Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

Laporan Kasus: Cangkok Kulit pada Vulnus Avulsi Metatarsal Sinistra Kucing Lokal Monica, Mia; Sudisma, I Gusti Ngurah; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (6) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.492 KB)

Abstract

Luka atau vulnus merupakan salah satu proses kerusakan atau hilangnya komponen jaringan secara spesifik yang terjadi mengenai bagian tubuh tertentu. Dari berbagai jenis luka atau vulnus, kasus yang sering ditemukan pada kucing adalah luka dengan kehilangan sebagian kulit atau vulnus avulsi. Vulnus avulsi (vulnus avulsum) yaitu luka yang terjadi disertai lepasnya sebagian atau seluruh jaringan. Luka ini sering kali mengacu pada trauma permukaan di mana semua lapisan kulit telah terkoyak dan mengenai struktur dibawahnya (seperti jaringan subkutan, otot atau tendon). Seekor kucing lokal berumur 1,5 tahun, bobot badan 2,71 kg, dan berjenis kelamin jantan diperiksa di Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan adanya luka terbuka dengan hilangnya sebagian kulit pada metatarsal sinistra yang disebabkan terlilit oleh kawat. Penanganan luka tersebut dengan tindakan pembedahan dengan teknik cangkok kulit. Kulit bagian leher digunakan sebagai kulit donor pada proses cangkok kulit. Kulit donor dicukur, dibersihkan, dan diambil menggunakan scalpel kemudian diposisikan agar searah dengan pertumbuhan rambut pada tempat luka. Penjahitan dengan pola jahitan simple interrupted menggunakan benang silk 3-0. Kesembuhan luka cangkok kulit ditentukan oleh perawatan hewan, yaitu dengan menjaga pembalut luka selalu dalam kondisi kering, mencegah hewan menjilat kulit donor, dan pemberian antibiotik amoxicilin 2,5 mL secara oral 3 kali sehari dengan antiinflamsi nonsteroid ibuprofen 1 mL secara oral 2 kali sehari yang diberikan selama 7 hari. Cangkok kulit pada vulnus avulsi metatarsal sinistra kucing lokal belum berhasil.
Laporan Kasus : Penanganan Hernia Umbilikalis pada Kucing Lokal Betina Umur Sembilan Tahun dengan Laparotomi Rosita, Indah; Sudisma, I Gusti Ngurah; Gorda, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (6) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.295 KB)

Abstract

Hernia umbilikalis merupakan penonjolan pada daerah umbilikal yang umumnya terjadi secara kongenital. Kucing lokal betina berumur sembilan tahun, bobot badan 2 kg, warna rambut red tabby, diperiksa ke Laboratorium Ilmu Bedah Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dengan keluhan berupa penonjolan pada abdomen sejak lahir. Kondisi umum kucing sehat dengan nafsu makan baik. Kucing didiagnosis mengalami hernia umbilikalis melalui pemeriksaan klinis dengan prognosis fausta. Sebelum pembedahan diberikan premedikasi atropine sulfate 0,2 ml secara subkutan dan 10 menit kemudian diinduksi dengan kombinasi xylazine dan ketamine yang masing-masing jumlah dosis pemberiannya 0,2 ml dan 0,4 ml secara intramuskuler. Kucing ditangani dengan melakukan pembedahan laparotomi menginsisi bagian midline ventral abdomen yang tepat berada di atas tonjolan dengan posisi hewan dorsal recumbency untuk mereposisi omentum pada umbilikus. Pola jahitan simple interrupted, subkutan ditutup dengan pola jahitan simple continous, dan kulit ditutup dengan teknik subkutikuler secara menerus. Pengobatan pascaoperasi diberikan antibiotik amoxicillin syrup 125 mg/5 ml dengan dosis pemberian 0,5 ml (3 x sehari) selama 7 hari peroral. Serta antibiotik topikal yang mengandung placenta extract ex bovine 10% dan neomycin sulfate 0,5% diberikan secukupnya (3x sehari) hingga luka mengering. Kucing mengalami kesembuhan total pada hari ke-10 ditandai dengan luka sayatan tidak ditemukan peradangan, luka menyatu dan mengering.
The Effectivity of Ethanol Extract of Datura Metel L. Seeds as a General Anaesthesia on Kintamani Dogs I Putu Juli Sukariada; I Wayan Sudira; I Gusti Ngurah Sudisma
Veterinary Science and Medicine Journal Vol 4 No 1 (2016)
Publisher : Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.818 KB)

