Claim Missing Document
Check
Articles

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENCABULAN ANAK YANG MENDERITA DISABILITAS INTELEKTUAL (STUDI PUTUSAN NOMOR 135/PID.SUS/2018/PN BTG): The Judge's Considerations In Sentenced Criminal Against Child Abuse Offenders Suffering From Intellectual Disabilities Owen Chinua Saragih; Ermania Widjajanti
Reformasi Hukum Trisakti Vol 6 No 2 (2024): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Faculty of Law, Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/refor.v6i2.19663

Abstract

The crime of child molestation can be committed by anyone, in this case the perpetrator of child molestation has an intellectual disability. The formulation of the problem this research is whether the judge's consideration in imposing a 5 year prison sentence on the perpetrator of the crime of obscene acts on a child who has a mental disorder is correct and what is the strength of the evidence from expert testimony on the perpetrator of the crime of an obscene act on a child who has a mental disorder. The research method is descriptive analytical with secondary data analyzed qualitatively, type of research is normative juridical. The results of the research and discussion show that the judge's considerations in this case imposed a criminal sentence of 5 (five) years on the perpetrator because the judge assumed that the perpetrator could be responsible for his actions, even though the perpetrator as in this case was mentally retarded, he was still sentenced because he was declared capable of responsibility. Conclucion case could be returned to the law regarding legal competence, eliminating the basic crime because forgiveness could given if the fraudster is unable to take responsibility (Article 44 of the Criminal Code).
Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Sebagai Mata Pencaharian (Putusan Nomor 465/Pid.Sus/2021/PN.Ktp) : Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Sebagai Mata Pencaharian (Putusan Nomor 465/Pid.Sus/2021/PN.Ktp) Matatula Zefanya Armando Doeputra; Ermania Widjajanti; Indonesia
Reformasi Hukum Trisakti Vol 6 No 2 (2024): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Faculty of Law, Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/refor.v6i2.19723

Abstract

Law Number 21 of 2007 concerning the eradication of Criminal Acts of Human Traffcking (UU TPPO) regulates criminal acts ivolving human trafficking as a means of livelihood. The problems in this research are 1) Does the application of the provisions of Article 296 of the criminal code Article 2 of the TPPO law to perpetrators of criminal acts of human trafficking carried out as a means of livelihood in Decision Number 465/Pid.Sus/2021/PN.Ktp already in accordance with the purpose of the punishment? This research uses a normative research type with secondary data and is descriptive analytical in nature. Data analysis wa carried out qualitatively by drawing conclusions deduktively. The results and conclusions of this research are that the panel of judges wa inappropriate in using the provisions of Article 296 of the Criminal Code as a basis for consideration and decision for the criminal acts of human trafficking committed by the perperator. Furthermore, the punishment given to perpetrators of criminal acts of human trafficking which is carried out as a means of livelihood is not in accordane with the theories of punishment and criminal objectives, namely Reformation, Restraint, Retribution and Detterence (3R and 1D).
- TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA MEMPERTONTONKAN DIRI DI MUKA UMUM YANG MENGGAMBARKAN KETELANJANGAN/EKSHIBISIONISME: TINDAK PIDANA MEMPERTONTONKAN DIRI DI MUKA UMUM YANG MENGGAMBARKAN KETELANJANGAN/EKSHIBISIONISME Oemyx Wynn Tratabofa Hutasoit; Ermania Widjajanti
Reformasi Hukum Trisakti Vol 6 No 2 (2024): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Faculty of Law, Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/refor.v6i2.19931

Abstract

Criminal perpetrators exposing their genitals fall under the purview of both the Criminal Code and Law Number 44 of 2008 regarding Pornography. However, the defendant's actions, primarily targeting children, align more with Law 35 of 2014 concerning Amendments to Child Protection Law Number 23 of 2002. The defendant's exhibitionism, particularly in front of children, raises questions about the judge's classification of the crime. The research, utilizing normative methods and various data sources, explores this issue. The judge sentenced the defendant to 2 years in prison under Article 36 of the Pornography Law, but the author argues this ruling fails to consider most victims being children. Consequently, the author suggests that the perpetrator's sentence should be assessed under the Child Protection Law, potentially warranting aggravated or recalculated penalties.
Meningkatkan Peran Jaksa dalam Pembaharuan Hukum Pidana dan Menangani Kasus Penyalahgunaan Narkotika Golongan 1 Bintang, Cantika Ramadhani; Widjajanti, Ermania
AL-MIKRAJ Jurnal Studi Islam dan Humaniora Vol. 4 No. 02 (2024): Al-Mikraj, Jurnal Studi Islam dan Humaniora
Publisher : Pascasarjana Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37680/almikraj.v4i02.4995

