cover
Contact Name
Ahmad Fauzan
Contact Email
elizdiwaj@radenintan.ac.id
Phone
+628996444357
Journal Mail Official
elizdiwaj@radenintan.ac.id
Editorial Address
Jln. Lektol H. Endro Suratmin, Sukarame, Bandar Lampung Rumah Jurnal Fakultas Syari'ah UIN Raden Intan Lampung
Location
Kota bandar lampung,
Lampung
INDONESIA
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law
ISSN : -     EISSN : 27460126     DOI : 10.24042/el-izdiwaj.v2i2.
Core Subject : Religion,
El Izdiwaj Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law jurnal yang membahas artikel dalam bidang hukum keluarga Islam dan hukum perdata dengan berbagai pendekatan
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 76 Documents
Perspektif Maslahah Mursalah Terhadap Pernikahan Suami Pada Masa Iddah Istri Pasca Surat Edaran DirjJen Bimas Islam Nomor: P-005/DJ.III/Hk.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa Iddah Istri Jayusman, Jayusman; Efrinaldi, Efrinaldi; Putra, Andi Eka; Bunyamin, Mahmudin; Faizi, Habib Nur
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i2.14525

Abstract

Penelitian ini menganalisis  permasalahan pengimplementasian Surat Edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: P-005/DJ.III/Hk.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa Iddah Istri Di Kantor Urusan Agama Kecamatan Seputih Mataram. Pada praktiknya, terdapat pernikahan mantan suami sebelum habisnya masa iddah istri. Fokus penelitian ini adalah bagaimanakah tinjauan maslahah mursalah terhadap Implementasi Surat Edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: P-005/DJ.III/Hk.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa Iddah Istri Di Kantor Urusan Agama Kecamatan Seputih Mataram. Kesimpulan penelitian ini bahwa Surat Edaran dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: P-005/DJ.III/Hk.00.7/10/2021 tidak dilaksanakan dengan baik di KUA Kecamatan Seputih Mataram sehingga dikhawatirkan akan mendatangkan kemudaratan pada pernikahan mantan suami tersebut. Hal ini  disebabkan menikah secara tergesa-gesa pada masa iddah mantan istri mengabaikan kesempatan berfikir secara jernih untuk membangun kembali rumah tangga yang baru pasca perceraian dari pernikahan sebelumnya.
Dispensasi Kawin Karena Alasan Hamil Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan Interprestasi Hakim Pengadilan Agama Amalia, Hanisa; Muhtadi, Muhtadi; Tisnanta, H. Soerya; Hamsiri, Hamsiri
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i2.14741

Abstract

Pasca pemberlakukan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 (UUP) yang menaikkan usia perkawinan menjadi 19 tahun berdampak meningkatnya permohonan Dispensasi Kawin (DK) di Pengadilan Agama Blambangan Umpu. Semangat undang-undang tersebut untuk mencegah perkawinan pada usia anak seringkali mendapat kendala dengan terjadinya kehamilan di usia anak yang mengharuskan segera dilangsungkannya perkawinan. Hal inilah menunjukan bahwa perkawinan pada usia anak masih banyak dilakukan oleh masyarakat. Permasalahan penelitian ini yaitu DK berdasarkan UUP, syarat permohonan DK, dan interpretasi hakim terhadap kondisi hamil sebagai alasan untuk mengabulkan permohonan DK. Jenis penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan peneletian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari lokasi penelitian dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa DK berdasarkan UUP dapat diajukan ke pengadilan dengan alasan sangat mendesak tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan; Pengajuan permohonan DK di Pengadilan Agama Blambangan Umpu harus disertai bukti-bukti pendukung yang cukup seperti surat keterangan kesehatan reproduksi calon pengantin dari tenaga kesehatan; dan Interpretasi hakim terhadap kondisi hamil adalah kondisi darurat yang tidak ada pilihan lain sehingga harus segera melaksanakan perkawinan. Keadaan darurat tersebut menjadi alasan dalam mengabulkan permohan DK dengan pertimbangan kepentingan terbaik bagi anak serta melihat kemaslahatannya
Tradisi Segheh Dalam Perkawinan Adat Lampung Perspektif ‘Urf dan Maslahah Mursalah Sofiana, Anis; Sinta, Pajar Ari; Gumiri, Erik Rahman; Musa, Nurhafilah
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i2.15231

