Articles
182 Documents
TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PPAT (Studi Kantor Notaris & PPAT Anita Mahdalena, SH)
febrina, dhea tri;
sulaiman, ahars
PETITA Vol 1, No 1 (2019): PETITA Vol.1 No.1 Juli 2019
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (26.402 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v6i1.1868
Seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang sedemikian besar, dan luas tanah yang relatif tidak bertambah, tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena tanah mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan sebagai capital asset, hal ini menyebabkan kebutuhan akan tanah semakin meningkat, sehingga menyebabkan berbagai potensi konflik atau sengketa dalam hak jual beli tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016 Tentang PPAT dalam prakteknya seringkali terjadi pembuatan Akta Jual Beli tanah yang tidak sesuai dengan koridor hukum berlaku yang mana dapat menimbulkan risiko bagi kepastian hak atas tanah. Dalam hal ini PPAT dimintai suatu pertanggungjawaban yuridis berkaitan dengan akta otentik yang dibuatnya mengandung cacat hukum. Permasalahan yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah bagaimana tanggung jawab PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli tanah dan akibat hukum yang dibuatnya jika mengandung cacat hukum.Penelitian yang digunakan dalam pembuatan penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang artinya adalah suatu penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat yang menggunakan data primer (data yang diperoleh dengan cara wawancara dan observasi). Penelitian hukum empiris ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan yang diteliti mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan Akta Jual Beli tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016 Tentang PPAT.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai akibat hukum dari penyimpangan terhadap tata cara pembuatan akta PPAT maka PPAT dapat dikenai sanksi sebagai wujud pertanggungjawabannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Sedangkan aspek perlindungan hukum dalam proses penengakan hukum terhadap PPAT yang dimintai suatu pertanggung jawaban tidak diatur oleh Peraturan Jabatan PPAT.Hasil penelitian yang diperoleh mengenai mengenai tanggung jawab PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli tanah adalah dengan melakukan analisa terhadap Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016 Tentang PPAT dan perundang-undangan yang berkaitan dengan Jual Beli tanah, juga mengenai Akibat hukum dari penyimpangan tanggung jawab tersebut.
FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM PEMBERIAN KREDIT DI PT. BANK BTPN CABANG PEKANBARU
Putri Dwi Yulisa
PETITA Vol 3, No 2 (2021): PETITA Vol. 3 No. 2 Desember 2021
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (218.622 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v3i2.3826
Sejak krisis ekonomi tahun 1998 pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik atau lebih dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG) menjadi isu yang mengemuka di Indonesia. Buruknya tata kelola pemerintah dan perusahaan di Indonesia pada masa itu, menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi melemah. Semenjak saat itu semua pihak sepakat untuk bangkit dari keterpurukan dengan memulai tata kelola yang baik dari pemerintah, perusahaan pemerintah dan swasta. Berbagai upaya untuk memperbaiki tata kelola dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip GCG di semua lini masyarakat. Dalam menerapkan prinsip gcg ini tentunya setiap perusahaan memiki faktor pendukung dan penghambat dalam mempertahankan bisnisnya. Masalah pokok dari penelitian ini yaitu, apakah faktor penghambat dan pendukung pada Penerapan GCG dalam Pemberian Kredit di PT. Bank BTPN Cabang Pekanbaru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung pada penerapan prinsip good corporate governance dalam pemberian kredit di PT. Bank BTPN Cabang Pekanbaru. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis, yaitu penelitian yang mengambil data langsung ke lapangan berdasarkan sumber dengan populasi/responden dengan mengadakan wawancara sebagai alat pengumpul data. Kemudian dari data yang diambil dilakukan pengolahan data sehingga diperoleh hasil pembahasan dari hasil dapat diperoleh kesimpulan dengan metode deduktif. Sedangkan sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menjelaskan dalam bentuk kalimat yang jelas dan rinci. Faktor pendukung dari penerapan Good Corporate Governance di PT. Bank BTPN Cabang Pekanbaru adalah adanya kerjasama dan kekompakan setiap pegawai marketing, terdapat komite audit yang mengawasi secara efektif didalam bank untuk menghindari penyimpangan yang mungkin terjadi, adanya harapan yang tinggi dari setiap calon nasabah untuk mendapatkan pelayanan yang prima dari karyawan, para karyawan dituntut untuk memberikan pelayanan yang ramah, sopan dan cepat tanggap kepada setiap calon nasabah, dan adanya rasa saling percaya antara karyawan dan calon nasabah yang berkepentingan. Sedangkan faktor penghambatnya adalah kurangnya pengetahuan beberapa marketing tentang Good Corporate Governance, tidak adanya pengarahan dari Pimpinan Cabang minimal satu kali dalam sebulan dan tidak adanya peraturan/kebijakan yang dikeluarkan oleh bank yang mengacu kepada penerapan good corporate governance secara umum.
