Claim Missing Document
Check
Articles

Quantitative Measure to Differentiate Wicket Spike from Interictal Epileptiform Discharges Suryani Gunadharma; Ahmad Rizal; Rovina Ruslami; Tri Hanggono Achmad; See Siew Ju; Juni Wijayanti Puspita; Sapto Wahyu Indratno; Edy Soewono
Communication in Biomathematical Sciences Vol. 4 No. 1 (2021)
Publisher : Indonesian Bio-Mathematical Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/cbms.2021.4.1.2

Abstract

A number of benign EEG patterns are often misinterpreted as interictal epileptiform discharges (IEDs) because of their epileptiform appearances, one of them is wicket spike. Differentiating wicket spike from IEDs may help in preventing epilepsy misdiagnosis. The temporal location of IEDs and wicket spike were chosen from 143 EEG recordings. Amplitude, duration and angles were measured from the wave triangles and were used as the variables. In this study, linear discriminant analysis is used to create the formula to differentiate wicket spike from IEDs consisting spike and sharp waves. We obtained a formula with excellent accuracy. This study emphasizes the need for objective criteria to distinguish wicket spike from IEDs to avoid misreading of the EEG and misdiagnosis of epilepsy.
Factors Influencing Private Practitioners to Report Tuberculosis Cases Anneke Rosma; Chiho Yamazaki; Satomi Kameo; Dewi M. Herawati; Rovina Ruslami; Ardini Raksanagara; Hiroshi Koyama
Pharmacology and Clinical Pharmacy Research Vol 1, No 1
Publisher : Universitas Padjadjaran, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (453.916 KB) | DOI: 10.15416/pcpr.v1i1.15189

Abstract

One of the key elements in tuberculosis (TB) management is a system for recording and reporting, in which every health care provider needs to report every TB case to an authorized primary health center (PHC) to support effective treatment. This study was conducted to investigate the present condition of TB recording and reporting system and evaluate several factors that might influence PP behavior regarding the reporting of TB cases to a PHC in Bandung, Indonesia. Face-to-face interviews with PP and the head of the PHC were performed. Data were coded, categorized, and analyzed statistically by Fischer’s exact test. We found that there were four factors influencing the reporting of TB cases by PP to PHC, including self-awareness, ignorance, lack of time, and poor implementation of recording and reporting system. The level of PP self-awareness was significantly associated with the reporting of TB cases (p<0.05). Private sector involvement, improvement in the recording of treatment follow-up, and the use of electronic based reporting were considered important by participants to construct a well-established recording and reporting system for TB cases. In conclusion, there are still room for improvement in the reporting and recording system of TB cases in PHC.Keywords: recording, reporting, tuberculosis, self-awareness, practitioners
Refluks Helicobacter pylori di mukosa hidung penderita rinosinusitis kronik disertai refluks laringofaring Sinta Sari Ratunanda; Billy Talakua; Teti Madiadipoera; Thaufiq Boesoirie; Ratna Anggraeni; Rovina Ruslami
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 48, No 2 (2018): Volume 48, No. 2 July - December 2018
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.808 KB) | DOI: 10.32637/orli.v48i2.272