Abstract

In handling class I narcotics abuse cases, a very precise role of the prosecutor is needed because in cases of narcotics abuse, the perpetrators are often immediately sent to prison, this is very ineffective. In this case, the role of the prosecutor is very important in handling cases to take legal action. In this case, there is a need for a policy of criminal law reform. The type of research used by the author is normative juridical which is descriptive in nature with secondary legal material sources using qualitative data collection techniques. As a result of this research, the author formulates how to increase the role of prosecutors in implementing criminal law reforms to handle class I narcotics abuse cases, then what are the main challenges faced by prosecutors in implementing criminal law reforms in law enforcement in class I narcotics abuse cases.
Ketidaktepatan Penerapan Hukum Pidana Adat dalam Pasal 2 KUHP Baru: Prespektif Teori Kepastian Hukum Komeni, Wirdi Hisroh; Widjajanti, Ermania
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 3 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i3.10586

Abstract

Pengakuan Hukum pidana adat membawa perubahan besar, sekaligus tantangan bagi hukum pidana Indonesia, salah satunya dengan di akuinya hukum adat sebagai instrument untuk mempidanakan seseorang, apabila norma yang termaktub dalam KUHP Baru tidak mengatur soal permasalahan tersebut maka pidana adat dapat digunakan. Ketidaktepatan dalam penerapan Hukum Pidana adat menimbulkan tafsiran yang bertentangan dengan asas legalitas. Implikasi yang muncul akibat dari penerapan pengakuan KUHP Baru yaitu terkait dengan tafsiran akan ketidakjelasan hukum adat yang belum terkodifikasi, dan sering berubah-berubah dalam setiap waktu kedepannya. Metode penilitian yang digunakan yaitu menggunakan pendekatan normatif yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Disusun berlandaskan atas data kepustakaan atau disebut juga sebagai data sekunder. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, penelitian yang memberikan data tentang suatu keadaan atau gejala-gejala sosial yang berkembang di tengah-tengah masyarakat sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis tentang objek yang akan diteliti.
Memerangi pencucian uang pejabat korup dengan melakukan perampasan aset dan pembuktian terbalik dalam pembaharuan hukum Sugiyatmo, Agus; Widjajanti, Ermania
Journal of Law, Administration, and Social Science Vol 4 No 6 (2024)
Publisher : PT WIM Solusi Prima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54957/jolas.v4i6.953

Abstract

Pencucian uang yang melibatkan pejabat korup menjadi salah satu tantangan utama dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam upaya memerangi praktik ini, strategi yang efektif dan komprehensif diperlukan. Artikel ini mengeksplorasi pendekatan perampasan aset dan pembuktian terbalik sebagai bagian dari pembaruan hukum untuk mengatasi pencucian uang yang dilakukan oleh pejabat korup. Konsep perampasan aset sebagai mekanisme untuk menghilangkan insentif keuangan bagi pejabat yang terlibat dalam tindak pidana korupsi. Teori pembuktian dan legal studi, khususnya konsep praduga tak bersalah, digunakan sebagai landasan untuk mengevaluasi efektivitas dan keadilan dari pendekatan ini. Menganalisis teori-teori pembuktian dan legal studi yang relevan untuk memahami kerangka konseptual yang mendasari perampasan aset dan pembuktian terbalik. Melalui analisis teoritis dan studi kasus, Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan konseptual dan peraturan. Dengan menyoroti sejumlah tantangan dalam implementasi perampasan aset dan pembuktian terbalik, termasuk keterbatasan hukum, kendala bukti, perlindungan hak asasi manusia, serta korupsi dalam penegak hukum. Namun demikian, penelitian ini juga menunjukkan potensi besar dari kedua pendekatan ini dalam memberantas pencucian uang pejabat korup jika didukung oleh pembaruan hukum yang tepat dan penguatan kapasitas institusi penegak hukum.
Reformasi Hukum Pidana Dalam Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi Membayar Upah Minimum Menggunakan Perhitungan Take Home Pay Kabes, Irianto; Widjajanti, Ermania; Anggraini, Anna Maria Tri
Journal of Law, Administration, and Social Science Vol 4 No 5 (2024)
Publisher : PT WIM Solusi Prima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54957/jolas.v4i5.954

