Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Wewenang Negara dalam Pengaturan Penyelenggaraan Sistem Elektronik Dikaitkan dengan Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital Ari Maulana Yudha Pratama; Isharyanto Isharyanto; Achmad Achmad
Jembatan Hukum : Kajian ilmu Hukum, Sosial dan Administrasi Negara Vol. 2 No. 2 (2025): Juni : Jembatan Hukum : Kajian ilmu Hukum, Sosial dan Administrasi Negara
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/jembatan.v2i2.1590

Abstract

This study aims to analyze the state's authority in organizing electronic systems related to freedom of expression in the digital world. The development of technology that gives rise to a dilemma between the needs or activities of society and regulations to protect public interests and individual human rights, especially freedom of expression, makes it necessary to have regulations that accommodate both of these things. Through a prescriptive normative legal research method with a statutory approach, through an analysis of laws and regulations, legal literature, and international human rights instruments, this study examines the state's authority in regulating the implementation of electronic systems that are pro-freedom of expression. The results of the study indicate that the state has the authority to regulate the implementation of electronic systems to determine and enforce restrictions on a person's human rights, which in this case is shown through the ability to terminate access to content. However, the implementation of the provisions that have been in effect has the potential to violate the right to freedom of expression because of the possibility of restrictions on rights that do not meet the principles of legality, legitimate purposes, and proportionality as regulated by laws and regulations, especially the constitution and international human rights standards.
Harmonization of Artificial Intelligence (Ai) in Indonesia: Exploration of Technology And Ethics in Islam Mufidah, Mufidah; Hartiwiningsih, Hartiwiningsih; Isharyanto, Isharyanto
Law and Justice Vol. 9 No. 1 (2024): Law and Justice
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/laj.v9i1.5190

Abstract

Indonesia is one of the countries that agrees that AI (Artificial Intelligence) has a positive influence on human life.The presence of AI (Artificial Intelligence) as a form of technological progress simultaneously also raises various ethical challenges such as issues of privacy, justice, uneven social impacts and even ignoring the decline in moral values. Therefore, in this article we will explore how AI (Artificial Intelligence) can influence human dignity and freedom, then also how technology can influence human relationships with the universe and its creator which is developed through a regulatory framework that takes into account religious ethical values ​​in the Islamic view so that they have a guide to the use of AI (Artificial Intelligence). This research is normative legal research, the author uses three approaches which include: (a) philosophical approach, (b) statutory approach, (c) conceptual approach. . The primary data for this research are: (1) Primary legal materials consisting of: the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, ITE Law no. 11 of 2008 along with government regulation no. 71 of 2019 concerning PSTE as well as the Koran, Hadith and Ijtihad (2) Secondary legal materials consisting of: books, legal journals, expert opinions. The results of this research show two things, namely: (1) The blurring of privacy protection due to the application of AI systems in various aspects of life so that AI artificial intelligence accompanied by technological advances needs to be evaluated. (2) There must also be someone who ensures the security of the system, and establishes an appropriate responsibility framework.   Indonesia adalah salah satu negara yang percaya bahwa AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan) dapat meningkatkan kehidupan manusia. Sebagai salah satu bentuk kemajuan teknologi, AI memunculkan dilema etika seperti privasi, keadilan, dampak sosial yang tidak merata, dan mengabaikan kemerosotan moral. Artikel ini akan mengkaji bagaimana AI dapat mempengaruhi martabat dan kebebasan manusia, serta bagaimana teknologi dapat mempengaruhi hubungan manusia dengan alam semesta dan Tuhan, yang dikembangkan melalui kerangka peraturan yang mempertimbangkan nilai-nilai etika agama Islam untuk memandu penggunaan AI. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, penulis menggunakan tiga pendekatan yang meliputi: (a) pendekatan filosofis, (b) pendekatan perundang-undangan, (c) pendekatan konseptual. Data dalam, penelitian ini terdiri: (1) Bahan hukum primer yang terdiri dari: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang ITE No. 11 Tahun 2008 beserta Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang PSTE serta Al-Qur'an, Hadist dan Ijtihad (2) Bahan hukum sekunder yang terdiri dari: buku-buku, jurnal-jurnal hukum, pendapat para ahli. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin kaburnya perlindungan privasi akibat penggunaan sistem AI di berbagai sektor kehidupan mengharuskan adanya tinjauan ulang terhadap AI, dan kemajuan teknologi.  
Hak Negara untuk Mengontrol Sumber Daya Alam di Indonesia: Review Putusan Mahkamah Konstitusi Ritonga, Rifandy; Isharyanto, Isharyanto; Rudy, Rudy; Vivi Pusita Sari A.P, Aulia Oktarizka
As-Siyasi: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 2 (2021): As-Siyasi: Journal of Constitutional Law
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/as-siyasi.v1i2.11343

