Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

“SUWUNG”: POLA PENYELESAIAN MASALAH KAUM SUFI SUKU JAWA DI KOTA MALANG Setiyowati, Ninik
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 3, No 2 (2016): Jurnal Psikologi Ulayat
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.814 KB) | DOI: 10.24854/jpu22016-66

Abstract

Abstract — “Suwung” is a Javanesse term that describes an empty condition which has no form and is abstract. It implies emptiness with nuances of perfect self-control and true self-awareness with regard to divinity. Suwung, to the Sufi, is a spiritual experience called peak experience. Maslow defined peak experience as a condition when a person is feeling out of him-/herself mentally (Davis, 2003). Through this Suwung concept, humans can consciously solve the problems faced in life more wisely. Subject for the present research was grouped into three categories: (1) Sufis who have not met the basic needs (2) Sufis who meet the basic needs with struggle, (3) Sufis who meet the basic needs easily. The method used is the snowball sampling. Triangulation by a significant other was used for validation. The research method was qualitative phenomenology and utilizes symbolic interactionist analysis. As for the procedure, researchers conducted in-depth interviews to find the saturation values. The results of this study shows that the three groups of subjects were able to receive a problem with how to free themselves and essentially accepted the Lord in any condition. Narimo and gratitude circumstances be the basis for solving all subjects. In addition to that equation, there are three distinct patterns of thinking of a group of research subjects in solving a problem. First, humans solve problems encountered with resignation. Second, they resolve the problem by way of compromising with the facts. Third, they resolve the problem through the search for meaning of life. Abstrak — “Suwung” merupakan istilah Jawa yang menggambarkan kondisi kosong, tidak mempunyai bentuk dan abstrak. Di dalamnya mengandung makna kekosongan yang bernuansa pengendalian diri yang sempurna dan kesadaran sejati akan diri yang berkaitan dengan ketuhanan. Suwung bagi kaum sufi merupakan sebuah pengalaman spiritual yang disebut peak experience. Peak experience menurut Maslow dijabarkan sebagai suatu kondisi saat seseorang secara mental merasa keluar dari dirinya sendiri (Davis, 2003). Melalui pemahaman Suwung ini, manusia dengan sadar dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan secara lebih bijaksana. Subjek penelitian ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu: (1) kelompok penganut paham sufi yang masih belum terpenuhinya kebutuhan dasar hidup, (2) kelompok penganut paham sufi yang memenuhi kebutuhan dasar hidup dengan perjuangan, (3) kelompok penganut paham sufi yang memenuhi kebutuhan dasar hidup dengan mudah. Metode yang dilakukan adalah snowball sampling. Sedangkan validitas dilakukan dengan metode triangulasi significant other. Metode penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi dengan proses analisis data menggunakan interaksionis simbolik. Dalam prosesnya, peneliti melakukan wawancara mendalam sampai menemukan data jenuh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketiga kelompok subjek mampu menerima suatu masalah dengan cara mengosongkan diri dan secara hakiki menerima Tuhan dalam kondisi apa pun. Keadaan Narimo dan syukur menjadi dasar penyelesaian masalah bagi seluruh subjek. Selain persamaan itu, ada tiga perbedaan pola berpikir dari kelompok subjek penelitian dalam memecahkan suatu masalah. Pertama, manusia memecahkan masalah yang dihadapi dengan kepasrahan. Kedua, menyelesaikan masalah dengan cara berkompromi dengan fakta. Ketiga, menyelesaikan masalah melalui pencarian makna akan hidup.
"Suwung": Pola penyelesaian masalah Kaum Sufi Suku Jawa di Kota Malang Setiyowati, Ninik
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 3 No 2 (2016)
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24854/jpu46