Abstract

This study aimed to determine the effectivity of ethanol extract of Datura metel L. seeds, as general anaesthesia on Kintamani dogs. A total of 25 dogs was divided into 5 groups, namely: group 1(treated by the combination of xylazin 1 mg/kg BW and ethanol extract of 10% Datura metel L. seeds 10 mg/kg BW), group 2 (treated by the combination of xylazin 1 mg/kg BW and ethanol extract of 10% Datura metel L. seeds 15 mg/kg BW), group 3 (treated by the combination of xylazin 1 mg/kg BW and ethanol extract of 10% Datura metel L. seeds 20 mg/kg BW), group 4 (treated by the combination of xylazin 1 mg/kg BW and ketamine 15 mg/kg BW), and group 5 (treated by the ethanol extract of 10% Datura metel L. seeds 15 mg/kg BW). Induction time, duration and recovery time were recorded, in which these responses were observed by clamping on the tail, ears and interdigital area.  Physiological responses including respiration values, rectal temperature, oxygen saturation (SPO2), the frequency of the heart rate and electrocardiogram were observed using physiographic machine every 5 minutes until the dogs regain their consciousness. The level of ALT and AST was also examined to determine the level of toxicity of ethanol extracts of 10% Datura metel L. seeds. The results showed that group 1 and group 2 had no significant effect on the physiological response changes. However, the group 3 showed the sign of acute toxicity followed by increasing the levels of ALT and AST. The group 4 showed a decreasing physiological response, while group 5 had a similar response to group 2, but without sedation effect. It can be concluded that the ethanol extract of 10% Datura metel L. seeds has a potential as an analgesic and an anaesthetic agent.
Kadar Glukosa Darah Anjing Kintamani Anak Agung Sagung Kendran; I Gusti Ngurah Sudisma; I Nyoman Sulabda; I Wayan Gorda; Luh Dewi Anggreni; Bendelin Melda Loekali
Buletin Veteriner Udayana Vol. 5 No. 2 Agustus 2013
Publisher : The Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (61.894 KB)

Abstract

Penentuan kadar glukosa darah anjing kintamani menggunakan Accu-check Active dilakukan di laboratorium Patologi Klinik Veteriner, Fakultas Kedoktern Hewan Universitas Udayana. Sampel darah diambil dari 50 ekor anjing kintamani untuk menentukan kadar glukosa acak dan 10 ekor untuk mengetahui kadar glukosa darah puasa dan dua jam setelah makan. Sampel darah diambil dari vena chepalica. Anjing yang dipilih sebagai sampel adalah anjing kintamani milik penduduk di daerah Denpasar dan Kintamani. Hasil penelitian ini menunjukkan rerataan kadar glukosa normal darah anjing kintamani secara acak sebesar 86,62 mg/dl  19,09, jantan adalah 84,10 mg/dl  19,11  dan betina 89,81 mg/dl  19,01..  Pada keadaan puasa kadar glukosa darah anjing kintamani adalah 73,4 mg/dl  5,98,   jantan 74 mg/dl  2,82 betina 73 mg/dl  7,69. Kadar glukosa darah anjing kintamani dua jam setelah makan sebesar 75,6 mg/dl  6,13, jantan 76,25 mg/dl  2,36 dan  betina 75,76 mg/dl 7,98. Hasil ini masih berada dalam kisaran normal berdasarkan standar acuan Graham. Dengan demikian Accu-check Active dapat dipakai untuk menentukan kadar glukosa darah anjing kintamani.
Gambaran Darah Anjing Yang Diinjeksi Xilasin-Ketamin Secara Subkutan Rosni Lumban Gaol; I Gusti Ngurah Sudisma; Ida Bagus Komang Ardana; Luh Made Sudimartini
Buletin Veteriner Udayana Vol. 8 No. 1 Pebruari 2016
Publisher : The Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.247 KB)

