Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

KAMPUNG KONSERVASI KELOR: UPAYA MENDUKUNG GERAKAN NASIONAL SADAR GIZI DAN MENGATASI MALNUTRISI DI INDONESIA Ervizal Amzu
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 2 (2014): Agustus
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa menyebutkan pengertian Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Data statistik menunjukkan Indonesia memiliki lebih dari 70 ribu desa, dimana 26,6% dari jumlah tersebut adalah desa yang berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan (desa hutan). Masyarakat desa tersebut membutuhkan penguatan kapasitas SDM, terutama yang terkait dengan penerapan IPTEKS untuk meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan mereka.Salah satu diantaranya adalah pengembangan kampung konservasi kelor, yaitu melalui gerakan penanaman dan pemanfaatan tanaman kelor (Moringa oleifera Lam.) dalam rangka mendukung gerakan nasional sadar gizi dan mengatasi malnutrisi di Indonesia. Tanaman kelor sendiri memiliki kandungan super nutrisi yang telah diverifikasi oleh berbagai lembaga ilmiah dan universitas. Kelor dapat menjadi alternatif solusi mengatasi malnutrisi di Indonesia, jika masyarakat dapat memahami dan menyadari akan potensi besar yang dimiliki tanaman ini.
KONSERVASI HUTAN BELAJAR DARI NILAI-NILAI ETIK DAN TRADISI BEJERNANG SUKU ANAK DALAM DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS, PROVINSI JAMBI Harnov Harnov; Ervizal Amzu; Rinekso Soekmadi
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 3 No 1 (2016): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Suku Anak Dalam (SAD) adalah salah satu suku di Indonesia yang sampai saat ini masih hidup secara tradisional di kawasan hutan. Salah satu hutan tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka adalah Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNDB) di Provinsi Jambi.  Interaksi masyarakat SAD dengan hutan  yang  berlangsung sejak dulu ini melahirkan tradisi-tradisi dan nilai-nilai kultural yang berakar pada nilai-nilai konservasi  hutan. Hal ini tercermin dari perilaku mereka terhadap sumberdaya hutan,  yakni; perilaku  pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari. Salah satu tradisi yang mereka lakukan adalah tradisi bejernang, yakni; tradisi memanfaatkan buah rotan jernang (Daemonorops spp) untuk memenuhi kebutuhan spiritual, sosial dan ekonomi mereka. Rotan jernang (Daemonorops spp) memiliki nilai ekologis dan nilai ekonomis bagi masyarakat SAD. Rotan jernang  untuk bertahan  hidup memerlukan pohon-pohon di sekitarnya sebagai tempat rambat guna mendapat iklim mikro yang sesuai, sinar matahari dan guna dapat tumbuh tegak. Apabila Rotan jernang rebah maka tidak dapat menghasilkan buah. Masyarakat SAD mengumpulkan buah Rotan jernang kemudian diolah menjadi jernang dan menjualnya kepada pengumpul di desa, dengan  harga Rp. 2.800.000 sampai dengan Rp. 3.000.000 per kg. Jernang memiliki harga yang tinggi karena menurut literatur  memiliki khasiat obat, seperti; aktifitas apoptic, antiplatelet effects, anticoagulant, antiviral activity, anti-inflammatory, aktifitas cytotoxic.
PERAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI BAGI PELESTARIAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PROVINSI RIAU Siti Nurjannah; Ervizal Amzu; Arzyana Sunkar
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 3 No 1 (2016): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkebunan kelapa sawit dianggap menurunkan keanekaragaman hayati, namun keberadaan areal bernilai konservasi tinggi dapat digunakan untuk menurunkan anggapan tersebut. Sampai saat ini belum dilakukan penelitan mengenai keefektifan areal tersebut dalam kegiatan konservasi keanekaragaman hayati, sehingga penelitian ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana peran areal tersebut di dalam mempertahankan keberadaan tumbuhan dan satwaliar yang masih tersisa. Areal bernilai konservasi tinggi mulai diterapkan di perkebunan kelapa sawit pada tahun 2011- 2014. Hal ini disebabkan panduan mengenai identifikasi areal bernilai konservasi tinggi yang disusun tahun 2003 dan perkebunan kelapa sawit mulai berdiri sejak tahun 1990-an. Dari empat perusahaan kelapa sawit yang diteliti terdapat dua bentuk areal bernilai konservasi tinggi yaitu sempadan sungai dan sisa hutan. Dilihat dari perspektif keanekaragaman hayati, areal yang berupa sisa hutan lebih efektif. Nilai keanekaragaman tumbuhan lebih tinggi pada areal yang berbentuk hutan dibandingkan sempadan sungai, namun keanekaragaman satwaliar memiliki hampir seragam baik areal berhutan, sempadan sungai, maupun kebun sawit. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman tumbuhan yang masih tersisia memiliki peran dalam mempertahankan keberadaan satwaliar. Vegetasi di sempadan sungai didominasi oleh tegakan sawit dengan panjang zona sempadan sungai 50 m dari batas tepi sungai sehingga masih diperlukan pengkayaan spesies tumbuhan seperti Bambusa sp, Swietenia macrophylla, dan Albizia saman.