Claim Missing Document
Check
Articles

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERS (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1060/K/PID/2008) Daffid Ivani; Madiasa Ablisar; Edi Yunara
Jurnal Mahupiki Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.22 KB)

Abstract

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERS   (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1060/K/PID/2008)       ABSTRAK Deffid Ivani Siahaan* Madiasa Ablisar**   Edi Yunara ***       Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis. Kebebasan Pers merupakan suatu unsur penting dalam pembentukan suatu sistem bernegara yang demokratis, terbuka dan transparan karena pers salah satu bagian penting didalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Namun, dengan melihat perilaku masyarakat saat ini, fungsi dari pers itu sendiri masih sering disalahgunakan didalam memenuhi keinginan-keinginan pribadi dari tiap individu-individu tertentu yang ada didalam masyarakat tersebut. Perbuatan- perbuatan penyelewengan atau penyimpangan yang dilakukan subjek pers selama berhubungan dengan masalah ketersimpangan fungsi pers, dapat digolongkan menjadi tindak pidana-pers. Berdasarkan hal tersebut, batasan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah bagaimana pengaturan tindak pidana pers di dalam KUHP dan undang-undang lain yang berkaitan dengan pers dan bagaimana pertanggungjawaban pidana di dalam Putusan Mahkamah Agung No.1060/K/Pid/2008?. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penulis menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, yaitu penelitian yang didasarkan dengan kepustakaan. Selama ini sudah dikenal dua sistem pertanggungjawaban pidana pers yang menonjol, masing-masing menurut sistem deelneming atau penyertaan dan sistem waterfall atau air terjun. Berbicara tentang pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) dalam tindak pidana pers, maka yang dimaksud adalah pertanggungjawaban  pidana  yang  berlaku  dalam  perundang-undangan  saat  ini yaitu KUHP dan Undang-undang 40 tahun 1999.
KEABSAHAN INFORMASI PADA MEDIA SOSIAL SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 Togi Robson; Suwarto Suwarto; Madiasa Ablisar
Jurnal Mahupiki Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.643 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Togi Robson Sirait[1] Prof. Dr. Suwarto, S.H., M.H.[2] Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.H.[3] Perkembangan Teknologi merukan salah satu dampak dari globalisasi yang tidak bias dihindarkan. Era globalisasi ini telah menjadi pendorong lahirnya era teknologi informasi. Perkembangan teknologi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial secara signifikan berlangsung demikian cepat. Terkhusus dalam kasus pencemaran nama baik telah memiliki dimensi baru karena sering terjadi karena ketersinggungan melalui status yang dibuat pada media sosial. Dari banyaknya kebutuhan akibat berkembangnya kejahatan yang terjadi, Indonesia menjawabya dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perkembangan yang sedemikian rupa membuat hukum harus cepat beradaptasi juga terhadap perubahan sosial. Sehingga kita juga harus megetahui bagaimana pengaturan tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang ITE. Dengan mengetahui karakteristik tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang tersebut, maka yang perlu dikaji lebih lanjut adalah penggunaan informasi pada media sosial sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana pencemaran nama baik berdasarkan Undang-Undang ITE. Dari kedua hal tersebut, maka akan dibahas mengenai penerapan hukum terhadap penggunaan informasi pada media sosial sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana pencemaran nama baik khususnya dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 1333/Pid.Sus/2013/Pn. Jkt. Sel. Dalam mengkaji masalah tersebut, digunakan salah satu tipe penelitian hukum yang ada, yaitu doctrinal research. Dalam metode ini penelitian dilakukan dengan menganalisis aturan-aturan hukum terkait dengan permasalahan yang ada dan  dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk perkembangan hukum di masa depan. Penggunaan informasi pada media sosial merupakan bagian dari penggunaan alat bukti elektronik sebagai alat bukti dalam system pembuktian pidana di Indonesia. Oleh karena itu, informasi pada media sosial merupakan alat bukti yang sah yang dapat digunakan dalam proses persidangan di pengadilan. Penggunaan alat bukti elektronik di kemudian hari akan menjadi kebutuhan dalam sistem pembuktian dalam hukum Indonesia. Para aparat Negara sebaiknya juga akan membuat pengaturan khusus mengenai alat bukti elektronik serta pelaksanaan dalam menjamin keabsahaan penggunaan alat bukti elektronik.     [1] Mahasiswa [2] Dosen Pembimbing 1 [3] Dosen Pembimbing 2
MEDEPLEGER YANG DINYATAKAN BERSALAH TANPA DI PIDANANYA PLEGER DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR : 2442/PID.B/2011/PN-MDN) Wisman Goklas; Madiasa Ablisar; Marlina Marlina
Jurnal Mahupiki Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.687 KB)

