cover
Contact Name
Nurhani Fithriah
Contact Email
nurhani@unib.ac.id
Phone
+6285267259054
Journal Mail Official
jurnalilmiahkutei@unib.ac.id
Editorial Address
Jl. WR Supratman, Kandang Limun Bengkulu. Telp dan Fax. (0736) 349733
Location
Kota bengkulu,
Bengkulu
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Kutei
Published by Universitas Bengkulu
ISSN : 14129639     EISSN : 29629683     DOI : 10.33369/jkutei.v22i1
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Kutei (P-ISSN: 1412-9639/ E-ISSN: 2962-9683) diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Bengkulu sejak Tahun 2001. Kata Kutei berasal dari bahasa Rejang yang artinya lembaga adat. Nama ini dipilih untuk menandakan keunikan dari jurnal Kutei. Jurnal Ilmiah Kutei merupakan jurnal atau media informasi dan komunikasi di bidang hukum berisi artikel ilmiah hasil penelitian terkait bidang ilmu hukum yang meliputi Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Ekonomi/Bisnis, Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Negara, Hukum Acara, Hukum Islam, Hukum Lingkungan, Hukum Adat, Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak, Hukum Internasional dan Hukum Ketenagakerjaan. yang berhubungan dengan masalah-masalah hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 70 Documents
Parate Eksekusi Jaminan Fidusia Pada PT. Mandiri Tunas Finance Cabang Bengkulu Meri Suarti; Herawan Sauni; Widiya N. Rosari
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 1 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i1.36259

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parate eksekusi Jaminan Fidusia pada PT. Mandiri Tunas Finance cabang Bengkulu, dan untuk mengetahui hambatan PT. Mandiri Tunas Finance Cabang Bengkulu dalam melaksanakan parate eksekusi Jaminan Fidusia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan sosio legal approach. Hasil penelitian menunjukan bahwa parate eksekusi pada PT. Mandiri Tunas Finance Cabang Bengkulu dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang Jaminan Fidusia, dan berdasarkan perjanjian pembiayaan sebagai perjanjian pokok dengan perjanjian tambahan jaminan fidusia adalah sebagai Undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Namun setelah adanya putusan MK, pelaksanaan parate eksekusi semakin sulit diterapkan, karena banyak debitor yang tidak mau menyerahkan objek jaminan secara sukarela. Untuk eksekusi melalui proses pengadilan belum dilaksanakan oleh PT. Mandiri Tunas Finance Cabang Bengkulu, dikarenakan proses eksekusi melalui pengadilan dirasakan tidak efektif dan tidak efisien. Putusan MK tersebut tidak memberikan kepastian hukum bagi parate eksekusi jaminan fidusia, tetapi hanya memberikan kepastian dan perlindungna hukum bagi debitor saja. Hambatan PT. Mandiri Tunas Finance Cabang Bengkulu dalam melaksanakan parate eksekusi yaitu factor hukum dan factor non hukum yaitu factor budaya debitor, factor ekonomi dan factor karakter debitor.
Restorative Justice Perspektif Kejaksaan Dan Kepolisian Heni Putri Rahmadanti
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 1 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i1.36387

Abstract

Keadilan restoratif adalah metode penyelesaian perkara pidana di mana pelaku, korban, keluarga mereka, dan pihak lain yang terkait bekerja sama untuk mencapai penyelesaian yang adil dengan fokus pada pemulihan semula daripada pembalasan. Dua perspektif yang kuat terhadap restorative justice. Pihak pro menyatakan bahwa itu membantu menyelesaikan overcapacity di penjara, menciptakan sistem peradilan yang terpadu dan meningkatkan efisiensi penegakan hukum. Di sisi lain, para penentang berpendapat bahwa keadilan restoratif dapat memungkinkan pelaku melakukan kejahatan lagi, mengurangi perlindungan bagi korban dan mengurangi pemahaman masyarakat terhadap konsep tersebut. Kejaksaan dan polisi memiliki otoritas restorative justice yang sama. Namun, karena mereka memiliki dasar hukum yang berbeda untuk menerapkan pendekatan restorative justice, metode yang mereka gunakan berbeda. Jurnal ini melakukan penelitian hukum normatif dengan pendekatan analisis, serta pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Penelitian ini berfokus pada yuridis penegakan hukum Kepolisian Daerah Bengkulu dan Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Polisi dan kejaksaan berbeda dalam penyelidikan dan penyidikan. Studi ini mencapai kesimpulan bahwa pendekatan restorative justice adalah cara terbaik untuk menangani kasus pidana daripada kejaksaan dan kepolisian. Dengan dasar hukum yang berbeda, kedua lembaga ini memiliki otoritas restorative justice yang sama. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 mengatur penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Sementara pengendalian tindak pidana oleh polisi yang menggunakan keadilan restoratif diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020. Sementara penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif di kepolisian diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kebocoran Informasi Data Pribadi Konsumen Dalam Pelaksanaan Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Vita Septiriani; Tito Sofyan; Widiya N. Rosari
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 1 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i1.36388

Abstract

Perkembangan globalisasi menimbulkan adanya perkembangan teknologi sehingga munculnya inovasi pemanfaatan internet pada bidang bisnis yaitu e-commerce. Dalam transaksi e-commerce terjadi pertukaran informasi data pribadi antara konsumen dan pelaku usaha, dan dengan pertukaran inilah menimbulkan potensi permasalahan kebocoran data pribadi konsumen. Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan perlindungan data pribadi di Indonesia telah mampu atau belum dalam menjamin keamanan data pribadi konsumen pada perdagangan elektronik (e-commerce). dan 2. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab pelaku usaha terhadap kebocoran informasi data pribadi konsumen dalam pelaksanaan perdagangan elektronik (e-commerce). Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Pengaturan perlindungan data pribadi di Indonesia belum mampu untuk mengakomodir hak-hak konsumen dan belum mampu menjamin keamanan data pribadi konsumen pada perdagangan elektronik (e-commerce). Hal ini disebabkan pertama, Undang-undang Perlindungan Data Pribadi tidak mengatur lebih lanjut terkait tanggung jawab pengendali data kepada konsumen dalam bentuk apa. Kedua, pembentukan lembaga Perlindungan Data Pribadi yang masih belum terbentuk hingga saat ini. Ketiga, tidak ada ketentuan yang memisahkan secara tegas penerapan sanksi administrasi atau sanksi perdata harus didahulukan dalam penyelesaian sengketa pengelolaan data pribadi dari pada sanksi pidana. 2. Tanggung jawab pelaku usaha belum sepenuhnya dilakukan, terlihat dalam kasus Bukalapak bentuk tanggung jawab pelaku usaha hanya memberikan pernyataan bahwa telah memperketat dan meningkatkan sistem keamanan dari marketplace, sedangkan Tokopedia telah memberikan pemberitahuan kepada konsumen bahwa telah terjadi kebocoran data pribadi dan memperketat dan meningkatkan sistem keamanan dari marketplace. Tanpa ada pemberian ganti rugi kepada konsumen.
Telaah Faktor Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Solusi Penyelesaian Akar Permasalahan Suherman, Asep
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 1 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i1.36406

Abstract

Masih maraknya kasus kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dewasa dan anak-anak, namun solusi yang ditawarkan selama ini dinilai belum menyentuh akar penyebab permasalahan, masih diperlukan upaya komprehensif lanjutan untuk menjawab permasalahan tersebut. Tujuannya untuk mengetahui penyebab utama dan solusi dalam meminimalisir agar tindakan kekerasan terhadap perempuan tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Jenis penelitian yang digunakan yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, yakni mengkaji teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum yang relevan. Bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder. Hasil yang diperoleh masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kekerasan seksual, tempat kejadian jauh dari pantauan masyarakat, kehidupan sosial yang tidak sehat, budaya patriarki yang masih dominan, kehidupan ekonomi yang kurang stabil, pendidikan, agama dan kepribadian yang merosot. Solusinya adalah perlu adanya peran serta seluruh pihak agar mewujudkan kelemahan tersebut menuju ke arah yang lebih baik, sehingga kedepannya tidak ada lagi kekerasan yang terjadi kepada kaum perempuan.
Sosialisasi Catcalling Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Adyan, Antory Royan; Herlambang
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 2 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i2.37139

Abstract

Wanita itu berhak untuk merasa aman dan nyaman atas tubuhnya sendiri. Ia pun menambahkan, ruang publik sudah seharusnya aman bagi siapapun dan tidak boleh diganggu. "Perempuan berhak untuk mendapatkan ruang publik yang aman dan ramah tanpa gangguan. Ruang aman bagi perempuan adalah ketika perempuan merasa tenang dan nyaman tanpa rasa cemas. Bahkan, tidak perlu merasa paranoid ketika melihat ada pria asing disekitarnya. Dilihat dari kasus di atas seharusnya kehidupan ini memberikan rasa aman dan damai, seperti hak untuk merasa aman dalam beraktifitas, hak untuk merasa tentram membangun hidup dan kehidupan serta bahagia lahir dan batin dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga keberadaan catcalling ini penting untuk dihilangkan. Salah satu bentuk nonfisik yang sering dialami oleh perempuan. Bentuk riil dari perbuatan catcalling adalah berupa melakukan hal-hal bertendensi seksual, baik bersifat implisit maupun eksplisit, diantaranya yang sering terjadi adalah bersiul, berseru, memberi gestur atau komentar-komentar bernada seksis yang biasanya cenderung ditunjukan kepada perempuan. Pelaku perbuatan catcalling sampai saat ini sudah dapat dijerat karena berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan dapat diproses oleh hukum. Catcalling bisa berbentuk siulan-siulan atau bunyiaan tidak sopan, “pujian” sapaan absurd Cewek, sendirian aja mau ditemenin, perhatian yang tidak masuk akan dan sebagainya. Biasanya jika korban bersikap acuh, pelecehan sevara verbal ini akan berkembang menjadi komentar-komentar seperti, “Ih, sombong banget, jangan malu-malu. Bahkan fakta dilapangan, menunjukan bahwa perempuan berhijab pun sering mendapatkan catcalling di jalan. Merujuk pengertian tentang pelecehan seksual ini, maka catcalling dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pelecehan seksual secara nonfisik, karena catcalling adalah kondisi ketika perhatian yang tidak diinginkan diberikan kepada seseorang oleh orang lain dengan cara bersiul atau membuat komentar yang tidak pantas sebagai tanggapan ketertarikan seksual kepada penerima perhatian. Penyerangan itu dilakukan melalui ekspresi verbal seperti siulan, suara kecupan, dan gestur main mata dengan tujuan untuk mendominasi dan membuat korban merasa tidak nyaman dan tidak aman. Panggilan manja catcalling seperti tindakan bersiul, dipanggil dengan sebutan “saying, ganteng atau “cantik dan komentar nonfisik yang tidak diinginkan, tergolong kedalam “catcalling” yang termasuk sebagai bentuk pelecehan. pujian atau candaan yang disampaikan seseorang di tempat-tempat umum.
Perlindungan Hak Keperdataan Terhadap Anak Luar Kawin dalam sistem hukum Indonesia Ginthan Aulia; Barus, Sonia Ivana
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 2 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i2.38962

Abstract

Perlindungan hak keperdataan terhadap anak luar kawin merupakan isu penting dalam sistem hukum Indonesia, mengingat posisi hukum anak luar kawin yang sering kali tidak setara dengan anak dalam kawin dalam hal hak-hak keperdataannya. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, hukum Indonesia mulai memberikan perlindungan yang lebih jelas bagi anak luar kawin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hak keperdataan anak luar kawin serta hambatan-hambatan yang dihadapi dalam implementasi perlindungan tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dengan studi hukum kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun terdapat peraturan yang memberikan perlindungan hak keperdataan terhadap anak luar kawin, masih terdapat beberapa kendala praktis dalam pelaksanaannya, seperti masalah pengakuan ayah biologis dan prosedur administratif yang rumit. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pembaruan kebijakan dan peraturan yang lebih ramah bagi anak luar kawin agar hak-hak mereka dapat terlindungi dengan baik.
Pelestarian Budaya “Sekujang” Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 Tentang Kekayaan Intelektual Komunal: Di Wilayah Kabupaten Seluma Muhammad Habil; Joko Susetyanto; Rahma Fitri; Hamdani
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 2 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i2.39727

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Apa upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Seluma dalam pelestarian budaya “Sekujang” menurut Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 Tentang Kekayaan Intelektual Komunal, 2). Hambatan yang ada dalam melindungi dan melestarikan budaya Sekujang sebagai ekpresi budaya tradisional oleh Pemerintah Kabupaten Seluma. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan hukum empiris. Pengumpulan Data dilakukan dengan wawancara dan studi kepustakaan, dan berberapa sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Upaya Pemerintah Kabupaten Seluma dalam melestarikan budaya Sekujang mencakup dokumentasi, pengumpulan data, dan penelitian, pelatihan dan pendidikan terkait Sekujang pada generasi muda dan masyarakat setempat. 2) Hambatan yang ada dalam melindungi dan melestarikan budaya Sekujang sebagai ekpresi budaya tradisional oleh Pemerintah Kabupaten Seluma.meliputi : Kurangnya anggaran dan sumber daya, kurangnya kajian dan dokumentasi, perubahan sosial dan nilai budaya, dan pengaruh globalisasi.
Pelaksanaan Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul Di Kecamatan Topos Kabupaten Lebong Desi Hafizah
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 2 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i2.39835

Abstract

The purpose of enacting Law Number 6 of 2014 concerning Villages is to combine construction, namely the function of a self-government community with local self-government. It is hoped that customary law community units, In the same law, the village is given its authority, including the authority of the village based on its rights of origin, especially the villages in the Topos District of Lebong Regency. This research used an empirical legal research method. The village authority based on rights of origin according to Law Number 6 of 2014 concerning Villages in the Villages of Topos District, Lebong Regency, especially Tik Sirong Village, Suka Negeri Village, and Talang Donok I Village have similarities because they are villages that are formed from the same clan, namely the Jurukalang clan. According to Law Number 6 of 2014 concerning Villages in the Villages of Topos District, Lebong Regency, the Village authority based on rights of origin has yet to be implemented effectively. The implementation of Village authority based on rights of origin according to Law Number 6 of 2014 concerning Villages in Topos District, Lebong Regency, is hampered because (a) It is felt that limited Human Resources cannot help manage the village government system better; (b) There are no local or village regulations governing authority based on rights of origin; and (c) Traditional Institutions and Village Governments still need guidance in implementing authority in the Villages.
Pengaruh Jumlah Dan Jenis Barang Bukti Terhadap Tuntutan Dalam Kasus Penyalahgunaan Narkotika Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jambi Mardhatillah
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 2 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i2.39836

Abstract

The purpose of this study is to examine and analyze the impact of the quantity and type of evidence on the charges filed in narcotics abuse cases within the jurisdiction of the Jambi District Court. The central issue addressed in this research is: “To what extent do the quantity and type of evidence influence the charges in narcotics abuse cases within the jurisdiction of the Jambi District Court?” This research employs a juridical-empirical approach and is both descriptive and analytical. It aims to describe the influence of the quantity and type of evidence on criminal charges while analyzing the relationship between the two. The data utilized in this study comprises primary and secondary sources. Data collection methods include document analysis, interviews, and observations. Interviews conducted with the Jambi High Prosecutor's Office revealed that the quantity and type of evidence in narcotics-related offenses significantly affect the criminal charges brought by the Public Prosecutor. These charges are also influenced by subjective considerations, including the prosecutor's personal judgment, attitudes, and perceptions of the defendant during court proceedings, which take into account the defendant's psychological and sociological conditions. Consequently, the approach taken by one prosecutor may differ from that of another. Furthermore, both aggravating and mitigating factors also contribute to the determination of the criminal charges imposed by the Public Prosecutor.
Politik Hukum Penggunaan Sanksi Pidana Penjara Dalam Pperundang-Undangan Di Indonesia M. Ilham Adepio
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 2 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i2.39838

Abstract

In the enforcement of criminal law in Indonesia, imprisonment is the most dominant punishment imposed by judges to criminal defendants, if referring to the Criminal Code. However, in addition to the Criminal Code, which is the master book of criminal law regulations in Indonesia, there are other regulations governing criminal provisions, namely regulations in the form of laws. The law is a product of the Legislative Body as an institution authorised to hold the power to make laws. Each term of office of the House of Representatives (DPR) always issues products in the form of laws, some of which regulate criminal provisions with elements of penal reform which are part of the policy/politics of criminal law (penal policy). In 2017-2019 there were 20 laws issued by the Legislative Institution. This research discusses the legal politics of the use of imprisonment sanctions in the 2017-2019 legislation. This research is conducted by library research which is descriptive-analytic in nature, namely by describing the contents of the criminal provisions of the 2017-2019 legislation and analysing them. Using a legal political approach with primary data collection methods, namely laws, law books, journals, theses, and other writings. While secondary data from various references that support this research. The results of research on 12 laws that have criminal provisions from 20 laws studied show that imprisonment is the most dominant punishment used in the formulation of criminal threats in each law. The legal politics of the use of imprisonment sanctions in the 2017-2019 legislation when viewed with the 3 main substance of the criminal stelsel shows that based on the type of punishment (strafsoort) the formulation of punishment with the type of ‘Imprisonment and Fines’ is the most widely used formulation. Based on the length and severity of the punishment (strafmaat), it shows that the minimum imprisonment is 3 months and the maximum is 20 years. Regarding fines, it is found that the minimum amount of punishment is Rp. 6,000,000.00 and the maximum amount is Rp. 100,000,000,000.00. Based on the form of criminal punishment (strafmodus), it shows that the form of ‘cumulative punishment’ is the most widely used form of criminal punishment. As for the reasons for the determination of the formulation of punishment in terms of length and severity of punishment, it is not found specifically in the academic paper, except for 1 law that clearly outlines the reasons.