Abstract

“Suwung” is a Javanesse term that describes an empty condition which has no form and is abstract. It implies emptiness with nuances of perfect self-control and true self-awareness with regard to divinity. Suwung, to the Sufi, is a spiritual experience called peak experience. Maslow defined peak experience as a condition when a person is feeling out of him-/herself mentally (Davis, 2003). Through this Suwung concept, humans can consciously solve the problems faced in life more wisely. Subject for the present research was grouped into three categories: (1) Sufis who have not met the basic needs (2) Sufis who meet the basic needs with struggle, (3) Sufis who meet the basic needs easily. The method used is the snowball sampling. Triangulation by a significant other was used for validation. The research method was qualitative phenomenology and utilizes symbolic interactionist analysis. As for the procedure, researchers conducted in-depth interviews to find the saturation values. The results of this study shows that the three groups of subjects were able to receive a problem with how to free themselves and essentially accepted the Lord in any condition. Narimo and gratitude circumstances be the basis for solving all subjects. In addition to that equation, there are three distinct patterns of thinking of a group of research subjects in solving a problem. First, humans solve problems encountered with resignation. Second, they resolve the problem by way of compromising with the facts. Third, they resolve the problem through the search for meaning of life.
HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN INTELEGENSI (CFIT) DAN POTENSI PERFORMA KERJA (DARI HASIL KRAEPELIN TEST) PADA CALON KARYAWAN BANK SWASTA DI JAWA TIMUR Ninik Setiyowati
Jurnal Sains Psikologi Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (71.921 KB) | DOI: 10.17977/um023v3i12014p%p

Abstract

AbstraK: Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran singkat adanya hubungan yang signifikan antara hasil tes CFIT dengan kraepelin. Penelitian ini mengambil sampel 40 fresh graduate yang melaksanakan kedua tes tersebut untuk seleksi awal masuk perusahaan perbank-kan. Pengambilan data ini dilakukan karena banyaknya peminat fresh graduate yang mengincar untuk mendapatkan pekerjaan di dunia perbankan. Teknik analisis data adalah secara deskriptif korelasional. Dari hasil analisis data, ditemukan bahwa nilai rata rata CFIT adalah 98,25, sedangkan nilai rata-rata untuk skor kraepelin adalah 39,38. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara hasil test intelegensi melalui CFIT dan potensi performa kerja yang ditunjukkan dengan hasil tes kraepelin. Kata-kata kunci: kemampuan intelegensi (cfit),  potensi performa kerja, tes kraepelin. 
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA KEPALA DESA BERBASIS KOMPETENSI ASTA BRATA Fattah Hidayat; Ninik Setiyowati
Jurnal Sains Psikologi Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (324.97 KB)

Abstract

Tujuan penelitian adalah pengembangan alat ukur model kepemimpinan asta brata ini adalah untuk menghasilkan alat ukur kepemimpinan asta brata beserta norma dalam versi Indonesia dan memiliki validitas serta reliabilitas yang dapat dipertanggung jawabkan.  Subjek instrumen terdiri dari 156 kepala desa di Jawa Timur yang berbasis budaya arek dan budaya mataraman. Deskripsi data jumlah butir skala kepemimpinan asta brata terdiri dari 100 butir. Skor terendah adalah  satu dan skor tertinggi adalah empat. Kategori  tingkat klasifikasi kepemimpinan asta brata dalam subjek penelitian 156 kepala desa  dibagi tiga  yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kategori tinggi adalah interval 334,443 keatas termasuk kategori tinggi. Individu dengan kategori sedang berada pada interval 258,417 sampai dengan 334,443.  Kategori rendah adalah individu yang mendapat nilai 258,417 ke bawah.Kata Kunci : alat ukur, kepemimpinan, asta brataDOI : http://dx.doi.org/10.17977/um023v6i22017p056
HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA FISIK DAN BEBAN KERJA MENTAL BERBASIS ERGONOMI TERHADAP TINGKAT KEJENUHAN KERJA PADA KARYAWAN PT JASA MARGA (PERSERO) Tbk CABANG SURABAYA GEMPOL Moch. Zulfiqar Afifuddin Rizqiansyah; Fattah Hanurawan; Ninik Setiyowati
Jurnal Sains Psikologi Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.15 KB) | DOI: 10.17977/um023v6i12017p37-42