Abstract

This study aims were to observe the effect of repeated injection of xylazine-ketamine subcutaneously to total erythrocytes, hamoglobin and hamatocrit levels of local dogs. Experimental animals used were 24 local dogs aged 1-2 years with a weight of 10-15 kg. The dogs were divided into three groups. First group as control, while group 2 in xylazine-ketamine combination injection with doses (2 and 10 mg / kg) and group 3 was injected xylazine-ketamine separated, with xylazine dose (2 mg / kg) and ketamine with dose (10 mg / kg) subcutaneously. Blood sampling conducted before anesthesia and post-anesthesia (recovery period) through the femoral vein. Examination of total erythrocyte used Neubauer methods, Sahlimethods used for examination of hamoglobin levels and examination of hematocrit used Microhematocrit methods. The results showed that there was no significant difference to total erythrocytes, haemoglobin and hamatocrit levels in treatment repeated injection of xylazine-ketamine combined or separated with the control group. From these results it can be concluded that repeated injections of ketamine with xilasin-xilasin dose (2 mg / kg) and ketamine (10 mg / kg BW) safety specifications to total erythrocytes, hamoglobin and hamatocrit levels and either used as an anesthetic in dogs.
Gambaran Total Eritrosit, Hemoglobin, dan Packed Cell Volume Tikus Putih Jantan Selama Pemberian Ekstrak Pegagan Vivi Indrawati; I Nyoman Suartha; Anak Agung Sagung Kendran; I Gusti Ngurah Sudisma
Buletin Veteriner Udayana Vol. 5 No.1 Pebruari 2013
Publisher : The Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.657 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak pegagan terhadap total eritrosit, kadar hemoglobin, dan packed cell volume pada tikus putih jantan. Penelitian ini menggunakan 15 ekor tikus putih jantan dengan berat badan ± 300 gram dan umur 12 minggu. Tikus ini kemudian dibagi dalam 5 perlakuan yaitu kelompok OA, OB, OC, OD, dan KT.  Masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor tikus. Kelompok  OA: 100 mg/ekor (0,2 ml); OB: 200 mg/ekor (0,4 ml); OC: 300mg/ekor (0,6 ml); OD: 400mg/ekor (0,8 ml) dan KT sebagai kontrol diberikan aquades 0,2 ml. Pemberian ekstrak pegagan diberikan secara oral setiap hari selama 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pegagan dari dosis 100 mg/ekor, 200 mg/ekor, 300 mg/ekor, dan 400 mg/ekor berpengaruh secara nyata terhadap gambaran peningkatan total eritrosit, PCV, tetapi tidak mempengaruhi kadar hemoglobin jika dibandingkan dengan control yaitu masih dalam batas normal.
PENGEMBANGAN BATIK TULIS MOTIF JEPUN BALI DALAM SKALA HOME INDUSTRY DI DESA GETASAN I W. Suardana; I G.N. Sudisma; I N. Suarsana
Buletin Udayana Mengabdi Vol 15 No 3 (2016)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.127 KB)

Abstract

Perkembangan seni kerajinan batik masih kalah saing jika dibandingkan dengan seni kerajianan lainnyaseperti seni patung ataupun seni kerajinan kain “endek”, padahal batik apabila digarap secara profesionaldengan ketrampilan yang tepat, terukur, sesuai dengan selera dan permintaan pasar, niscaya akan menjadisalah satu “soko guru” baru perekonomian masyarakat. Desa Getasan sebagai salah satu wilayah diKabupaten Badung memulai melakukan terobosan dengan dikembangkannya seni kerajinan batik denganmotif khusus “Jepun Bali”sebagai trand mark Kabupaten Badung. Di dalam perjalanannya, seni kerajinanbatik di Desa Getasan mengalami pasang surut terutama sekali terhadap masalah kurangnya tenaga kerjapembatik yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pasar, masih minimnya pengetahuan tentang teknikbatik yang baik dan benar termasuk didalamnya adalah teknik pewarnaan, serta belum tersosialisainya senikerajinan batik diluar kelompok. Didasarkan atas pertimbangan tersebut, maka upaya strategis melaluikegiatan KKN-PPM dapat dijadikan sebagai solusi pemecahannya. Kegiatan diawali dengan tahapankoordinasi program kepada kelompok sasaran sekaligus juga dilakukan sosialisasi di luar Desa Getasanmelalui pembentukan kelompok baru. Dilanjutkan dengan kegiatan pelatihan yang dituntun oleh instrukturberpengalaman dan diakhiri dengan tahapan sosialisasi seni membatik pada anak usia dini (anak SD) baik diDesa Getasan maupun diluar Desa Getasan. Hasil Kegiatan menunjukkan bahwa pelatihan batik tulis di DesaGetasan telah berhasil meningkatkan pemahaman dan manfaat mengenai teknik membatik dan mewarnaiyang lebih berkualitas sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas batik Jepun Baliyang sudah diproduksi. Kegiatan pelatihan juga berhasil mengembangkan kelompok seni kerajinan batikyang baru yaitu kelompok batik “Sekar Jepun” yang ada di Desa Samuan Carangsari serta telah berhasilmenanamkan seni membatik sebagai warisan budaya Nasional pada anak-anak usia dini di Desa Getasan dansekitarnya.
SOSIALISASI PENYAKIT ZOONOSIS ESCHERICHIA COLI O157:H7 SERTA PELAYANAN KESEHATAN SAPI DI DUSUN LAMPU DESA CATUR KINTAMANI BANGLI I W. Suardana; I.B.N. Swacita; I.N. Suartha; I G.N. Sudisma; M.D. Rudyanto; I.G.M. Krisna Erawan; I.N. Suarsana; I.W. Batan; P.A. Sisyawati Putriningsih; T. Sari Nindia; A.L.T. Rompis; I.N. Mantik Astawa; K. Karang Agustina; I.H. Utama; I.G.A. Suartini; I.M. Sukada; I.K. Suada; A.A.A. Mirah Adi
Buletin Udayana Mengabdi Vol 16 No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.738 KB)

Abstract

Ternak sapi yang menderita diare berpeluang besar untuk ditemukan adanya agen zoonosis E. coli O157:H7 mengingat sapi sebagai reservoir utama dari agen tersebut.Transmisi penularan strain bakteri ini ke manusia umumnya terjadi melalui konsumsi daging yang kurang dimasak, produk susu yang tidak dipasteurisasi, air yang terkontaminasi feses. Dusun Lampu sebagai salah satu Dusun di Desa Catur merupakan salah satu daerah potensial untuk pengembangan ternak khususnya sapi sehingga menjadikan program pelayanan kesehatan di wilayah tersebut sangat potensial untuk dilakukan. Hasil kegiatan pengabdian masyarakat berupa sosialisasi penyakit zoonosis E. coli O157:H7 serta pelayanan kesehatan ternak sapi di Dusun ini, memperlihatkan respon positif yang dicirikan dengan cukup banyaknya jumlah ternak yang memperoleh pelayanan yaitu sejumlah 65 ekor sapi dari 35 petani ternak. Jenis pelayanan yang dilakukan meliputi tindakan spraying atau pemberian butox terhadap semua ternak sapi yaitu 65 ekor (100%), disusul dengan pemberian vitamin pada 52 ekor (80%), pemberian obat cacing sebanyak 39 ekor (60%), serta pemberian delladryl pada 1 ekor sapi (1,5%). Hasil ini mengindikasikan bahwa program pengabdian yang dilakukan cukup efektif dapat menyentuh kebutuhan dasar petani ternak, sehingga benar-benar dapat dirasakan manfaatnya.
PELAYANAN KESEHATAN SAPI DI BANJAR BUANGGA, DESA GETASAN, KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG I W. Suardana; I G.N. Sudisma; I K. Suatha; I N. Suartha; Tj. S. Nindhia; I N. Suarsana
Buletin Udayana Mengabdi Vol 15 No 3 (2016)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (248.68 KB)