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hukum tradisi segheh menurut ‘urf dan maslahah mursalah. Tradisi segheh sendiri adalah praktik pemberian materi berupa uang, hewan (kerbau atu sapi), emas ataupun benda-benda berharga yang diberikan dari pihak laki-laki pada pihak perempuan. Segheh diberikan laki-laki pada awal mengambil gadis Lampung Pepadun  marga Anak Tuha. Segheh diberikan atas kesepakatan antara laki-laki dan perempuan dimana kedudukan segheh menurut adat disamakan dengan mahar menurut hukum Islam. Pemberian segheh didasarkan pada status sosial atau Pendidikan calon mempelai wanita. Padahal dalam ketentuan hukum Islam penentuan mahar didasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan. Penelitian ini berbasis lapangan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan tokoh adat dan pelaku segheh, observasi dan dokumentasi. Tradisi segheh dalam perspektif ‘urf dan maslahah mursalah dinilai ada dampak kemudaratan yang cukup banyak, seperti:  menumpuknya hutang suami istri dan juga keluarga, sebab tradisi segheh yang sifatnya wajib dalam pernikahan adat Lampung Pepadun marga Anak Tuha memaksa calon mempelai pria untuk melaksanakannya. Jika kondisinya adalah dalam keterbatasan kemampuan keuangan yang menyebabkan pihak laki-laki mencari uang dengan banyak cara diantaranya dengan berhutang, bahkan tidak sedikit yang menjual atau menggadai aset pokok. Kemudaratan yang terdapat dalam tradisi segheh menyebabkan tradisi segheh termasuk ke dalam kategori ‘urf fasid danmaslahah mulghah. Untuk itu tradisi segheh yang dipaksakan padahal secara kapasitas pihak calon mempelai pria suami tidak mampu memenuhi harus ditiadakan karna hal tersebut lebih banyak mendatang mudarat.  Jika secara finansial pihak laki-laki mampu melaksanakan tradisi segheh, maka hal tersebut diperbolehkan karena membawa manfaat bagi kehidupan rumah tangga kedua pasangan. Terutama dalam membantu menyiapkan perlengkapan rumah tangga.
Prevention of Early Child Marriage in Karanganyar Zuhdi, Syaifuddin; Al Imais, Syafin; Astuti, Widi
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 4 No. 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v4i1.16004

Abstract

Perkawinan anak usia dini pada zaman modern ini telah menjadi tren dalam  kalangan masyarakat yang semakin tahun mengalami peningkatan. Sehingga dalam upaya mencegah perkawinan anak usia dini pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang  Perkawinan. penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-empiris dengan memadukan bahan-bahan hukum baik primer maupun sekunder dengan data primer yang diperoleh di lapangan. Implementasi Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang  Perkawinan dalam mencegah perkawinan anak usia dini di Kabupaten Karanganyar pelaksanaannya belum berjalan dengan baik, karena masih banyaknya kasus perkawinan anak usia dini dan adanya peningkatan permohonan dispesasi kawin yang terjadi di Kabupaten Karanganyar. Upaya DP3APPKB Kabupaten Karanganyar dalam mencegah perkawinan anak usia dini dilakukan melalui upaya preventif, kuratif, dan penguatan lembaga. Namun upaya ini belum berjalan secara maksimal, karena masih banyak hambatan serta belum didukung dengan adanya regulasi hukum yang mengatur pencegahan perkawinan anak usia dini di Kabupaten Karanganyar, saran rekomendasi yang dapat diberikan bahwa perlu adanya sinkronisasi peraturan-peraturan yang ada dan perlunya aturan pelaksana bagi setiap bidang, sehingga perkawinan usia dini dapat dicegah.
Pandangan Mazhab Imam Maliki dan Mazhab Imam Syafi’i tentang ‘Azl sebagai Upaya Pencegahan Berketurunan Pradikta, Hervin Yoki; Rodhiyah, Aizzatur; Dayani, Tiara Rica
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 4 No. 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v4i1.16343

