AMLAT pada dasarnya dibentuk untuk menghadapi kejahatan lintas negara yang terjadi di negara ASEAN, dan sesuai dengan namanya, kejahatan lintas negara, maka wilayah operasi para pelaku adalah kawasan Asia Tenggara. Tindak pidana yang bersifat transnasional mengakibatkan timbulnya permasalahan hukum suatu negara dengan negara lain. Sehingga upaya penanggulangan dan pemberantasannya sulit dilakukan tanpa kerjasama dan harmonisasi kebijakan dengan negara lain. Oleh karena itu, untuk menanggulangi dan memberantasnya, memerlukan hubungan baik dan kerjasama antar negara. Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan teori prinsip resiprositas dan asas double criminality. Kerjasama antar negara diperlukan untuk mempermudah penanganan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas suatu masalah pidana yang timbul baik di Negara Peminta maupun Negara Diminta. Dalam hal ini, dirasakan semakin penting perlunya kerjasama internasional secara efektif berkenaan dengan masalah-masalah kejahatan nasional dan transnasional. Salah satu jenis kerja sama internasional yang dapat digunakan dalam penegakan hukum dan dapat saling bertukar informasi adalah bantuan timbal balik pidana. Keberadan MLA sebagai instrumen alternatif dan saling melengkapi terhadap ekstradisi semakin relevan menyusul keberadaan ASEAN Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matter 2004 (MLAT 2004) yang sudah ditandatangani oleh semua negara anggota ASEAN. Sebelumnya Indonesia sendiri sudah menandatangni perjanjian ekstradisi bilateral dengan Malaysia, Philipina dan Thailand, sehingga keberadaan MLAT 2004 sejatinya semakin memperkokoh kerjasama hukum dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Kata Kunci: MLA, Transnasional, Kejahatan.