Abstract

ABSTRAK Dr. Madiasa Ablisar, SH.M.S.* Dr. Marlina, SH.M.Hum** Wisman Goklas*** Penulisanskripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap tindak pidana pembunuhan berencana yang dapat dipidananya medepleger tanpa dipidananya pleger. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana, pertanggungjawaban pelaku dalam penyertaan, dan pertimbangan hakim dalam pembuktian pelaku penyertaan tindak pidana pembunuhan berencana dalam putusan pengadilan negri medan no; 2442/Pid.B/2011/PN-MDN. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative, yaitu suatu penelitian yang secara deduktif mulai dengan analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hokum yang bertujuan hokum untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya (Studi Putusan). Berdasarkan hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa pengaturan hokum tindak pidana peembunuhan berencana yang diatur dalam pasal 340 KUHP ialah pembunhan dalam arti pasal 338 KUHP ditambah dengan adanya unsur dengn rencana terlebih dahulu, lebih berat ancaman pidana pada pembunuhan berencana jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam pasal 338 maupun pasal 339 KUHP, diletakkan pada adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Penyertaan diatur dalam pasal 55 KUHP yang berarti bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bahagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana. Pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan negeri medan No : 2442/Pid.B/2011/PN-MDN terhadap sun an anlang yang dijatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup adalah keliru, bahwa penulis berpendapat unsur-unsur dalam pasal 340 jo pasal 55 KUHP tidak terpenuhi.
TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI ASPEK PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PN-LSM) Fachrul Razi; Madiasa Ablisar; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.29 KB)

Abstract

ABSTRAK TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI ASPEK PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PN-LSM) Fachrul Razi* Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS** Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum*** Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan sebagainya, karena tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh tindakan negatif dari orang dewasa atau orang disekitarnya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh Anak. Bagaimana Penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam Putusan Pengadilan di Analisis dari Aspek Perlindungan terhadap Anak. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh Anak, faktor interinsik yaitu faktor intelegensia, faktor usia, faktor kelamin sedangkan faktor eksterinsik yaitu faktor rumah tangga, faktor pedidikan dan sekolah, faktor pergaulan anak serta faktor mass media. Penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam Putusan Pengadilan di analisis dari Aspek Perlindungan terhadap Anak.Perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui: Perlakuan atas anak secara menusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, Penyediaan Petugas Pendamping sejak dini, Penyediaan sarana dan prasarana khusus, Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hokum, Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orangtua atau keluarga dan Perlindungan dari pemberian identitas melalui media masa untuk menghindari labelisasi   * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG MEMPERNIAGAKAN SATWA YANG DILINDUNGI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1513/Pid.B/2014/PN.Mdn Margaretha Siahaan; Madiasa Ablisar; M.Eka Putra
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (340.297 KB)

