Claim Missing Document
Check
Articles

DIALEKTIKA DALAM KOMPOSISI MUSIK LAMAK KATO LEGO BUNYI MUHAMMAD HARIO EFENUR; Ediwar Ediwar; Muhammad Halim
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 3, No 1 (2016): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (110.98 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v3i1.535

Abstract

ABSTRACT Lamak Kato-Lego Bunyi is a sentence found in Pasambahan, which in Indonesian means literally as beautiful word-clash of sound but the contextual meaning of this sentence is “the beauty of an agreement resulted from various opinions/inputs discussed previously”. The discussion refers to a democratic discussion, meaning everyone present has equal right to speak up his/her mind regardless what her/his age is. In this case, it carries the same idea with a Pasambahan.Pasambahan plays an important role in building Minangkabau people’s characters, a discussion room that has ethical, aesthetic, and educational values and teaches Minangkabau people how to convey polite/courteous words toward others. In the theory of conflict, discussion room has three elements or concepts in comprehending dialectics and several stages in completing the discussion. The elements found out in dialectics are thesis, antithesis and synthesis, and the stages in completing a discussion consist of the emergence of conflict, discussion, and agreement.The objective of this artwork is the Reinterpretation of Pasambahan. Several objects which become the inspiration and then are interpreted into this artwork consist of the room of democratic discussion, dialectics, and the positive value of Pasambahan which has good impacts on the supporting society. The embodiment of this artwork aims at being the medium of appreciation for artists and youths in noticing the importance of Pasambahan culture.
RONGGENG MELAYU DALAM PENCIPTAAN TARI RESAM SEMENANJUNG Syafrizaldi Syafrizaldi; Ediwar Ediwar; Martion Martion
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 2, No 2 (2014): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v2i2.56

Abstract

ABSTRAK                                       Fenomena kesenian tradisional Melau di Sumatera Utara menjadi salah satu objek yang dicermati pengkarya untuk menghadirkan karya tari Resam Semenanjung. Fenomena tersebut terdapat pada kesenian ronggeng Melayu. Kesenian ronggeng di Indonesia, khususnya di Suamtera Utara merupakan kesenian yang berkembang dan dipengaruhi budaya luar. Secara budaya, etnik budaya Melayu selalu merespon dan mengadopsi pengaruh kesenian luar, sehingga terciptalah akulturasi budaya. Islam menjadi asas uatama dalam proses akulturasi tersebut, sehingga perubahan kesenian Melayu akan selalu diimbangi oleh kontinuitasnya. Ronggeng Melayu Sumatera Utara dapat dikatakan sebagai kesenian yang berkaitan dengan nilai kehidupan masyarakat tersebut, hal ini dikarenakan ronggeng memiliki konsep tari dalam budaya Melayu. Seni tari dalam kebudayaan Melayu mengikuti norma-norma yang digariskan oleh adat Melayu. Berbagai gerak mencerminkan halusnya budi orang-orang Melayu, yang menjadi integral dari pada diri sendiri maupun alam sekitar, seperti yang tercermin dalam ungkapan Melayu “Kembali ke alam semula jadi”. Selain konsep tari ronggeng juga memiliki sifat-sifat dan adat resam. Aat resam yang dipakai dalam perwujudan kesenian ronggeng Melayu mengacu ada adat yang sebenar adat, adat yang diadatkan, adat yang teradat dan adat istiadat.Karya ini lebih menitik beratkan pada fenomena yang terkandung pada ronggeng tersebut, yaitu konsep-konsep tari, sifat dan adat resam. Digarap sesuai perkembangan zaman tanpa menghilangkan konsep, sifat dan adat resam Melayu. Karya ini dibagi dalam tiga bagian di mana masing-masing bagian memiliki kaitan cerita satu sama lain. Metode yang dipakai untuk menciptakan tari Resam Semenanjung melalui tahapan eksplorasi, tahap pembentukan karya dan evaluasi.Resam adalah karakter atau nilai-nilai tertentu yang dipergunakan atau yang melekat pada suatu upacara dan adat. Sedangkan semenanjung adalah satu kesatuan wilayah yang dihuni oleh komunitas masyarakat Melayu dalam mengembangkan kebudayaanya. Sajian karya ini berbentuk dramatari dan menggunakan tipe dramatik.  Kata kunci: Ronggeng, Melayu, Penciptaan, Tari dan Resam Semenanjung    ABSTRACT The phenomen on of Malay traditional artisisn North Sumatera became one of the objects observed pengkarya to present dance work Resam Semenanjung. This phenomenon found in Malay ronggeng art. Ronggeng arts in Indonesia, especially Nort Sumatera is growing art and culture influence art can constitute acculturation. Islam is the mai principle in the acculturation process, so changes Malay art can be said to berelated to the value of people’s lives it is because ronggeng have dance concepts in Malay culture. The art of dance in Malay culture follow the normslaid down by Malay custom. Varios motion reflects the environment, as reflectedin the Malay phrase “Back to original nature so”. In addition to the in digenous custom, custom diadatkan, teradat and mores.            This workis focusedon the phenomen on that is containedin the ronggeng dance concepts, properties and custom resam. Work edaccording to the times with out losing the concept, nature and indigenous Malay resam. This work is divide into three sections where each section has as torylink to each other. The method used to create the dance Resam Semenanjung through the exploration stage, the stage of formation and evaluation work.            Resam is a character or specific value susedor attached to a ceremony and customs. While the peninsula is a territorial unitin habited by the Malay community in dveloping culture. This work dramatari shaped dishanduse the type of dramatic.
NILAI SOSIAL DAN RELEGIUS TRADISI PENDIDIKAN DI SURAU DALAM PENCIPTAAN KOMPOSISI MUSIK "RONO LAMO KURENAH KINI" Rio Eko Putra; Ediwar Ediwar; Elizar Elizar
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 2, No 2 (2014): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (84.26 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v2i2.51