Abstract

Kejenuhan kerja (burnout) dapat diketahui dari adanya kelelahan fisik, mental, dan emosional, serta rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri. Salah satu indikator penyebab timbulnya kejenuhan kerja (burnout) adalah beban kerja fisik maupun beban kerja mental. Beban kerja fisik maupun beban kerja mental sangat erat kaitannya dengan kajian ergonomi. Dari sudut pandang ergonomi, beban kerja fisik masuk dalam dimensi ergonomi fisik sedangkan beban kerja mental masuk dalam dimensi ergonomi kognitif. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan korelasional dengan tujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel bebas yaitu Beban Kerja Fisik berbasis ergonomi (X1) dan Beban Kerja Mental berbasis ergonomi (X2) dengan variabel terikat yaitu Kejenuhan Kerja (Burnout) (Y). Populasi penelitian adalah 70 karyawan staf non operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk cabang Surabaya Gempol. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel karyawan staf non operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk cabang Surabaya Gempol sebanyak 30 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh koefisien korelasi tidak signifikan sehingga hipotesis penelitian ditolak, dengan uraian sebagai berikut: (1) signifikansi antara X1 dan Y sebesar 0,896; (2) signifikansi antara X2 dan Y sebesar -0,130; dan (3) signifikansi regresi antara X1, X2, dan Y sebesar 0,728. Kesimpulan hasil penelitian yaitu beban kerja fisik dan beban kerja tidak DAPAT memprediksi terjadinya kejenuhan kerja (burnout) pada karyawan sehingga dimungkinkan banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya kejenuhan kerja (burnout).Kata kunci : beban kerja fisik, beban kerja mental, ergonomi, kejenuhan kerja (burnout) 
PELATIHAN CHARACTER BUILDING UNTUK PENINGKATAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA AKSELERASI Ninik Setiyowati; Gamma Rahmita Rahmita; Diyah Sulistiyorini
Jurnal Sains Psikologi Vol 5, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.687 KB) | DOI: 10.17977/um023v5i12015p%p

Abstract

Abstrak : Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pelatihan karakter building untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian social siswa akselerasi. Penelitian ini bersifat quasi eksperimen dengan one group pre test, post test design. Metode sampling yang dilakukan adalah purposive berupa siswa akselerasi kelas X, SMAN 3 MALANG berjumlah 18 orang. Dari uji validitas pearson product moment dan nilai reliability Alpha Cronbach 0.837. Treatmen yang dilakukan adalah 4 tahapan. 1) share work 2) transferring/peer teaching 3) daily journal 4) refleksi. Analisis dilakukan dengan non parametric wilcoxon test, nilai signifikansi 0.022. artinya bahwa pelatihan karakter building efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian social siswa akselerasi.Dari hasil penelitian diatas disarankan untuk memperbaiki system perkembangan pendidikan pada anak akselerasi. keterlibatan orang tua, dalam hal ini pendampingan secara sistemik kepada orang tua agar mampu mendukung efektifitas perkembangan social anak sangat perlu dilaksanakan. Model pelatihan ini efektif untuk meningkatkan penyesuaian social anak akselerasi, sehingga bisa secara continue di tindaklanjuti sebagai kegiatan rutin dan terstruktur di sekolah sekolah yang menyelenggarakan program akselerasi. Kata-kata kunci  : penyesuaian sosial, character building, akselerasi, wilcoxon test
Efektivitas Pendampingan Kegiatan Menggambar (Dengan Modifikasi Art Therapy) Sebagai Katarsis Terhadap Agresivitas Alfathika Dwi Imami; Diyah Sulistiyorini; Ninik Setiyowati
Jurnal Sains Psikologi Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.768 KB) | DOI: 10.17977/um023v5i22016p1-5

Abstract

Intelligence Concept: A Cross-cultural Study of University Students from The Javanese and Madurese in East Java Agung Minto Wahyu; Angger Pangestu; Retno Sulistiyaningsih; Ninik Setiyowati
Karsa: Journal of Social and Islamic Culture Vol. 29 No. 1 (2021)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v29i1.3379

Abstract

Intelligence is often used as a benchmark to predict someone's success in the future. Therefore, intelligence is also often used as a reason for someone to label individuals who do not have the abilities that others want. Students of education faculty as prospective educators in the future have a fairly central role in providing understanding about the intelligence that students have to the parents, senior teachers, and students themselves. Before becoming an educator, education students are expected to have a good concept of intelligence so that the understanding given can be done precisely. This study aims to reveal the concepts of intelligence subjectively to the students of prospective educators from the Javanese and Madurese. The study used a qualitative research approach with a case study model that emphasized the exploration of a system that intertwined with each other. The results showed that education students who originated from Javanese and Madurese have a very diverse concept of intelligence. Despite the diverse concept of intelligence, the concept of the student intelligence of both tribes has a relation that complements each other. Students of both tribes also have the view that each individual has different intelligence. Therefore, most of the students from both tribes have been in line with Howard Gardner’s multiple intelligences theory. The findings in this study are that interpersonal intelligence is considered to be the most prominent by the Madurese people, because the ability to connect with others is very high.
Kebahagiaan pada Bhikkhu Theravada Mutia Avezahra; Fattah Hanurawan; Ninik Setiyowati
Flourishing Journal Vol. 1 No. 3 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.873 KB) | DOI: 10.17977/um070v1i32021p205-213

Abstract

The essence of Buddhism teaching is endowed from the core ideas of Siddhartha Gautama, or who was then called as Shakyamuni Buddha. Buddhist’s life guide is set in sila, in which it is in accordance with the group (Buddhist Parisad). In actual practice, the Theravada Bhikkhu leave their family life to have a simple life, they should not eat after the noon, they are not allowed to listen to a song, watch dance performance, not allowed to do anything that aims to fulfill sense happiness. By observing Bhikkhu’s life that is full of limitations, the researcher interested to study the happiness in Theravada Bhikkhu. The research aims at revealing the happiness in Theravada Bhikkhu in Indonesia. Qualitative is chosen as the method, with phenomenological approach model. The research subject includes three Theravada Bhikkhu in Padepokan Dhammadipa Arama Batu East Java, Indonesia. The data collected by in-depth interviews, field notes, and gathered from documents. The data were analyzed using thematic analysis and validated using participant checks. The results showed that the meaning of happiness for Theravada Bhikkhu is the creation of clean mental state; a condition in which the mind is free from things that shackle the self. In this study, happiness in Theravada Bhikkhu is reflected in three aspects: cognitive, positive relationships with others, and personality. Hakikat ajaran Budha dapat diketemukan melalui pemikiran inti dari pemikiran Sidharta Gautama atau kemudian disebut Shakyamuni Budha. Panduan kehidupan umat Budha diatur dalam sila sesuai dengan kelompok umat Budha (Budha Parisad). Di dalam praktik yang nyata, para Bhikkhu Theravada meninggalkan kehidupan berkeluarga, menjalani kehidupan sederhana, tidak boleh makan lebih dari jam 12 siang, tidak diperbolehkan mendengarkan lagu, melihat tari-tarian dan tidak melakukan sesuatu yang bertujuan kesenangan indria semata. Melihat tata cara kehidupan Bhikkhu yang penuh batasan itulah, penulis tertarik untuk meneliti tentang kebahagiaan pada Bhikkhu Theravada. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan kebahagiaan pada Bhikkhu Theravada di Indonesia. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan model pendekatan fenomenologi. Subjek pada penelitian ini adalah tiga Bhikkhu Theravada di Padepokan Dhammadipa Arama Batu Jawa Timur Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (in depth interview), catatan lapangan (field notes) dan dokumen. Teknik analisis data menggunakan analisis tematik dan validasi data menggunakan cek partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna kebahagiaan pada Bhikkhu Theravada adalah terciptanya kondisi batin yang bersih, artinya sebuah kondisi di mana batin terbebas dari hal-hal yang dapat membelenggu diri. Kebahagiaan pada Bhikkhu Theravada pada penelitian ini tergambar pada tiga aspek kebahagiaan yakni aspek kognitif, aspek hubungan positif dengan orang lain dan aspek kepribadian.
Hubungan Sikap Karyawan terhadap Jaminan Kesehatan Dengan Kepuasan Kerja Karyawan di Ptpn. X Pg. Modjopanggoong Tulungagung Nur Aida Amelia; Fattah Hidayat; Ninik Setiyowati
Flourishing Journal Vol. 1 No. 5 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.194 KB) | DOI: 10.17977/um070v1i52021p412-419

