Claim Missing Document
Check
Articles

Prosiding Hukum Waris Menurut Adat di Indonesia Handayani, Emy; Sembiring, Rosnidar; Ginting, Sryani Br; Al Amruzi, HM Fahmi; Warjiyati, Sri; Sari, Zeti Nofita; Suprapto, Suprapto; Rato, Dominikus; Aseri, Muhsin; Hasan, Ahmadi; Aida, Nur; Wahidah, Wahidah; Marthin, Marthin; Salamah, Ummu; Ziyad, Ziyad; Muzainah, Gusti; Fidiyani, Rini; Pawana, Sekhar Chandra; APHA, Journal Manager
Jurnal Hukum Adat Indonesia 2021: Prosiding Webinar Hukum Waris Menurut Adat di Indonesia
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Trisakti - Jakarta Barat, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6031.397 KB) | DOI: 10.46816/jial.v0i0.37

Abstract

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga Prosiding Webinar Asosiasi Pengajar Hukum Adat dengan Tema "Hukum Waris Menurut Adat di Indonesia" yang diselenggarakan Lembaga Studi Hukum Indonesia bekerjasama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan APHA Indonesia dapat kami selesaikan. Webinar Nasional ini dibagi menjadi empat seri dalam 4 minggu, yaitu: Webinar seri 1 pada Minggu ke 1 Bulan Februari 2021 Webinar seri 2 pada Minggu ke 2 Bulan Februari 2021 Webinar seri 3 pada Minggu ke 3 Bulan Februari 2021 Webinar seri 4 pada Minggu ke 4 Bulan Februari 2021 Penyusunan prosiding ini dimaksudkan agar masyarakat luas dapat mengetahui dan memahami berbagai informasi terkait dengan penyelenggaraan seminar nasional tersebut. Informasi yang disajikan dalam prosiding ini meliputi berbagai perkembangan pelaksanaan hukum waris di beberapa daerah di Indonesia.
Pemberdayaan Paralegal Aisyiyah Ranting Sukodono dalam Pendampingan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak Sri Warjiyati
Dimas: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan Vol 17, No 2 (2017)
Publisher : LP2M of Institute for Research and Community Services - UIN Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.402 KB) | DOI: 10.21580/dms.2017.172.2425

Abstract

Research work and lecturer’s dedication that is realized with paralegal training activities to assist victims of violence against women and children. Facilitation of litigation and non litigation related materials to paralegals includes social analysis exercises, fact-finding, fact-organizing, reporting and briefing of formal and material law, among others criminal law, civil law, state administration law, criminal procedure law, civil and legal law state administrative events. Paralegals are taught so that they can mapping problems, building communication strategies, and networking to gain support in providing assistance to victims of violence. The next stage is for the continuous delivery of materials, training, and interaction between researchers and participants working together either directly or online until the participants have successfully accompanied them to the legal process. Kerja penelitian dan pengabdian dosen yang diwujudkan dengan aktivitas pelatihan paralegal untuk melakukan pendampingan korban kekerasan perempuan dan anak. Dilakukan fasilitasi materi terkait litigasi dan non litigasi kepada paralegal meliputi latihan analisis sosial, pencarian fakta, pengorganisasian fakta, laporan, dan pembekalan hukum formil dan materiil antara lain hukum pidana, hukum perdata, hukum administrasi negara, hukum acara pidana, hukum acara perdata dan hukum acara tata usaha negara. Paralegal diajarkan sehingga mampu melakukan pemetaan masalah, strategi komunikasi, dan membangun jejaring untuk mendapatkan dukungan dalam melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan. Tahap berikutnya adalah untuk penyampaian materi, pelatihan, dan interaksi terus menerus antara peneliti dan peserta bekerja sama baik secara langsung atau online sampai peserta berhasil melakukan pendampingan sampai menuju proses hukum. 
PENANGANAN TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN Sri Warjiyati
AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol. 4 No. 2 (2014): Desember 2014
Publisher : State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.17 KB) | DOI: 10.15642/al-hukama.2014.4.2.500-515