Abstract

ABSTRAK Sistem pembelajaran surau masa dulu merupakan sebuah tempat pembelajaran yang bermuatan kompleksitas kehidupan. Beberapa aspek penting yang hadir dalam aktivitas surau ialah kuatnya sosok seorang guru tuo yang mengajarkan keterampilan membaca Al-Qur-an. Memberikan ilmu pengetahuan, baik itu pengetahuan agama, adat dan aspek pembelajaran moral terhadap anak laki-laki Minangkabau, serta aspek keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi (akhirat).                                   Kata Kunci: Keseimbangan, Aspek Pembelajaran Moral.    ABSTRACT Surau past learning system is a learning place laden complexity of life, some aspects of the activity present in the Mosque is the strong figure of an old teacher, who teaches Al-Quran reading skills, providing both the knowledge of the science of the religion, customs and moral aspects of learning to boys as well as aspects of balance Minangkabau world and the here after.  Key words: Balance, Moral aspects of learning.
“INTERPRETASI MOTIF ORNAMEN BADA MUDIAK DI MINANGKABAU” Sabri Marba; Ediwar Ediwar
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 1, No 1 (2013): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.861 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v1i1.29

Abstract

Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk memahami falsafah motif bada mudiak di Minangkabau, menafsir kembali hubungannya dengan falsafah “alam takambang jadi guru”. Tentang penciptaan motif, hubungannya dengan alam dan reinterpretasi motif yang berlandaskan doktrin adat Minangkabau yaitu Adat bersendi syara’, syara’ bersendi Kitabullah. Menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data melalui studi pustaka. Orang Minangkabau menamakan tanah airnya Alam Minangkabau. Pemakaian kata alam itu mengandung makna yang tidak bertara, seperti yang diungkapkan dalam mamangannya: Alam takambang jadi guru. Penciptaan karya ornamen Bada Mudiak di Minangkabau merupakan ekspresi dari hasil interpretasi yang berasal dari pengamatan terhadap alam, seperti tumbu-tumbuhan, hewan, serta benda keperluan sehari-hari. Seni Islam menolak untuk menggambarkan manusia dan mahkluk hidup karena ada keyakinan dan kepercayaan yang mengarahkan senimannya ke arah produk kreatif tertentu, doktrin Adat bersendi syara’, syara’ bersendi Kitabullah, meletakkan agama Islam sebagai sumber utama dalam pandangan hidup orang Minangkabau, sehingga visualisasinya cendrung mengarah pada seni yang abstrak (sarian) dan geometrik.             Kata Kunci : Alam,Abstrak, Bada Mudiak, Hulu
ESTETIKA MUSIK ZAPIN SEBAGAI BUDAYA POPULER DI PEKANBARU Ahmad Nafis; Rosta Minawati; Ediwar Ediwar
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 2, No 2 (2014): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (79.746 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v2i2.46