PROSEDUR HUKUM UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA ATAS TERJADINYA WANPRESTASI DALAM SEWA MENYEWA RUMAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK
Azrianti, Seftia
PETITA Vol 3, No 1 (2016): Vol. 3 No 1 Juni 2016
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (26.402 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v3i1.664
Perumahan atau permukiman seperti yang disebutkan diatas tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati dirinya. Rumah yang telah dibeli atau dibangun dapat dijual kembali atau disewakan kepada orang yang membutuhkan tentunya dengan harga yang diinginkan oleh si pemilik rumah. Hal ini dapat menambah pemasukan keuangan bagi pemilik rumah. Sehingga tidak heran jika banyak orang pada golongan ekonomi mapan dapat memiliki rumah lebih dari satu unit. Tujuannya bukan lagi untuk menunjukkan style atas kekayaan seseorang sehingga mengoleksi banyak rumah, melaikan sebagai lahan mendapatkan keuntungan berupa uang. Penelitian ini melihat Prosedur Hukum Upaya Penyelesaian Sengketa Atas Terjadinya Wanprestasi Dalam Sewa Menyewa Rumah Menurutperaturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1994 Tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik”.Upaya penyelesaian sengketa dalam perjanjian sewa menyewa rumah tersebut dapat dilakukan dengan cara kekeluargaan baik itu dengan teguran lisan atau dengan cara mensomasi pihak yang dianggap merugikan. Namun apabila cara kekeluargaan tidak juga dipenuhi, maka penyelesaian melalui jalur hukum baik itu secara perdata dapat dilakukan dengan memenuhi syarat dan isi gugatan/tuntutan.Penghunian rumah oleh bukan pemilik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama adalah penghunian rumah dengan cara sewa menyewa, yang mana cara penghunian seperti itu didasarkan kepada suatu perjanjian tertulis atas kesepakaan bersama untuk mengikatkan diri antara pemilik rumah dan penyewa rumah yang menerangkan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, batas waktu perjanjian, serta larangan-larangan bagi masing-masing pihak. Dan yang kedua adalah penghunian rumah dengan cara bukan sewa menyewa, yang mana penghunian ini merupakan bentuk sukarela dari pemilik rumah memberikan rumah untuk dihuni tanpa dipungut biaya dengan batasan-batasan yang telah ditentukan dalam suatu perjanjian tertulis, baik itu mengenai hak dan kewajiban para pihak, serta batas waktu penghunian rumah. Namun, apabila tidak dituangkan dalam perjanjian tertulis, berakhirnya penghunian rumah tersebut sesuai dengan isi kesepakatan.
EFEKTIFITAS ATAS GUGATAN SEDERHANA BAGI PERKARA PERDATA DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA
Syamsir Hasibuan;
Afip F Fitriansyah
PETITA Vol 1, No 1 (2019): PETITA Vol. 1 No. 1 Juni 2019
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (160.558 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v1i1.4036
Dalam hal gugatan sederhana ini PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Gugatan Sederhana yang menetapkan jangka yang waktu penyelesaian maksimal adalah 25 (dua puluh lima) hari yang telah diputuskan dengan hakim tunggal dan nilai yang objek gugatannyaa di bawah Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta), seperti yang gugatan perdata biasa, dasar gugatan sederhana ini menetapkan yang pada kriteria perkara terjadi cidera janji (wanprestasi) dan atau ada perbuatan yang melawan huukum (PMH). Apabila kenaikan nilai gugatan sederhana maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan mempertimbangkan perkara yang ada di luar Jakarta.
ANALISA YURIDIS PERAN POLISI SATWA DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA MENURUT UNDANG – UNDANG NO 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (STUDI PENELITIAN POLDA KEPRI)
hutasoit, isfandir;
Candra, Adi
PETITA Vol 2, No 1 (2020): Petita Vol 2 No. 1 Juni 2020
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (26.402 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v2i1.2568
Pada bagian bahasan paragraph pertama dalam abstrak bahwa penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini dilatarbelakangi oleh profesi penulis selaku anggota Polri dalam satuan anjing pelacak atau CA Nine yang membantu penyidik kepolisian dalam mengungkapkan suatu kasus kejahatan tindak pidana pemerkosaan.Pada bagian bahasan paragraph kedua dalam abstrak yaitu rumusan masalah yang berisikan : Prosedur dari penggunaan anjing pelacak jenis helder dalam suatu kasus tindak pidana pemerkosaan dan Faktor yang menjadi hambatan yang dialami oleh penyidik dalam penyidikan kasus tindak pidana pemerkosaan dengan bantuan unit anjing pelacak. (Studi kasus Polda Kepri)Pada bagian bahasan paragraph ketiga skripsi ini peneliti menggunakan metode dengan menggabungkan peraturan perundang – undangan dan melakukan observasi di lapangan dalam hal ini Polda Kepri dan Polresta Barelang maka disebut juga Metode Penelitian Yuridis Normatif.Pada bagian akhir dari kesimpulan yang diteliti oleh peneliti adalah didalam proses awal penyidikan tindak pidana pemerkosaan penggunaan unit anjing pelacak yang berada pada Polda Kepri sangat membantu penyidik Rekrim Polresta Barelang dalam melakukan olah tempat kejadian perkara dimana petunjuk – petunjuk dapat diketahui dengan cepat berkat penciuman anjing pelacak jenis helder tersebut.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGHASUTAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG ATAU BANYAK ORANG YANG DAPAT MENIMBULKAN SEBUAH AKIBAT SUATU KEJADIAN
Medi Heryanto
PETITA Vol 2, No 2 (2020): PETITA Vol. 2 No. 2 Desember 2020
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (174.608 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v2i2.4001
Tindak Pada tindak pidana penghasutan sering terjadi permasalahan mengenai hukuman pidana yang dijatuhkan pada diri pelakunya, yang dikarenakan tidak ada pengaturan yang khusus mengenai hal tersebut, sehingga sering ditemui ketidakadilan dengan sengaja pada tindak pidana penghasutan tersebut.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah tindak pidana penghasutan harus melalui banyak orang dan harus menimbulkan akibat.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan mempergunakan pendekatan normatif (legal research) untuk memperoleh data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasal 160 KUHPidana Unsur “menghasut (dengan Sengaja)” pada pasal tentang tindak pidana penghasutan maksudnya adalah bahwa semua unsur-unsur berikutnya dipengaruhinya, dengan demikian pelaku menyadari bahwa ia telah mengeluarkan kata-kata atau membuat suatu tulisan atau suatu gambaran yang membuat orang-orang lain yang menyatakannya (mendengar, membaca atau merasakannya) menjadi tergerak, bernafsu, mengerti untuk melakukan suatu tindakan/perbuatan.Untuk itu, diharapkan apabila terjadi perkara tindak pidana penghasutan yang dapat merugikan orang lain, dalam hal ini kerugian secara materinya, maka harus ada aturan untuk korban meminta ganti kerugian.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN PADA ANAK YANG BELUM DEWASA
pratama tambunan, hendra wijaya
PETITA Vol 2, No 2 (2020): PETITA, 2 Desember 2020
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (26.402 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v2i2.2854
Penulis menjelaskan mengenai latar belakang masalah Tindak Pidana pencabulan anak di bawah umur yang ditangani oleh Polsek Lubuk Baja. Maka dari itu penulis mengambil penelitian di Polsek Lubuk Baja yang merupakan salah satu Polsek di kota Batam yang paling banyak kasus Tindak Pidana Pencabulan anak di bawah umur.Penulis menjelaskan mengenai rumusan masalah yaitu factor – factor yang menjadi penyebab maraknya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur (Studi Kasus Polsek Lubuk Baja) dan upaya hukum yang dilakukan untuk mencegah tindak pidana pencabulan anak di bawah umur (Studi Polsek Lubuk Baja).Penulis menjelaskan mengenai metode penelitian yaitu dengan menggabungkan peraturan perundang – undangan dengan observasi di lapangan berupa wawancara dan pengamatan terhadap penyidik dan tersangka tindak pidana pencabulan anak. Maka dapat disebut dengan metode penelitian Yuridis Empiris.Penulis menjelaskan mengenai kesimpulan yang akan ditarik selama melakukan penelitiaan yaitu ada berbagai macam factor – factor yang menyebabkan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur yaitu factor pendidikan, factor ekonomi, factor lingkungan, factor teknologi gadget dan factor minuman keras beserta narkoba. Kemudian upaya yang dilakukan oleh Polsek Lubuk Baja yaitu melakukan upaya preventif dan upaya represif dalam menangani kasus tersebut.