Abstract

Abstract: Violence against women in Indonesia has been recognized as a serious problem. Violence against women can be found everywhere such as in family, workplace, community and state, in the form of physic, psychology, sexual and economy. Perpetrators of violence against women can occur in various ways, ranging from individual, groups in society, and in a state institution with the main target toward women; children, adults, and including women with disabilities. It can be due to lack of knowledge and understanding of women to Undang-Undang No. 23 tahun 2004. Consequently, those who become the victim of violence are still trying to survive because of their fear to husband’s retaliation, the lack of shelter, their fear to the people’s negative assumption, their low self-confidence, and the reason of the children’s interest. In these difficult conditions, most wives still love their husband and defend their marriage. The awareness enhancement of law for women which is continually made might reduce the violence against women as mandated by Undang-Undang No. 23 tahun 2004.Abstrak: Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia telah diakui sebagai permasalahan yang serius. Kekerasan terhadap perempuan ini dapat ditemukan di mana-mana, baik di lingkungan keluarga, tempat kerja, masyarakat dan negara, dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Pelaku  kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi secara beragam, mulai dari perorangan, kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, maupun institusi-institusi negara dengan sasaran perempuan, baik anak, dewasa maupun usia lanjut, termasuk kaum perempuan penyandang cacat. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman perempuan terhadap UU No. 23 tahun 2004, sehingga mengakibatkan perempuan menjadi korban kekerasan tetap berusaha mencoba bertahan. Hal ini karena adanya rasa takut pembalasan suami, tidak adanya tempat berlindung, takut dicerca masyarakat, rasa percaya diri yang rendah, alasan kepentingan anak, dan sebagian isteri tetap mencintai suami mereka serta mempertahankan perkawinan. Peningkatan kesadaran hukum bagi perempuan yang terus menerus dilakukan diharapkan angka kekerasan terhadap perempuan dapat ditekan sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 23 tahun 2004.
Kewenangan Memutus Sengketa Lembaga di Dalam dan di Luar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sri Warjiyati; Novan Mahendra Pratama; Moh. Haliliyanto
El-Faqih : Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 8 No 1 (2022): EL FAQIH
Publisher : Institut Agama Islam (IAI) Faqih Asy'ari Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29062/faqih.v8i1.450

Abstract

This article is about who should have the authority to decide disputes between State Institutions. The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia implies the existence of Main State Institutions in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Outside of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, there are various forms and legal basis of Supporting State Institutions. Supporting State Institutions should support the duties of the Main State Institutions so that there is no miss-cooperative. In the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the Constitutional Court has attribution authority based on Article 24C paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and reaffirmed in Article 10 paragraph (1) letters a to d of the Law. Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court. Where the Constitutional Court has four powers, one of which is to decide disputes over the authority of state institutions whose authority is granted by the Constitution. The Indonesian nation, which adheres to a presidential system of government, also shows that the President, apart from acting as the Head of Government, can also act as the Head of State. In the case of the Head of State, it is not known what powers the President has. Therefore, this article tries to answer from a different point of view, who has more authority to decide disputes between the Main State Institutions and the Supporting State Institutions.
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PELAYANAN PUBLIK Sri Warjiyati
Hukum Islam Vol 18, No 1 (2018): HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARIAH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/hi.v18i1.5429

Abstract

Konsep good governance dalam tinjauan hukum Islam lebih mengarah kepada bagaimana cara mendayagunakan metode yang ditawarkan dalam ilmu Ushul Fikih untuk merumuskan asas-asas hukum Islam untuk merespons berbagai persoalan yang terjadi dalam pemerintahan.. Banyaknya persoalan, yang terjadi dalam tata kelola pemerintah, oleh karena itu kita dituntut untuk mengkaji realitas kondisi pemerintahan saat ini agar lebih baik, professional, bertanggungjawab, amanah,  salah satunya dengan cara membangun konsep good governance dengan harapan memberikan kontribusi bagi pengembangan tata kelola birokrasi yang lebih baik sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai dalam hukum Islam, seperti nilai kesetaraan, tasamuh(toleransi), keadilan (justice), kemaslahatan, musyawarah (syura), kejujuran (honesty), objektif (comprehensiveness) dan ini menjadi indikasi terbentuknya pemerintahan yang bersih dan baik (good and clean governance). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Usul Fikih sebagai landasan epistemologis dan filosofis dalam hukum Islam dengan menjabarkan teori baruushul Fikih sebagai aplikasi teori (applied theory) dalam menggali nilai-nilai menunju pelayanan publik dalam istilah lain dapat disebut clean governance dalam perspektif hukum Islam .
ABORSI PADA MASA IDDAH WANITA HAMIL UNTUK MEMPERCEPAT PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Sri Warjiyati
Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 12 No. 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ahwal.2019.12104