Abstract

Purpose of the research is to employee’s job satisfaction in PTPN. X. PG. Modjopanggoong Tulungagung. This research uses a quantitative approach with descriptive and correlation design. The population of research are 204 employees, and the sample of the research are 41 or 20 percent from total population. Sampling technique used is purposive sampling. Utilization of research instrument are employee attitude toward health insurance scale and employee satisfaction scale with a reliability of 0,939 and 0,876. The result of the research showed that employee attitude toward health insurance a low 58,54 percent and employees have low employee satisfaction 60,98 percent. There is a positive significant correlate between employee attitude toward health insurance and employee satisfaction correlates with the number of 0,872, the significance of 0,000 and p less than 0,05. Companies are advised to leave the socialization of health insurance clearer so that employees are better informed and have higher employee satisfaction. In addition, the company can provide other policy but in the context of health insurance to bridge the policy of the government. Government should be reviewing about all the possibilities that will happen when a decision has been taken. For researcher, then researcher can research with qualitative research methods, to obtain the research results are more varied. Then researcher can research by other variable of employee satisfaction factors including intrinsic factor, salary, supervision, colleagues, working conditions is correlated to employee satisfaction. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap karyawan terhadap jaminan kesehatan dengan kepuasan kerja karyawan di PTPN. X PG. Modjopanggoong Tulungagung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan deskriptif dan korelasional. Populasi penelitian sebanyak 204 karyawan dengan jumlah sampel 41 atau 20 persen dari jumlah populasi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposif sampling. Menggunakan instrumen penelitian berupa skala sikap karyawan terhadap jaminan kesehatan dan skala kepuasan kerja dengan reliabilitas 0,939 dan 0,876. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan memiliki sikap terhadap jaminan kesehatan yang rendah 58,54 persen dan karyawan memiliki kepuasan kerja yang rendah 60,98 persen. Terdapat hubungan positif signifikan antara sikap karyawan terhadap jaminan kesehatan dengan kepuasan kerja dengan angka kolerasi sebesar 0,872, signifikansi 0, 000 dan p kurang dari 0,05. Sebaiknya, perusahaan memberikan program sosialisasi secara berkelanjutan mengenai pentingnya jaminan kesehatan yang akan diikuti oleh karyawan, sehingga karyawan mampu memahami dan kepuasan kerja karyawan dapat terjamin. Pemerintah memberikan program sosialisasi lebih baik lagi, sehingga masyarakat mampu memahami pentingnya jaminan kesehatan dan prosedur penggunaan jaminan kesehatan. Untuk peneliti selanjutnya, Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan metode penelitian kualitatif, agar dapat memperoleh hasil penelitian yang lebih bervariasi. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan variabel lain yang berasal dari faktor faktor kepuasan kerja karyawan lainnya yang meliputi faktor intrinsik, gaji, penyeliaan, rekan rekan kerja dan kondisi kerja untuk kemudian dihubungkan dengan kepuasan kerja karyawan.