Abstract

Latar belakang: Rinosinusitis kronik masih menjadi problema di seluruh dunia. Faktor yang berasosiasi dengan Rinosinusitis Kronik (RSK) diduga multifaktorial, salah satunya adalah refluks laringofaring (RLF). Isi refluks cairan lambung antara lain adalah bakteri Helicobacter pylori (H. pylori) yang dengan patomekanisme refluks, diduga dapat mencapai mukosa laringofaring bahkan sampai mukosa sinonasal, dan menyebabkan RSK. Tujuan: Mendeteksi  H. pylori di mukosa hidung akibat refluks pada penderita RSK disertai RLF. Bila terdeteksi H. pylori, tata laksana harus lebih komprehensif, sehingga diharapkan RSK menjadi terkontrol. Metode: Penelitian deskriptif untuk mengetahui ada tidaknya H. pylori di mukosa sinonasal penderita RSK dengan RLF. Deteksi H. pylori menggunakan teknik quantitative Real Time-Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) dari bahan penyikatan mukosa hidung. Hasil: Didapatkan 86 orang penderita RSK disertai RLF, terdiri dari 30 (35%) pasien laki-laki dan 56 (65,0%) pasien wanita, dengan rerata usia 43,25±6,30 tahun. Keluhan RSK terbanyak adalah hidung tersumbat dengan skor VAS > 7 sebesar 76,8%. Skor nasoendoskopi RSK terbesar pada skor 2 untuk edema mukosa sebesar 65,3% dan skor 2 untuk sekret hidung sebesar 58,2%. Rata-rata skor gejala refluks (SGR) adalah 26,43±4,03 dan rata-rata total skor temuan refluks (STR) adalah 11,28±1,21. Hasil pemeriksaan deteksi H. pylori dengan qRT-PCR, 100% tidak menemukan H. pylori dari penyikatan mukosa hidung. Kesimpulan: Refluks berupa H. pylori tidak ditemukan pada mukosa hidung  penderita RSK disertai RLF. Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan menggunakan gabungan beberapa metode pemeriksaan  bersamaan untuk deteksi H. pylori akibat refluks di mukosa sinonasal  penderita RSK disertai RLF.  Background: Chronic rhinosinusitis is presently still a worldwide problem. Assosiating factors  to chronic rhinosinusitis (CRS) are multifactorial, one of them is laryngopharyngeal reflux (LPR). The gastric juice contains Helicobacter pylori (H. pylori), which by pathologic reflux could reach laryngopharyngeal and sinonasal area causing CRS. Purpose: To detect H. pylori in nasal mucosa caused by reflux, which suspected of causing CRS with LPR disease. Should H. pylori be found in nasal mucosa, the management of the disease must be comprehensive to enable  controlling CRS. Methods: A descriptive study to detect H. pylori in nasal mucosa CRS with LPR patients, using Quantitative Real Time-Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) through nasal brushing. Results: Eighty-six CRS with LPR patients as study objects consisted of 30 (35%) male, and 56 (65%) female, the age mean was 43.25±6.3 years old. Visual Analoque Scale (VAS) score for nasal obstruction more than 7 was the highest complaint (76.8%). Nasal endoscopic score of mucosal edema (65.3%) and nasal discharge (58,2%) had score 2. The average total score reflux symptom index (RSI) was 26.43±4.03 and the total score reflux finding score (RFS) was 11.28±1.21. H. pylori detection found negative 100% in CRS with LPR specimens. Conclusion: This study did not find reflux containing H. pylori in nasal mucosa of CRS with LPR patients.    Suggesting further study using simultaneously several methods to detect H. pylori in nasal mucosa  CRS with LPR patients.
Hubungan kadar CA 125 dengan karakteristik klinis Diffuse Large B cell Lymphoma Agung Dinasti Permana; Igor Hutabarat; Thaufiq Boesoirie; Bethy S. Hernowo; Rovina Ruslami
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 49, No 1 (2019): Volume 49, No. 1 January-June 2019
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.742 KB) | DOI: 10.32637/orli.v49i1.287

Abstract

Latar belakang: Kadar serum CA 125 telah diketahui mengalami peningkatan pada kasus limfoma non Hodgkin. Kegunaannya dalam menentukan prognosis, tingkat keparahan penyakit, dan follow up pasca terapi limfoma non Hodgkin telah banyak diteliti dan masih didapatkan hasil yang bervariasi. Saat ini belum diketahui mengenai kadar serum CA 125 pada kasus diffuse large B cell lymphoma (DLBCL) yang bermanifestasi di regio kepala dan leher. Tujuan: Mengetahui hubungan kadar serum CA 125 dengan karakteristik klinis pada kasus DLBCL regio kepala dan leher. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang melibatkan 31 subjek penelitian dengan diagnosis DLBCL regio kepala dan leher. Dilakukan pencatatan karakteristik klinis dan penentuan kadar serum CA 125 dengan pemeriksaan Immunoasai dan kemudian dilakukan analisis statistik untuk menentukan hubungan antar variabel. Hasil: Didapatkan peningkatan kadar serum CA 125 pada stadium lanjut dengan p<0,001. Analisis statistik terhadap kadar serum CA 125 dan Kadar Lactic Dehydrogenase (LDH) menunjukkan hubungan yang signifikan (p=0,018) demikian juga hubungannya dengan skorEastern Cooperative Oncology Group (ECOG) dengan nilai p=0,001. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar serum CA 125 dengan skor Prognostic International Index (IPI). Kesimpulan: Kadar serum CA 125 berhubungan bermakna dengan stadium klinis, kadar LDH dan Skor ECOG pada DLBCL yang bermanifestasi di regio kepala dan leher. Dengan demikian CA 125 dapat digunakan sebagai marker untuk memprediksi prognosis dan mendekati stadium lanjut kasus limfoma non Hodgkin. Background: Serum CA 125 level has been known to increase in Non-Hodgkin Lymphoma cases.Many studies had elaborately researched the prognosis, disease severity and the follow up of Non Hodgkin Lymphoma cases using CA 125, yet the results had been varied. Up to now, serum CA 125 levels in cases of diffuse large B cell lymphoma (DLBCL) which manifest in the head and neck region, is still unclear. Purpose: To find out the correlation of serum CA 125 levels with clinical manifestations of DLBCL cases in the head and neck region. Method: A cross-sectional study involving 31 subjects diagnosed with DLBCL in the head and neck region. The clinical manifestations were recorded and serum CA 125 levels were obtained by Immunoassay examination. Statistical analysis was performed to determine the correlation between variables. Results: An increase in serum CA 125 levels at an advanced stage with p <0.001. The statistical result of CA 125 serum levels and LDH levels showed a significant correlation (p=0.018), as well as its significant correlation with the Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) score, with p=0.001. In this study there was no significant correlation between CA 125 serum levels and Prognostic International Index (IPI) scores. Conclusion: Serum CA 125 levels were significantly correlated with clinical stage, LDH level and ECOG score of DLBCL which manifested in the head and neck region. Therefore, CA 125 might be used as a marker to predict prognosis and to detect advanced disease in Non-Hodgkin Lymphoma cases.
Peran Penerapan Model Pembelajaran Asuhan Bayi Baru Lahir Terintegrasi Terhadap Motivasi dan Kompetensi Mahasiswa Serta Kepuasan Pasien pada Praktik Klinik Kebidanan Julaecha Julaecha; Anita Deborah Anwar; Rovina Ruslami; Farid Husin; Deni K Sunjaya; Achadiyani Achadiyani; Ishak Abdulhak
Jurnal Pendidikan dan Pelayanan Kebidanan Indonesia (Indonesian Journal of Education and Midwifery Care Vol 3, No 2 (2016): Juni
Publisher : Program Studi Magister Kebidanan FK UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (412.837 KB) | DOI: 10.24198/ijemc.v3i2.18

Abstract

Kualitas lulusan bidan dalam memberikan asuhan bayi baru lahir  cenderung menurun dan belum sesuai harapan masyarakat, perlu perbaikan kualitas dimulai dari proses pendidikan. Proses pembelajaran kebidanan saat ini sebagian besar diberikan secara terpisah antara satu mata kuliah dengan mata kuliah lain sehingga mahasiswa bersikap pasif dan  tidak dapat menjawab kebutuhan masyarakat yang holistik. Diperlukan model pembelajaran terintegrasi dengan mengintegrasikan  kebutuhan  masyarakat dan menyesuaikan dimensi fisiologis, psikologis, agama, budaya dengan kompetensi asuhan bayi baru lahir. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran penerapan model pembelajaran asuhan bayi baru lahir terintegrasi terhadap motivasi dan kompetensi mahasiswa serta kepuasan pasien pada praktik klinik kebidanan. Desain penelitian intervensi  dengan kuasi eksperimental one group pre- post- test design. Subjek penelitian 37 mahasiswa semester IV prodi D-III kebidanan UNS Surakarta. Subjek penelitian diberikan  pre-test untuk penilaian awal dan  post-test setelah diberikan intervensi berupa pemberian materi model pembelajaran asuhan bayi baru lahir terintegrasi selama 4 minggu.Tes dilakukan untuk menilai motivasi dan kompetensi mahasiswa serta efek asuhan yang diberikan oleh mahasiswa terhadap kepuasan pasien yang bayinya mendapat asuhan bayi baru lahir dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis secara deskriptif dan dilakukan uji statistik menggunakan uji wilcoxon (median skor, rentang), untuk mengetahui hubungan antar variabel menggunakan uji spearman rho. Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan motivasi dan kompetensi mahasiswa sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran dengan median skor motivasi (52,0 vs 76,0, p<0,05). Jumlah mahasiswa yang kompeten sebelum dan sesudah praktik klinik kebidanan (0 vs18). Efek peningkatan kompetensi mahasiswa berpengaruh 21,4% terhadap kepuasan pasien yang bayinya mendapat asuhan oleh mahasiswa, 78,6 % dipengaruhi oleh faktor lain. Simpulan penelitian ini adalah terdapat efek penerapan model pembelajaran asuhan bayi baru lahir terintegrasi terhadap motivasi dan kompetensi mahasiswa serta kepuasan pasien pada praktik klinik kebidanan namun  perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengetahui faktor lain yang memengaruhi kepuasan pasien.
Analisis Faktor yang memengaruhi Unmet Need Wanita Usia Subur dengan Status HIV Positif di Kota Bandung Sophia Sophia; Anita Deborah Anwar; Bony Wiem Lestari; Farid Husin; Tita Husnitawati Madjid; Rovina Ruslami
Jurnal Pendidikan dan Pelayanan Kebidanan Indonesia (Indonesian Journal of Education and Midwifery Care Vol 2, No 4 (2015): Desember
Publisher : Program Studi Magister Kebidanan FK UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (99.258 KB) | DOI: 10.24198/ijemc.v2i4.68

Abstract

Saat ini di negara berkembang, jutaan wanita usia subur (WUS) dengan HIV positif tidak menggunakan kontrasepsi untuk menunda atau mengakhiri kehamilan padahal pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan pada WUS  dengan HIV positif sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak,  dan mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap unmet need pada WUS dengan status HIV positif. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling. Penelitian dilakukan di Klinik Mawar Kota Bandung pada bulan Maret-Juni 2015. Sampel berjumlah 130 orang  WUS dengan HIV positif yang datang ke Klinik Mawar. Data melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang berisi data karakteristik responden, dukungan suami, pengetahuan tentang HIV dan KB. Data dianalisis dengan uji chi kuadrat dan regresi logistik ganda untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap unmet need. Hasil dinyatakan dalam odds ratio dengan interval kepercayaan  95%. Hasil penelitian menunjukkan  bahwa keinginan mempunyai anak dengan POR= 2,67 (IK 95%:1,034−6,891), dukungan suami dengan POR= 7,803 (IK 95%: 2,037−29,884) berpengaruh terhadap unmet need dan status HIV suami dengan POR= 0,168 (IK 95%:0,064−0,44) berpengaruh lebih rendah untuk terjadi unmet need. Dukungan suami merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap unmet need dimana WUS dengan HIV positif yang tidak mendapat dukungan suami 7,8 kali lebih besar terjadi unmet need dibandingkan WUS yang mendapat dukungan suami. Simpulan penelitian ini adalah keinginan mempunyai anak, dukungan suami, dan status HIV suami berpengaruh terhadap unmet need pada WUS dengan  HIV positif. Peran suami merupakan faktor penting pada unmet need sehingga untuk menurunkan angka unmet need pada WUS dengan HIV positif perlu disarankan untuk dilakukan konseling KB berpasangan (partner counseling).
Penggunaan Model CIPP dalam Evaluasi Kurikulum Inti Pendidikan D-III Kebidanan Lastri Winarni; Tina Judistianti; rovina ruslami; Farid Husin; Endang Sutedja; Dewi Herawati; Ponpon Idrajinata
Jurnal Pendidikan dan Pelayanan Kebidanan Indonesia (Indonesian Journal of Education and Midwifery Care Vol 1, No 1 (2014): Desember
Publisher : Program Studi Magister Kebidanan FK UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (445.526 KB) | DOI: 10.24198/ijemc.v1i1.77

Abstract

Peningkatan kompetensi bidan menjadi isu penting dalam penilaian kualitas lulusan kebidanan. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) mengeluarkan Kurikulum Inti 2011 untuk membantu dalam proses peningkatan pembelajaran pendidikan diploma kebidanan. Capaian pembelajaran mahasiswa kebidanan cenderung rendah dan tidak sesuai dengan harapan. Salah satu upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran adalah melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum inti D-III kebidanan 2011 untuk mengetahui komponen kurikulum yang perlu diperbaiki. Tujuan  penelitian ini mengevaluasi kurikulum inti pendidikan D-III kebidanan saat ini dengan model CIPP (Context, Input, Process, Product) dan menggali kurikulum yang dibutuhkan bagi pendidikan D-III Kebidanan agar lulusan bidan lebih profesional. Metode rancangan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan paradigma konstruktivisme. Penelitian ini dilakukan pada institusi di 5 provinsi yaitu : DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur . Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam terhadap 17 responden, yang terdiri dari pembantu direktur bagian akademik, dosen pelaksana kurikulum harian, kepala bidang administrasi akademik dan mahasiswa. Analisis data meliputi transkripsi wawancara mendalam, reduksi, melakukan koding, kategorisasi dan penentuan tema. Proses evaluasi menggunakan model CIPP (Context, Input, Process, Product). Hasil didapatkan bahwa komponen context yang terdiri dari SDM, peserta didik, manajemen, dukungan pemimpin, struktur kurikulum, standar kompetensi, beban belajar, isi kurikulum, dan dukungan pemerintah perlu diperbaiki. Komponen input yang terdiri dari target capaian pembelajaran, kemampuan dosen, sarana dan prasarana, kecukupan waktu pembelajaran, sumber informasi pengembangan kurikulum serta kualitas calon mahasiswa belum memadai. Komponen process yang terdiri dari koherensi pembelajaran, keterlaksanaan program, perumusan kurikulum, pemilihan strategi pembelajaran, pengorganisasian kurikulum, prosedur evaluasi, suasana akademik masih belum baik. Komponen product yang terdiri dari kualitas kemampuan mahasiswa, dampak perubahan kurikulum belum maksimal.  Simpulan diperlukan perbaikan dalam komponen Context, Input, Process, dan Product serta proses penyusunan kurikulum inti, penguatan mata kuliah, dan penguatan soft skill untuk meningkatkan kualitas lulusan bidan.
PeranPenerapan Model Pembelajaran Asuhan Bayi Balita dan Anak Pra SekolahTerintegrasi terhadap Motivasi dan Kompetensi Mahasiswa serta Kepuasan Pasien pada Praktik Klinik Kebidanan Vera Renta Siahaan; Deni K. Sunjaya; Meita Dhamayanti; Farid Husin; Nanan Sekarwarna; Rovina Ruslami
Jurnal Pendidikan dan Pelayanan Kebidanan Indonesia (Indonesian Journal of Education and Midwifery Care Vol 2, No 4 (2015): Desember
Publisher : Program Studi Magister Kebidanan FK UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (95.453 KB) | DOI: 10.24198/ijemc.v2i4.73

Abstract

Bidan yang kompeten tidak hanya mampu dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, namun mampu memberikan asuhan yang berpusat terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat.Hasil uji kompetensi tahun 2013 yang dilakukan terhadap mahasiswa program studi DIII kebidanan didapatkan hanya 53 % yang lulus. Peningkatan kualitas bidan harus didukung dengan peningkatan kualitas pendidikan. Model pembelajaran terintegrasi diperlukan guna meningkatkan kualitas kompetensi bidan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Penelitian ini bertujuanu ntuk menganalisis peran penerapan model pembelajaran asuhan bayi balita dan anak rasekolah terintegrasi terhadap motivasi dan kompetensi mahasiswa serta kepuasan pasien dalam praktik klinik kebidanan.Rancangan penelitian kuantitatif dengan pendekatan analitik menggunakan quasi experiment dengan pre-post test design.Populasi penelitian adalah mahasiswa DIII Kebidanan Universitas Sebelas Maret (UNS)Surakarta semester IV dan ibu yang memiliki bayi balita dan anak pra sekolah yang mendapatkan pelayanan dari mahasiswa DIII Kebidanan UNS Surakarta semester IV. Sampel penelitian adalah total populasi dengan jumlah 37 mahasiswa UNS semester IV dan 37 pasien. Penelitian dilakukan di Prodi D III Kebidanan UNS Surakarta pada bulanApril – Juli 2015.Variabelpenelitianadalahmodel pembelajaran, motivasi, kompetensi dan kepuasan. Analisis data menggunakan uji wilcoxon, chi square, spearman rank, dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat efek penerapan model pembelajaran asuhan bayi balita dan anak pra sekolah terintegrasi terhadap motivasi mahasiswa (52 (43-84) VS 76 (72-92), p< 0,05) dan kompetensi mahasiswa (0 VS 8). Terdapat peran kompetensi mahasiswa setelah penerapan model pembelajaran asuhan bayi balita dan anak pra sekolah terintegrasi terhadap kepuasan pasien, p< 0,05. Penerapan asuhan bayi balita dan anak prasekolah terintegrasi dapat menjadi alternatif dalam pembelajaran di Institusi Kebidanan. Model pembelajaran asuhan bayi balita dan anak prasekolah terintegrasi dapat meningkatkan motivasi dan kompetensi mahasiswa pada praktik klinik kebidanan. Kompetensi mahasiswa berperan terhadap kepuasan pasien pada praktik klinik kebidanan.
Statin sebagai Protektor Otak pada Cedera Otak Traumatik Kenanga Marwan; Cindy Elfira Boom; Rovina Ruslami
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (766.416 KB) | DOI: 10.24244/jni.vol6i1.39

Abstract

Cedera otak traumatik (COT) masih menjadi masalah morbiditas dan mortalitas utama di dunia. Cedera otak traumatik dengan cepat mencetuskan cedera sekunder yang yang dapat memperburuk outcome. Proteksi otak bertujuan untuk mencegah cedera otak sekunder dengan cara melakukan metode dasar, hipotermi, neurofarmakologi dan kombinasi hipotermi dan farmakologik. Metode dasar pada proteksi otak adalah dengan cara menjaga jalan napas bebas sepanjang waktu, oksigenasi yang adekuat, mencegah hipokarbia, pengendalian tekanan darah, pengendalian tekanan intrakranial, pengendalian tekanan perfusi otak, dan pengendalian kejang. Neurofarmakologi pada proteksi otak yaitu dengan menggunakan obat yang memiliki efek proteksi otak. Statin, suatu inhibitor 3-hydroxy-3-methyglutaryl coenzym-A (HMG CoA) reduktase telah dikenal sebagai obat penurun lemak darah. Statin memiliki efek pleiotropik yang bersifat kolesterol-independen dengan efek yang potensial dalam tatalaksana gangguan neurologis. Efek ini berupa kemampuan menurunkan hemostasis dengan cara mengurangi efek trombosis dan kaskade koagulasi, meningkatkan fibrinolisis dan kaskade antikoagulasi, memperbaiki fungsi endotel, mempercepat bioaviabiltas nitrat oksida, antioksidan, aktifitas imunomodulasi dan antiinflamasi, serta menstabilkan plak aterosklerosis. Pada kasus COT, statin menurunkan trombosis intravaskuler dan menurunkan mediator inflamasi seperti TNFα, IL-6 dan IL-1β. Hal ini membuat statin menjadi kandidat yang ideal untuk penanganan cedera otak akut.Statin As Brain Protector In Traumatic Brain InjuryTraumatic brain injury (TBI) still represents the leading cause of morbidity and mortality in the world. Traumatic brain injury could rapidly develop secondary brain injury after trauma that can make worst the outcome. Brain protection procedures to prevent secondary brain injury are basic method, hypothermia, neuropharmacology, and combination of both hypothermia and neuropharmacology. Basic method such as patency airway, adequate oxygenation, blood pressure control, intracranial pressure monitoring, maintain cerebral perfusion pressure and prevent of seizure. Neuropharmacology is one technique to do brain protection by using drugs with neuro-protection effect. Statin, 3-hydroxy-3-methyglutaryl coenzym-A (HMG CoA) reductase inhibitor is hypolipidemik drug which has pleiotropic effect in cholesterol-independen manner and suggest potential effect in neurologic disorder such as decreased hemostatic and decreased thrombotic effect and cascade coagulation, increased fibrinolytic and anticoagulation cascade, improve endothelial function, increase nitric oxide bioaviability, antioxidan, immunomodulation and anti-inflammatory activity and stabilize plaque atheroslerotic. In TBI, statin reduce intravascular thrombocytosis and decreased inflammatory mediator like TNF α, IL-6 dan IL-1β. These makes statin becomes ideal candidate for management acute brain injury. 
Penggunaan Obat Anti Epilepsi untuk Terapi Profilaksis Bangkitan pada Cedera Otak Traumatik Rovina Ruslami; Tatang Bisri
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 5, No 1 (2016)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3260.66 KB) | DOI: 10.24244/jni.vol5i1.60

Abstract

Cedera otak traumatik (COT) merupakan salah satu penyebab bangkitan dan epilepsi. Bangkitan pasca COT (post traumatic seizure/PTS) didefinisikan sebagai bangkitan dini (early PTS) jika terjadi dalam 7 hari pasca COT, atau sebagai bangkitan lanjut (late PTS) bila terjadi sesudah 7 hari pasca COT. Sampai saat ini tidak cukup data yang mendukung rekomendasi level I untuk terapi profilaksis PTS. Kejadian early PTS tidak berhubungan dengan luaran terapi yang lebih buruk. Namun karena insidensinya cukup tinggi, terapi profilaksis dapat menurunkan insidensi early PTS, dan sebagian epilepsi berhubungan dengan cedera kepala sebelumnya, maka terapi profilaksis dapat dipertimbangkan. Terapi profilaksis diindikasikan hanya untuk mencegah early PTS pada kasus COT berat (GCS 8). Terapi profilaksis tidak direkomendasikan untuk mencegah late PTS karena belum ada bukti yang mendukung. Fenitoin (phenytoin=PHT) merupakan obat yang paling banyak diteliti dan digunakan untuk mencegah early PTS, diberikan segera selama 1 minggu. PHT memiliki profil farmakokinetik yang rumit, berbagai efek samping yang memerlukan pemantauan klinis yang ketat dan pemeriksaan kadar obat dalam darah. Obat anti epilepsi (OAE) lain seperti valproat, karbamazepin, dan fenobarbital masih sangat terbatas datanya, memiliki isu keamanan dan farmakokinetik, sehingga saat ini tidak direkomendasikan untuk terapi profilaksis bangkitan pada COT. Levetiracetam (LEV) merupakan OAE yang lebih baru dengan profil farmakokinetik yang lebih “bersahabat”, namun data terkait efikasi dan keamanan masih terbatas. Diperlukan studi lebih lanjut untuk memperlihatkan jika LEV dapat menggantikan PHT dalam terapi profilaksis bangkitan pasca COT.The Use of Antiepileptic Drugs for Posttraumatic Seizure Prophylaxis after Traumatic Brain Injury Traumatic brain injury (TBI) is one of the cause of seizure and epilepy. Post traumatic seizure (PTS) is classified as early PTS if occurs within 7 days after injury, and as late PTS if occurs after 7 days following injury. The incidence of PTS is rather high, and seizure prophylaxis could decrease the incidence of early PTS. Furthermore, part of epilepsy are thought to be the result of previous head trauma. Therefore, prophylaxis therapy can be considered. Currently, there are insufficient data to support a Level I reccomendation for seizure prophylaxis after TBI. Early PTS is not associated with worse outcome. It is only indicated for preveting early PST in severe TBI (GCS 8), and not recommended for preventing late PTS due to lack of evidence to support it. Phenytoin (PHT) has been extensively studied and used for prophylaxis of PTS; it is administered during the first seven days after TBI. PHT has numoerus side effects and drug interactions, has complex non-linear pharmacokinetics that require therapeutic drug monitoring. Data from other AEDs like valproate, carbamazepine, and phenobarbital are very limited. They also have sevral safety and pharmackinetics issues. Therefore they are not recommended for preventing PTS. Levetiracetam (LEV) is a newer AED with a more friedly characteristics. However the data regarding the efficacy and safety is limited. Further investigations is needed to evaluate if LEV is a reasonable alternative to PHT for preventing PTS in patients with TBI.
Co-Authors - Sudigdoadi, - Abdullah, Nursanti Abjan, Kadar Achadiyani Achmad, Muhammad Djanib Adi Imam Cahyadi Agnes Agustin, Agnes Agung Dinasti Permana Ahmad Rizal Ahmad Yamin Ahmad, Khamsiah Ani Melani Maskoen Anita Deborah Anwar Anneke Rosma Aras Syazili Ardini Raksanagara ardini raksanagara, ardini Atmaja, Harold Eka Attamimi, Fathimah Azzahra Atu Purnama Dewi Atu Purnama Dewi Bachti Alisjahbana Bafagih, Aisyah Bethy S. Hernowo Billy Talakua Bony Wiem Lestari Budi Setiabudiawan Chiho Yamazaki Cindy Elfira Boom Cindy Elfira Boom Deni K Sunjaya Deni K. Sunjaya Dewi Herawati Dewi M. Herawati Dewi Puspasari Dewi Puspasari Dewi, Atu Purnama Edhyana Sahiratmadja Edy Soewono Eka Kusuma Dewi, Eka Kusuma Emmy Hermiyanti Pranggono Endang Sutedja Farid Husin Farid Husin Febriani, Ulfah Dwi Findra, Muhammad Nur Hamidin Rasulu Harold Eka Atmaja Harold Eka Atmaja Herawati H Herawati, Dewi M. Hikmat Permana Hiroshi Koyama Igor Hutabarat Ikbal Marus, Ikbal Ishak, Safira Juharni Juharni, Juharni Julaecha Julaecha Juni Wijayanti Puspita Kameo, Satomi Kenanga Marwan Koyama, Hiroshi Laitupa, Ibnu Laitupa, Ibnu W Lastri Winarni Lating, Noval Ali Leha, Alicia W Lika Apriani Luntungan, Gloria Vivian M. Irfan M. Irfan, M. Irfan Malan, Sudirto Margono, M. Tirta Marwan, Kenanga Maya Valentina Putrie Maya Valentina Putrie, Maya Valentina Ma’rus, Ikbal Meirina, Triana Nurul Meita Dhamayanti Muchdar, Fatma Muhammad Irfan Muhdar, Fatma Naim, Armain Najamuddin Najamuddin, Najamuddin Nanan Sekarwarna Nanny Natalia Mulyani Soetedjo Novi Jayanti Nurul Safitri Nury Fitria Dewi Pitra, Faisal Ponpon Idrajinata Raesa Yolanda, Raesa Rahmawati, Rika Nurlaily Raspati Cundarani Koesoemadinata Ratna Anggraeni Renny Rosalita, Renny Rika Nurlaily Rahmawati Rosma, Anneke Rudi Wisaksana S Wibowo, Eko Samadan, Gamal M Sapto Wahyu Indratno Satomi Kameo See Siew Ju Sinta Sari Ratunanda Sofia Imaculata Sophia Sophia Sumaryati Sudigdoadi Sumaryati Sudigdoadi, Sumaryati Supyan Supyan Suryani Gunadharma Suryani Suryani Susan Margaret McAllister Syahnul Sardi Titaheluw Talib, Ahmaad Tamrin, Muhammad Rafly Zulfikar Tan, Fathnun Tatang Bisri Tatang Bisri Teti Madiadipoera Thaufiq Boesoirie Thaufiq Boesoirie Tina Judistianti Tita Husnitawati Madjid Titaheluw, Syahnul S. Tri Hanggono Achmad Triana Nurul Meirina Triana Nurul Meirina Ulfah Dwi Febriani Umar Tangke, Umar Vera Renta Siahaan Vycke Yunivita Vycke Yunivita Kusumah Dewi W. Laitupa, Ibnu Wahyu Alfishahrin. T, Wahyu wulansari, angela Yamazaki, Chiho Yuliana Yuliana Yusuf, Masri