Abstract

Kesehatan ternak merupakan salah satu faktor penting yang amat menentukan tingkat keberhasilan jalannyasuatu usaha peternakan disamping faktor lainnya seperti pakan, manajemen, bibit, dan lain-lain. BanjarBuangga sebagai salah satu Banjar di Desa Getasan merupakan salah satu daerah potensial untukpengembangan ternak khususnya sapi sehingga menjadikan program pelayanan kesehatan di wilayah tersebutsangat potensial untuk dilakukan. Hasil kegiatan pengabdian masyarakat terhadap ternak sapi di Banjar ini,memperlihatkan respon positif yang dicirikan dengan cukup banyaknya jumlah ternak yang memperolehpelayanan yaitu sejumlah 44 ekor sapi dari 27 petani ternak. Jenis pelayanan yang dilakukan meliputi:pemberian vitamin terhadap semua ternak sapi yaitu 44 ekor (100%), disusul dengan pemberian obat cacingpada 37 ekor (84%), tindakan spraying berupa pemberian gusanex sebanyak 10 ekor (22,8%), pemberianobat butok sebagai anti lalat sebanyak 7 ekor (15.9%), serta pemberian delladryl dan Ivermectin masingmasingpada 2 ekor sapi (4,5%). Hasil ini mengindikasikan bahwa program pengabdian yang dilakukancukup efektif dapat menyentuh kebutuhan dasar petani ternak, sehingga benar-benar dapat dirasakanmanfaatnya.
PENYULUHAN DAN PELAYANAN KESEHATAN ANJING JALANAN UNTUK MENDUKUNG PERCEPATAN PROGRAM BALI BEBAS RABIES DI DESA SEDANG KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG I.G.N. Sudisma; I.G.A.G.P. Pemayun; A.A.G.J. Wardita; I.K.A. Dada; I.W. Gorda
Buletin Udayana Mengabdi Vol 16 No 3 (2017)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (157.671 KB)

Abstract

Pengabdian kepada masyarakat di Desa Sedang, Abiansemal, Badung bertujuan untuk menekan angka pertumbuhan populasi anjing jalanan sehingga menekan resiko penularan rabies, mencegah terjadinya penyebaran dan resiko rabies dengan diidentifikasi dan penanganan anjing jalanan dengan kastrasi dan sterelisasi masal, serta menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemeliharaan anjing dengan diikat atau dikandangkan dan pemberian pakan yang baik untuk mencegah penularan rabies. Dalam kegiatan ini dilakukan penyuluhan, pengumpulan kuisioner dan pelayanan berupa kegiatan kastrasi dan sterelisasi terhadap anjing jalanan. Penyuluhan dan Pelayanan kesehatan dan pengumpulan kuisioner dilakukan oleh tim pengabdian pada masyarakat yang dibantu oleh Dokter Hewan lapangan serta dari Dinas Peternakan di Kabupaten Badung. Desa Sedang termasuk daerah dengan cakupan vaksinasi yang sangat baik (85%), populasi anjing sangat tinggi (75% Kepala Keluarga memelihara anjing), pengendalian populasi sangat rendah, karena 64% anjing tidak disteril, dan sistem pemeliharaan anjing di Desa Sedang sebagian besar (50%) masih dilepas. Kegiatan pelayanan sterilisasi (kastrasi dan ovariohisterektomy) untuk pengendalian populasi perlu dilanjutkan secara periodik sebagai percontohan dalam program poengendalian rabies dan mempercepat program Bali Bebas Rabies.