Claim Missing Document
Check
Articles

KARAKTERISTIK PERJANJIAN KERJASAMA PADA PERUSAHAAN PT. PERTAMINA (PERSERO) Lidya Stephanie, Ni Gusti; Westra, I Ketut; Rudy, Dewa Gede
Kertha Desa Vol. 01, No. 01, Maret 2013
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (34.593 KB)

Abstract

Gas station business according to Article h frequently results in a long dispute 1(18) of the Cooperation Agreement of Gas Station Business is a work process done by aCorporate Body or an individual who owns and runs a gas station business or onlyowns one gas station.Cooperation Agreements gas station where PT. Pertamina(Persero) as those who produce and sell Fuel Oil, Fuel Special and other products,have been prepared in advance clauses contained in the agreement by reason of theefficiency of the time, effort and expense, and to apply a uniform standard of service allgas stations that sell products PT. Pertamina (Persero).
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA ROKOK ELEKTRIK BERDASARKAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA Mentu, Angela Thalia Cahyani; Westra, I Ketut
Kertha Desa Vol 8 No 4 (2020)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini memiliki 2 tujuan, yaitu: (1) untuk mengetahui dan menganlisis tentang pengaturan perdagangan rokok elektrik di Indonesia; (2) untuk mengetahui dan menganlisis tentang perlindungan hukum terhadap pengguna rokok elektrik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan pendekatan perundang-undangan dan komparatif. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1)Pengaturan hukum tentang perdagangan rokok elektrik di Indonesia, meliputi: (a) Peraturan Mentei Perdagangan Nomor 86 tahun 2017 tentang Ketentuan Import Rokok Elektrik; (b)Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan; (c) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 146 tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau: dan (d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; (2)Perlindungan hukum terhadap pengguna rokok di Indonesia lebih berfokus pada aspek preventif. Hal ini bersesuaian dengan Peraturan Mentei Perdagangan Nomor 86 tahun 2017 tentang Ketentuan Import Rokok Elektrik; dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Kata kunci: perlindungan hukum, konsumen, rokok elektrik Abstract This study has 2 objectives, namely: (1) to find out and analyze the regulation of the e-cigarette trade in Indonesia; (2) to find out and analyze legal protection for electronic cigarette users in Indonesia. This research is a normative research with a legislative and comparative approach. Based on the results of the study, the following conclusions are obtained: (1) Legal arrangements regarding the trade in e-cigarettes in Indonesia, including: (a) Peraturan Mentei Perdagangan Nomor 86 tahun 2017 tentang Ketentuan Import Rokok Elektrik; (b)Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan; (c) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 146 tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau: and (d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; (2) Legal protection for cigarette users in Indonesia is more focused on preventive aspects. This is in accordance with Peraturan Mentei Perdagangan Nomor 86 tahun 2017 tentang Ketentuan Import Rokok Elektrik; and Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Keywords: legal protection, consumers, e-cigarettes
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KETENTUAN PEMBAYARAN PESANGON KEPADA PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Putra, I Kadek Krisnandika Aristya; Westra, I Ketut
Kertha Desa Vol 8 No 12 (2020)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan studi ini untuk mengetahui dan menganalisis tentangi ketentuan pembayaran pesangon kepada pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, dan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil studi menunjukkan bahwa pemutusan hubungan kerja merupakan hal yang tidak dapat dicegah dalam suatu hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja. Perselisihan antara pekerja dan pemberi kerja tidak dapat dihindari dalam suatu hubungan kerja yang menyebabkan adanya pemberhentian kerja. Apabila PHK yang dilakukan oleh pengusaha atau pemberi kerja biasanya didasari oleh beberapa faktor baik ekonomi perusahaan maupun faktor lainnya yang menyebabkan hubungan kerja itu selesai. Ketika melakukan suatu “PHK terhadap pekerja, pengusaha memiliki kewajiban yang harus dilakukan berkaitan dengan memberikan uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa jabatan, dan uang penggantian hak.” Hal ini sesuai dengan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengalami perubahan melalui Pasal 81 ayat (44) Undang-Undang Cipta Kerja. Mengenai tata cara pembayaran uang pesangon yang dilakukan pengusaha memang tidak terdapat aturan yang jelas. Ketentuan mengenai hal tersebut sempat diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-150/Men/2000 bahwa “pembayaran uang pesangon terhadap pekerja yang mengalami PHK harus dilakukan secara tunai” (Pasal 33). Maka, untuk mengatur hal tersebut, pemberi kerja dan pekerja harus melakukan perundingan untuk memperoleh kesepakatan mengenai tata cara pembayaran oesangon apakah dapat dilakukan secara dicicil ataupun secara tunai. Kemudian apabila kesepakatan tersebut tidak terjadi atau terpenuhi maka dapat dilakukan dengan melaksanakan penyelesaian melalui penyelesaian hubungan industrial. Kata Kunci: Pembayaran, Pesangon, Pekerja, Pemutusan Hubungan Kerja. ABSTRACT The purpose of this study is to determine and analyze the provisions for severance pay to workers who have experienced termination of employment (PHK). This study uses a normative research method, and uses a statutory approach and a conceptual approach. The results of the study show that termination of employment is something that cannot be prevented in an employment relationship between an employee and an employer. Disputes between workers and employers cannot be avoided in an employment relationship that results in termination of employment. If the layoffs carried out by an entrepreneur or employer are usually based on several factors, both the company's economy and other factors that cause the employment relationship to be terminated. When carrying out a "layoff of workers, the employer has an obligation to do with the provision of severance pay and / or award pay for the term of office, and compensation money." This is in accordance with Article 156 paragraph (1) of the Manpower Act which is undergoing amendments through Article 81 paragraph (44) of the Job Creation Law. Regarding the procedure for payment of severance pay by employers, there are no clear rules. The provisions regarding this matter were regulated in the Minister of Manpower Decree No. Kep-150 / Men / 2000 that "severance pay for workers who experience layoffs must be made in cash" (Article 33). So, to regulate this, employers and workers must negotiate to obtain an agreement on the procedure for payment of oesangon, whether it can be done in installments or in cash. Then if the agreement does not occur or is fulfilled, it can be done by carrying out a settlement through the settlement of industrial relations. Key Words: Payments, Severance Pay, Workers, Termination of Employment.
PENGATURAN HUKUM TERHADAP PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN TANPA IZIN EDAR Artaningsih, Putu Diah; Westra, I Ketut
Kertha Desa Vol 8 No 11 (2020)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Karya ilmiah ini bertujuan memahami pengaturan hukum terhadap produk industri rumah tangga pangan tanpa izin edar dan memahami tanggugjawab pelaku usaha terhadap produk industri rumah tangga pangan tanpa izin edar. Pendekatan dalam penelitian ini yaitu pendekatan Perundang-Undangan atau (Statue Appoach) dan pendekatan Analitik dan Konseptual Hukum atau (Analitical and Conseptual Approach). Metode dalam tulisan ini mengunakan metode penelitian hukum normatif. Adapun hasil dari penelitian ini menerangkan bahwa pengaturan hukum terhadap industri rumah tangga pangan tanpa izin edar diberlakukan sesuai degan asas lex specialis derogat legi. Maka dari itu untuk produk industri rumah tangga pangan maka diberlakukanlah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Dalam terjadinya kerugian pelaku usaha bertanggungjawab mutlak untuk memberi suatu kompensasi atau ganti rugi terhadap kerugian yang diderita konsumen yang diakibatkan oleh konsumsi pangan yang diproduksi pelaku usaha sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kata Kunci: Pengaturan Hukum, Industri Rumah Tangga Pangan, Izin Edar ABSTRACT This scientific work aims to determine the legal arrangements for food home industry products without marketing authorization and know the responsibilities of businesses for food home industry products without marketing authorization. The approach in this research is the Legislative Approach or (Statue Appoach) and the Analytical and Conceptual Approach or Law (Analytical and Conceptual Approach). The method in this paper uses normative legal reserch methods. The results of this study explain Legal arrangements for food home industries without a distribution permit are enforced in accordance with the principle of lex specialis derogat legi generalis. Therefore, for food household industrial products, Law Number 18 of 2012 concerning Food is enforced. In the event of a loss, the business actor is absolutely responsible for providing a compensation or compensation for losses suffered by consumers due to the consumption of food produced by the business actor himself in accordance with the provisions of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. Key Words: Legal Arrangements, Food Industri, Marketing, Authorization.
PENIMBUNAN PRODUK MASKER JENIS N95 DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA Jasmine, Amira; Westra, I Ketut
Kertha Desa Vol 9 No 3 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ada 2 tujuan dari artikel ini, yaitu: (1) untuk mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan hukum bagi tindakan penimbunan masker N95 yang dilakukan oleh pelaku usaha selama wabah; dan (2) untuk mengetahui dan menganalisis tentang sanksi hukum bagi pelaku usaha yang melakukan tindakan penimbunan masker N95 selama wabah. Artikel ini tergolong penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan komparatif. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa pengaturan hukum tentang tindakan penimbunan masker N95 dimuat dalam Pasal 29 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Apabila ditemukan pelaku usaha yang terbukti melakukan tindakan penimbunan masker N95 selama wabah, maka pelaku usaha tersebut dapat dijatuhkan sanksi yang bersifat administratif dan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kata Kunci: Monopoli, PersainganUsaha, PenimbunanMasker ABSTRACT There are 2 purposes this article, such as: (1) to find out and analyze the legal arrangements for N95 mask stockpiling actions carried out by business actors during an outbreak; and (2) to find out and analyze the legal sanctions for business actors who carry out the act of stockpiling N95 masks during the outbreak. This article is a normative legal research that uses a statutory and comparative approach. Based on the results of the analysis, it is known that the legal arrangements for the act of hoarding N95 masks are contained in Pasal 29 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan and Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. If a business actor is found to have committed an act of stockpiling N95 masks during the outbreak, the business actor may be subject to administrative and criminal sanctions as regulated in Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Keywords: Monopoly, Trade Competition, Mask Hoarding
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK SKINCARE TANPA LABEL BAHASA INDONESIA Windrahayu Widiarta, A.A. Putri Ganitri; Westra, I Ketut
Kertha Desa Vol 8 No 7 (2020)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum tentang peredaran produk skincare tanpa label bahasa Indonesia dan untuk mengtahui bagaimana bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha apabila terjadi kerugiaan akibat dari penjualan produk skincare tanpa label bahasa Indonesia tersebut. Hasil penelitian bahwa pengaturan hukum tentang peredaran produk skincare tanpa label bahasa Indonesia telah diatur secara tegaz dan jelas dalam Pasal 8 huruf j UUPK dan dalam Peraturan BPOM bahwa pelaku usaha dalam hal pelabelan ataupun penandaan produk harus ditulis dengan bahasa Indonesia. Pelaku usaha dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terjadi kerugian. The research method used in this paper is a empirical research method. This paper aims to find out the legal arrangements regarding the circulation of skincare products without the Indonesian language label and to find out how the forms of business actors are liable in the event of loss due to the sale of skincare products without the Indonesian label. The results of the study show that the legal arrangements regarding the circulation of skincare products without the Indonesian label have been clearly regulated in Article 8 letter j of the UUPK and in the BPOM Regulation that businesses in labeling or marking products must be written in Indonesian. Business actors can be held liable if a loss occurs.