Abstract

ABSTRAK Margaretha Siahaan* Dr. Madiasa Ablisar, SH.,M.S.** Dr. Mohammad Ekaputra, SH.,M.Hum***     Kegiatan perniagaan satwa liar semakin marak terjadi yang berdampak kepada kepunahan dari satwa-satwa tersebut. Tercatat antara bulan September  2010 dan April 2011sekitar 5.370 individu dari 52 spesies berhasil ditemukan untuk diperdagangkan. Setidaknya sekitar 44% adalah dilindungi atau tidak untuk ditangkarkan, hal ini menjadikan perdagangan jenis-jenis spesies ini ilegal. Keadaan di atas yang kemudian memunculkan pertanyaan bagi penulis yang kemudian diangkat menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimana pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku yang memperniagakan satwa yang dilindungi berdasarkan perspektif undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam putusan pengadilan.Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lainnya dan penerapannya dalam praktek (studi putusan). Kajian dalam skripsi ini dituangkan dengan membahas berbagai peraturan yang memiliki kaitan dengan kegiatan perniagaan satwa liar serta unsur-unsur pertanggung jawaban pidana dan kaitannya dengan tindak pidana perniagaan satwa yaang dilindungi. Pokok-pokok bahasan dan kajian tersebut kemudian diimplementasikan kembali dengan pertanggungjawaban pidana yang nyata di lapangan melalui analisis putusan Pengadian Negeri Medan. Hasil pembahasan skripsi ini berfokus pada telah sesuainya putusan Hakim yang dirasakan telah mencerminkan rasa keadilan, dalam kasus perniagaan satwa yang dilindungi yang terjadi di Pengadilan Negeri Medan tersebut. Hakim memvonis terdakwa dengan 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan dan denda sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) yang telah sesuai dengan aturan dari undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya.  
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP OKNUM POLRI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/PN.Mdn) Daniel Siregar; Madiasa Ablisar; Mahmud mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 2, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (144.434 KB)

Abstract

ABSTRAK Daniel Clinton Siregar* Dr. Madiasa Ablisar, S.H.,M.S.** Dr. Mahmud Mulyadi, S.H.,M.Hum.*** Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dalam bidang medis, kini kerap disalahgunakan. Penyalahgunaan tersebut merupakan penggunaan narkotika, pengedar dan kejahatan Prekursor Narkotika yang dapat dilakukan dengan permufakatan jahat. Pelaku tindak pidana narkotika harus diberi hukuman karena telah melanggar hukum, sebab dalam hukum yang penting bukanlah apa yang terjadi, tetapi apa yang seharusnya terjadi. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimana formulasi Tindak Pidana Narkotika dalam UU. No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bagaimana penegakan hukum dalam kasus Henry Dunant Purba sebagai Oknum Polri sebagai pelaku Tindak Pidana Narkotika pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor. 479/Pid.B/2011/PN.Mdn.   Metode Penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yudiris normatif yang terdiri dari inventarisasi hukum positif dan penemuan hukum inkonkreto. Inventarisasi hukum positif maksudnya adalah kegiatan mengkritisi yang bersifat mendasar untuk melakukan penelitian hukum dari jenis-jenis yang lain, serta penemuan hukum inkonkreto merupakan usaha untuk menemukan apakah hukum yang terapkan tersebut sesuai atau tidak untuk menyelesaikan perkara atau masalah tertentu dimana bunyi peraturan ditemukan.   Kesimpulannya adalah Tindak Pidana Narkotika merupakan tindak pidana khusus dimana ketentuan yang dipakai termasuk diantaranya hukum acaranya menggunakan ketentuan khusus yang perbuatannya berupa memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan, memproduksi, mengimpor/ekspor atau menyalurkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara, menukar atau menyerahkan, membawa, mengirim, dan mengangkut narkotika dan prekursor narkotika. Terdapat beberapa hal yang tidak bersesuaian dalam surat tuntutan dan putusan Hakim dengan didukung oleh pertimbangan Hakim mengenai unsur-unsur yang terbukti berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada dalam persidangan terdakwa Henry Dunant Purba yang menyatakan bahwa terdakwa memenuhi semua unsur dari Pasal 114 UU. No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu sebagai penjual atau perantara dalam jual beli atau menyerahkan Narkotika golongan I jenis shabu-shabu.    
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP OKNUM POLRI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/PN.Mdn) Daniel Clinton; Madiasa Ablisar; Mahmud mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (144.434 KB)