KAJIAN PROSES PENYIDIKAN DALAM UPAYA MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DANA NASABAH BANK YANG TERBENTUR PRINSIP KERAHASIAAN BANK
Agus Riyanto
PETITA Vol 3, No 2 (2021): PETITA Vol. 3 No. 2 Desember 2021
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (201.858 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v3i2.4011
Prinsip kerahasiaan bank merupakan prinsip yang dianut oleh setiap bank didalam melaksanakan operasionalnya dimana prinsip kerahasiaan bank ini diperlukan guna melindungi nasabah dari pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan dan dapat merugikan nasabah. Hal ini menjadi dilema karena seringkali dalam berbagai proses hukum, pihak aparat hukum kepolisian maupun kejaksaan memerlukan keterangan pihak bank dalam pengungkapan dan penyelesaian suatu perkara tindak pidana umum, misalnya dalam perkara No. LP-B/01/1/2013/kepri/Resta/SPK-Polsek Batu Ampar di Polsek Batu Ampar. Sedangkan masalah yang dihadapi adalah pengaturan rahasia bank yang masih kurang lengkap, sehingga kurang memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dan menimbulkan inefisiensi dalam pelaksanaanya.
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA BERDASARKAN PASAL 156 KUHP (Studi Kasus di Unit V Tipiter Polresta Barelang)
Simanjuntak, Erwin Tangkas;
hadiyanto, alwan
PETITA Vol 1, No 1 (2019): PETITA Vol.1 No.1 Juli 2019
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (26.402 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v6i1.1840
Latar belakang penelitian ini adalah Indonesia melarang penistaan agama dalam KUHP-nya. Pasal 156 (a) menyasar setiap orang yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia atau dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun. Pendeknya apa saja yang turun temurun dan ditentukan oleh adaptaasi kebiasaan. Pembuktian bukanlah upaya untuk mencari kesalahan pelaku namun yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk mencari kebenaran dan keadilan materil. Rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimanakah penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu kasus Tindak Pidana Penistaan Agama di Unit 5 Tipiter Polresta Barelang dan bagaimanakah pengaturan hukum terhadap tindak pidana penistaan agama berdasarkan pasal 156 KUHP Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah Empiris Yuridis yang berarti penelitian terhadap permasalahan hukum akan dilakukan secara sosiologis atau memperhatikan aspek pranata – pranata social yang lainnya dan penelitian ini dilakukan di lokasi Polresta Barelang dengan jalan wawancara dan mengamati kasus langsung. Hasil pembahasan dari rumusan masalah adalah Peranan Penyidik Polres Sekupang dan Polresta Barelang dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Penistaan Agama yang dimaksud dalam penelitian ini termasuk dalam kategori peranan faktual, yaitu peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara konkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata. Serta dalam menjalankan tugasnya Penyidik Polresta Barelang menjalankan peran normative dimana tugas yang dijalankan sesuai dengan Undang-undang yang telah mengatur sehingga peran ideal ikut terlaksana di dalam penyidikan dengan menumpulkan barang bukti serta memanggil saksi – saksi dan saksi ahli.
PERLINDUNGAN HUKUM PEREMPUAN DALAM KELUARGA BERENCANA ( STUDI PENELITIAN DI KOTA TANJUNG PINANG )
Mediheryanto Mediheryanto
PETITA Vol 3, No 1 (2021): PETITA Vol. 3 No. 1 Juni 2021
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (145.126 KB)
|
DOI: 10.33373/pta.v3i1.3413
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang Pengaturan Hukum Perlindungan Terhadap Perempuan Dalam Keluarga Berencana, Implementasi dan Faktor yang menjadi pendukung, kendala serta upaya untuk mewujudkan perlindungan hukum tersebut. Penulis menerapkan penelitian hukum normative sosiologis artinya bahwa penelitian ini akan menggambarkan bagaimana suatu ketentuan hukum dalam konteks teori-teori hukum yang dalam pemaparannya menggambarkan tentang berbagai persoalan yang berkaitan dengan perlindungan hukum perempuan dalam Keluarga Berencana di kota Tanjung Pinang. Perlindungan hukum kesehatan reproduksi perempuan telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan secara khusus di atur di dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tetapi belum begitu tegas dan belum terimplementasi dengan baik. Factor kendala adalah Belum adanya stándar pelayanan Minimal untuk fasilitas pelayanan kesehatan, Belum adanya bentuk Konkrit Implementasi Dari Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Kependudukan Nomor 52 Tahun 2009, Masih kurangnya kepatuhan petugas pelayanan terhadap SOP Pelayanan KB. Upaya yang perlu dilakukan meliputi pembuatan Standar Pelayanan Minimal, memanfaatkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan dan pembentukan tim Jaga Mutu.