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen atas Kerusakan Barang dalam Transaksi Tanpa Nota Yoga, Dewa Gede Kresna; Westra, I Ketut
Kertha Desa Vol 9 No 1 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Korelasi hukum dalam menyelasaikan permaslahan dan dapat mengklarisfikasi masalah hukum yang terjadi permaslahan yang sering terjadi melihat perkembangan yang dimana dalam transaksi jual beli barang terdapat prinsip kehati-hatian yang harus diperhatikan karena sangat banyak barang yang telah dibeli namun tidak sesuai dengan apa yang seharusnya diberikan serta tidak terdapat bukti pembelian sebagai legalitas yang kuat dan bukti sah suatu transaksi pernah terjadi, metode penelitian ini menggunakan metode penelitian normative dimana penulis mengkaitkan permasalahan dengan pertentangan norma yang berlaku dengan menggunakan studi keperpustakaan sebagai bahan acuan dalam menyelesaian karya tulis. Dalam pengaturan hukum perlindungan konsumen dijelaskan pada Pasal 7 dijelaskan bahwa diwajibkan memberikan suatu hak dari konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas dan juga terpercaya dari pembeli agar tidak terjadinya suatu kesalah pahaman dalam melaksanakan transaksi, Faktor-faktor penting sebuah transaksi dengan nota pembelian sebagai sahnya suatu transaksi karena bukti pembayaran adalah hal wajib untuk diimiliki orang yang telah melakukan suatu transaksi. Kata Kunci: Perlidungan hukum , Transaksi Barang , Nota. ABSTRACT Legal correlation in resolving problems and can clarify legal problems that often occur seeing developments where in the sale and purchase of goods there is a precautionary principle that must be considered because so many items have been purchased but are not in accordance with what should be given or not. there is proof of purchase as strong legality and valid evidence of a transaction that has occurred, this research method uses normative research methods where the author relates the problem to the contradiction of prevailing norms by using library research as a reference in completing the paper. In the regulation of consumer protection law described in Article 7 it is explained that it is obligatory to give a consumer the right to obtain clear and reliable information from the buyer so that there is no misunderstanding in carrying out a transaction, Important factors of a transaction with a purchase note as the validity of a transaction because proof of payment is mandatory for the person who has carried out a transaction. Key Words: Legal protection, goods transactions, notes.
PELAKSANAAN PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERHADAP PENJUALAN KOSMETIKA YANG TIDAK TERDAFTAR DI DENPASAR Prema, Putu Violeta; Westra, I Ketut
Kertha Desa Vol 9 No 8 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Produk kosmetik menjadi keperluan setiap orang dari wanita ataupun pria, baik dikalangan anak muda ataupun ibu rumah tangga. Setiap orang selalu ingin tampil lebih cantik namun dengan biaya yang minim serta yang dapat mempersingkat waktu, maka dari itu banyak penjual obat kecantikan yang menjual kosmetik palsu atau yang tidak terdaftar di BPOM tujuannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mendalami gambaran mengenai pelaksanaan pengawasan terkait dengan peredaran kosmetika yang tidak terdaftar dan untuk mengetahui dan memahami tentang tindakan atau sanksi yang diberikan BPOM apabila produk kecantikan yang dipasarkan tidak terdaftar sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu pelaksanaan pengawasan oleh BPOM atas penjualan kosmetika yang tidak terdaftar dilakukan dengan cara melakukan pengawasan terkait kualitas, kegunaan serta keamanan produk terapetik atau obat dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Selain itu Tindakan atau sanksi yang diberikan BPOM atas penjualan kosmetika yang tidak terdaftar adalah adalah sanksi administrative, sanksi perdata dan sanksi pidana.
JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA DI SEKTOR INFORMAL SEBAGAI WUJUD PELAKSANAAN SILA KELIMA UUD NRI 1945 Rahmanda Putra, I Gusti Ngurah Brama Abimayu; Westra, I Ketut
Kertha Desa Vol 9 No 3 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Studi ini memiliki tujuan guna memberikan dengan pengetahuan terkait perlindungan jaminan sosial pekerja informal dalam menghadapi guncangan ekonomi, kemudian guna memberikan tujuan pemahaman mekanisme penyelenggaraan program jaminan sosial bagi pekerja informal. Hasil studi nenunjukkan perlindungan jaminan sosial bagi pekerja sektor informal dilaksanakan melalui Jaminan Sosial Nasional berdasarkan UU No. 40/2004 dan UU No. 24/2011 tentang BPJS. Perlindungan jaminan sosial bagi pekerja di sektor informal diselenggarakan melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan sistem asuransi sosial. Usaha perlindungan sosial dari pemerintah bagi pekerja informal saat terjadi guncangan ekonomi dilaksanakan stimulus berkenaan pelaku usaha tidak melalukan PHK karyawan dan memberikan keringan relaksasi iuran BPJS, bantuan sosial bagi pekerja informal kategori miskin, dan beberapa kemudahan lain yang diberikan pemerintah bagi para pekerja agar keadaan ekonomi tidak semakin terpuruk. Mekanisme penyelenggaraan program jaminan sosial bagi pekerja informal dilaksanakan secara mandiri maupun melalui anggota bukan penerima upah. Peserta diberikan pilihan cara mendaftar dikantor BPJS atau secara online melalui website resmi BPJS. Program jaminan social wajib bagi pekerja informal yaitu Jaminan JKK dan JKM. Sedangkan JHT adalah jaminan tidak wajib bagi pekerja informal. Kata Kunci: Jaminan Sosial Pekerja, Pekerja Sektor Informal ABSTRACT This study aims to provide knowledge related to social security protection for informal workers in the face of economic shocks, then to provide an understanding of the mechanism for implementing social security programs for informal workers. The study results show that social security protection for informal sector workers is implemented through the National Social Security based on Law no. 40/2004 and Law no. 24/2011 on BPJS. Social security protection for workers in the informal sector is provided through BPJS Ketenagakerjaan with a social insurance system. Social protection efforts from the government for informal workers when an economic shock occurs, a stimulus is implemented regarding business actors not laying off employees and providing relief from BPJS contribution relaxation, social assistance for informal workers in the poor category, and several other facilities provided by the government for workers so that the economic situation does not increase worse off. The mechanism for administering social security programs for informal workers is carried out independently or through non-wage members. Participants are given the choice of how to register at the BPJS office or online through the official BPJS website. Mandatory social security programs for informal workers are JKK and JKM guarantees. Meanwhile, JHT is a non-mandatory guarantee for informal workers. Key Words: Social Security Workers, Informal Sector Workers
MEKANISME PENGAMBILALIHAN AGUNAN OLEH BANK PEKREDITAN RAKYAT YANG DILETAKKAN HAK TANGGUNGAN TERKAIT PENYELESAIAN KREDIT MACET Pramesti, I Gusti Ayu Dyah; Westra, I Ketut
Kertha Desa Vol 9 No 9 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengkaji, mengidentifikasi serta menganalisis pengaturan hukum berkaitan dengan status agunan yang diletakkan hak tanggungan dan mekanisme pengambilalihan agunan yang telah diletakkan hak tanggungan oleh Bank Pekreditan Rakyat dalam penyelesaian kredit macet. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan analisis. Hasil studi menunjukkan bahwa Hak Tanggungan dianggap sebagai jaminan pelunasan atas utang tertentu dan dalam hal kredit macet, pihak Bank atau BPR dapat melakukan upaya eksekusi atas agunan yang telah diletakkan hak tanggungan tersebut. Adapun mekanisme yang dapat ditempuh tidak luput dari upaya eksekusi Titel Eksekutorial dan Parate Eksekusi yang dalam pelaksanaannya harus melalui pelelangan yaitu melalui Penetapan Pengadilan Negeri atau melalui Lembaga Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Kata Kunci: Agunan, Bank Pekreditan Rakyat, Hak Tanggungan, Kredit Macet. ABSTRACT This research aims to examine, identify and analyze the legal arrangements relating to the status of collateral placed under mortgage and the mechanism for taking over the collateral that has been placed under mortgage by Rural Banks in the settlement of bad loans. This study used normative legal research method with statutory approach, conceptual approach and analytical approach. The results of the study indicate that Mortgage is considered as a guarantee for the repayment of certain debts and in the case of bad loans, the Bank or Rural Bank can make efforts to execute the collateral that has been placed on the mortgage. The mechanism that can be taken does not escape the execution of the Executional Title and Execution Parate, which in its implementation must go through an auction, namely through the Determination of the District Court or through the State Property and Auction Service Office (KPKNL). Keywords: Collateral, Rural Banks, Mortgage Rights, Bad Credit.
Co-Authors A. A. Gde Agung Darma Kusuma A. A. Gede Agung Dharma Kusuma A.A. Ratih Saraswati A.A. Sri Indrawati Adiwati - Agastya, I Made Yoga Aminuyati Anak Agung Sri Indrawati Anton Dinata Ariyati, Ni Made Artaningsih, Putu Diah Ayu Dyah Paramitha Azzahra Salsabila Novriany Claudia Verena Maudy Sridana Cok Istri Bhagawanthi Pemayun Desak Komang Lina Maharani Desak Nyoman Dwi Indah Parwati Desak Putu Dewi Kasih Dewa Ayu Fera Nitha Dewa Gde Rudy Gde Dianta Yudi Pratama Griyo Mandraguna Gusti Ayu Oka Dwi Astari Gusti Ayu Putu Leonita Agustini I A Indira Wahyu Prameswari P G I Dewa Gede Kresna Wirawan I G A Ayu Karyani Wardana I Gede Etha Prianjaya I Gede Prapta Jaya I Gusti Agung Bagus Hendra Praditya I Gusti Agung Dewi Megawathi I Gusti Made Wisnu Pradiptha I Gusti Ngurah Adi Prabawa I Gusti Ngurah Hadi Indrawan Wijaya I Made Arya Utama I Made Dedy Priyanto I Made Derta I Made Erwan Kemara I Made Sarjana I Made Udiana I Nyoman Darmadha I Nyoman Widayana Rahayu I Putu Agus Adi Saputra I Wayan Adrian Rainartha Nugraha I Wayan Wiradarma I.B PRIYANTA PUTRA Ibrahim R Ida Ayu Asmari Utami Gandhi Ida Ayu Brahmantari Manik Utama Ida Ayu Eka Pradnyaswari Ida Bagus Putra Atmadja Ida Bagus Putu Sutama Inocencio Arya Wahyudi Karditha Isnani Hifzhi Syauchani Jasmine, Amira Kadek Gitari Pudjastuti Kadek Liana Satwikha Gama Kadek Wifika Novithasari Karin Rimenda Laurencia Bungan Harapan Luh Nardian Andryanthi Made Agus Arya Wirawan Made Devarani Saviti Pratiwi Made Gladys Fridiana Melya Sarah Yoseva Mentu, Angela Thalia Cahyani Mia Wijayanti Ekalandika Mita Sanjiwani, Sayu Nataprawira, Komang Gede Narottama Nessya Nindri Sari Netriani, Ni Komang Ngurah Boyke Jagannathan Ni Gusti Lidya Stephanie Ni Kadek Yuni Pradnyanawati Ni Ketut Sri Utari Ni Ketut Supasti Dharmawan Ni Komang Desi Miari Ni Komang Netriani Ni Made Anggita Pradnya Dewi Ni Made Lalita Sri Devi Ni Made Tika Widhiantari Ni Nyoman Dianita Pramesti Ni Nyoman Ismayani Ni Putu Debby Chintya Kirana Ni Putu Purwanti Ni Putu Tryana Tresna Dewi Ni Wayan Ary Rusitayanti Ni Wayan Ary Rustiyanti Nuri Aslami Pande Kadek Dwi Indrawan Mahaputra Pande Ratih Anggaraini Giri Putri Pramesti, I Gusti Ayu Dyah Prema, Putu Violeta Putra, I Kadek Krisnandika Aristya Putu Gracia Hacinka Batan Putu Henny Pratiwi Dharmaputri P. Putu Prashanti Vahini Kumara Putu Siti Firmani Putu Sri Rahayu Pramitari Putu Vista Viani Rahmanda Putra, I Gusti Ngurah Brama Abimayu Riri Safitri Sang Made Satya Dita Permana Sari Devi, Made Nindya Sau, Teldi Sumarno Boling Sayu Surya Ayu Wedari Selvi Marcellia Serniati Bulu Sinta Putri Suryawiramurti Steven Nugraha Ang Sundari Megarini Titania Elisa Ginting Valentino Juan Sundah Simatupang Windrahayu Widiarta, A.A. Putri Ganitri Yoga, Dewa Gede Kresna