman ikan patin jambal dalam larutan ekstrak S. ferox meningkatkan respons imun ikan patin jambal yang terinfeksi E. tarda..  Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ekstrak S. ferox dosis 600 ppm secara efektif meningkatkan aktifitas fagositosis yang kemudian mengoptimalkan respons imun dan profil darah ikan patin jambal. Infection of Edwardsiella tarda bacteria in farmed catfish could lead to mass mortality of up to 80% of the fish. Sour eggplant (Solanum ferox) contains antibacterial compounds which are capable of inhibiting the growth of bacteria and can kill infectious bacteria. The study aimed to determine the effect of S. ferox extract on the immune response of catfish (Pangasius djambal) and obtain its optimum dose to control the infection of E. tarda. The study used an experimental trial in which treatments were arranged in a completely randomized design (CRD) consisting of four treatment doses of sour eggplant extract (0, 300, 600, and 900 ppm) and control (immersion of commercial antibiotic) with three replicates. The test fish used were 150 catfish with a length of 14-16 cm. The treatments were applied by soaking the test fish in the test solutions for 7 days. The measured parameters included clinical symptoms, total erythrocytes, total leukocytes, leukocyte differential, phagocytic activity, prevalence, absolute weight growth, and survival. The results showed that the immersion of catfish in S. ferox extract solution increased the immune responses of catfish infected by E. tarda.  The results of this study concluded that S. ferox extract at a dose of 600 ppm effectively increases phagocytic activity which then optimizes the immune response and blood profile of catfish.
PENINGKATAN PERTUMBUHAN MIKROALGA Chaetoceros ceratosporum DAN Nannochloropsis oculata MENGGUNAKAN STRAIN BAKTERI TERSELEKSI PADA KULTUR SKALA TERKONTROL Ni Nengah Suriadyani; Luh Yuliani Dewi; Kadek Mas Tantra; I Putu Arta Sudarsana; Kadek Ardika; Wiwin Adiwinata; Husen Husaeni; I Ketut Agus Sudarmayasa; Ahmad Muzaki
Jurnal Riset Akuakultur Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.19.2.2024.141-155

Abstract

Sejalan dengan peningkatan produksi budidaya perikanan, maka diperlukan intensifikasi produksi benih ikan atau udang. Di antara permasalahan yang dihadapi pembenih adalah ketersedian pakan alami (microalgae) yang memadai dan kontinu baik kualitas maupun kuantitas selama pemeliharaan larva. Upaya meningkatkan produksi mikroalga melalui pendekatan hubungan koeksistensi dan pemacuan pertumbuhan dengan memanfaatkan peran bakteri yang menguntungkan perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan mengetahui efektivitas strain bakteri terseleksi yang mempunyai kemampuan menstimulasi pertumbuhan dalam meningkatkan pertumbuhan mikroalga pada kultur skala terkontrol. Pada penelitian ini digunakan mikroalga Chaetoceros ceratosporum dan Nannochloropsis oculata. Bakteri yang berasosiasi dalam kultur tersebut diisolasi, dilakukan screening, uji aktivitas sintesis enzimatik, karakterisasi, identifikasi, kultur, dan re-inokulasi pada kultur mikroalga.  Hasil yang diperoleh ada tujuh isolat bakteri dari C. ceratosporum dan delapan isolat dari N. oculata. Hasil uji aktivitas sintesis enzimatis ternyata hanya ada satu strain (kode CC-22) pada C. ceratosporum dan dua strain pada N. oculata (kode NN-5 dan NN-6) yang potensial menunjukkan peran stimulasi pertumbuhan mikroalga.  Dengan pendekatan karakterisasi molekuler menggunakan 16SrRNA maka diperoleh Marinobacter vinifirmus CC22, Alteromonas sp. NN-5, dan Marinobacter hydrocarbonoclastic NN-6. Dari tiga strain bakteri yang terisolasi nampaknya hanya Marinobacter vinifirmus CC22 dan Alteromonas sp. NN-5 yang mempunyai sifat dapat memacu pertumbuhan C. ceratosporum sebesar 1,76 kali (176 %) dan N. oculata sebesar 1,56 kali (156 %) dibandingkan dengan kontrol. Kedua strain bakteri ini menunjukkan potensi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas mikroalga serta berpeluang sebagai probiotic agent untuk menstimulasi pertumbuhan C. ceratosporum  dan N. oculata.The intensification of  fish and shrimp seed production is necessitated to support the ever growing global aquaculture production. One of the problems faced by most hatcheries is the unavailability of high quality and stable supply of live feed (microalgae) required during larval rearing. Efforts to increase microalgae production through a coexistence relationship approach and promoting growth by utilizing the role of beneficial bacteria need to be carried out. The aims of this study were to obtain and determine the effectiveness of selected bacterial strains that have the ability to stimulate microalgae growth in controlled culture environments. In this study, the microalgae Chaetoceros ceratosporum and Nannochloropsis oculata were used. Bacteria associated in the culture were isolated, screened, tested for enzymatic synthesis activity, characterization, identification, culture, and re-inoculation on microalgal cultures. The results obtained were seven bacterial isolates from C. ceratosporum and eight isolates from N. oculata. The results of the enzymatic synthesis activity test showed that there was only one strain (code CC-22) in C. ceratosporum and two strains in N. oculata (codes NN-5 and NN-6) which potentially showed a role in stimulating microalgae growth. With a molecular characterization approach using 16SrRNA, Marinobacter vinifirmus CC22, Alteromonas sp. NN-5, and Marinobacter hydrocarbonoclastic NN-6. From the three isolated bacterial strains, it appeared that only Marinobacter vinifirmus CC22 and Alteromonas sp. NN-5 had the property of being able to stimulate the growth of C. ceratosporum by 1.76 times (176%) and N. oculata by 1.56 times (156%) compared to the control. These two bacterial strains showed the potential to increase the quantity and quality of microalgae and had the opportunity to act as probiotic agents to stimulate the growth of C. ceratosporum and N. oculata.
SUPLEMENTASI L-KARNITIN DAN KAYU MANIS PADA PAKAN TERHADAP PENURUNAN LEMAK DAN TEKSTUR FILET IKAN PATIN Pangasianodon hypophthalmus PADA FASE PEMBESARAN Imam Tri Wahyudi; Dedi Jusadi; Mia Setiawati; Julie Ekasari; Muhammad Agus Suprayudi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.18.1.2023.1-14

