Articles
76 Documents
Problematika Kawin Hamil Dalam Hukum Keluarga
Hidayat, Riyan Erwin
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i1.12327
Abstrak : Problematika kawin hamil membawa dampak pada status nasab anak dan hak warisnya. Ketika anak yang dilahirkan adalah perempuan, maka ayahnya tidak berhak untuk menjadi wali pernikahannya. Begitupun dengan kewarisannya, antara ayah biologis si anak akan menjadi konsekuensi berat yang akan diterima oleh orang tua dan anaknya nanti. Tulisan ini bertujuan untuk menjawab bagaimana konsekuensi hukum seorang yang melakukan kawin hamil menurut para ulama dari perbedaan hingga persamaan pendapat para ulama. Penelitian ini menggunakan bahan pustaka, kemudian dianalisa menggunakan teknik deksriptif kualitatif. Hasilnya Seorang yang berzina dan menikahi yang dizinai serta menghasilkan anak, apabila anak tersebut perempuan, maka ayah yang dulunya menikahi ibunya pasca berbuat zina maka tidak diizinkan untuk menjadi wali dalam pernikahan karena konsekuensi dari pada apa yang dia perbuat di masa lalu, dan anak tersebut akan dinikahkan oleh wali hakim yang ditunjuk oleh pemerintah.Kata Kunci : Problematika Kawin Hamil, Hukum Keluarga, Wali Hakim
Bakti Anak Perempuan Kepada Orang Tua Pasca Menikah
Zaki, Muhammad;
Maulani, Mita
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i1.12383
Abstrak : Bakti kepada orang tua (birrul walidain) hukumnya wajib bagi seorang anak dan terus berlanjut meskipun anak sudah berumah tangga dan memiliki istri atau suami. Permasalahan biasanya muncul tatkala orang tua butuh perhatian dan perawatan dari anak perempuannya, sedangkan sang anak sudah terikat menjadi istri dari seorang suami yang menuntut harus ditaati. Di masyarakat yang menganut budaya patriarki berlaku prinsip hak suami didahulukan daripada hak istri. Prinsip ini juga mendapatkan legitimasi dari hadis Nabi saw. Prinsip ini terkesan bias gender sehingga perlu kajian kritis. Artikel ini ingin melihat pendapat aktivis gender PSGA tentang bakti anak perempuan kepada orang tuanya pasca menikah, dengan cara wawancara kemudian menganalisa pendapat secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa hampir semua anggota berpendapat sama yaitu bakti seorang anak perempuan pada orang tuanya pasca menikah tetap wajib. Adapun mana yang harus diprioritaskan antara bakti pada orang tua dengan bakti pada suami, mayoritas berpendapat mendahulukan hak suami jika dalam kondisi normal. Namun dalam kondisi tertentu seperti orang tua dalam keadaan sakit maka bakti pada orang tua harus didahulukan. Menurut salah satu anggota PSGA hadis yang menerangkan bahwa hak suami harus didahulukan daripada hak orang tua perlu dipahami secara kritis dan kontekstual agar tidak terkesan bias gender, dan riwayat larangan istri keluar rumah tanpa izin suami walaupun untuk menengok orang tua yang sakit berstatus lemah (dha’if).Kata Kunci : Bakti Anak Perempuan, Bakti Kepada Orang Tua, Bakti Anak Pasca Menikah
Pandangan Urf Terhadap Tradisi Mitu Dalam Pesta Pernikahan Adat Batak
Gegana, Tomi Adam;
Zaelani, Abdul Qodir
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i1.12495
Abstrak : Artikel ini bertujuan untuk mengetahui praktik tradisi minuman pelengkap (mitu) dalam pesta pernikahan adat Batak di Kelurahan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung, dan menganalisis praktik tersebut dalam pandangan ‘urf. Hal ini dikarenakan masyarakat adat Batak yang ada di Kelurahan Tanjung Senang kota Bandar Lampung masih melaksanakan suatu kebiasaan/tradisi minuman pelengkap (mitu) dalam pesta pernikahan. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat deskriptif kualitatif dengan mewawancarai tiga tokoh adat batak. Analisa penulis bersandar pada teori urf. Temuan penulis adalah tradisi minuman pelengkap (mitu) yang dilakukan oleh masyarakat adat Batak yang ada di Kelurahan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung disebabkan keinginan masyarakat untuk melestarikan kebiasaan orang-orang terdahulu karena tradisi tersebut terdapat nilai yang menguntungkan bagi para pelaku tradisi, seperti menambah semangat, memeriahkan pesta pernikahan yang dilaksanakan dan mempererat kekerabatan. Tradisi minuman pelengkap (mitu) ini dilakukan pada saat berlangsungnya pernikahan yang diawali dengan acara marhata sinamot (membicarakan pemberian mas kawin) dan ulaon unjuk (pesta adat). Tradisi minuman pelengkap (mitu) termasuk dalam ‘urf fasid, suatu tradisi yang bertentangan dengan syari‟at Islam.Kata kunci: ‘urf, tradisi, mitu, Batak, pernikahan
Problematika Pembaruan Pernikahan pada Keluarga Eks Tenaga Kerja Indonesia
Muhammad, Hasanuddin;
Sapinah, Sapinah;
Firdawati, Linda
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i1.12720
Abstrak : Problematika pembaruan pernikahan pada keluarga eks Tenaga Kerja Indonesia merupakan upaya untuk mengurai masalah-masalah yang muncul ketika terjadi pembaruan pernikahan yang dilakukan oleh eks tenaga kerja Indonesia (TKI) di Desa Siom Kecamatan Limau Tanggamus yang sudah pulang ke kampung halaman. Artikel ini mencoba menjawab masalah dalam pembaruan pernikahan yang terjadi di Desa Siom dalam tiga aspek yaitu problem dalam perspektif hukum islam, hukum positif dan living law. Penelitian lapangan ini dilakukan dengan mewawancarai warga desa yang pernah menjadi TKI dan melakukan pembaruan pernikahan. Analisa dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif serta menggunakan pendekatan normatif analitik. Hasilnya pembaruan pernikahan yang dilakukan masyarakat Desa Siom secara hukum Islam sah apabila mendasarkan pada pendapat Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dan tidak sah jika mendasarkan pada pendapat Yusuf Al-Ardabili. Pembaruan pernikahan adalah bagian dari kepercayaan masyarakat dan aturan yang hidup dalam masyarakat. Dalam perspektif hukum positif pembaruan pernikahan tidak perlu dilakukan berdasarkan ketentuan tafsir ekstensif terhadap pasal 53 Kompilasi Hukum Islam.Kata Kunci : Pembaruan Pernikahan, Problem Nikah Ulang, Hukum Nikah Ulang
Analisis Terhadap Pemikiran Husein Muhammad Tentang Konsep Poligami
Mubarok, Muhammad Fuad;
Maimun, Maimun;
Sukandi, Ahmad
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i1.12757
Abstrak : Poligami adalah persoalan lama yang selalu menarik untuk diperbincangkan di berbagai kalangan. Husein Muhammad dalam bukunya berpendapat bahwa poligami bukan praktik yang dilahirkan oleh Islam. Jauh sebelum Islam datang, tradisi poligami telah menjadi salah satu bentuk praktik peradaban patriarkis. Pernyataan Islam atas poligami dilakukan dalam rangka mengeliminasi praktik ini, selangkah demi selangkah, hingga kelak praktik tersebut tidak ada lagi. Dua cara dilakukan al-Qur’an untuk merespon praktik ini: mengurangi jumlahnya dan memberikan catatan-catatan penting secara kritis transformatif, dan mengarahkannya pada penegakkan keadilan. Penelitian ini akan mengkaji Pemikiran Husein Muhammad tentang konsep poligami dalam buku Poligami: Sebuah Kajian Kritis Kontemporer Seorang Kiai dengan menggunakan bahan penelitian pustaka dan dianalisis menggunakan dekriptif-analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Husein Muhammad memperbolehkan poligami dengan syarat yang ketat yaitu mengenai keadilan. Penafsiran Husein Muhammad terhadap keadilan yang harus ditegakkan adalah keadilan secara material (al-qisṭ) dan mental-psikologis (al-‘adl). Jika dilihat dalam jangka panjang pemikiran ini adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk menutup pintu poligami secara perlahan dengan memperketat syarat-syaratnya. Karena puncak atau ujung dari kehendak Allah Swt. adalah monogami dan hal tersebut harus diperjuangkan secara terus menerus.Kata Kunci : Pemikiran, Husein Muhammad, Poligami.
