cover
Contact Name
Wahyu Mutajab
Contact Email
wahyu@iblam.ac.id
Phone
+6282186310996
Journal Mail Official
Wahyu@iblam.ac.id
Editorial Address
CV. Era Digital Nusantara Taman Balaraja blok G 2 no.1 RT 03 RW 08 Desa Parahu Kec. Sukamulya Kab. Tangerang - Banten 15610
Location
Kota tangerang,
Banten
INDONESIA
Journal Evidence Of Law
ISSN : 28303350     EISSN : 28285301     DOI : 10.59066/jel
Core Subject : Humanities, Social,
Journal Evidence Of Law merupakan jurnal yang diterbitkan oleh CV. Era Digital Nusantara, terbit secara berkala 3 kali dalam 1 tahun sejak tahun 2022 pada bulan Januari, Mei dan Septemeber dengan ISSN Print: 2830-3350 , ISSN Online:2828-5301 berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris. Journal Evidence Of Law menerima naskah tulisan baik hasil pemikiran normatif maupun hasil penelitian empiris, dengan cakupan dibidang hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara/hukum administrasi negara, hukum internasional, hukum Islam, hukum lingkungan, hukum pemerintahan daerah dan Hukum Pemerintahan Desa maupun hukum adat.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 277 Documents
Criminal Law and Juvenile Delinquency: An Analysis of Legal Approaches to Juvenile Offenders Widowati, Widowati
Journal Evidence Of Law Vol. 4 No. 1 (2025): Journal Evidence Of Law (April)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v4i1.1172

Abstract

Juvenile delinquency is a critical issue in criminal law, involving young individuals who engage in illegal activities. The legal system's response to juvenile offenders varies across countries, shaped by considerations of rehabilitation, punishment, and social reintegration. This article explores the legal frameworks and policies that address juvenile delinquency, focusing on the distinction between how criminal behavior is treated in children and adults. It examines the principles guiding juvenile justice systems, with a focus on legal protections, juvenile rights, and international standards. The study investigates the factors contributing to juvenile crime, including social, economic, and familial influences, and the impact of legal interventions on preventing recidivism. By reviewing existing literature on juvenile crime and analyzing case studies from both Indonesia and abroad, the article highlights the evolving trends in juvenile justice, emphasizing restorative justice, diversion programs, and alternatives to incarceration. The aim is to propose a balanced approach that considers the need for both accountability and rehabilitation in dealing with young offenders, ensuring their reintegration into society as productive citizens.
Customary Law In Indonesia: A Legacy for a Sustainable Future Surjanti, Surjanti; Sari Dewi , Retno; Pangestuti, Erly; Eko S, Bambang Slamet
Journal Evidence Of Law Vol. 4 No. 1 (2025): Journal Evidence Of Law (April)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v4i1.1173

Abstract

This article explores the relevance of customary law in fostering a sustainable future. Customary law, rooted in the traditions and values of indigenous communities, offers valuable insights and practices for addressing contemporary challenges such as environmental degradation, social inequality, and economic disparity. We will examine how customary law, with its emphasis on community well-being, environmental stewardship, and social justice, can provide a framework for sustainable development. The presentation will delve into specific examples of how customary law has been successfully applied in various contexts, highlighting its potential to contribute to a more equitable and sustainable future for all.
Pendekatan Hukum Pidana terhadap Pecandu Narkotika: Antara Pemidanaan dan Kewajiban Rehabilitasi Venerdi, Ahmad Jundy; Edrisy, Ibrahim Fikma
Journal Evidence Of Law Vol. 4 No. 1 (2025): Journal Evidence Of Law (April)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v4i1.1186

Abstract

Penyalahgunaan narkotika merupakan permasalahan yang kompleks dan berdampak luas, baik secara sosial maupun hukum. Dalam sistem hukum pidana di Indonesia, pecandu narkotika sering kali dihadapkan pada dua pendekatan yang berbeda, yaitu pemidanaan dan rehabilitasi. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah mengatur bahwa pecandu dapat menjalani rehabilitasi sebagai alternatif hukuman. Namun, implementasi di lapangan masih menunjukkan kecenderungan kriminalisasi terhadap pecandu, yang berakibat pada overkapasitas lembaga pemasyarakatan serta kurang efektifnya proses pemulihan bagi pengguna narkotika. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pendekatan hukum pidana terhadap pecandu narkotika serta mengevaluasi efektivitas rehabilitasi dibandingkan dengan pemidanaan. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, penelitian ini mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta membandingkan dampak dari kedua pendekatan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemidanaan terhadap pecandu narkotika sering kali tidak menyelesaikan akar masalah, sedangkan rehabilitasi terbukti lebih efektif dalam mengurangi angka ketergantungan dan risiko residivisme. Oleh karena itu, diperlukan harmonisasi regulasi dan kebijakan yang lebih mengedepankan rehabilitasi sebagai solusi utama dalam menangani pecandu narkotika, tanpa mengesampingkan aspek penegakan hukum terhadap pelaku peredaran gelap narkotika.
Kewenangan Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (DJKI) dalam Pengawasan Penerbitan Buku Bajakan di Indonesia di Hubungkan dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Fathanudien, Anthon; Dialog, Bias Lintang; Maulana , Mochamad Riski
Journal Evidence Of Law Vol. 4 No. 1 (2025): Journal Evidence Of Law (April)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v4i1.1192