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menemukan substansi pandangan Mazhab Imam Maliki dan Mazhab Imam Syafi’I tentang ‘azl. Kedua Imam Mazhab tersebut mempunyai persamaan dan perbedaaan pendapat tentang ‘azl sebagai upaya pencegahan berketurunan. Islam mensyariatkan umatnya untuk memelihara serta menjaga keturunan (hifdzul nasl) atau nasab melalui pernikahan sah. Memiliki anak merupakan salah satu (taqorrub) mendekatkan diri kepada Allah Subhanahuwata’ala serta menjaga sunnah Rasululullah SAW. Meskipun demikian, masih ada pasangan suami isteri yang enggan berketurunan. Ada sebagian dari masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa anak bukanlah investasi masa tua namun kewajiban untuk memberikan yang terbaik untuk anak adalah sebuah kewajiban sebagai orang tua. Sehingga, sebuah hubungan yang serius, sepasang kekasih perlu memikirkan untuk masa depannya. Termasuk, dalam hal memiliki keturunan.  Dalam hal upaya pencegahan berketuruanan salah satunya dengan melakukan ‘azl. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian “library research” atau studi pustaka yaitu metode pengumpulan data dengan cara memahami dan mempelajari teori-teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian. Penelitian ini bahan-bahan atau obyeknya diperoleh dengan cara menelaah data yang penulis dapatkan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis mengenai subyek yang diteliti. Hasilnya kedua Imam Mazhab sama-sama memperbolehkan menggunakan ‘azl sebagai upaya pencegahan berketurunan. Sedangkan yang menjadi perbedaan adalah pada segi pelaksanaannya, Mazhab Imam Maliki berpandangan bahwa seorang laki-laki tidak boleh melakukan ‘azl terhadap wanita merdeka kecuali dengan seizinnya. Imam Maliki merujuk kepada hadis sebagai dasar dan alasan boleh melakukan ‘azl. Sedangkan menurut pandangan Mazhab Imam Syafi`i praktek ‘azl diperbolehkan baik dengan persetujuan isteri maupun tidak. Hal ini karena Imam Syafi’I berpandangan bahwa isteri mempunyai hak dalam hubungan intim, namun tidak mempunyai hak dalam ejakulasi
Childfree Controversy in the Perspective of Islamic Law and Human Rights Febriansyah, Febriansyah
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 4 No. 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v4i1.16644

Abstract

Tulisan ini akan mengkaji tentang childfree dalam perspektif hukum Islam dengan pendekatan medis atau hak reproduksi dan Hak Asasi Manusia. Childfree diartikan sebagai kesepakatan suami-isteri untuk memilih atau menolak untuk tidak memiliki anak setelah adanya hubungan seksual dalam pasangan tersebut. Keberadaan fenomena childfree menuai kontroversi di kalangan pemikir hukum Islam. Sebab, hal tersebut dianggap bertentangan dengan salah satu fitrah manusia sebagai makhluk yang bereproduksi. Selain itu, childfree juga dianggap bertentangan dengan tujuan pernikahan, yakni sebagai sarana memperoleh keturunan. Perspektif seperti ini tentu perlu diperluas lagi, karena hanya memandang pernikahan sebatas pada fungsi reproduksi belaka. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak asasi manusia merupakan bentuk jaminan perlindungan dalam hukum terutama hak asasi perempuan, keputusan untuk childfree merupakan hal yang tidak mempengaruhi dalam hubungan pernikahan. Hal tersebut berkegantungan oleh tubuh perempuan. Oleh sebab itu, keputusan childfree ialah hak perempuan dan hak pribadi seseorang. Dalam hal ini hak reproduksi yang dimiliki oleh seorang perempuan, namun alangkah lebih baik jika proses kehamilan yang tidak memberikan dampak buruk bagi perempuan untuk mempertimbangkan lagi untuk menerapakn childfree dalam kehidupannya. Dalam perspektif hukum Islam, status hukum childfree menyesuaikan dengan kondisi dan penyebab keputusan tersebut diambil oleh pasangan suami istri
Distribution of Women's Functions as Family Heads from a Normative and Gender Perspective Ghummiah, Shivi Mala
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 4 No. 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v4i1.16691

Abstract

Pemahaman umum tentang konsep qiwama, menempatkan peran kepala keluarga berada pada laki-laki, sedangkan perempuan berperan pada ranah domestik. Dalam UU no. 1 Tahun 1974 dan KHI dinyatakan bahwa laki-laki adalah kepala keluarga, dan perempuan adalah ibu rumah tangga. Namun, realita sosialnya, banyak perempuan yang secara praktiknya bertanggung jawab sebagai kepala keluarga, misalnya janda sebab suaminya meninggal atau cerai, perempuan korban poligami, dan perempuan pencari nafkah utama. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), dengan menggunakan pendekatan gender. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan teori Mubadalah, keluarga dikepalai oleh laki-laki bukanlah hal mutlak, melainkan dapat disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan. Sehingga perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga tidaklah menyalahi hukum agama maupun perundang-undangan IndonesiaKata kunci: Perempuan, Kepala Keluarga, Gender.
Pergeseran Peran Anak Laki-Laki Tertua dalam Adat Lampung Saibatin Yulia, Deti; Ma’mun, Sukron; Maliki, Ibnu Akbar
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 4 No. 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v4i1.16722