Abstract

This study aims to look at the interpretation and impact of the decisions of the Constitutional Court relating to the review of laws relating to the State's Right to Control in the management of natural resources. This research is a normative legal research using secondary data which includes primary, secondary and tertiary legal materials. The approach used is a statutory approach. The results of the study found that on the one hand it is a guideline for understanding and interpreting Article 33 of the 1945 Constitution which has been amended. On the other hand, from several Judicial Review made by the Constitutional Court, there are legal uncertainties, one of which is the Oil and Gas Law and the Electricity Law. In addition, the lack of uniformity in understanding natural resources in every decision of the Constitutional Court also causes differences in understanding in interpreting Natural Resources to be included in the law.
Peningkatan Literasi Digital Prajurit TNI untuk Mewujudkan Masyarakat Cakap Digital Menuju SDGs 2030 Surya Nagara, Airlangga; Riwanto, Agus; Grahani Firdausy, Adriana; Anom Husodo, Jadmiko; Isharyanto, Isharyanto; Ummul Firdaus, Sunny; Madalina, Maria; Maharani, Andina Elok Puri; Achmad, Achmad; Wahyuni, Sri
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara Vol. 6 No. 3 (2025): Edisi Juli - September
Publisher : Lembaga Dongan Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55338/jpkmn.v6i3.6445

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas literasi digital prajurit TNI AD di lingkungan Denjasa Ang IV/B SMG Bekangdam IV Diponegoro sebagai bagian dari penguatan ketahanan nasional di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan melalui pendekatan edukatif dan partisipatif dengan metode ceramah interaktif, diskusi kelompok terarah (FGD), simulasi penggunaan teknologi digital, serta evaluasi berbasis Kirkpatrick’s Four-Level Training Evaluation Model. Sasaran kegiatan adalah prajurit aktif yang telah menggunakan media sosial dan perangkat digital dalam kehidupan sehari-hari. Hasil kegiatan menunjukkan peningkatan kesadaran kritis peserta terhadap ancaman siber seperti hoaks, phishing, dan perjudian daring, serta pemahaman baru mengenai peran strategis prajurit sebagai agen perubahan literasi digital. Wawancara informal dengan beberapa peserta menunjukkan perubahan sikap dan refleksi mendalam atas pentingnya etika digital dan tanggung jawab sosial dalam bermedia. Simpulan dari kegiatan ini menegaskan bahwa literasi digital bukan sekadar kecakapan teknis, melainkan bagian integral dari pembinaan karakter dan profesionalisme militer di era digital. Kolaborasi antara institusi pendidikan tinggi dan militer terbukti mampu menghasilkan model penguatan literasi digital yang kontekstual dan berkelanjutan dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs 2030).
The Ambiguous Authority of Provincial Governors in Customary Law Recognition: Regulatory Fragmentation in Indonesia’s Decentralization Era Jayuska, Rizki; Handayani, I Gusti Ayu Ketut Rachmi; Isharyanto, Isharyanto; Marzuki, Ismail; Fawaid, Achmad
Khazanah Hukum Vol. 7 No. 2 (2025): Khazanah Hukum
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/kh.v7i2.46367

Abstract

This study aims to analyze the structural, institutional, and regulatory challenges in recognizing Indigenous Law Communities (Masyarakat Hukum Adat/MHA) in Indonesia, with a particular focus on the strategic yet ambiguous role of provincial governments. Despite the legal mandate for decentralization, the dual function of governors as regional heads and central government representatives has not been supported by a clear legal framework to facilitate cross-district recognition of MHA. Using a qualitative approach, the study employs document analysis of legal texts, regional regulations, and case studies, supported by secondary data from institutional reports and scholarly publications. The findings reveal three major issues: first, the absence of a legal mandate for governors to coordinate inter-district recognition processes; second, regulatory conflicts between provincial and district-level authorities, especially when indigenous territories cross administrative boundaries; and thrid the lack of harmonization between regional customary regulations and national laws. These obstacles have resulted in legal uncertainty, fragmented policy implementation, and continued marginalization of indigenous communities. This research contributes to the discourse on multilevel governance by emphasizing the overlooked role of governors in indigenous rights recognition. It also identifies practical entry points for policy reform, such as enhancing judicial review mechanisms, formalizing adat institutions, and improving spatial data integration across ministries. The originality of this study lies in shifting the analytical lens from district-level actors to the provincial level, proposing a coordinated, vertically and horizontally integrated governance framework for sustainable recognition of indigenous communities in Indonesia.
Peran Dewan Perwakilan Rakyat dalam Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Threshold Pemilihan Kepala Daerah Bimantya, Deva Mahendra Caesar; Isharyanto, Isharyanto
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i6.12276

Abstract

Peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait threshold pemilihan kepala daerah, khususnya Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menempatkan MK sebagai positive legislature. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan untuk mengkaji relevansi, kewajiban, serta tantangan kelembagaan yang muncul dalam implementasi putusan MK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DPR memiliki kewajiban normatif untuk melakukan revisi legislasi sebagai tindak lanjut Putusan MK yang bersifat final and binding. Namun, ketiadaan mekanisme legislative follow-up mengakibatkan putusan berisiko hanya menjadi deklarasi yudisial tanpa daya implementatif, sehingga melemahkan prinsip supremasi konstitusi. Ketidakpatuhan DPR mencerminkan constitutional disobedience, menimbulkan ketidakpastian hukum, dan memerlihatkan dominasi politik atas hukum. Artikel ini merekomendasikan perlunya revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, penguatan peran BPHN, serta pembentukan mekanisme khusus seperti Komite Tindak Lanjut Putusan MK untuk memastikan putusan dapat diimplementasikan secara tepat waktu, konsisten, dan selaras dengan prinsip negara hukum demokratis.
Sosialisasi Literasi Digital Masyarakat Guna Optimalisasi E-Government di Kelurahan Hargobinangun, Sleman Elok Puri Maharani, Andina; Anom Husodo, Jadmiko; Ummul Firdaus, Sunny; Isharyanto, Isharyanto; Riwanto, Agus; Grahani Firdausy, Adriana; Madalina, Maria; Surya Nagara, Airlangga; Achmad, Achmad; Wahyuni, Sri
Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia Vol 4 No 4 (2024): JPMI - Agustus 2024
Publisher : CV Infinite Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52436/1.jpmi.2542

Abstract

Pelayanan Publik yang berbasis E-government mempermudah akses agar terwujudnya pelayanan publik yang baik secara merata dan menyeluruh. Namun, pemerintah menghadapi kendala yakni kurangnya pengetahuan masyarakat akan teknologi yang masih dibawah rata-rat karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat. Pemerintahan Desa atau Kelurahan menjadi dasar awal dalam menjalankan E-government untuk membangun kesejahteraan dan kualitas masyarakat desa. Pemerintah harus mempersiapkan diri untuk mengimbangi ekosistem digital yang berkembang, karena sumber daya manusia terdiri dari pegawai pemerintah dan masyarakat. E-government pada tingkat kelurahan didukung pula dengan peningkatan literasi digital masyarakat agar masyarakat memiliki informasi yang luas dan sebagai upaya pengembangan desa. Untuk optimalisasi e-government dengan meningkatkan literasi digital, maka dilakukan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini dalam bentuk kegiatan sosialisasi. Kegiatan sosialisasi ini dilakukan di Kelurahan Hargobinangun, Sleman, terdiri atas tahap meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Kegiatan ini diikuti oleh tokoh masyarakat, pemuda karang taruna, dan pemerintah Kelurahan Hargobinangun, Sleman. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi ini memberikan dampak peningkatan pemahaman masyarakat Kelurahan Hargobinangun tentang literasi digital masyarakat guna optimalisasi e-government.
A Comparative Study of Gay and Lesbian Movement in Indonesia and America for the Struggle of Equality Recognition Pawestri, Aprilina; Supanto, Supanto; Isharyanto, Isharyanto
Jurnal Cita Hukum Vol. 7 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jch.v7i2.12012

Abstract

Abstract:Studies of sexual orientation or sexual behavior in homosexual groups have been carried out from various aspects, such as religion, health, psychology, philosophy, anthropology, and law. This paper aims both on conducting studies of sexual orientation in gays and lesbians, and also in its movement. This study focuses on the comparison by discussing the history of the entry of gays and lesbians in America first. United State has made policy with the granting of same-sex marriage rights through the 2015 Obergefell Supreme Court ruling; hence, the rejection of same-sex marriage was unconstitutional action. Churches also dare to facilitate the process of same-sex marriage, by reason of following state decisions. The LGBT movement especially gays as a pioneer called the Gay Liberation Movement has a strong influence in America in fighting for equality, and has a big contribution to the granting of the right to same-sex marriage. This right is also supplemented by adoption rights. If this condition is compared to Indonesia which has lots of similar movement and becomes one of the biggest movements in Southeast Asia, in contrast, the majority of people reject the status. Meanwhile, gays and lesbians demand on the basis of human rights protection. Related to this condition, Indonesia has different views on human rights values. Human rights have universal principles, yet the actualization of human rights can be particular. Indonesia could be like America, if there are no regulations and restrictions on gay and lesbian individuals with differences in their sexual orientation, including the and lesbian movements.Keywords: Movement, Gay, Lesbian, United State, Equality Recognition Abstrak:Kajian tentang orientasi seksual ataupun perilaku seksual pada kelompok homoseksual telah banyak dilakukan dari berbagai aspek, baik aspek agama, kesehatan, psikologi, filsafat, antropologi ataupun hukum. Tulisan ini selain melakukan kajian tentang orientasi seksual pada gay dan lesbian, namun juga pada gerakan gay dan lesbian yang terorganisir. Kajian tentang gerakan gay dan lesbian ini menitikberatkan pada perbandingan dengan terlebih dahulu membahas tentang sejarah masuknya gay dan lesbian di Amerika. Amerika membuat kebijakan dengan dikabulkannya hak pernikahan sesama jenis melalui putusan Mahkamah Agung Obergefell tahun 2015, sehingga tindakan penolakan atas pernikahan sesama jenis merupakan perbuatan inkonstitusional. Gereja-gereja pun berani memfasilitasi proses pernikahan sesama jenis, dengan alasan mengikuti keputusan negara. Gerakan LGBT khususnya gay sebagai pelopor yaitu Gay Liberation Movement memiliki pengaruh yang kuat di Amerika dalam memperjuangkan kesetaraan dan memiliki andil besar atas dikabulkannya hak atas pernikahan sejenis. Hak ini dilengkapi pula dengan hak adopsi. Jika kondisi ini dibandingkan dengan Indonesia yang memiliki banyak gerakan serupa, bahkan menjadi salah satu gerakan terbesar di Asia Tenggara, namun mayoritas masyarakat menolaknya, sedangkan kaum gay dan lesbian menuntut atas dasar perlindungan Hak Asasi Manusia. Tentunya pada peristiwa yang sama Indonesia berbeda pandangan terhadap nilai-nilai HAM. HAM memiliki prinsip universal, namun aktulisasi HAM dapat menjadi partikular. Indonesia bisa menjadi seperti Amerika, jika tidak ada pengaturan dan pembatasan atas individu-individu gay dan lesbian dengan perbedaan orientasi seksual mereka, termasuk pada gerakan gay dan lesbian.Kata Kunci: Gerakan, Gay, Lesbian, Amerika, Pengakuan Kesetaraan Аннотация:Исследования сексуальных наклонностей или сексуального поведения в гомосексуальных группах проводились в различных аспектах, включая аспекты религии, здоровья, психологии, философии, антропологии или права. Данная статья не только проводит исследования сексуальных наклонностей геев и лесбиянок, а также их организованных движений. Данное исследование движений геев и лесбиянок фокусируется на сравнении, начиная с обсуждения истории появления геев и лесбиянок в Америке. Америка провела политику по предоставлению прав на однополые браки на основании решения Верховного суда Обергефелла 2015 года, поэтому отказ от однополых браков является неконституционным действием. Движение ЛГБТ, особенно гей-движение, как пионер Освободительного Движения Геев и Лесбиянок (GayLiberationMovement) оказывает сильное влияние в Америке на борьбу за равенство и играет большую роль в предоставлении прав на однополые браки. Если сравнивать это состояние с ситуацией в Индонезии, в которой есть много подобных движений, то большинство людей их отвергают, в то время как геи и лесбиянки требуют защиту на основе прав человека. Конечно, люди в Индонезии имеют разные идеи о ценностях прав человека. Индонезия может стать такой же страной, как США, если не будет распоряжений и ограничений перед личностям геев и лесбиянок с разными сексуальными наклонностями, включая движения геев и лесбиянок.Ключевые Слова: движения, гей, лесбиянкa, США, признание равенства
Islamic Law and the Blasphemy Debate in Contemporary Indonesia Mufidah, Mufidah; Hartiwiningsih, Hartiwiningsih; Isharyanto, Isharyanto; Wardi, Musa
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol. 24 No. 2 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i2.41287

Abstract

Blasphemy is a sensitive and complex issue in Indonesia, the largest Muslim-majority country in the world. This article examines the regulation of blasphemy, which often clashes with Indonesia's social, cultural, and political dynamics. It evaluates the reconstruction of blasphemy laws through the lens of maqāṣid al-‘uqūbāt in Islamic law. The study concludes that reconstructing the blasphemy law is necessary as part of legal reform that aligns with Indonesia's constitutional principles of the rule of law and democracy. This reconstruction should integrate Islamic legal principles based on maqāṣid al-‘uqūbāt in several key areas, including defining the legal subjects of blasphemy, providing clarification as part of the resolution process by considering shubhāt and al-dan ta'wīl, and developing mechanisms for resolving blasphemy cases. The urgency for reform arises from several critical factors: the ambiguous formulation of blasphemy norms, which significantly impacts court decisions; the absence of consistent justice-based law enforcement mechanisms; disparate treatment toward certain groups; and the tendency to generalize blasphemy cases as criminal acts due to a lack of alternative measures. These issues reflect legal uncertainty and the potential misuse of blasphemy laws for political purposes.AbstrakPenistaan agama merupakan isu yang sensitif dan kompleks di Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia. Artikel ini mengkaji pengaturan penodaan agama yang sering kali berbenturan dengan dinamika sosial, budaya, dan politik di Indonesia. Artikel ini mengevaluasi rekonstruksi hukum penodaan agama melalui lensa maqāṣid al-'uqūbāt dalam hukum Islam. Penelitian ini menyimpulkan bahwa rekonstruksi undang-undang penodaan agama diperlukan sebagai bagian dari reformasi hukum yang selaras dengan prinsip-prinsip konstitusional Indonesia tentang negara hukum dan demokrasi. Rekonstruksi ini harus mengintegrasikan prinsip-prinsip hukum Islam berdasarkan maqāṣid al-'uqūbāt di beberapa bidang utama, termasuk mendefinisikan subjek hukum penodaan agama, memberikan klarifikasi sebagai bagian dari proses penyelesaian dengan mempertimbangkan syubhat dan al-ta'wīl, dan mengembangkan mekanisme penyelesaian kasus penodaan agama. Urgensi reformasi muncul dari beberapa faktor kritis: rumusan norma penodaan agama yang ambigu, yang secara signifikan berdampak pada putusan pengadilan; ketiadaan mekanisme penegakan hukum yang berbasis keadilan yang konsisten; perlakuan yang tidak adil terhadap kelompok-kelompok tertentu; dan kecenderungan untuk menggeneralisasi kasus-kasus penodaan agama sebagai tindakan kriminal karena kurangnya upaya-upaya alternatif. Isu-isu ini mencerminkan ketidakpastian hukum dan potensi penyalahgunaan undang-undang penodaan agama untuk tujuan politik.
Legal Protection For Occupants Of Magersari Land Held For 90 Years Maulana, Farah Fauziah; Subekti, Rahayu; Isharyanto, Isharyanto
LEGAL BRIEF Vol. 14 No. 5 (2025): December: Law Science and Field
Publisher : IHSA Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35335/legal.v14i5.1490

Abstract

This study examines the form of legal protection for the community that has occupied Magersari land for approximately 90 years against illegal transfer of rights. Long-term occupation of land has given rise to certain rights for the occupants, but these rights are often threatened by illegal actions that have the potential to harm them. The approach of this study used normative juridical, examining the provisions of laws and regulations, legal doctrines, and relevant court decisions. Based on Article 24 paragraph (2) of PP No. 24 of 1997 concerning Land Regristration, individuals who have physically controlled land for more than two decades in good faith and without dispute can apply for registration of land rights. This provision is very relevant to the condition of Magersari land, where the community has occupied the land for generations and is recognized by the surrounding community. Evidence of physical control, reinforced by a letter of reference from the local village office, can be used as an administrative basis for the legalization process. The results of the study confirm that legal recognition through land registration is an important step in ensuring legal certainty, protecting community rights, and preventing future agrarian disputes.