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji kewenangan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Dalam Pengawasan Penerbit Buku Bajakan Di Indonesia Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Metode penelitian ini yaitu yuridis normatif dengan melakukan pengkajian studi kepustakaan. Hasil penelitian ini yaitu pengaturan mengenai penegakan hukum pelanggaran Hak Cipta di Indonesia diatur dalam Pasal 28 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1988 dengan membentuk Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual dan Kewenangan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dalam pendaftaran Hak Cipta, penyidikan pelanggaran Hak Cipta, dan penyelesaian sengketa Hak Cipta, namun memiliki kelemahan yaitu hanya bisa melakukan penyidikan jika ada aduan terlebih dahulu berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Kesimpulan penelitian ini yaitu pengaturan penegakan hukum pelanggaran Hak Cipta di Indonesia memerintahkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Kewenangan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual memiliki kelemahan yaitu hanya bisa melakukan penyidikan jika ada aduan terlebih dahulu. Saran penelitian ini yaitu diharapkan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk terus melakukan pembaharuan hukum dibidang Hak Cipta seiring kemajuan teknologi dan diharapkan penambahan wewenang Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual agar bisa melakukan penelusuran penerbit buku ilegal.
Analisis Yuridis Peran Informed Consent dalam Penghapusan Pertanggungjawaban Pidana bagi Tenaga Medis Utari Sastrani , I Dewa Ayu Nyoman
Journal Evidence Of Law Vol. 4 No. 1 (2025): Journal Evidence Of Law (April)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v4i1.1214

Abstract

This research analyzes the juridical role of informed consent in eliminating criminal liability for medical professionals in Indonesia. Through a normative-juridical approach with descriptive-qualitative analysis methods, this study examines the legal framework of informed consent and its function as grounds for eliminating criminal liability. Informed consent gains normative legitimacy through various legislation, including Law Number 36 of 2009 on Health and Minister of Health Regulation Number 290/Menkes/Per/III/2008 on Medical Treatment Consent. The results reveal that valid informed consent can be constructed as a justification that eliminates the "unlawful" element in criminal offenses based on the principle of volenti non fit iniuria. The validity of informed consent is determined by three fundamental parameters: quality of information provided, voluntarism of consent, and patient capacity. The protective function of informed consent has significant limitations, including its inability to eliminate criminal liability when medical actions violate professional standards, exceed the scope of consent, are based on inaccurate information, or contradict public order. This research recommends a comprehensive strategy encompassing regulatory harmonization, procedural standardization, capacity development, and implementation of electronic documentation systems to optimize the protective function of informed consent for medical professionals.
Kewenangan Satpol PP dalam Penegakan Hukum Prostitusi Online dalam Rangka Keadilan Tambunan, Bernard; Aryani, Dewi; Hari Setiawan , Puguh Aji
Journal Evidence Of Law Vol. 4 No. 1 (2025): Journal Evidence Of Law (April)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v4i1.1220

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam penegakan hukum terhadap prostitusi online di Jakarta berdasarkan Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan analisis kualitatif terhadap peraturan perundang-undangan dan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perda tersebut belum secara eksplisit mengatur mengenai prostitusi online, sehingga kewenangan Satpol PP terbatas pada penindakan prostitusi konvensional. Hal ini menyebabkan penegakan hukum menjadi tidak maksimal. Kesimpulannya, dibutuhkan revisi Perda agar dapat mengakomodasi perkembangan prostitusi digital serta harmonisasi dengan UU ITE untuk memperkuat kewenangan Satpol PP dalam menindak pelanggaran secara adil dan efektif.
Urgensi Perubahan Frasa “Tidak Wajib Dibuktikan Terlebih Dahulu Tindak Pidana Asal” dalam Pasal 69 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Rangka Perlindungan Hak Asasi Tersangka dan/atau Terdakwa Yurendo, Fernaldi; Santrawan T Paparang; Fitrian, Achmad
Journal Evidence Of Law Vol. 4 No. 1 (2025): Journal Evidence Of Law (April)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v4i1.1226

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji urgensi perubahan frasa “tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asal” dalam Pasal 69 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), dikaitkan dengan perlindungan hak asasi tersangka dan/atau terdakwa. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frasa tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan asas praduga tak bersalah, karena beban pembuktian dibalikkan kepada terdakwa tanpa kejelasan tindak pidana asal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pentingnya reformulasi pasal tersebut agar sejalan dengan prinsip keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana.
Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Konten Kreator Tukar Pasangan yang Melangggar Kesusilaan di Media Sosial Menurut Pasal 28 Ayat (2) UU ITE No 1 Tahun 2024 Perspektif Hukum Pindana Islam Bukhori, K.A; Angga Saputra, Jemmi; Noviya, Noviya
Journal Evidence Of Law Vol. 4 No. 1 (2025): Journal Evidence Of Law (April)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v4i1.1229

Abstract

Penelitian ini membahas penerapan sanksi terhadap pelaku konten kreator yang memproduksi dan menyebarkan konten tukar pasangan di media sosial, yang dianggap melanggar norma kesusilaan dan agama. Fokus utama kajian adalah penerapan Pasal 28 ayat (2) UU ITE No. 1 Tahun 2024 dan perspektif hukum pidana Islam terhadap perbuatan tersebut. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan tersebut dapat dikenai sanksi pidana maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda Rp1 miliar sesuai UU ITE. Dalam perspektif hukum pidana Islam, perbuatan tersebut dikategorikan sebagai jarimah ta’zir, yaitu perbuatan tercela yang dapat diberi hukuman sesuai kebijakan hakim karena meresahkan dan merusak moral masyarakat. Temuan ini menekankan perlunya penegakan hukum yang tegas dalam menghadapi konten meresahkan di era digital.
Strategi Hukum Pidana Internasional dalam Pemulihan Aset (Asset Recovery) Terhadap Kejahatan Korupsi dikaitkan dengan Hukum Pidana Indonesia Endang Darmaayu
Journal Evidence Of Law Vol. 4 No. 1 (2025): Journal Evidence Of Law (April)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v4i1.1244

Abstract

Pemulihan aset hasil kejahatan korupsi menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pemberantasan korupsi global. Korupsi sering kali melibatkan pemindahan dan penyembunyian aset di luar negeri, sehingga membutuhkan upaya dan strategi hukum internasional yang efisien untuk Pemulihan aset (Asset Recovery) tersebut ke negara asalnya. Oleh karena itu, dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan “secara biasa,” tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa (extraordinary measures). Korupsi tidak mengenal batas negara, sehingga menjadi tantangan besar bagi sistem hukum nasional maupun internasional untuk memberantasnya secara efektif seperti perlunya kerja sama Internasional untuk mempermudah pemulihan aset (Asset Recovery) terhadap Tindak Pidana Korupsi tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan instrumen pemberantasan korupsi pada tahun 2003 yaitu United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) sebagai pedoman bagi negara-negara anggota PBB yang memiliki komitmen dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Namun dalam praktrek tentu akan ada kendala dalam penanganan kejahatan korupsi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode normatif- deskriptif dengan pengumpulan data sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan lebih lanjut terkait sejauh mana hukum internasional mengatur pengembalian aset dan implementasinya dalam hukum Indonesia, serta apa saja yang menjadi kendala dalam praktiknya.
Studi Kritis Implementasi Konsep Negara Kesatuan dalam Pengawasan Pembentukan Perda Provinsi Oleh Pemerintah Pusat Nasution, Marini Amalia; Ismail, Ismail; Achmad Fitrian
Journal Evidence Of Law Vol. 3 No. 3 (2024): Journal Evidence Of Law (Desember)
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jel.v3i3.1351

Abstract

Pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan perda provinsi merupakan salah satu bentuk implementasi konsep negara kesatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasca Putusan MK, pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap pembentukan perda tingkat provinsi hanya melalui evaluasi atau fasilitasi sebagai pembinaan. Penelitian ini mempunyai dua identifikasi masalah, yaitu bagaimana pelaksanaan konsep negara kesatuan dalam pengawasan pembentukan perda provinsi, dan bagaimana upaya penguatan konsep negara kesatuan agar pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan perda dapat terlaksana lebih optimal. Kedua identifikasi masalah tersebut dijawab melalui metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan dua hal. Pertama, pelaksanaan konsep negara kesatuan dalam pengawasan pembentukan perda provinsi memiliki tiga kelemahan, yaitu cacatnya prosedural dalam pembentukan perda provinsi; dan lemahnya pengawasan preventif pemerintah pusat terhadap pembentukan perda. Kedua, upaya penguatan konsep negara kesatuan agar pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan perda provinsi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengawasan secara internal pada Direktorat Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri agar lebih aktif untuk melakukan evaluasi atau fasilitasi rancangan perda provinsi.