Abstract

Dalam adat Lampung Saibatin, anak laki-laki disebut Pesesekh Nyawa, di mana ia adalah segalanya dan berperan penting dalam keluarga. Bila seseorang tidak memiliki anak laki-laki maka kurang sempurna hidupnya. Jadi, anak laki-laki sangat diutamakan didalam Adat Lampung Saibatin, karena mereka akan menjadi peyambung silsilah keluarga, ahli waris harta pusaka dan memelihara hukum adat. Penelitian ini bertujuan mengetahui pergeseran peran anak laki-laki tertua di Pekon Negeri Ratu Ngambur Kecamatan Ngambur Kabupaten Pesisir Barat menurut hukum keluarga Islam. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan bersifat deskriptif. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan observasi serta dianalisis dengan metode induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk pergeseran peran anak laki-laki tertua dalam Adat Lampung Saibatin, yaitu: Pertama, sebagai penerus gelar adat, anak laki-laki tidak lagi menginginkan menjadi penerus gelar adat dan tugas adat. Kedua, pergeseran peran sebagai ahli waris yang mana pembagiannya menggunakan hukum Islam dan musyawarah. Ketiga, pergeseran peran sebagai pemimpin dan pengayom keluarga, dikarenakan tanggungjawab keluarga tidak dipusatkan kepada anak laki-laki tertua dan fokus terhadap kehidupan keluarga masing-masing. Keempat, pergeseran sebagai wali nikah jika telah memenuhi syarat sebagai wali nikah dan senasab. Jika dianalisis menggunakan urf, maka hal tersebut diperbolehkan karena termasuk kedalam urf shahih, karena telah memenuhi syarat sebagai urf  (hukum kebiasaan)
Urgensi Tradisi Naikkah Rasan Dalam Perkawinan Adat Semende Hidayatullah, Syeh Sarip; Shella, Gina; Huda, Nurul
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 4 No. 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v4i1.16759

Abstract

Adat naikkah rasan ini cenderung mengikuti tradisi nenek moyang yang sangat perlu dilakukan. Di dalam masyarakat adat Semende, terutama di Desa Sekipi, Kecamatan Abung Tinggi hingga saat ini masih ada yang menerapkan sistem tradisi naikkah rasan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah pelaksanaan tradisi adat naikkah rasan dalam perkawinan di desa Sekipi? Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap tradisi naikkah rasan dalam perkawinan di desa Sekipi kecamatan abung tinggi Kabupaten Lampung Utara?. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field Reseach). Dalam hal ini, peneliti menganalisa praktek masyarakat terhadap tradisi naikkah rasan ini dan berbagai tanggapan mereka tentang perkembangan adat sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan tradisi naikkah rasan dalam perkawinan adat Semende di Desa Sekipi ini secara pelaksanaannya harus dilakukan. Bisa juga dikatakan wajib karena untuk mempertemukan calon mempelai pria dengan wanita untuk membahas berkenaan dengan penentuan rasan (Acara) yang juga menentukan hari akad pernikahan. Dalam pelaksanaan  tradisi naikkah  rasan  ini dipertemukannya  terlebih dahulu kedua belah pihak para orang tua dari pihak pria dan wanita untuk berkompromi atau mendiskusikan prihal pernikahan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Menurut tinjaun hukum Islam tradisi naikkah rasan dalam perkawinan adat semende yang dilakukan masyarakat adat semende di Desa Sekipi ini tidak bertentangan dengan hukum Islam. Karena tradisi naikkah rasan adalah suatu hal yang baik dilakukan sebelum perkawinan serta memperjelas suatu hubungan yang belum halal untuk menjadi suatu hubungan yang halal. Hal ini adalah suatu ajaran yang di perbolehkan dalam ajaran agama Islam. Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa acara ini dilakukan sebelum perkawinan. Yang bertujuan untuk memastikan kapan akan dilaksankannya dan mempererat jalin silaturahmi antar keluarga kedua belah pihak.
Fenomena Hidup Membujang dan Relevansinya dengan Hukum Islam Khusaini, Muhammad; Prasetyo, Bambang; Ali, Zezen Zainul
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 4 No. 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v4i2.19233

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi praktik membujang di masyarakat, alasan dan bagaimana agama mengatur praktik tersebut. Melaksanakan pernikahan berarti memenuhi perintah agama sekaligus memenuhi sunnah Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, jika seseorang memenuhi syarat-syarat untuk menikah, maka ia diperintahkan untuk menikah karena dengan menikah maka hidupnya akan lebih sempurna. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan penelitian ini bersifat deskriptif analitik. Metode penelitian ini bersifat fenomenologis, dan pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena hidup membujang diberi pengaruhi persiapan materi, mengalami kegagalan pernikahan dan trauma yang mendalam, serta terlalu fokus pada tanggung jawab dan pekerjaan. Dalam Islam, puasa merupakan jalan keluar bagi mereka yang tidak mampu membiayai biaya pernikahan, namun jika ada keadaan dimana seseorang sudah tidak mampu lagi menahan godaan syahwat dan tidak mampu membiayai biaya pernikahan, maka nikah menjadi wajib. Faktor-faktor tersebut dapat memberikan dampak yang beragam mulai dari dampak kesehatan, dampak psikologis, dampak sosial, keengganan menikah, hingga dampak keagamaan.