Kontroversi Tradisi Shotel Dalam Perkawinan Masyarakat Adat Jawa
Putri, Novia Dwi;
Nur, Efa Rodiah;
Hermanto, Agus
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 4 No. 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v4i1.13746
Tradisi Shotel adalah tradisi yang melarang menikahi wanita yang salah satu orang tuanya sudah meninggal dunia. Tradisi ini telah menempatkan perempuan sebagai pihak yang mengalami kerugian. Padahal ketentua hukum Islam dan hukum positif tidak ada larangan pernikahan antara laki-laki dengan perempuan yang salah satu orang tuanya sudah meninggal dunia. Penelitian ini fokus pada isu tentang kontroversi tradisi shotel yang dilihat dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan sumber data utama yaitu data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan analisa dengen mengunakan deskriptif analitik. Tradisi shotel, dari segi hukum Islam dipandang sebagai urf fasid dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum positif. Masyarakat sebaiknya meninggal tradisi, selain karena bertentangan dengan hukum Islam dan hukum positif juga merugikan pihak perempuan
Persepsi Pelaku Perceraian Terhadap Cerai di Luar Pengadilan Agama
Maliki, Ibnu Akbar;
Mualifah, Lisna
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i2.14089
: Secara hukum, perceraian di Indonesia akan dianggap sah bilamana dilakukan melalui Pengadilan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam. Namun realitanya masih banyak terjadi praktik perceraian yang dilakukan di luar Pengadilan. Seperti halnya yang terjadi dalam masyarakat Kecamatan Way Serdang. Sebagian masyarakat masih enggan untuk melakukan perceraian di Pengadilan disebabkan kurangnya kesadaran hukum serta keyakinan masyarakat terhadap agama Islam yang tidak mengharuskan adanya prosedur perceraian sesuai yang diatur dalam Undang-Undang. Artikel ini membahas tentang persepsi pelaku perceraian tentang perceraian di luar Pengadilan Agama yang dilakukan masyarakat Kecamatan Way Serdang. Jenis penelitian ialah kualitatif deskriptif dengan pendekatan yuridis empiris. Data dikumpulkan dengan metode observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga praktik perceraian di luar Pengadilan Agama dalam masyarakat Kecamatan Way Serdang yakni melalui musyawarah keluarga, pengucapan talak/cerai yang disaksikan secara langsung oleh keluarga, dan melalui media telepon. Persepsi positif ditunjukkan oleh pelaku perceraian terhadap cerai di luar Pengadilan Agama, sedangkan persepsi negatif ditunjukkan terhadap cerai melalui Pengadilan Agama. Persepsi tersebut mereka tunjukkan baik dalam segi konsep hukumnya maupun dari praktis pelaksanannya.
Monogami dalam Tinjauan Mubadalah
Nur, Hanif Al-fauzi;
Hermanto, Agus;
Zaelani, Abdul Qodir
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i2.14281
Abstrak : Artikel ini membahas monogami sebagai sebuah asas dalam perkawinan dari konsep mubadalah . Pada asas perkawinan monogami dijelaskan bahwa asas ini merupakan sebuah cara untuk mencapai tujuan pernikahan yaitu menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah, dan sebagai cara untuk mencegah dampak buruk yang dapat merusak hubungan rumah tangga yang telah dibangun. Adapun permasalah yang diangkat adalah mengenai pengertian asas monogami, dan bagaimana penerapan asas monogami dalam perpsektif mubadalah. Adapun jenis penelitian ini adalah library research atau studi pustaka dengan menggunakan teknik deskriptis analisis. Sumber primer dalam penelitian ini adalah dari Qiraah Mubadalah dan juga dari sumber-sumber yang dapat mendukung dalam pembahasan ini, sedangkan data sekunder disesuaikan dengan kebutuhan dari penelitian, baik berupa buku, jurnal, dan dokumen tertulis lainnya. Hasil dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa asas monogami adalah sebuah asas yang hanya memperbolehkan satu lelaki hanya memiliki satu wanita sebagai isterinya, dan juga sebaliknya. Penerapan monogami dalam konsep mubadalah bahwa ayat yang menjelaskan mengenai poligami hanya diperkenankan pada kondisi sosial tertentu, yang mana pada ayat tersebut pada dasarnya menjelaskan mengenai keadilan dan juga agar tidak bersikap semena-mena terhadap para isteri dan lebih baik mempertahankan pernikahan monogami dan menjauhi poligami, hal ini guna untuk menghindari kemudhorotan yang akan terjadi dari dampak poligami, dan juga untuk menghindari rusaknya rumah tangga yang telah dibangun.
Implikasi Hukum Khulu’ Menurut Empat Madzhab Fiqh
Hadi, Bagus Kusumo;
Mukri, Mohammad;
Susilo, Edi
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i2.14347
Akibat putusnya perkawinan yang disebabkan dari khulu’ menimbulkan hukum yang berbeda yakni mengenai kedudukannya sehingga akan berbeda juga mengenai turunan akibat hukum yang lain. Ke-empat ulama madzhab Maliki, Hanafi dan Syafi’i dan Hambali berbeda pendapat apakah akibat khulu. adanya pandangan yang berbeda mengenai akibat hukum khulu’ di kalangan ulama salaf, penulis sangat tertarik meneliti masalah ini. Fokus penelitian adalah bagaimana akibat hukum khulu’ menurut empat madzhab? dan Apa persamaan dan perbedaan akibat hukum khulu’ menurut empat madzhab? Penelitian ini berjenis kepustakaan (library research) dengan pendekatan komparatif. Adapun hasilnya : pertama, madzhab Maliki, Hanafi, Syafi’i berpendapat bahwa khulu’ adalah thalaq meskipun di qoul qodim Imam Syafi’i mengatakan fasakh, akan tetapi dalam masalah hal ini dikedepankan ke qoul jadidnya yakni thalaq, sehingga ‘iddah sebagaimana ‘iddah tiga kali quru’ meskipun madzhab Syafi’i dan madzhab Maliki memaknai quru ialah tiga kali suci sedangkan madzhab Hanafi dan madzhab Hambali arti quru’ yakni tiga kali haidh. Madzhab Hambali berpendapat bahwa khulu’ adalah fasakh sehingga cukup iddah satu kali haidh, dikarenakan perbedaan penarikan pemahaman hukum pada dalil dan juga perbedaaan istinbath dalil. Kedua, perbedaan dari pendapat para madzhab ialah terhadap suami yang ingin rujuk dalam masa ‘iddah madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i mengatakan tidak ada rujuk dalam fase masa iddah karena tujuan khulu’ ialah menghilangkan mudhorot dari bahtera rumah tangga tersebut, madzhab Hambali mengatakan jika suami mengambil iwadh tersebut maka tidak ada rujuk dalam masa iddah, akan tetapi jika suami menolak iwadh dari istri maka suami memiliki hak rujuk meskipun itu tetap hukum fasakh. Persamaan madzhab Maliki, madzhab Hanafi, madzhab Syafi’i dan madzhab hambali yaitu khulu’ seperti bentuk jual beli yang saling ridha atau seperti Iqolah (pembatalan jual beli) sehingga tidak membutuhkan hakim di pengadilan.
Penanganan Masalah Anak Penyandang Kesejahteraan Sosial pada Masa Pandemi Covid-19
Hidayat, Eko;
Syukur, Iskandar;
Pradana Putra, Agus Iskandar
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 5 No. 1 (2024): Juni 2024
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v5i1.14365
Banyaknya anak jalanan di Provinsi Lampung ini menunjukkan adanya permasalahan kesejahteraan sosial yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, mengingat anak-anak merupakan generasi penerus dalam pembangunan sebuah bangsa. Kegagalan menangani anak jalanan sama artinya dengan membiarkan satu generasi yang hilang dalam mewujudkan kesinambungan pembangunan bangsa, sehingga diperlukan adanya penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang kebijakan penanganan anak penyandang masalah kesejahteraan sosial Di Provinsi Lampung Pada Masa Pandemi Covid-19. Hasil penelitian yaitu Model kebijakan penanggulangan anak jalanan yang dilaksanakan melalui model pendekatan berbasis panti sosial, model pendekatan berbasis keluarga, model pendekatan berbasis masyarakat dan model pendekatan berbasis semi panti sosial, telah dilakukan pemerintah Kota Bandar Lampung dan Kota Metro oleh pelaksana program dengan melibatkan beberapa instansi pemerintah dan swasta terkait dan masyarakat. Adapun faktor yang menghambat pelaksanaan program adalah Terbatasnya sumber daya manusia, Terbatasnya sarana dan prasarana, Sulitnya proses identifikasi, Sulitnya membina kesejahteraan penyandang sosial, minimnya tahap penyaluran ke keluarga.