Abstract

Perusahaan di Kudus membayar gaji karyawan di bawah UMR yang dimana terdapat lima perseroan terbatas membayar gaji tidak sesuai dengan standar Kota tahun 2023, bentuk penerapan sanksi terhadap perusahaan tersebut adalah pembinaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perhitungan gaji yang mengelabui UMK dengan perhitungan take home pay dan melihat subjek hukum pertanggungjawaban korporasi dengan adanya reformasi hukum pidana. Penelitian dilaksanakan melalui metode penelitian hukum normatif dan naratif, memanfaatkan data sekunder buat menganalisis secara kualitatif, dan  menyimpulkan yang akan terjadi dengan menggunakan akal deduktif. Hasil penelitian menujukan bahwa pembayaran upah minimum tidak sejalan dengan regulasi merupakan perbuatan pidana. Namun dalam implementasinya masih ada korporasi yang mengelabui aturan melalui perhitungan upah take home pay yang memasukan komponen upah pokok, tunjangan bersifat tetap dan tunjangan tidak bersifat tetap dalam upah minimum hal tersebut sudah dipastikan merupakan perbuatan tindak pidana. Pencegahan tindak pidana korporasi dapat dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan melalui preventif edukatif, represif non yustisial, represif yustisial, membayar upah di bawah standar minimum adalah pelanggaran hukum korporasi yang semula hanya di atur di luar KUHP. Dengan adanya reformasi aturan pidana yang memasukkan pertanggungjawaban korporasi menjadi subjek aturan yang pertanggungjawabannya dilakukan terhadap perusahaan, direktur atau pengurus yang menduduki jabatan fungsional, memberi petunjuk, pemegang kendali, dan/atau pemilik korporasi, melalui reformasi hukum pidana terdapat perubahan pidana dari paradigma absolut menjadi paradigma relatif. Di mana fokus pemidanaan bergeser dari pidana balas dendam menjadi pidana yang memperbaiki kerugian dengan dimasukan ketentuan tentang pembayaran ganti rugi.
Perkembangan pemidanaan anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia Kabes, Irianto; Widjajanti, Ermania
Journal of Law, Administration, and Social Science Vol 5 No 1 (2025)
Publisher : PT WIM Solusi Prima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54957/jolas.v5i1.1211

Abstract

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Palembang menuntut IS yang berusia 16 Tahun dengan tuntutan hukuman mati akibat perbuatan pelaku yang didakwa kasus penganiayaan dan pemerkosaan anak yang mengakibatkan kematian korban AA, Tuntutan Jaksa tersebut di tentang oleh berbagai kalangan civil society dan dianggap melanggar undang-undang, menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan tren peningkatan pada periode 2020 hingga 2023. Per 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sementara 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana, Jika berdasarkan data tersebut sebagian anak yang berkonflik dengan hukum akan diancam dengan hukuman mati, tentu hal tersebut sangat mengkuatirkan, karena tujuan pemidanaan anak adalah Terwujudnya peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan pemidanaan anak yang berhadapan dengan hukum, Penelitian dilaksanakan melalui metode penelitian hukum normatif, memanfaatkan data sekunder untuk menganalisis secara kualitatif dan  menyimpulkan yang akan terjadi dengan menggunakan akal deduktif, hasil penelitian menujukan  Pemidanaan mati sangat dihindari dalam kasus anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia. KUHP mengatur bahwa anak-anak yang diancam dengan pidana mati atau seumur hidup hanya dapat dijatuhi pidana penjara maksimal 15 tahun. Setelah Indonesia meratifikasi Convention on the Rights of the Child (CRC) melalui SPPA, pendekatan pemidanaan terhadap anak semakin bergeser dari pidana penjara ke pidana peringatan dan anak berhak untuk tidak dijatuhkan pidana atau pidana sumur hidup yang dimana ketentuan ini juga diakomodasi dalam KUHP Nasional yang baru disahkan. Jaksa penuntut umum yang menuntut IS berusia 16 Tahun dengan tuntutan hukuman mati jika dikaji dari Teori Legal System yakni Substansi Hukum (Legal Substance) merupakan salah satu bentuk pelanggaran peraturan perundang-undangan, Struktur Hukum (legal structure) aparat penegak hukum yang menangani anak seharusnya memenuhi kualifikasi khusus dan dari Budaya Hukum (legal structure) faktor masyarakat yang kurang memahami kesadaran dalam penegakan hukum yang berkaitan dengan pengetahuan hukum, pemahaman, sikap dan prilaku masyarakat dan Diperlukan peraturan yang bersinergi agar tujuan pemidanaan dapat benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik bagi anak yang berhadapan dengan hukum, sebagai bagian dari generasi penerus bangsa.