Abstract

ABSTRAK Daniel Clinton Siregar* Dr. Madiasa Ablisar, S.H.,M.S.** Dr. Mahmud Mulyadi, S.H.,M.Hum.*** Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dalam bidang medis, kini kerap disalahgunakan. Penyalahgunaan tersebut merupakan penggunaan narkotika, pengedar dan kejahatan Prekursor Narkotika yang dapat dilakukan dengan permufakatan jahat. Pelaku tindak pidana narkotika harus diberi hukuman karena telah melanggar hukum, sebab dalam hukum yang penting bukanlah apa yang terjadi, tetapi apa yang seharusnya terjadi. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimana formulasi Tindak Pidana Narkotika dalam UU. No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bagaimana penegakan hukum dalam kasus Henry Dunant Purba sebagai Oknum Polri sebagai pelaku Tindak Pidana Narkotika pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor. 479/Pid.B/2011/PN.Mdn.   Metode Penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yudiris normatif yang terdiri dari inventarisasi hukum positif dan penemuan hukum inkonkreto. Inventarisasi hukum positif maksudnya adalah kegiatan mengkritisi yang bersifat mendasar untuk melakukan penelitian hukum dari jenis-jenis yang lain, serta penemuan hukum inkonkreto merupakan usaha untuk menemukan apakah hukum yang terapkan tersebut sesuai atau tidak untuk menyelesaikan perkara atau masalah tertentu dimana bunyi peraturan ditemukan.   Kesimpulannya adalah Tindak Pidana Narkotika merupakan tindak pidana khusus dimana ketentuan yang dipakai termasuk diantaranya hukum acaranya menggunakan ketentuan khusus yang perbuatannya berupa memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan, memproduksi, mengimpor/ekspor atau menyalurkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara, menukar atau menyerahkan, membawa, mengirim, dan mengangkut narkotika dan prekursor narkotika. Terdapat beberapa hal yang tidak bersesuaian dalam surat tuntutan dan putusan Hakim dengan didukung oleh pertimbangan Hakim mengenai unsur-unsur yang terbukti berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada dalam persidangan terdakwa Henry Dunant Purba yang menyatakan bahwa terdakwa memenuhi semua unsur dari Pasal 114 UU. No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu sebagai penjual atau perantara dalam jual beli atau menyerahkan Narkotika golongan I jenis shabu-shabu.  
“PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PERATURAN PEMERINTAH NO. 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAKYANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN” Siti Annur; Madiasa Ablisar; Nurmala wati
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.133 KB)

