Claim Missing Document
Check
Articles

Analisis Yuridis Putusan Hakim Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Daerah Hukum Pengadilan Negeri Rantau Prapat: Studi Putusan Nomor 599/Pid.Sus/2018/PN.Rap; 1234/Pid.Sus/2018/PT MDN; 2332/K/Pid.Sus/2019 dan Nomor 943/Pid.Sus/2019/PN.Rap; Nomor 841/Pid.Sus/2020/PN.Rap Manurung, Andri Rico; Madiasa Ablisar; Edi Yunara; Mohammad Ekaputra
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 3 (2022): September
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v2i3.27

Abstract

Disparitas putusan hakim terhadap tindak pidana narkotika sering terjadi. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis formulasi disparitas pidana di Indonesia, faktor penyebab terjadinya disparitas putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana narkotika menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta menganalisis apa sebenarnya yang dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika dalam Putusan Nomor 599/Pid.Sus/2018;1234/Pid.Sus/2018/PTMdn; 332/K/Pid.Sus/2019; 943/Pid.Sus/2019/PN. Rap; Nomor 841/Pid.Sus/2020/PN.Rap. Metode penelitian menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yaitu mengacu pada norma-norma hukum. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder. terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data adalah library research (penelitian kepustakaan). Analisis data adalah kualitatif.. Hasil Penelitian menunjukkan formulasi disparitas pidana bahwa Hakim bebas untuk menjatuhkan putusan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Kekuasanaan Kehakiman. Faktor yang menjadi terjadinya disparitas pidana adalah berasal dari internal (dalam diri hakim) dan dari eksternal (luar diri hakim). Pertimbangan hakim dalam memutus perkara adalah pertimbangan yuridis dan non yuridis. Kata kunci: Disparitas Pidana, Narkotika, Putusan Hakim. Abstract The disparity of judges' decisions on narcotics crimes often occurs. Therefore, the purpose of this study is to analyze the formulation of criminal disparity in Indonesia, the factors causing the disparity of judges' decisions against narcotics criminals according to Law Number 48 of 2009 concerning Judicial Power and Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics, as well as analyzing what exactly did the judge consider in imposing a sentence against narcotics criminals in Decision Number 599/Pid.Sus/2018; 1234/Pid.Sus/2018/PTMdn; 332/K/Pid.Sus/2019; 943/Pid.Sus/2019/PN. Rap; Number 841/Pid.Sus/2020/PN.Rap. The research method uses a normative juridical legal research method, which refers to legal norms. This research is descriptive analytical. The data used is secondary data. consists of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The data collection technique is library research (library research). The data analysis is qualitative. The results of the study show the formulation of criminal disparity that judges are free to make decisions as stipulated in Article 3 of the Law on Judicial Power. Factors that cause criminal disparity are internal (within the judge) and external (outside the judge). The judge's considerations in deciding cases are juridical and non-juridical considerations. Keywords: Criminal Disparity, Judge’s Decision, Narcotics.
Penyelesaian Tindak Pidana Dengan Pendekatan Restorative Justice Yang Dilakukan Oleh Kejaksaan: Studi Kasus di Kejaksaan Negeri Medan Pohan, Husein; Madiasa Ablisar; Marlina, Marlina; Mohammad Ekaputra
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2023): Maret
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v3i1.41