Abstract

 ABSTRAK Musik Zapin di Kota Pekanbaru sebagai budaya populer merupakan fenomena pergeseran konsep, bentuk, fungsi, estetika dan makna bagi masyarakat pendukungnya. Pendekonstruksian pola-pola tertentu (tradisi) kepada keseragaman, standarisasi, pencitraan, kapitalisme, kreatifitas dan inovasi seniman. Secara praktis hal tersebut sebagai bentuk kreativitas dan inovasi seniman dalam berkarya, baik kaitan pengembangan ataupun pelestarian seni budaya Melayu. Musik Zapin sebagai budaya populer memiliki estetika posmodern, di antaranya: Parodi, pastiche, parodi, kitsch, camp, dan skizofrenia. Pertunjukan musik Zapin mengalami pergeseran nilai-nilai keteradisiannya (konsep estetika tradisi) ke estetika modern bahkan posmodern. Pergeseran tersebut oleh karena perubahan sosial masyarakat Kota Pekanbaru. Keterbukaan dan homogenitasan, baik etnis dan budaya menciptakaan keterbukaan ruang bagi pertunjukan musik Zapin untuk beradaptasi dengan ruang dan kebutuhan masyarakatnya. Oleh sebab itu, pertunjukan musik Zapin sebagai budaya populer (estetika profan). Kata Kunci: Komodifikasi, Budaya Populer, Musik Zapin, dan Kota Pekanbaru  ABSTRACT Music Zapin in Pekanbaru as popular culture is a phenomenon of shifting concept, form, function, aesthetics and meaning to community supporters. Pendekonstruksian certain patterns (traditions to uniformity, standardization, imaging, capitalism, creativity and innovation of artists. Practically it is a form of creativity and innovation in the work of artists, both regard the development or preservation of Malay culture and art. Zapin music as popular culture has a postmodern aesthetic, including: parody, pastiche, parody, kitsch, camp, and schizophrenia. Zapin music performances shifting values keteradisiannya (traditional aesthetic concept ) to the modern aesthetic and even postmodern. The shift is due to social change Pekanbaru. Openness and homogenitasan, both ethnic and cultural openness menciptakaan Zapin space for musical performances to adapt to the space and the needs of society. Therefore, musical performances Zapin as popular culture (aesthetic profane). Keywords: Commodification, Popular Culture, Music Zapin, and the city of Pekanbaru
GAYA MUSIK MANTRA MINANGKABAU: STUDI KASUS NYANYIAN MANTRA MARINDU HARIMAU DI NAGARI GAUANG KECAMATAN KUBUNGKABUPATEN SOLOK Rika Wirandi; Ediwar Ediwar; Hanefi Hanefi
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 4, No 1 (2017): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.358 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v4i1.554

Abstract

ABSTRACT This article aims at revealing “The Music Style of Minangkabau Spell: The Case Study of Marindu Harimau Spell Song in Gauang Village, Kubung Sub-district, Solok District.” Marindu Harimau is one of the spells used to exist in a ritual culture in Minangkabau area. This spell was practiced in order to summon tiger in a ritual management in Gauang village, Kubung sub-district, Solok district. It’s different from common spells, Marindu Harimau spell was uttered through singing performed by spell speaker called as Tukang Parindu. Method used in this research was ethnomusicology research method that involved two ways of research namely: first was fieldwork, in order to obtain the raw data of a music culture through observation, interview, and data documentation; second was desk work involving the data transcription, description, and analysis of Marindu Harimau spell song. Several theoretical concepts were used to analyze several points of problems such as ritual concept, literary theory, and music style theory. The result of this research is that Marindu Harimau spell song uses many metaphors in the arrangement of its spell text. While from the aspect of its musical style, Marindu Harimau spell song uses short tones at the end of its phrase. Its rhythm form tends to be in the free form because it follows text pattern such as conversational style or it’s also called as Parlando Rubato style. Keywords: Musical Style, Spell Song, Marindu Harimau, Ritual
Kajian Organologi Pembuatan Alat Musik Tradisi Saluang Darek Berbasis Teknologi Tradisional Ediwar Ediwar; Rosta Minawati; Febri Yulika; Hanefi Hanefi
PANGGUNG Vol 29, No 2 (2019): Konstruksi Identitas Budaya dalam Seni dan Sastra
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1580.73 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v29i2.905

Abstract

ABSTRACTThe music of Saluang Darek wind instrument is Minangkabau traditional music that uses the musical instrument of aerophone classification (air as the main source of vibration) and the kind of end-blown without-block flutes musical instrument, and this musical instrument is used to accompany Minangkabau songs or dendangs. Saluang Darek is made of bamboo. The best bamboos for making Saluang Darek are (1) Talang bamboo (Schizostachyum brachycladum kurz), (2) Buluah Kasok bamboo (Gingantocholoa apus), (3) Tamiang bamboo (Schizostachyum zollingeri steud), and (4) Cimanak bamboo (Schizostachyum longispiculatum). The production of Saluang Darek musical instrument uses the traditional technology by still maintaining the quality of instrument that's ready to be used for the performing arts particularly in accompanying dendang. The method used in this research was the qualitative method by using the approach of organology study. Data were collected through the library research, observation, interview, and documentation. This study found the importance of the musical instrument study in order to give information for the musicologists' and ethnomusicologists' works, at once conserve the musical culture in West Sumatera.Keywords: Saluang Darek, Organology, Aerophone, Traditional technology ABSTRAKMusik tiup Saluang Darek adalah musik tradisional Minangkabau yang menggunakan alat musik klasifikasi Aerophone (udara sebagai sumber getaran utama) dan alat tiup jenis end-blown without-block flutes digunakan untuk mengiringi nyanyian atau dendang Minangkabau. Alat musik Saluang darek terbuat dari bambu, yang paling baik untuk alat musik Saluang adalah (1) bambu  talang ( Schizostachyum brachycladum kurz), (2) bambu buluah kasok (Gingantocholoa apus), (3) bambu tamiang (scizostachyum zollingeri steud), (4) bambu cimanak (Schizotachyum longispiculatum). Pembuatan alat musik Saluang darek menggunakan teknologi tradisional dengan tetap menjaga kualitas alat yang siap dipakai untuk seni pertunjukan dalam mengiringi dendang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan kajian organologi. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi. Kajian ini mendapati pentingnya   kajian instrumen musik untuk memberikan infomasi dalam pekerjaan musikolog dan etnomusikolog, sekaligus pelestarian budaya musikal di Sumatera Barat. Kata kunci: Saluang darek, Organology, Aerophone, Teknologi tradisional ABSTRACTThe music of Saluang Darek wind instrument is Minangkabau traditional music that uses the musical instrument of aerophone classification (air as the main source of vibration) and the kind of end-blown without-block flutes musical instrument, and this musical instrument is used to accompany Minangkabau songs or dendangs. Saluang Darek is made of bamboo. The best bamboos for making Saluang Darek are (1) Talang bamboo (Schizostachyum brachycladum kurz), (2) Buluah Kasok bamboo (Gingantocholoa apus), (3) Tamiang bamboo (Schizostachyum zollingeri steud), and (4) Cimanak bamboo (Schizostachyum longispiculatum). The production of Saluang Darek musical instrument uses the traditional technology by still maintaining the quality of instrument that's ready to be used for the performing arts particularly in accompanying dendang. The method used in this research was the qualitative method by using the approach of organology study. Data were collected through the library research, observation, interview, and documentation. This study found the importance of the musical instrument study in order to give information for the musicologists' and ethnomusicologists' works, at once conserve the musical culture in West Sumatera.Keywords: Saluang Darek, Organology, Aerophone, Traditional technology ABSTRAKMusik tiup Saluang Darek adalah musik tradisional Minangkabau yang menggunakan alat musik klasifikasi Aerophone (udara sebagai sumber getaran utama) dan alat tiup jenis end-blown without-block flutes digunakan untuk mengiringi nyanyian atau dendang Minangkabau. Alat musik Saluang darek terbuat dari bambu, yang paling baik untuk alat musik Saluang adalah (1) bambu  talang ( Schizostachyum brachycladum kurz), (2) bambu buluah kasok (Gingantocholoa apus), (3) bambu tamiang (scizostachyum zollingeri steud), (4) bambu cimanak (Schizotachyum longispiculatum). Pembuatan alat musik Saluang darek menggunakan teknologi tradisional dengan tetap menjaga kualitas alat yang siap dipakai untuk seni pertunjukan dalam mengiringi dendang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan kajian organologi. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi. Kajian ini mendapati pentingnya   kajian instrumen musik untuk memberikan infomasi dalam pekerjaan musikolog dan etnomusikolog, sekaligus pelestarian budaya musikal di Sumatera Barat. Kata kunci: Saluang darek, Organology, Aerophone, Teknologi tradisional 
GHGUMPIAN KOMPOSISI MUSIK DENGAN PENDEKATAN TRADISI Ahmad Wanda; Ediwar Ediwar; Alfalah Alfalah
Laga-Laga : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 5, No 1 (2019): Laga-Laga : Jurnal Seni Pertunjukan
Publisher : Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/lg.v5i1.772

Abstract

Karya ini bersumber dari kesenian gamolan pekhing yang terdapat di desa Sekala Brak, Kabupaten Lampung Barat. Gamolan pekhing ini merupakan sebuah instrumen tunggal yang tergolong ke dalam perkusi melodis. Gamolan pekhing ini mempunyai sebuah repertoar lagu yang berjudul Tabuh Jakhang Kenali, keunikan dari tabuhan ini mempunyai ritme yang sama pada melodi pertama dan ketiga. Pada karya ini, pengkarya menggarap bentuk dasar ritme tersebut ke dalam komposisi musik dengan pendekatan tradisi. Dalam penggarapannya, bentuk dasar ritme ini dikembangkan ke dalam bentuk pengembangan ritme yang dihadirkan ke dalam bentuk melodi. Melodi-melodi yang dihasilkan dari pengembangan ini merupakan hasil kerja kreatif pengkarya dalam mengembangkan materi dasar yang telah ada menjadi sebuah materi baru dan menggarapnya sesuai dengan imajinasi pengkarya
“Five Of Quin” Eksplorasi Nada Pada Pola Ritme Pengantar Lagu Randai Kuantan Di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Yoga Ardiyanto; Elizar Elizar; Ediwar Ediwar
Jurnal Musik Nusantara Vol 1, No 1 (2021): Jurnal Musik Etnik Nusantara
Publisher : Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (533.366 KB) | DOI: 10.26887/musik nusantara.v1i1.2014

Abstract

Five Of Quin” ini adalah sebuah karya komposisi musik yang terinspirasi dari pola ritme pengantar lagu musik Randai Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Pengkarya melakukan analisa dan eksplorasi nada dari pola Tersebut sehingga menghasilkan sebuah interval nada baru yaitu A,B,Cis,E,Fis, dan nterval nada baru inilah yang menjadi fokus pengkarya Dalam penggarapan karya ini. Tujuan dari pembuatan karya ini adalah Untuk Melakukan sebuah inovasi (pembaruan) yang berawal dari sebuah Kesenian tradisional di berbagai aspek garap kedalam sebuah komposisi musik yang sesuai dengan konsep yang ditawarkan. Dalam penciptaannya, Pengkarya menggunakan beberapa metode penciptaan, yaitu Observasi, Eksplorasi, Diskusi, Kerja Studio, dan Perwujudan. Komposisi musik ini digarap dengan menggunakan pendekatan popular dengan genre EDM (Electronic Dance Music) dan subgenre house music. Kata Kunci: house music; EDM; five of quin; quin, five ABSTRACT"Five Of Quin" is a music composition works that was inspired by the rhythm pattern of the introduction to the Randai Kuantan music song, Kuantan Singingi Regency, Riau Province. The artist analyzes and explores the tone of the pattern so as to produce a new tone interval, namely A, B, Cis, E, Fis, and it is this new tone interval that is the focus of the author in the making of this work. the purpose of making this work is to carry out an innovation (update) that starts from a traditional art in various aspects of working into a musical composition that is in accordance with the concept offered. In its creation, the creator uses several methods of creation, namely Observation, Exploration, Discussion, Studio Work, and Embodiment. This musical composition was composed using a popular approach with the EDM (Electronic Dance Music) genre and house music subgenre.Keywords: house music;  EDM; five of quin; quin; five
Calempong Rarak Godang di Kabupaten Kuantan Singingi Riau Resmi Kurnia Julia Sari; Ediwar Ediwar; Firdaus Firdaus
Jurnal Musik Nusantara Vol 1, No 2 (2021): JUrnal Musik Etnik Nusantara
Publisher : Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (504.665 KB) | DOI: 10.26887/musik nusantara.v1i2.2170

Abstract

Kabupaten Kuantan Singingi merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, yang juga sangat dikenal dengan aktifitas Pacu Jalur nya. Pacu Jalur merupakan salah satu budaya turun temurun yang masih ada sampai sekarang, dan aktifitas Pacu Jalur biasanya diadakan pada bulan Agustus setiap tahunya, dalam rangka memeriahkan hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satu kesenian yang memegang peran penting dalam kegiatan Pacu Jalur adalah kesenian Calempong Rarak Godang, yang juga masih hidup dan berkembanga di tengah masyarakat Kuantan Singingi sampai saat ini. Selain pada kegiatan Pacu Jalur, Calempong Rarak Godang sering dipertunjukkan pada upacara upacara adat lainnya, seperti penyambutan tamu kehormatan, memeriahkan hari besar dan keagiatan lainnya di balai adat. Kehadiran Calempong Rarak Godang saat ini mengalami sedikit perubahan dari sebelumnya, dan saat ini masih dimainkan oleh para orang tua, karena belum adanya upaya pewarisan kepada generasi muda di Kuantan Singingi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Metode ini dilakukan dalam bentuk observasi, wawancara, dokumentasi dan analisis data. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk pertunjukan dari Calempong Rarak Godang, serta untuk mengetahui bagaimana peran Calempong Rarak Godang pada acara-acara besar di Kabupaten Kuantan Singingi.
Co-Authors Ahmad Nafis Ahmad Wanda Ajawaila, Gerzon Al Yubbi Alfalah Alfalah Andar Indra Sastra Andela, Jhori Andika Bayu Putra Asep Saepul Haris, Asep Saepul ASRIL ASRIL Basya, Sri Raudah DESMAWARDI DESMAWARDI Desmawardi, Desmawardi EFENUR, MUHAMMAD HARIO Elizar Elizar Elizar Elizar Elizar Elizar Elizar Elizar, Elizar Erlinda Erlinda Erlinda Fauzi Fauzi Febri Yulika Firman Firman Gerzon Ajawaila Hamzaini, Hamzaini Hanefi Hanefi Hanefi Hanefi Hanefi Hanefi Hanefi, Hanefi Harrisman Harrisman Harrisman, Harrisman Hernando Saputra I Gusti Ngurah Antaryama Iit Muharti Iit Muharti Iit Iit, Iit Muharti Indah Yuni Indah Indah Yuni Pangestu Indah, Indah Yuni Intan Rizki Intan Intan Rizki Junita Tri Utami Intan, Intan Rizki Jenni Masrita Jhori Andela JONNI JONNI Jufri Jufri Jufri Jufri Laila Okta Triani M. Halim Martion Martion Martion Martion Martion Martion Martion Martion, Martion Martion Martis Martis Martis, Martis Masrita, Jenni Mizliati, Septri Muhammad Halim Muhammad Halim, Muhammad MUHAMMAD HARIO EFENUR Muhammad Zulfahmi Muhammad Zulfahmi Nafis, Ahmad Nolly Media Putra Nursyirwan Nursyirwan Putra, Nolly Media Putra, Rio Eko Rafiloza Rafiloza Rahma Yunita Mah Yully Putri Rasmida, Rasmida Resmi Kurnia Julia Sari Ridho Zani Rina Oktavia Rio Eko Putra Rizdki Rizdki Rizdki, Rizdki Robby Suhendra Robby Suhendra Rosta Minawati Rustim Rustim Sabri Marba Sabri Marba Sari, Gustika Septri Mizliati Shindi Lara Sati Sri Raudah Basya Sriyanto Sriyanto SRIYANTO SRIYANTO Sriyanto Sriyanto Suherni Suherni Suherni Suherni, Suherni Susandra Jaya Susas Rita Loravianti Syafniati Syafniati Syafrizaldi Syafrizaldi Syafrizaldi, Syafrizaldi Syahri Anton Tommy Wahyudi Venny Rosalina Vicky Fernando Wenhendri, Wenhendri Wirandi, Rika Yoga Ardiyanto Yurnalis Yurnalis Yusril, Yusril