Abstract

  Siti Fathia Annur* Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S.** Nurmalawaty, S.H., M.Hum.***   Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut. Lahirnya Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memberi peneguhan terkait dengan perlindungan terhadap anak di Indonesia. Undang-undang inilah yang memperkenalkan konsep diversi yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Tahun 2015 terbitlah Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun yang menjadi kebutuhan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Permasalahan yang diambil dari latar belakang tersebut adalah bagaimana pengaturan diversi dalam sistem hukum peradilan pidana anak, dan bagaimanakah pelaksanaan diversi dalam peradilan pidana anak menurut Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2015. Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Penelitian ini juga didukung oleh data empiris. Setiap tingkatan peradilan anak wajib melaksanakan proses diversi baik itu penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan bagi anak yang sudah berumur 12 (Dua Belas) tahun tetapi belum berumur 18 (Delapan Belas) tahun. Diversi secara umum diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan secara khusus diatur dalam peraturan pelaksana yaitu Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Dalam pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan ditemukan beberapa hambatan dalam pelaksanaannya namun telah dilakukan upaya-upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **     Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***  Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA MENJADI PERANTARA DALAM MENYERAHKAN NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN) Natali Masita; Madiasa Ablisar; Mahmud mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.743 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Natali Masita[1] Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., MS[2] Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum[3]   Dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana menjadi perantara dalam menyerahkan narkotika. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perantara narkotika ini merupakan salah satu bagian dari kejahatan narkotika yang akhir-akhir ini semakin berkembang. Berbagai cara dilakukan oleh para mafia narkoba, misalnya merekrut kalangan-kalangan menengah ke bawah untuk menyampaikan barang haram inisampai ke tangan si pembeli, lalu kemudian memberi upah sebagai imbalannya. Adapula yang terpaksa untuk melakukan tugas ini karena diberi ancaman oleh para mafia. Adapun yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana perkembangan perundang-undangan mengenai narkotika di Indonesia dan bagaimana persesuaian undang-undang tersebut melihat perkembangan zaman dari dahulu sampai sekarang, serta bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap kurir narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode pendekatan penelitian yuridis normatif. Metode yuridis normatif dimana penelitian ini meneliti dengan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, azas-azas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum dan juga mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya. Peredaran gelap narkotika yang menjadikan kurir sebagai pekerja yang mengedarkan dan menyerahkan narkotika merupakan tindak pidana yang serius. Adapun hasil penelitian ini adalah penerapan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 agar lebih efektif maka diperlukan campur tangan orang tua, lingkungan yang sehat, pemerintah dan juga iman yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ditengah-tengah godaan kejahatan duniawi. Penyelesaian kasus tindak pidana menjadi perantara dalam menyerahkan narkotika telah dapat diamati melalui adanya kasus yang masuk ke Pengadilan Negeri Medan yang dalam putusannya, hakim menjatuhkan pidana penjara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Narkotika. Hal itu menjelaskan bahwa penjatuhan pidana tersebut sesuai dengan pertanggungjawaban terdakwa atas perbuatannya.   [1]Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU [2]Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Sumatera Utara [3]Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Sumatera Utara  
ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERIKANAN YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING (Studi Kasus Putusan No.12/PID.P/2011/PN.Mdn) Efraim Sihombing; Madiasa Ablisar; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Efraim Sihombing[1] Madiasa Ablisar** Mahmud Mulyadi*** Tindak pidana perikanan merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh setiap orang  yang dengan sengaja dibawah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan bahan kimia, bahan biologis bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki wilayah laut yang sangat luas, termasuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEEI). Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang ZEE. Bentuk kegiatan illegal yang paling sering terjadi di ZEE Indonesia adalah tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing) yang dilakukan oleh warga negara asing. Disebabkan oleh potensi sumberdaya ikan di wilayah perikanan Indonesia yang begitu besar, serta lemahnya pengawasan dari pemerintahan Indonesia karena terbatasnya sarana dan prasarana. Metode yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah Yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut jug penelitian doctrinal (doctrinal research) yaiotu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun huklum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan pada data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia (hukum positif) terhadap adanya tindak pidana perikanan, bagaimna penerapan hukum pidana normatif terhadap pelaku tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh warga negara asing. Pengaturan mengenai tindak pidana perikanan diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, diatur dalam pasal 84 sampai dengan pasal 105. Dari pasal tersebut yang dikategorikan mengatur tentang pencurian ikan diatur dalam pasal 92 sampai dengan pasal 95 serta pasal 98. Kasus tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh warga negara asing harus diselesaikan dengan hukum positif Indonesia, hal ini sesuai dengan penerapan yurisdiksi berdasarkan prinsip teritorial, sehingga Indonesia berdaulat dalam menegakkan hukum di wilayah yuridiksi Indonesia terhadap pelaku tindak pidana perikanan baik yang dilakukan warga negara Indonesia maupun warga negara asing. [1]*Mahasiswa  Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I, Dosen Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU ***Dosen Pembingbing II, Dosen Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU