Claim Missing Document
Check
Articles

TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM KEADAAN YANG MEMBERATKAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Balige No.262/Pid.SusAnak/2014/PN.Blg) Raphita Sibuea; Madiasa Ablisar; Alwan Alwan
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.143 KB)

Abstract

Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH.,M.S.* Alwan S.H., M.Hum.** Raphita Sibuea*** Anak yang berada dalam status hukum belum dewasa harus diperlakukan berbeda dari orang dewasa. Hal itu  juga menjadi kewenangan sistem hukum nasional Indonesia untuk meletakkan hak-hak anak sebagai suatu supremacy of law terhadap perbuatan hukum dari anak dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul secara kodrati. Pengelompokan status dan hak-hak anak dimulai dari sistematika yang mendasar dalam Hukum Perlindungan Anak. dan Hukum Pidana dapat disebut berhubungan dengan adigium dari asas lex specialis de rogat, lex spesialis generalis. Artinya Hukum Perlindungan Anak menjadi hukum khusus yang mengatur tentang asas hukum tentang anak dan hak-hak anak, sedangkan hukum pidana adalah hukum umum yang meletakkan mekanisme asas formal dan material hukum pidana dan hukum acara pidana anak. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang menitikberatkan pada data sekunder dengan spesifikasi deskriptif analitis, yaitu memaparkan tentang aturan hukum yang memberikan perlindungan kepada anak dalam proses peradilan pidana. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada anak dalam sistem peradilan pidana dimulai dari tahap penyidikan, penuntutan, persidangan, dan tahap pemasyarakatan yang kemudian secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak pada setiap tahap peradilan akan menjamin hak-hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan sistem peradilan pada umumnya. Penjatuhan hukuman terhadap anak hanya merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) apabila tidak ada kesepakatan diversi yang sudah diupayakan pada semua tingkat pemeriksaan. Artinya konsep diversi menjadi suatu kemajuan dan pembaharuan hukum terhadap anak, sebagai bentuk perlindungan yang diberikan pada setiap anak yang berkonflik dengan hukum. Anak-anak yang telah melakukan tindak pidana, yang penting baginya bukanlah apakah anak-anak tersebut dapat dihukum atau tidak, melainkan tindakan yang bagaimanakah yang harus diambil untuk mendidik anak-anak seperti itu.
PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn.) YONGGI Malau; Madiasa Ablisar; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.111 KB)

Abstract

Yonggi Benhard Malau* Madiasa Ablisar** Rafiqoh Lubis***   Perbuatan pencucian uang di samping sangat merugikan masyarakat, juga sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi dan merusak stabilitas perkonomian nasional atau keuangan.Sejalan dengan ketentuan yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka salah satu prinsip yang harus dipegang erat adalah menjamin penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan.Dalam menjalankan peradilan, hakim memiliki kekuasaan yang bebas, merdeka, dan terlepas dari segala pengaruh, sehingga dalam prakteknya perbedaan pendapat (dissenting opinion) diantara Hakim sangat sering terjadi. Penelitian ini berjudul “Penerapan Dissenting Opinion dalam Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn).Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dissenting opinion dalam mekanisme pengambilan putusan hakim dan bagaimana penerapan dissenting opinion dalam putusan pengadilan tindak pidana pencucian uang No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn. Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (juridis normative) dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) yang kemudian dianalisa secara kualitatif. Dalam penelitian ini didapat hasil bahwa menurut Pasal 182 KUHAP, dissenting opinion bukanlah suatu hal yang asing dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.Dissenting opinion sangat mungkin terjadi sebagai akibat dari susunan persidangan Majelis Hakim yang berjumlah 3 orang dan setiap hakim diharuskan untuk mengemukakan pendapatnya masing-masing.Pada saat musyawarah, Majelis Hakim mengupayakan adanya permufakatan bulat.Namun jika terjadi perbedaan pendapat, putusan diambil dengan suara terbanyak.Pendapat hakim yang berbeda ini kemudian disebut dissenting opinion.Pendapat hakim yang berbeda tersebut kemudian dicatat dalam buku khusus yang sifatnya rahasia.Dalam perkembangannya, dissenting opinion menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.Selain dalam KUHAP, dissenting opinion juga sudah diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Dalam penerapannya pada Putusan PengadilanTindak Pidana Pencucian Uang No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn, dissenting opinion yang dikemukakan Hakim Anggota II tidak mempengaruhi keputusan majelis yang diambil dengan suara terbanyak (voting).Namun, dissenting opinion menjadi upaya bagi hakim dalam menjaga independensinya dan sebagai sarana untuk menyuarakan keadilan. Kata kunci :dissenting opinion,pencucian uang * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku Dosen Pembimbing I Penulis *** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku Dosen Pembimbing II Penulis
ERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENGHINAAN BENDERA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Tri Oktober; Madiasa Ablisar; Syafruddin Hasibuan
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

BSTRAKTri Oktober Sinaga*1Prof. Madiasa Ablisar, SH., MS.**2Syafruddin Hasibuan, S.H.,M.H.,DFM.***3Bendera merupakan simbol dari suatu bangsa dan negara, begitu jugadengan bendera negara republik Indonesia. Benderamerah putih sebagaimana bendera-bendera negara lain juga mempunyai makna filosofis yang mendalam serta pengingatakan sejarah bangsa ini. Bendera negara republik Indonesia atau bendera merah putihadalah sebagai salah satu simbol pemersatu bangsa. Simbol kesamaan visi dan misiseluruh lapisan masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam. Selain sebagai simbol,bendera merah putih juga sebagai pengingat akan mimpi dan cita-cita para pendiribangsa. Maka dari itu bendera ini telah menjadi salah satu alasankita untuk menjaga danmencintai negara ini. Penggunaan bendera negara republik Indonesia sebagai bukti rasanasionalisme kita dan juga untuk menghargai jasa para pahlawan pendiri bangsa ini,kurang mendapat perhatian dan pengawasan, sampai ketika pertengahan tahun 2016marak terjadi penghinaan terhadap bendera negara Indonesia yang menunjukkankurangnya ketegasan pemerintah dalam hal ini. Pengaturan tentang bendera merah putihini memang telah ada di dalam dan di luar KUHP. Pengaturan tersebut ada di dalamKUHP yaitu pasal 154 a serta di luar KUHP yaitu dalam Undang-Undang Nomor 24Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji serta mendalamibagaimana sebenarnya pertanggungjawaban pidanaterhadaporang yang melakukanpenghinaan terhadap bendera negara republik Indonesia. Penulisan ini menggunakanproses pengumpulan data yang diperlukan dalam setiap penyusunannya, yang dilakukandengan metode penelitian (yuridis normativ). Adapun metode penelitian yang akandigunakan dalam penulisan ini adalah dengan mengkaji atau menganilisis normahukumberupa bahan-bahan hukumprimer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier agardapat menjawab setiap permasalahan. Metode pengumpulan data ditempuh dengan studipustaka (Library Research). Analisa data dilakukan dengan metode analisa kualitatif.Dianalisis secara perspektif atau menggunakan metode-metode berikut yaitu, mencari danmengumpulkan data dari persputakaan berupa buku-buku, media cetak, internet, tulisanilmiah serta putusan hakim yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan pidana dalam halpenghinaan bendera negara Republik Indonesia sudah jelas diatur didalam dan diluarKUHP namun pemerintah dalam hal ini masih kurang tegas untu
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN EUTHANASIA DITINJAU DARI ASPEK MEDIS DAN HUKUM PIDANA MARUSAHA Simatupang; Madiasa Ablisar; Syafruddin Hasibuan
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.843 KB)

Abstract

ABSTRAK Marusaha Simatupang* Prof. Madiasa Ablisar, SH., MS.** Syafruddin Hasibuan, S.H.,M.H.,DFM.*** Euthanasia adalah merupakan suatu proses kematian, euthanasia timbul karena adanya kehendak pasti dalam diri seseorang maupun keluarga kepada ahli medis untuk mengakhiri penderitaan atas suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Hal ini menjadi perdebatan dikalangan praktisi atau pengkaji hukum dan dunia kedokteran, dimana suatu proses kematian dengan bantuan dokter untuk mengakhiri hidup seseorang hingga saat ini masih menuai pro dan kontra di masyarakat. Bahwa tindakan tersebut tentu saja bertetangan dengan norma, etika dan hukum di Indonesia. menjadi patokan umum dan dasar, sebagai kodifikasi hukum pidana adalah KUHP, pasal 344:“barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara  selama-lamanya 12 tahun”. Yang menjadi permasalahan dari latar belakang bagaimana pengaturan hukum pidana terhadap tindakan euthanasia serta pertanggungjawaban pidana pelaku pelaksana euthanasia.  Penelitian atau Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji serta mendalami suatu tindakan euthanasia yang dilakukan oleh seorang dokter kepada seorang pasien ditinjau dari segi medis dan hukum pidana (KUHP) serta penerapan hukum dan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaksana euthanasia. Penulisan ini menggunakan proses pengumpulan data yang diperlukan dalam setiap penyusunannya, yang dilakukan dengan metode penelitian (yuridis normative) dinamakan juga penelitian normative yang berkaitan dengan euthanasia. Adapun metode penelitian yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah dengan mengkaji/ menganalisis norma hukum berupa bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier agar dapat menjawab setiap permasalahan. Metode pengumpulan data ditempuh dengan studi pustaka (Library Research). Euthanasia ditinjau dari segi medis yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia, menolong serta mempertahankan hidup seorang pasien adalah merupakan tugas dokter.Ia harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani. Sehingga dokter dilarang melakukan tindakan euthanasia.Dalam KUHP euthanasia adalah perbuatan yang dilarang, dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia pengaturan masalah euthanasia terdapat di dalam Pasal 344 KUHP yang melarang adanya euthanasia aktif. Sehingga euthanasia adalah perbuatan yang belum bisa diterapkan atau belum dilegalkan karena bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); dan  Dokter sebagai tenaga profesional bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien. Oleh karena itu pertanggungjawaban yang melekat pada seorang dokter khususnya dalam kasus euthanasia adalah pertanggungjawaban pidana, etis, dan profesi.* *       Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **     Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku Dosen Pembimbing I Penulis ***   Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku Dosen Pembimbing II Penulis
TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 DAN HUKUM ISLAM ADE FAJAR REZKI; Madiasa Ablisar; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (546.236 KB)

Abstract

ABSTRAKSI *)Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H.,MS **) Dr. Mohammad Ekaputra, S.H.,M.Hum ***)Ade Fajar Rezki   Dampak buruk yang dihasilkan oleh tindak pidana korupsi saat ini sangat membahayakan kepentingan bangsa dan negara. Permasalahan korupsi pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari hukum formal dan norma-norma agama yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sangat menarik untuk membahas tentang “Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Dan Hukum Islam”. Di dalam skripsi ini permasalahan yang dibahas adalah Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Menurut Hukum Islam, Perbandingan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Hukum Islam. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Dilakukan dengan meneliti data sekunder, yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia dan Hukum Islam. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen dan metode studi pustaka (library research). Metode analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data didapat disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Korupsi dilarang dengan alasan apapun dan dilakukan oleh siapapun yang termasuk ke subjek hukum tindak pidana korupsi menurut undang-undang tersebut. Karena dalam peraturan yang berlaku tindakan korupsi sama saja dengan merugikan keuangan negara  dan hal seperti ini tidak dapat ditolerir oleh penegak hukum. Menurut hukum Islam, jarimah korupsi merupakan tindakan tercela dan tidak disukai oleh Allah SWT, Korupsi dalam Islam dapat dianalogikan dalam beberapa jenis yang dalam Al-Qur’an dan Hadist telah disebutkan dan tidak dibenarkan untuk dilakukan oleh manusia di dunia. Namun sesuai perkembangannya pemakaian hukum islam dalam penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia masih memerlukan kajian yang lebih dalam. *) Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU. **) Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU. ***) Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU
PERBUATAN MEMBANTU MELAKUKAN TINDAK PIDANA TERORISME DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA API BERDASARKAN PERPPU NO. 1 TAHUN 2002 JO UU NO. 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME (Studi Putusan Pengadilan Negeri No. 702/Pid.B/2011/PN.Mdn) HANS SUTRA; Madiasa Ablisar; Nurmala Waty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (103.153 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Hans Sutra Nadapdap*[1] Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S** Nurmalawaty, S.H., M.Hum***   Terorisme merupakan salah satu kejahatan terorganisasi yang berskala internasional terhadap kemanusiaan dan peradaban. Terorisme dipandang sebagai suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang mengancam kedaulatan setiap Negara, menimbulkan bahaya, perdamaian dunia, serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis akan membahas mengenai, pengaturan hukum dan penerapan sanksi hukum terhadap pelaku yang membantu melakukan tindak pidana terorisme di Indonesia dengan menggunakan senjata api. (Studi Putusan No. 702/Pid.B/2011/PN.MDN) Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penelitian normatif yakni dengan pengumpulan data secara Studi Kepustakaan yaitu dengan meneliti bahan-bahan pustaka atau data-data sekunder. Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder dan data primer pihak yang berwenang berupa peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan kepala kepolisian, peraturan daerah, dan lain sebagainya. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan putusan pengadilan. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku yang membantu melakukan tindak pidana terorisme dengan menggunakan senjata api diatur didalam Undang-Undang No. 15 tahun 2003 jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme terhadap Kasus Tindak Pidana Terorisme pada putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 702/Pid.B/2011/PN.Mdn merupakan bahan penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana terorisme, khususnya perbuatan membantu melakukan tindak pidana terorisme yang menggunakan senjata api yang dilakukan oleh terdakwa Anton Sujarwo alias Supriyadi alias Iqbal alias Abu Farahat bin Sunardi.   Kata Kunci : Terorisme, Pembantuan, Senjata Api *  Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **  Dosen Pembimbing I dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II dan Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA POLRI TERHADAP PELAKU PENCURIAN MOTOR (studi putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi No.75/Pid.B/2012/PN.BT) SUMIRNA LUSIANA; Madiasa Ablisar; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (485.959 KB)

Abstract

Abstract The Police of the Republic of Indonesia (POLRI) is an institution that performs the duties of the police as a profession, thus bringing the consequences of professional code of ethics and disciplinary rules which must be obeyed by every member of POLRI. Violation of professional code of ethics as well as police discipline regulation for POLRI members is an inevitable matter, in the execution of police duties will always deal with the rights and obligations of citizens directly. Criminal acts committed by each member of the POLRI will be processed in accordance with applicable law. They are processed and filed within the general court. The research methodology used in this paper is legal juridical normative research using secondary data through legislation approach. In assessing related offenses of ill-treatment can be referred to in Article 351, Article 352, Article 353, Article 354, Article 355, Article 356, Article 357, and Article 358. Key Word : Persecution, crime, theft. Abstrak Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota POLRI. Pelanggaran kode etik profesi maupun peraturan disiplin kepolisian bagi anggota POLRI merupakan suatu hal yang takterelakkan, menginggat dalam pelaksanaan tugas kepolisian akan selalu berhadapan dengan hak dan kewajiban warga negara secara langsung. Tindak pidana yang dilakukan oleh setiap angota POLRI akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum pidanayang berlaku. Yaitu diproses dan diajukan di dalam lingkup peradilan umum. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder melalui pendekatan perundang-undangan. Dalam mengakaji terkait tindak pidana penganiayaan dapat dirujuk pada Pasal 351, Pasal 352, Pasal 353, Pasal 354, Pasal 355, Pasal 356, Pasal 357, dan Pasal 358. Kata Kunci : Penganiayaan, Tindak Pidana, Pencurian.
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP POLRI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Sidikalang Nomor.65 / Pid.Sus / 2015 / PN.Sdk) Adi Purwanto; Madiasa Ablisar; Nurmala Waty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.274 KB)

Abstract

ABSTRAK Adi Purwanto* Madiasa Ablisar** Nurmalawaty*** Kejahatan berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia, dan dapat dikatakan bahwa kejahatan lahir bersamaan dengan lahirnya peradaban manusia, saat ini tindak pidana narkotika dipandang sebagai tindak pidana yang menjadi musuh umat manusia, oleh karena itu Negara-negara di dunia termasuk Indonesia terus berjuang untuk memberantas tindak pidana ini. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimana perkembangan Tindak Pidana Narkotika dan perkembangan pengaturan Tindak Pidana Narkotika di Indonesia, bagaimana pengaturan dan Sanksi Pidana terhadap Polri pelaku Tindak Pidana Narkotika, serta bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap Polri sebagai pelaku Tindak Pidana Narkotika pada Putusan Pengadilan Negeri Sidikalang Nomor. 65/Pid.Sus/2015/PN.Sdk. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode pendekatan peneltian yuridis normatif. Metode yuridis normatif dimana penelitian ini meneliti dengan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, azas-azas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum dan juga mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainya. Dari Penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengguna penyalahguna narkotika terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, seiring dengan perkembangan zaman Undang-Undang tentang Narkotika juga mengalami beberapa kali perubahan dari Undang-Undang VerdoovendeMiddelen Ordonantie Tahun 1927, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Anggota Polri tunduk pada kekuasaan peradilan umum seperti halnya warga sipil pada umumnya, hal ini menunjukkan bahwa anggota Polri merupakan warga sipil dan bukan subyek hukum militer, namun karena profesinya anggota Polri juga tunduk pada peraturan disiplin dan kode etik profesi. Terdapat beberapa hal yang tidak bersesuaian di dalam penerapan sanksi pidana terhadap terdakwa Rahman Fitri Harahap berdasarkan barang bukti dan fakta-fakta hukum yang ada dalam persidangan dengan menjatuhkan pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yaitu Penyalahguna Narkotika Golongan I  bagi diri sendiri dengan pidana penjara 8 (delapan) bulan penjara.   * Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I, Staff Pengajar Fakultas Hukum USU ***Dosen Pembimbing II, Staff Pengajar Fakultas Hukum USU
PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA BINJAI Oktri Silfia; Madiasa Ablisar
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.26 KB)

Abstract

ABSTRAK Oktri Silfia * Madiasa Ablisar,** Secara umum pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai bertujuan agar mereka dapat menjadi manusia seutuhnya sebagaimana yang telah menjadi arah pembangunan nasional. Permasalahan yang diajukan adalah bagaimana pelaksanaan pembinaan yang diberikan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai terhadap narapidana yang melakukan tindak kejahatan penyalahgunaan narkotika; Metode Penelitian atau Jenis Penelitian ini adalah Normatif Empiris yang bersifat deskriptif analisis, yaitu mendeskripsikan, menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara analisis permasalahan yang dikemukakan.Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer yang sumbernya berasal dari narasumber atau responden, dan data sekunder yang sumbernya berasal dari berasal dari perundang-undangan, hasil karya dari kalangan umum dan berbagai litelatur yang mendukung penelitian ini. Hasil penelitian dapat disimpulkan Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Penyalahgunaan narkotika yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai merupakan sebuah program yang memadukan berbagai metode yang meliputi aspek medis, sosial, kerohanian dan ketrampilan, yang bertujuan agar para narapidana narkotika menjadi pribadi yang lebih baik lagi untuk keluarga maupun masyarakat.   Kata Kunci      :           Pelaksanaan, Pembinaan, Narapidana Narkotika
MOTIF KESENGAJAAN DAN PERENCANAAN YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 777/Pid.B/2016/PN. Jkt.Pst atas nama Terdakwa Jessica Kumala Wongso) Maher Syalal Gultom; Madiasa Ablisar; Nurmalawaty Nurmalawaty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2018)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (439.415 KB)

Abstract

MOTIF KESENGAJAAN DAN PERENCANAAN YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 777/Pid.B/2016/PN. Jkt.Pst atas nama Terdakwa Jessica Kumala Wongso) ABSTRAKSI Maher Syalal H. Gultom* Madiasa Ablizar** Nurmalawaty***   Motif adalah hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau alasan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Motif dalam  kaitannya dengan Kejahatan berarti dorongan yang terdapat dalam sikap batin pelaku untuk melakukan kejahatan. Dalam sudut pandang kriminologi, pelaku kejahatan dalam melakukan perbuatan jahatnya selalu disertai dengan motif, selalu ada alasan mengapa pelaku melakukan kejahatan. Penelitian dalam penulisan skripsi ini diarahkan kepada penelitian hukum normatif dengan mengkaji asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doctrinal. Penelitian hukum jenis ini mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (Law in books) atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Adapun metode penelitian  yang digunakan dalam penulisan skirpsi ini adalah dilaksanakan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) atau disebut juga dengan studi dokumen yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier agar dapat menjawab setiap permasalahan. Motif seseorang melakukan tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain didasarkan atas faktor internal dan eksternal. Dalam kajian kriminologi, seseorang melakukan tindak pidana didasarkan atas beberapa teori yakni, Teori klasik, Teori neo klasik, Teori kartografi/geografi, Teori sosialis, Teori tipologis, Teori lambroso, Teori mental tester, Teori psikiatrik, Teori sosiologis dan Teori bio sosiologis. Dalam perspektif hukum, kesengajaan dalam hukum pidana merupakan bagian dari kesalahan. Kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan (yang terlarang) dibanding dengan kealpaan (culpa). Dalam kaitannya terhadap perencanaan, suatu tindak pidana dengan perencanaan harus memenuhi unsur dan syarat suatu perencanaan. Dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana dengan unsur perencanaan dan kesengajaan, keyakinan Hakim amatlah penting. Hakim berhak untuk menerima atau mengesampingkan pendapat dari keterangan ahli  namun haruslah berdasarkan alasan yang tepat, karena dalam mempergunakan kewenangannya hakim harus benar-benar bertanggungjawab demi terwujudnya kebenaran dankepastian hukum.                                            *Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU ***Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU