Claim Missing Document
Check
Articles

WAWACAN SIMBAR KANCANA (Kajian Struktural, Budaya, dan Etnopedagogik) ROPIAH, OPAH; RUHALIAH, DR
LOKABASA Vol 6, No 1 (2015): Vol. 6, No. 1 April 2015
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v6i1.3155

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) struktur Wawacan Simbar Kancana, 2) unsur-unsur budaya dalam Wawacan Simbar Kancana, dan 3) nilai etnopedagogik yang ada dalam Wawacan Simbar Kancana. Sumber data dari penelitian ini adalah Wawacan Simbar Kancana yang ditulis oleh K.Tisnasujana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi pustaka. Struktur Wawacan Simbar Kancana terdiri dari struktur formal dan struktur naratif. Struktur formal Wawacan Simbar Kancana terdiri dari guru lagu dan guru wilangan pupuh, watak/karakter pupuh, dan terdiri dari empat sasmita pupuh. Struktur naratif Wawacan Simbar Kancana meliputi: 1) alur cerita campuran dan ada sepuluh episode, 2) terdapat tujuh motif cerita, 3) tokoh cerita dalam Wawacan Simbar Kancana terdiri dari tujuh tokoh, 4) latar cerita meliputi latar tempat, waktu, dan suasana, dan 5) tema cerita dalam Wawacan Simbar Kancana yaitu perjuangan. Unsur budaya di Wawacan Simbar Kancana meliputi: 1) sistem kepercayaan (religi) meliputi tiga aspek, 2) organisasi sosial/organisasi kemasyarakatan terdiri dari tiga aspek, 3) ilmu pengetahuan terdiri dari delapan aspek, 4) bahasa meliputi dua bahasa, gaya bahasa, dan babasan paribasa Sunda, 5) kesenian meliputi seni suara dan seni musik, 6) sistem mata pencaharian terdapat petani, dan 7) sistem tekhnologi meliputi lima aspek. Nilai Etnopedagogik dalam Wawacan Simbar Kancana terdiri dari catur jatidiri insan yang meliputi pengkuh agamana, luhung élmuna, jembar budayana, dan rancagé gawéna yang dikaitkan dengan moral manusia.    AbstractThe aim of this study was to describe (1) the structure of Wawacan Simbar Kancana, (2) the elements of culture in the Wawacan Simbar Kancana, and (3) the ethnopedagogical value of the Wawacan Simbar Kancana. The data source of this research is Wawacan Simbar Kancana, written by K.Tisnasujana. This research used descriptive method, with literature review techniques. The structure of Wawacan Simbar Kancana consists of formal and narrative structure. The formal structure consists of guru lagu and guru wilangan pupuh, characters/characterizations of pupuh, and including four sasmitas of pupuh. The narrative structure includes (1) a mixture storyline of ten episodes; (2) seven storyline motifs; (3) seven characters; (4) the background of the story including location, time, and atmosphere; and (5) the struggle theme. The cultural elements include (1) the three aspects of the belief (religious) system, (2) three aspects of social/community organizations, (3) eight aspects of science, (4) two languages, the language style, and the Sundanese babasan-paribasa, (5) the arts of sound and music, (6) the system of livelihood (farmers), and (7) five aspects of technological system. The ethnopedagogical values in Wawacan Simbar Kancana consist of catur jatidiri insan (including pengkuh agamana, luhung élmuna, Jembar budayana, and Rancage gawéna) that is associated with human morality.
MAKANAN DAN MINUMAN TRADISIONAL SUNDA SEBAGAI EKSISTENSI BAHASA DAERAH UNTUK MENGHADAPI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Ropiah, Opah
LOKABASA Vol 7, No 2 (2016): Vol. 7, No. 2, Oktober 2016
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v7i2.9169

Abstract

Abstrak Tahun 2016 masyarakat Indonesia dihadapkan pada era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Era MEA merupakan penyatuan ekonomi masyarakat Asean yang berdampak pada sosial, budaya, politik, dan bahasa. Masuknya budaya luar ke Indonesia menuntut masyarakat agar kreatif dan mempunyai daya saing dengan perekonomian di Asean. Dengan berkembangnya bahasa Inggris akan menggerus bahasa daerah dikarenakan bahasa daerah dianggap tidak berkontribusi banyak di era MEA. Padahal bahasa daerah sangat penting sebagai identitas daerah dan alat pendukung kebudayaan daerah. Agar bahasa daerah tidak punah maka dibutuhkan eksistensi di masyarakat. Salah satu eksistensinya bisa dilihat dari makanan tradisional yang dipasarkan bebas di Asean. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Penelitian inipun mendeskripsikan nama-nama makanan tradisional khas daerah tidak akan bisa diganti dengan bahasa Inggris. Tujuan dari penelitian ini yaitu mendeskripsikan jenis-jenis makanan tradisional daerah Sunda, jenis-jenis minuman tradisional daerah Sunda, dan eksistensi makanan tradisional khas Sunda di berbagai daerah di Jawa Barat. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat banyak jenis makanan tradisional dilihat dari bahan pokok pembuatnya yang meliputi: 1) tipung béas (ali agrem, apem, awug, bubur lemu, cara, cuhcur, nagasari, bibika, papais, sorabi, jrrd), 2) sampeu (comro, misro, putri noong, gegetuk, katimus, peuyeum sampeu, jrrd), 3) ketan (peuyeum ketan, gemblong, wajit,dodol, opak, raginang, sasagon, téngténg, ulén, jrrd), dan 4) béas (buras, kupat, leupeut, lontong, jrrd). Jenis minuman tradisisonal khas Sunda terdiri dari bajigur, bandrek, céndol, cingcau, goyobod, lahang, dan sakoteng. Eksistensi makanan tradisional khas Sunda di berbagai daerah di Jawa Barat masih tetap terjaga. Hal ini dilihat dari makanan khas tardisional Jawa Barat yang masih disajikan pada acara pernikahan, khitanan, kematian, upacara tradisi, dan masih dipasarkan di berbagai toko oleh-oleh maupun toko makanan di Jawa Barat. ABSTRACTStarting from 2016, Indonesia enters the era of the ASEAN Economic Community (AEC). The era of AEC represents the union of the ASEAN economic community that give social, cultural, political, and language impacts. The entry of foreign cultures to Indonesia requires people to be creative and competitive with ASEAN economies. English language development could potentially undermine regional languages because regional language is considered not having much contribution for the era of MEA. However, regional languages have an important function as a tool of regional identity, as well as supporting regional culture. Regional languages should exist in regional communities to avoid their extinction. A form of regional languages’ existence can be seen in traditional foods that are marketed in the ASEAN region. This research used descriptive method. This study describes names of typical traditional food of regions that cannot be translated into English. This study aimed to describe the types of traditional food, traditional beverages, and the existence of traditional Sundanese food in various regions in West Java province. The results show that types kinds of traditional food based on the material: (1) tipung beas rice flour (ali agrem, apem, awug, bubur lemu, cara, cuhcur, nagasari, bibika, papais, sorabi, etc.), (2) sampeu cassava (comro, misro, putri noong, gegetuk, katimus, peuyeum sampeu, etc.), (3) ketan glutinous rice (peuyeum ketan, gemblong, wajit, dodol, opak, raginang, sasagon, téngténg, ulén, etc.), and (4) Beas rice (buras, kupat, leupeut, lontong, etc.). The types of Sundanese traditional beverages consist of bajigur, bandrek, cendol, cingcau, goyobod, lahang, and sakoteng. The Sundanese traditional foods in various areas of West Java still exist. This is evident from the traditional foods that are still served at ceremonies of wedding, circumcision, death, traditional, and they are marketed in a variety of souvenir shops and food stores in West Java. 
Penerapan Program Interpersonal Communication Training Terhadap Kemampuan Komunikasi Gustiana, Eva; Ropiah, Opah
Jurnal Pelita PAUD Vol 3 No 2 (2019): Jurnal Pelita PAUD
Publisher : STKIP Muhammadiyah Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.018 KB) | DOI: 10.33222/pelitapaud.v3i2.548

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena mengenai komunikasi interpersonal pada ibu yang memiliki anak usia dini. Aspek komunikasi interpersonal meliputi, openess (keterbukaan), empathy (empati), supportiveness (dukungan), positiveness (rasa positif), equality (kesetaraan). Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran apakah modul yang dirancang bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal ibu yang memiliki anak usia dini. Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi experimental. Sampel penelitian adalah 10 ibu yang memiliki anak usia dini. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner komunikasi interpersonal DeVito. Pengujian validitas alat ukur dilakukan dengan teknik construct validity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu menampilkan reaksi positif terhadap pelatihan dan menunjukkan peningkatan kelima aspek komunikasi interpersonal. Hal ini Berdasarkan hasil dari pre-post test skor total komunikasi interpersonal sebesar 0,005 (H0 ditolak), pre-post test skor aspek openness sebesar 0,017 (H0 ditolak), pre-post test skor aspek empathy sebesar 0,005 (H0 ditolak), pre-post test skor aspek supportiveness sebesar 0,034 (H0 ditolak),  pre-post test skor aspek positivenness  sebesar 0,018 (H0 ditolak), pre-post test skor aspek equality sebesar 0,020 (H0 ditolak).  Dari data tersebut menunjukkan bahwa thitung < ttabel, sehingga H0 ditolak, maka terdapat pengaruh pada aspek komunikasi interpersonal, openness, empathy, supportiveness, positivenness dan equality secara significant.
Nilai Estetis Kesenian Gembyung di Kabupaten Subang untuk Bahan Pembelajaran Membaca Di SMA Kelas XII Opah Ropiah
JALADRI : Jurnal Ilmiah Program Studi Bahasa Sunda Vol 1 No 1 (2015): Jaladri
Publisher : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.385 KB)

Abstract

Penelitian ini berjudul “Nilai Estetis Kesenian Gembyung di Kabupaten Subang untuk Bahan Pembelajaran Membaca di SMA Kelas XII”. Penelitian ini membahas nilai estetis Kesenian Gembyung Buhun Dangiang Dongdo yang berada di Kabupaten Subang. Kesenian Gembyung Buhun Dangiang Dongdo merupakan salah satu grup kesenian gembyung yang berada di Kabupaten Subang yang bekerjasama dengan Komunitas “Roengkoen Iwoeng”. Tujuan diadakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui: 1) latar belakang adanya kesenian gembyung di Kabupaten Subang, 2) unsur-unsur seni yang ada pada kesenian gembyung, 3) proses pertunjukan kesenian gembyung, 4) nilai estetis yang terdapat pada kesenian gembyung di Kabupaten Subang, dan 5) rencana bahan pembelajaran membaca di SMA kelas XII mengenai nilai estetis kesenian gembyung di Kabupaten Subang.Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka, observasi, wawancara, studi dokumentasi dan sadap rekam.Dalam proses penelitian ini ditemukan hal-hal atau data, yaitu kesenian gembyung merupakan salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Kabupaten Subang. Gembyung berasal dari dua suku kata yaitu ‘gem’ dan ‘yung’. ‘Gem’ berasal dari kata ‘ageman’ yang artinya ajaran, pedoman, atau faham yang dianut oleh manusia, dan suku kata ‘byung’ berasal dari kata ‘kabiruyungan’ yang artinya kepastian untuk dilaksanakan. Fungsi kesenian gembyung yaitu sebagai ritual dan pertunjukan. Kesenian gembyung mempertunjukkan keindahan yang terdapat dalam alat musik, kostum, tarian, dan syair lagu. Manfaat dari penelitian ini yaitu menambah pengetahuan tentang nilai estetis yang terkandung dalam kesenian gembyung untuk dijadikan bahan pembelajaran membaca bahasan di SMA kelas XII.
Pendidikan Karakter dalam Paribasa Sunda Opah Ropiah
JALADRI : Jurnal Ilmiah Program Studi Bahasa Sunda Vol 1 No 1 (2015): Jaladri
Publisher : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.045 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas tentang 18 karakter bangsa menurut Disdiknas yang terdapat dalam babasan Sunda. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) pengertian babasan Sunda; 2) pengertian pendidikan karakter; dan 3) pendidikan karakter dalam babasan Sunda. Manfaat penelitian ini bisa memberi pengetahuan tentang dunia pendidikan, bahasa, sastra, dan budaya Sunda dan bisa melestarikan tradisi lisan Sunda agar dikenal lagi oleh masyarakat serta dijadikan inventarisir budaya Sunda. Penenelitian ini termasuk kepada penelitian kualitatif. Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi pustaka. Dalam proses penelitian ini ditemukan hal-hal atau data, yaitu pendidikan karakter merupakan upaya membentuk dan menanamkan nilai-nilai karakter seseorang atau peserta didik melalui pendidikan yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang atau proses pembiasaan (habituation). Kemendiknas mengidentifikasi 18 nilai atau karakter bangsa yang perlu diwariskan kepada anak-anak Indonesia yaitu religius, jujur, toléransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, dan tanggung jawab. Babasanyaitu ucapan/kata-kata tetap dan sistematis yang memiliki arti bukan sebenarnya. Isinya merupakan bandingan suatu barang atau keadaan dan membangun satu kata. Hasil analisis pendidikan karakter dalam babasan Sunda menghasilkan pendidikan karakter religius, jujur, toléransi, disiplin, kerja keras, kreatif, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Arti dan nilai yang tersirat dalam babasan Sunda perlu diperkenalkan agar nilai-nilai karakter tersebut bisa tertanam di dalam diri masyarakat Indonesia.
ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI MORAL DALAM NOVEL PELESIR KA BASISIR KARYA RISNAWATI Iis Isti Fatimah; Opah Ropiah
JALADRI : Jurnal Ilmiah Program Studi Bahasa Sunda Vol 7 No 2 (2021): Jaladri
Publisher : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.956 KB) | DOI: 10.33222/jaladri.v7i2.1514

Abstract

Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan unsur struktur dan nilai moral yang ada dalam novel Pelesir ka Basisir. Metode yang digunakan adalah deskriptif-analisis. Teknik yang digunakan adalah teknik studi pustaka. Hasil dari penelitian ini yaitu struktur cerita yang terdiri dari: 1) bertema perjalanan anak-anak berlibur ke pantai; 2) fakta cerita meliputi: galur yang saling bersambung, terdapat 28 karakter, dan 45 latar (32 latar tempat, 12 latar waktu, dan 1 latar sosial); serta 3) sarana cerita judulnya: Novel Pelesir ka Basisir, bersudut pandang imajinasi orang ketiga. Nilai moral dalam Novel Pelesir Ka Basisir meliputi: 1) 3 Nilai Moral manusia dan dirinya (taat ibadah, berani dan tabah, santun); 2) 6 Nilai Moral manusia dan manusia lainnya (mengingatkan untuk tidak mengeluh, tidak merepotkan orang tua, ingat beribadah, gotong royong, rukun, sadar hukum); 3) 2 Nilai moral manusia dan alam (memeriksa tanaman, melindungi hewan); 4) 2 Nilai Moral Manusia dan Tuhannya (memuji Tuhan atas ciptaan-Nya, ketaatan beribadah); 5) 1 Nilai moral manusia dan waktu (memanfaatkan waktu liburan); serta 6) 1 Nilai moral manusia untuk kepuasan Lahir dan Batin (keinginan dikabulkan)
NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CARITA NYI HALIMAH KARYA SAMSOEDI Ghina Inayati; Opah Ropiah
JALADRI : Jurnal Ilmiah Program Studi Bahasa Sunda Vol 7 No 2 (2021): Jaladri
Publisher : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.502 KB) | DOI: 10.33222/jaladri.v7i2.1525

Abstract

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Kajian berfokus pada pembahasan nilai didaktis dalam novel Carita Nyi Halimah. Data penelitian adalah teks novel Carita Nyi Halimah, baik percakapan maupun kalimatnya. Data dianalisis menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan nilai-nilai yang terkandung dalam novel tersebut, yaitu nilai moral, nilai agama, nilai budaya, dan nilai pendidikan. Dengan demikian, novel ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi yang cocok untuk bahan ajar di sekolah, khususnya dalam pelajaran bahasa Sunda.
ANALISIS KATA HOMONIM DALAM KAMUS BAHASA SUNDA LBSS DAN KAMUS BAHASA INDONESIA KBBI Anis Mabarti; Opah Ropiah
JALADRI : Jurnal Ilmiah Program Studi Bahasa Sunda Vol 2 No 1 (2016): Jaladri
Publisher : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.922 KB) | DOI: 10.33222/jaladri.v2i1.1573

Abstract

Pengertian homonim perlu diketahui supaya tidak menyebabkan pemaknaan yang berbeda. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk (a) mengetahui kata homonim dalam kamus LBSS, (b) mengetahui perbandingan arti dalam kamus LBSS dan kamus KBBI, (c) mengetahui warna kecap homonim dalam kamus Sunda. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitataif, jenis penelitiannya secara deskriptif. Teknik mengumpulkan data melalui studi pustaka. Instrumen penelitian menggunakan kartu data. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa homonim yang ditemukan dalam kamus Sunda LBSS jumlahnya ada 350 kata, jumlah homograf ada 298 kata, jumlah homofon ada 52 kata. Jumlah jenis homonim yang ditemukan ada 76 kata.
ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI MORAL DALAM NOVEL HANDEULEUM NA HATE BEUREUM KARYA CHYE RETTY ISNENDES Denti Yolanda; Opah Ropiah
JALADRI : Jurnal Ilmiah Program Studi Bahasa Sunda Vol 8 No 1 (2022): Jaladri
Publisher : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33222/jaladri.v8i1.1592

Abstract

This study aims to describe the structure and moral values ​​contained in the novel Handeuleum na Haté Beuruem by Chye Retty Isnendes. The method used in this research is descriptive analysis using data collection techniques, literature review and data analysis. Based on the analysis of the structure of the story, the theme of this novel is about love. The flow used is the forward flow. There are 11 characters. There are 14 place settings in this novel, the background of the situation is sad and disappointed. The point of view uses a third-person omniscient point of view. The language style used is hyperbole, personification style, pleonasm language style, babasan language style and proverb, and foreign language style. Based on the results of the analysis of human moral values ​​to God, namely believing in destiny and God's power, human morals towards themselves are trustworthy, smart, wise, self-aware, busy, selfish, and suudzon, humans towards other humans understand others, respect others, caring, sociable, wise, flirtatious, indifferent, arrogant, envious, curious, human morals towards time, namely making time effective, human morals to get inner and outer happiness, namely the footing in satisfying desires
Semiotika Batik Paseban Kabupaten Kuningan (Semiotics of Paseban Batik, Kuningan Regency) Opah Ropiah; Lia Maulia Indrayani; Teddi Muhtadin; Susi Yuliawati
Indonesian Language Education and Literature Vol 7, No 2 (2022)
Publisher : Jurusan Tadris Bahasa Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/ileal.v7i2.9090

Abstract

The aims of this study is to describe the meaning of Batik Paseban from Kuningan Regency using Roland Barthes' semiotic approach. The results show that the meanings found in the Paseban batik motifs include: (1) Sekar Galuh which describes nature conservation; (2) Oyog Mingmang which depicts unity and oneness; (3) Mayang Segara which implies the breadth of the human heart; (4) Adu Manis which describes domestic life; (5) Rereng Pwah Aci which reflects Sundanese women; (6) Geger Sunten which describes self-defense; (7) Réréng Kujang which means keeping a promise; (8) Mayang Cindé which describes character; (9) Sekar Kencana which describes leadership; 10) Ayang-Ayang which implies mutual cooperation; 11) Kadatun or Karatun which is interpreted as a fair and wise leader; and 12) Gagang Sénggang which represents prosperity.Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan makna Batik Paseban dari Kabupaten Kuningan dengan menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna yang ditemukan dalam motif batik Paseban di antaranya: (1) Sekar Galuh yang menggambarkan pelestarian alam; (2) Oyog Mingmang yang menggambarkan persatuan dan kesatuan; (3) Mayang Segara yang mengisyaratkan keluasan hati manusia; (4) Adu Manis yang menggambarkan kehidupan rumah tangga; (5) Rereng Pwah Aci yang mencerminkan perempuan Sunda; (6) Geger Sunten yang menggambarkan pertahanan diri; (7) Réréng Kujang yang dimaknai menepati janji; (8) Mayang Cindé yang menggambarkan budi pekerti; (9) Sekar Kencana yang menggambarkan kepemimpinan; 10) Ayang-Ayang yang mengisyaratkan gotong-royong; 11) Kadatun atau Karatun yang dimaknai pemimpin adil dan bijaksana; serta 12) Gagang Sénggang yang menggambarkan kemakmuran.