Abstract

upaya untuk mengurangi kadar lemak tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi suplementasi L-karnitin dan tepung kayu manis terhadap kadar lemak dan tekstur daging ikan patin pada fase pembesaran. Ikan patin berukuran 125,4 ± 7,85 g dan panjang 24,71±0,68 cm dipelihara selama 60 hari dalam wadah hapa berukuran 2 x 1 x 1 m3. Ikan diberi pakan tiga kali sehari ad satiation dengan perlakuan, sebagai berikut: kontrol (K), penambahan L-karnitin 1 g kg-1 (LK 1), L-karnitin 2 g kg-1 (LK 2), kayu manis 5 g kg-1 (KM 5), dan kayu manis 10 g kg-1 (KM 10). Sampel diambil pada awal, pertengahan, dan akhir pemeliharaan untuk pengukuran kadar lemak daging. Parameter yang diamati yaitu lemak daging dan tekstur daging. Hasil menunjukkan bahwa pemberian KM 10 menghasilkan kadar lemak yang lebih rendah dari perlakuan lainnya setelah 30 hari dan penurunan yang lebih besar yaitu berkisar 51,06% dan 42,55% pada perlakuan LK 2 dan KM 10 pada hari ke-60. Nilai indeks hepatosomatik juga menurun yang diikuti oleh penurunan kadar lemak hati. Nilai kekerasan daging menunjukkan peningkatan kualitas yang terlihat dari nilai yang semakin rendah. Pemberian tepung kayu manis 10 g kg-1 pada fase pembesaran menunjukkan hasil terbaik pada pemberian selama 60 hari dalam menurunkan lemak daging ikan patin hingga memenuhi standar filet, karena adanya proses lipolisis serta pemanfaatan lemak menjadi energi. Kayu manis ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan sebagai feed additive dalam upaya memperbaiki kualitas daging ikan patin fase pembesaran.Striped catfish meat has a high-fat content which is undesirable to markets and customers alike and needs to be reduced. This study aims to evaluate the effect of dietary L-carnitine and cinnamon powder on reducing the fat content of striped catfish meat in the grow-out stage. Striped catfish measuring 125.4 ± 7.85 g and 24.71 ± 0.68 cm body length were kept for 60 days in a hapa with size 2 x 1 x 1 m3. Thefish were fed three times a day at satiation with the following treatments: control (K), the addition of L-carnitine 1 g kg-1 (LK 1), L-carnitine 2 g kg-1 (LK 2), cinnamon 5 g kg-1 (KM 5) and cinnamon 10 g kg-1 (KM 10). Sampling was conducted on the initial, middle and final day for meat fat content analysis. The parameters observed were meat fat and meat texture. The results showed that dietary KM 10 significantly reduced meat fat content compared to controls on the 30th and it showed a more significant reduction, namely 51.06% and 42.55%, in the treatment LK 2 and KM 10 after 60 days treatment. The hepatosomatic index value also decreased, followed by decreased liver fat levels. The lower values of meat hardness imply an increase in meat quality. It can be concluded that the application of dietary cinnamon powder at 10 g kg-1 (KM 10) is the best level to reduce the fat content of striped catfish meat in meeting the fillet standards. This cinnamon has excellent potential to be developed as a feed additive to improve the quality of striped catfish meat in the rearing phase.

Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 2 (2025): Juni (2025) Vol 20, No 1 (2025): Maret (2025) Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024) Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024) Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023) Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023) Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023) Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023) Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022) Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 17, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 17, No 1 (2022): (Maret, 2022) Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021) Vol 16, No 3 (2021): (September, 2021) Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021) Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021) Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020) Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020) Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020) Vol 15, No 1 (2020): (Maret, 2020) Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019) Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019) Vol 14, No 2 (2019): (Juni, 2019) Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019) Vol 13, No 4 (2018): (Desember 2018) Vol 13, No 3 (2018): (September 2018) Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018) Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 12, No 3 (2017): (September 2017) Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017) Vol 11, No 3 (2016): (September 2016) Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 5, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 2, No 1 (2007): (April 2007) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 10, No 3 (2015): (September 2015) Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 9, No 1 (2014): (April 2014) Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 8, No 1 (2013): (April 2013) Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 7, No 1 (2012): (April 2012) Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011) Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011) Vol 6, No 1 (2011): (April 2011) Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009) Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009) Vol 4, No 1 (2009): (April 2009) Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 3, No 1 (2008): (April 2008) Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) More Issue