Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Praktik Bergotong-Royong dalam Hidup Bermasyarakat Sebagai Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila Mulyatno, Carolus Borromeus; Yosafat, Yosafat
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3998

Abstract

AbstractPenelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang praktik hidup bergotong-royong di tengah masyarakat. Wawancara dengan empat responden berfokus pada penelusuran data yang meliputi tiga hal penting. Pertama adalah praktik bergotong-royong dalam masyarakat menguatkan ikatan persaudaraan, kekeluargaan dan saling menolong dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat yang multi religius. Kedua, ada peran penting tokoh-tokoh yang menjadi inisiator atau motivator praktik gotong-royong di tengah masyarakat. Ketiga, praktik hidup bergotong-royong merupakan bentuk nyata penghayatan nilai-nilai Pancasila. Dari tiga data utama itu dapat disimpulkan bahwa praktik hidup bergotong-royong tetap lestari dan menyatu dengan tradisi kehidupan masyarakat. Pelestarian tradisi lokal menjadi wahana pelaksanaan hidup bergotong-royong dan sekaligus penghayatan nilai-nilai Pancasila. Para tokoh lokal menjadi penggerak atau motivator praktik bergotong-royong dan pelestarian tradisi masyarakat. Oleh karena itu, praktik hidup bergotong-royong yang terjadi dalam berbagai bentuk tradisi lokal perlu dipublikasikan secara luas sebagai bentuk apresiasi yang menginspirasi kehidupan komunitas, keluarga dan setiap warga Indonesia. Praktik gotong-royong menjadi wujud nyata penghayatan Pancasila untuk melestarikan kesatuan dalam kebhinekaan masyarakat Indonesia.Kata Kunci: Kekeluargaan, Kerjasama, Nilai-Nilai Pancasila, Persaudaraan, Tradisi Local AbstractThis qualitative research using the interview method aims to get an overview of the community's communal living together (gotong-royong). Interviews with four respondents focused on searching data which included three essential things. The first is the practice of working together in society to strengthen ties of brotherhood and kinship and helping each other in living together in a multi-religious society. Second, there is an essential role for figures who are the initiators or motivators of the practice of gotong royong in the community. Third, the course of communal living together (gotong-royong) is a basic form of appreciation of the values of Pancasila. From the three primary data, it can be concluded that the practice of communal living together (gotong-royong) is sustainable and integrated with the traditions of community life. Preservation of local rules is a vehicle for implementing cooperation and, at the same time, understanding the values of Pancasila. Local leaders become the driving force or motivator for the practice of cooperation and the preservation of community traditions. Therefore, the course of cooperation that occurs in various forms of local rules needs to be widely publicized as a form of appreciation that inspires the life of the community, family, and every citizen of Indonesia. The practice of communal living together or cooperation (gotong-royong) is a natural manifestation of the appreciation of Pancasila to preserve unity in the diversity of Indonesian society.Keywords: Brotherhood, Kinship, Local Traditions, Cooperation, Pancasila Values.
Tradisi Mangongkal Holi sebagai Penegasan Identitas Suku Batak Cristianingsih, Antonia; Elan, Anjelita; Agnesia, Desima Erlinda; Mulyatno, Carolus Borromeus
Divinitas Jurnal Filsafat dan Teologi Kontekstual Vol 2, No 2 (2024): Divinitas July
Publisher : Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/div.v2i2.7762

Abstract

The Toba Batak community resides in various regions of Indonesia, yet they share traditions that unite their identity as Batak people. One such emblem of unity is the Mangongkal Holi tradition. The purpose of this research is to describe the Mangongkal Holi ceremony as an expression to affirm the identity of the Toba Batak people. The method employed to gather data for this study was through literature review. Three essential questions served as instruments in this research. First, what is the significance of the Mangongkal Holi ceremony? Second, how and when is this ceremony conducted? Third, what is the meaning behind this ceremony? The research findings reveal that despite the dispersion of Toba Batak people across different regions, after the passing of their relatives, they bring the ancestral bones to be unified at a place called the Monument. The process of collecting these bones at a monument is referred to as Mangongkal Holi. This ceremony is conducted based on family agreements, considering this tradition as a means of reunion among families. The ceremony holds significance as a gesture of reverence to the ancestors and as a symbol of kinship.AbstrakMasyarakat Batak Toba hidup tersebar di berbagai wilayah Indonesia, namun ada tradisi yang menyatukan identitas mereka sebagai orang Batak. Salah satu tanda kesatuan tersebut adalah tradisi Mangongkal Holi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan upacara Mangongkal Holi sebagai ungkapan untuk menegaskan identitas orang batak. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data-data penelitian ini adalah melalui studi Pustaka. Tiga pertanyaan penting yang menjadi instrumen dalam penelitian ini. Pertama, apa yang dimaksud dengan upacara Mangongkal Holi? Kedua, bagaimana dan kapan upacara ini dilaksanakan? Ketiga, apa makna dari upacara ini? Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun orang Batak Toba tersebar di berbagai daerah, namun setelah meninggal para kerabatnya membawa tulang-tulang leluhur mereka untuk disatukan di tempat yang disebut Tugu. Proses pengumpulan tulang-tulang di sebuah tugu itulah yang disebut sebagai Mangongkal Holi. Upacara ini dilaksanakan sesuai kesepakatan keluarga mengingat tradisi ini sebagai sarana perjumpaan antar keluarga. Upacara ini memiliki makna sebagai upaya penghormatan kepada para leluhur dan tanda kekeluargaan.