Abstract

AbstrakPerkawinan merupakan sebuah awal antara seorang laki-laki dan wanita untuk hidup bersama yang  mana perkawinan dalam sebuah negara di di atur dalam peraturan perundang-undangan. Perceraian merupakan salah satu bagian dalam sebuah perkawinan, karena perceraian tidak akan mungkin teradi tanpa perkawinan terlebih dahulu, perceraian merupakan akhir dari sebuah perkawinan yang mana kehidupan bersama antara suami istri telah berakhir. Dalam hal terjadinya sebuah perceraian ada sebuah masa untuk melangsungkan perkawinan yang di larang bagi si istri atau yang biasa di sebut dengan masa iddah. Iddah sendiri adalah waktu menunggu bagi seorang mantan istri yang telah di ceraikan oleh mantan suaminya, dan masa iddah wajib di jalani seorang wanita apabila ikatan perkawinannya telah terputus. Pada dasarnya bagi wanita hamil masa iddahnya adalah sampai dia melahirkan anak dalam kandungannya, dengan semakin berkembangnya kehidupan manusia  maka semakin berkembang pula permasalahan yang muncul di kehidupannya salah satunya adalah tentang pengguguran kandungan (aborsi) oleh wanita hamil untuk mempercepat masa iddahnya. Dalam penelitian ini penulis akan membahas bagaimana pandangan hukum islam terhadapa permasalahan mengenai pengguguran kandungan untuk mempercepat masa iddah.Kata Kunci: Pengguguran Kehamilan, Masa Iddah, Hukum IslamAbstract               The Marriage is a beginning between a man and woman to live together where marriage in a country is regulated in the legislation. Divorce is one part of a marriage, because divorce will not be possible without marriage first, divorce is the end of a marriage in which the common life between husband and wife has ended. In the event of a divorce there is a period of marriage which is forbidden for the wife or what is usually called the iddah period. Iddah itself is a waiting time for an ex-wife who has been divorced by her ex-husband, and a period of iddah is obliged to be lived by a woman if the marriage bond has been broken. Basically for a pregnant woman during her iddah period is until she gives birth to a child in her womb, with the growing development of human life, the more developed problems that arise in her life, one of which is about abortion by pregnant women to speed up their iddah period. In this study the author will discuss how the views of Islamic law regarding problems regarding abortion to accelerate the period of iddah. Keywords: Abortion of Pregnancy, Idle Period, Islamic Law 
Penataan Struktur dan Kewenangan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dalam Upaya Mewujudkan Pemilihan Umum yang Demokratis di Indonesia. Sri Warjiyati
ARISTO Vol 8, No 1 (2020): Januari
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (580.953 KB) | DOI: 10.24269/ars.v8i1.2403

Abstract

Pemilihan umum atau dalam istilah lain disebut Pemilu merupakan syarat yang mutlak untuk melaksanakan kedaulatan rakyat bagi negara demokrasi dan untuk mengokohkan dirinya sebagai negara demokratis. Sebuah Pemilu dikatakan demokratis atau tidak tergantung dari adanya badan atau lembaga penyelenggara Pemilu. Dalam rangka mewujudkan pemilu yang berkualitas dan berkapasitas, maka dibutuhkan lembaga penyelenggara pemilu yang profesional. Namun, hal tersebut akan sulit diwujudkan apabila antar lembaga pemilu itu sendiri yaitu antara “Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)” terus terjadi perbedan pendapat.  Perbedaan pendapat  ini terjadi karena adanya ketidakjelasan pengaturan penyelesaian masalah hukum pemilu yang tidak konsisten dan tidak pasti, terutama terkait mekanisme penyelenggaraan pemilu dalam lembaga penyelenggara pemilu sehingga pengaturannya harus diperbaiki dan secara tegas diperjelas tentang wewenang dan tanggungjawab masing-masing lembaga penyelenggara pemilu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Tujuan diadakannya penelitian ini sebagai kritik agar antara KPU, Bawaslu dan DKPP menjalankan kewenangannya dengan memperjelas mekanisme penyelenggara pemilu.  Dengan penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa antara KPU, Bawaslu, dan DKPP harus memperjelas wewenangnya dan tanggungjawab masing-masing agar tidak menimbulkan perbedaan pendapat yang mana akan menghasilkan pemilu yang tidak demokratis.
Analisis Yuridis Konsep Omnibus Law dalam Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Nyoman Nidia Sari Hayati; Sri Warjiyati; Muwahid
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 16 No 1 (2021): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/jhsk.v16i1.2631

Abstract

ABSTRAK Indonesia sebagai negara yang menganut sistem hukum civil law memiliki banyak sekali peraturan perundang-undangan mulai pusat sampai daerah. Dampaknya banyak terjadi tumpang tindih peraturan perundang-undangan baik secara vertikal maupun horizontal. Untuk menata peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih diperlukan adanya harmonisasi. Konsep omnibus law telah berhasil diterapkan di beberapa negara yang kebanyakan menganut sistem common law, namun Indonesia yang menganut sistem hukum civil law masih baru mengenal istilah ini. Dengan demikian permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimna konsep omnibus law dalam membangun harmonisasi perundangan dan apa saja hambatan yang dialami apabila konsep ini diterapkan di Indonesia.Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Kemudian dilakukan analisis terhadap semua bahan dengan metode deskriptif. Hasil dari penilitian ini menunjukkan bahwa harmonisasi perundang-undangan sangat penting dilakukan untuk pembangunan hukum dan demi terciptanya kepastian hukum di Indonesia. Namun untuk membuat Undang-Undang dengan konsep omnibus law memerlukan kajian mendalam dan melibatkan banyak pihak demi transparansi pembentukannya dupaya tidak menimbulkan permasalahan- permasalahan dan merugikan publik. Kata kunci: Omnibus Law, Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan.
Calon Perseorangan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sri Warjiyati
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 4 No. 01 (2014): April 2014
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.206 KB) | DOI: 10.15642/ad.2014.4.01.112-135

Abstract

Abstract: This article discusses the individual candidate in the general election of regional head in political jurisprudence perspective. Before the Mahkamah Konstitusis decision No. 5/PUU-V/2007 pointed out, the individual candidate could have enter the two political institutions; first, in the 2004 general election, the individual candidate competed to get into the institution of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia; second, Undang-Undang No. 11 tahun 2006 regarding with the Government of Aceh where the individual candidate could compete with the candidates promoted by the national political party in electing the regional head in all over Aceh. The decision of Mahkamah Konstitusi No. 5/PUU-V/ means that the local head election held in various regions can include the individual independent candidate. In political jurisprudence perspective, mechanism of the individual candidacy in the election has already in accordance with the concept of maslahah al-âmmah ie. hifdz al-ummah. In this case, any of the individual independent candidates who nominate themselves as the regional head cannot be discriminated and they deserve the right to nominate to be in line with the Mahkamah Konstitusis decision. Keywords: Candidate, individual, local election, jurisprudence, siyasah
Partisipasi Politik Perempuan Perspektif Hukum Islam Sri Warjiyati
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 6 No. 1 (2016): April 2016
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.797 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.1.1-27

Abstract

Abstract: This article discusses political participation of women from the perspective of Islamic law. In paricular, it will highlights a women political organization called KPPI (Kaukus Politik Perempuan Indonesia or Indonesian political women caucus). There are obstacles and challenges for improving women political participation due to personal, internal and external issues. For personal issues, the political awareness for women is relatively low which needs improvement. For internal perspective, not all available political parties gives space and opportunity for women political development, whereas externally, the improvement of women political participation is so limited that they do not participate in politics and do politics correctly. Islam provides equal opportunity for men and women in politics. This can be seen in many sex-neutral injunctions in the Holy Qur’an which commands amar ma’ruf nahi munkar (promote the good and prevent the evil). This command encompasses all aspects of life, including politics and state issues. Women are also responsible in this respect. Based on that, Islam provide ground for women to actively in politics. Keywords: women political participation, Islamic Law  Abstrak: Artikel ini membahas tentang partisipasi politik perempuan perspektif hukum Islam. Partisipasi politik perempuan di Indonesia tergabung pada Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI). Terdapat berbagai hambatan dan tantangan dalam upaya peningkatan partisipasi politik perempuan, baik secara personal, internal maupun eksternal. Secara personal, kesadaran berpolitik bagi perempuan relatif masih rendah, sehingga perlu ditingkatkan. Dari sisi internal, belum semua partai memberikan ruang dan kesempatan bagi pengembangan politik perempuan, sedangkan secara eksternal, peningkatan partisipasi politik perempuan masih mengalami banyak keterbatasan, sehingga perempuan masih relatif rendah untuk masuk dalam politik dan berpolitik secara benar. Islam memberikan kesempatan kepada kaum perempuan yang berkecimpung dalam kegiatan politik, ini bisa terlihat pada banyak ayat dalam al-Qur’an yang memerintahkan amar ma’ruf nahi munkar. Ini berlaku untuk segala macam kegiatan, tidak terkecuali dalam bidang politik dan kenegaraan. Perempuan juga turut bertanggungjawab dalam hal ini. Berdasarkan hal tersebut, maka perempuan dalam Islam juga memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik. Kata Kunci: partisipasi, politik, perempuan, hukum Islam.