Abstract

Keadilan restoratif bertujuan untuk memberdayakan para korban, pelaku, keluarga dan masyarakat untuk memperbaiki suatu perbuatan melawan hukum dengan menggunakan kesadaran dan keinsyafan sebagai landasan untuk memperbaiki kehidupan bermasyarakat. Pasal 5 ayat (1) dan ayat (8) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai pelaksanaan kewenangan untuk mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang. Implementasi penyelesaian tindak pidana dengan pendekatan restorative justice yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Medan. Tahap I, Penuntut Umum sebagai fasilitator memberikan menjelaskan mengenai maksud dan tujuan dari pertemuan dalam rangka perdamaian yang dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri Medan. Tahap II, Penuntut Umum sebagai fasilitator memberikan kesempatan kepada tersangka untuk menyampaikan permohonan maaf secara lisan kepada korban dan keluarganya. Tahap III, Kesepakatan perdamian yang telah selesai dilaksanakan dibuktikan dengan para pihak dan Penuntut Umum sebagai fasilitator serta tokoh masyarakat.Tahap IV, setelah terjadi kesepakatan, Penuntut Umum membuat Laporan tentang Pelaksanaan Perdamaian yang telah berhasil. Tahap V, Kesepakatan perdamaian melalui pendekatan keadilan restoratif ini telah dilaksanakan sesuai dengna aturan yang berlaku.Hambatan dalam pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Medan, secara eksplisit PERJA tersebut belum mengatur secara tegas dan rinci mengenai jangka waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tindak pidana dengan pendekatan restoratif justice, selama ini masih mengacu kepada Standart Operasional Prosedur internal Kejaksaan Negeri Medan saja, yakni diberikan waktu selambat-lambatnya 7 hari. Kata kunci: Kejaksaan, Penyelesaian Tindak Pidana, Restorative Justice. Abstract Restorative justice aims to empowered victims, perpetrators, families and communities to correct an unlawful act by using awareness and conviction as a basis for improving community life. Prosecutor’s Regulation Number 15 of 2020 concerning Termination of Prosecution based on Restorative Justice as an exercise of authority to streamline the law enforcement process provided for by law. Implementation of the settlement of criminal acts with a restorative justice approach carried out by the Medan District Attorney. Phase I, the public prosecutor as a facilitator provides an explanation of the aims and objectives of the meeting in the context of peace held by the Medan District Attorney. Phase II, the public prosecutor as a facilitator provides an opportunity for the suspect to express an apology verbally to the victim and her family. Phase III, the peace agreement that has been completed is proven by the parties and the public prosecutor as a facilitator and community leader. Phase IV, after an agreement is reached, the public prosecutor makes a report on the successful implementation of peace. Phase V, the peace agreement through this restorative justice approach has been implemented in accordance with the applicable rules. Barriers in the implementation of the termination of prosecution based on restorative justice carried out by the Medan District Attorney, explicitly the Indonesian Attorney General’s Regulations has not explicitly an in detail regulated the time period given to resolve criminal acts with a restorative justice approach, so far it still refers to the Standard Operational procedures of the Medan District Attorney’s Office, which is given a maximum of 7 days. Keywords: Attorney. Crime Settlement, Restorative Justice.
Penguatan Kewenangan Jaksa Selaku Dominus Litis Sebagai Upaya Optimalisasi Penegakan Hukum Pidana Berorientasi Keadilan Restoratif Sihombing, Dedy Chandra; Alvi Syahrin; Madiasa Ablisar; Mahmud Mulyadi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 3 No 2 (2023): Juni
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v3i2.42

Abstract

Dominus Litis merupakan asas universal yang melekat pada Jaksa. Jaksa selaku penuntut umum memiliki peran sentral dalam sistem peradilan pidana. Kehadiran Perja Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi landasan bagi Jaksa untuk melakukan penegakan hukum pidana berorientasi keadilan restoratif. Penegakan hukum pidana secara umum maupun berorientasi keadilan restoratif yang dilakukan oleh Jaksa selaku Dominus Litis terdapat kelemahan dan kendala yang ditemukan dalam proses penerapannya. Esensi asas Dominus Litis yang melekat pada Jaksa belum optimal. Pada Tahap Pra Penuntutan, Jaksa selaku Dominus Litis hanya sebatas menerima SPDP dan meneliti berkas dari penyidik untuk ditindak lanjuti ke tahap penuntutan atau dikembalikan ke penyidik. Penerapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif oleh Jaksa selaku Dominus Litis sudah sesuai dan selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila khususnya pada sila keempat. Akan tetapi dalam penerapanya ditemukan kendala-kendala antara lain:Substansi Hukum, Struktur Hukum, dan Budaya Hukum.Penguatan kewenangan jaksa selaku Dominus Litis dalam penegakan hukum pidana berorientasi keadilan restoratif dapat dilakukan dengan memformulasikan konsep keadilan restoratif kedalam KUHAP. Namun demikian, dalam proses pembaharuan KUHAP membutuhkan banyak aspek pertimbangan serta memakan waktu yang begitu lama. Hal yang paling mungkin dilakukan dalam waktu dekat yaitu melakukan sinergitas antar lembaga Polri Dan Kejaksaan untuk menerapkan asas Dominus Litis dalam penegakan hukum pidana berorientasi keadilan restoratif. Kata kunci: Dominus Litis, Jaksa, Keadilan Restoratif. Abstract Dominus Litis is a universal principle attached to the Prosecutor. The prosecutor as the public prosecutor has a central role in the criminal justice system. The presence of Perja Number 15 of 2020 concerning Termination of Prosecution based on restorative justice is the basis for the Prosecutor to enforce restorative justice-oriented criminal law. The enforcement of criminal law in general and restorative justice oriented carried out by the Prosecutor as Dominus Litis has weaknesses and obstacles that are found in the process of its application.the essence of the Dominus Litis principle attached to the Prosecutor is not optimal. In the Pre Prosecution Stage, the Prosecutor as Dominus Litis is only limited to receiving SPDP and examining files from investigators to be followed up to the prosecution stage or returned to investigators. The application of the termination of prosecution based on restorative justice by the Prosecutor as Dominus Litis is appropriate and in line with the values contained in Pancasila, especially in the fourth precept. However, in its implementation, there were obstacles, including: Legal Substance, Legal Structure, and Legal Culture. Strengthening the authority of the prosecutor as Dominus Litis in the enforcement of restorative justice-oriented criminal law can be done by formulating the concept of restorative justice into the Criminal Procedure Code. However, the process of reforming the Criminal Procedure Code requires many aspects of consideration and takes such a long time. The most likely thing to do in the near future is to synergize between the institutions of the Police and the Prosecutor's Office to apply the Dominus Litis principle in the enforcement of restorative justice-oriented criminal law. Keywords: Dominus Litis. Prosecutor, Restorative Justice.
Disparitas Pemidanaan Terhadap Anak Yang Menjadi Perantara Dalam Jual Beli Narkotika Sinambela, Maichael; Madiasa Ablisar; Marlina, Marlina; Edy Ikhsan
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 3 No 2 (2023): Juni
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v3i2.43

Abstract

Adanya perbedaan penjatuhan pidana dalam memutus suatu kasus pidana narkotika dalam melihat tujuan pemidanaan yang belum tercapai. Landasan terjadinya disparitas dalam penjatuhan pemidanaan terhadap anak sebagai perantara jual beli narkotika, yaitu faktor hukum itu sendiri, hukum pidana di Indonesia hakim mempunyai kebebasan yang sangat luas untuk memilih jenis pidana yang dikehendaki, sehubungan dengan pengunaan sistem altenatif di dalam pengancaman pidana di dalam KUHP tampak beberapa pidana pokok sering kali diancamkan kepada pelaku tindak pidana yang sama secara alternatif. Pertimbangan hakim pada disparitas pemidanaan terhadap anak sebagai perantara jual beli narkotika dalam putusan yaitu latar belakang di dalam persidangan, fakta persidangan dimana apakah anak ini sudah pernah melakukan perbuatannya atau baru pertama kali, latar belakang anak yang dilihat dari masih sekolah atau putus sekolah, dan menerima hasil laporan penelitian dari balai pemasyarakatan Palembang kepada pihak keluarga yaitu latar belakang orangtua, keluarga anak, pergaulan atau pertemanan anak. Perbedaan pada Putusan Nomor 98/Pid.Sus-Anak/2020/PN Plg, Putusan Nomor 49/Pid.Sus Anak /2020/ PN Plg dan Putusan Nomor 2/Pid.Sus-Anak/2021/PN Plg, yaitu ada anak sebagai pelaku perantara jual beli narkotika yang mengaku sudah lama melakukan tindak pidana narkotika, menurut hasil penelitian Balai Pemasyarakatan Palembang, jumlah barang bukti yang terdapat didalam persidangan, keterangan saksi dan latar belakang keluarga dan anak. Kata kunci: Anak, Disparitas Pemidanaan, Jual Beli Narkotika, Perantara. Abstract There are differences in criminal penalties in deciding a narcotics crime case in view of the purpose of punishment that has not been achieved. The basis for the occurrence of disparities in the sentencing of children as intermediaries for buying and selling narcotics, namely the legal factor itself, criminal law in Indonesia judges have very wide freedom to choose the type of crime desired, in connection with the use of an alternative system in threatening criminal offenses in the Criminal Code, it appears that several basic crimes are often threatened with criminal acts alternatively the same. The judge's considerations on the disparity in punishment of children as intermediaries for buying and selling narcotics in the decision are the background in the trial, the facts of the trial where this child has committed an act or it is the first time, the child's background is seen from still in school or dropping out of school, and receiving the results research reports from the Palembang Penitentiary to the family, namely the background of the parents, the child's family, the association or friendship of the child. Differences in decision number 98/Pid.Sus-Child/2020/PN Plg, Decision Number 49/Pid. Sus Child/2020/ PN Plg and Decision Number 2/Pid.Sus-Child/2021/ PN Plg. There are children as narcotics intermediaries who claim to have been intermediaries for buying and selling narcotics, according to the results of the Palembang Correctional Center research, the amount of evidence contained in the trial, witness statements and family and child backgrounds. Keywords: Children, Disparity in Sentencing, Intermediaries, Selling and Buying Narcotics.