Articles
Public relations' disruption model on chatgpt issue
Kertati, Indra;
Sanchez, Carlos Y.T.;
Basri, Muhammad;
Husain, Muhammad Najib;
Winoto Tj, Hery
Jurnal Studi Komunikasi Vol. 7 No. 1 (2023)
Publisher : Faculty of Communications Science, Dr. Soetomo University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.25139/jsk.v7i1.6143
With the rising of AI technology, a new disruption occurred in society. Disruption can actually be a social phenomenon that exists even in Indonesian society. However, the current state is making the disruption become a commercial interest. A bold example is Tesla's AI Bot named Optimus in the @TeslaAIBot account and a new GPT used for Twitter commentaries called @ReplyGPT. Content Analysis was the methodology for this research, with crawling data related to ChatGPT from Twitter from December 2022-January 2023. Both served as the bridge between humans and AI, and both pushed awareness that there are other creatures than humans. The sequential explanatory design method will discover a new perspective of GPT as advanced technology. People realise that the closest thing that could change human civilisation is language models.
PEMBERDAYAAN KAPASITAS PENGURUS BINA KELUARGA BALITA (BKB), DAN BINA KELUARGA REMAJA (BKR) DALAM MEMENUHI HAK ANAK DI KOTA SEMARANG
Indra Kertati;
Setyohadi Pratomo
Community Development Journal : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 2 (2023): Volume 4 Nomor 2 Tahun 2023
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/cdj.v4i2.15272
Implementasi hak anak merupakan sebuah perwujudan penting dalam proses pembangunan di Indonesia. Pemerintah melalui RPJMN bahkan menjadi pemenuhan hak anak sebagai salah satu strategi dan arah kebijakan pembangunan Nasional. Pemerintah Kota Semarang telah memiliki komitmen yang kuat dalam pemenuhan hak anak, namun terkendala oleh ketersediaan SDM dan sumberdaya anggaran yang terbatas. Kondisi ini berpengaruh terhadap belum optimalnya kondisi Pemenuhan Hak Anak di Kota Semarang sehingga perlu adanya dukungan dari stakeholder dan masyarakat untuk dapat segera mewujudkan cita-cita sebagaimana dimaksud. Pengabdian Masyarakat ini disusun dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rangka mendukung pemenuhan hak anak, terkait dengan 3 (tiga) persoalan utama yang dirasa perlu untuk segera diselesaikan. Ketiga permasalahan tersebut adalah : 1) Belum semua anak memiliki Akta Kelahiran (masih terdapat 6,78%); 2) Belum dimanfaatkannya Lembaga Konsultasi Keluarga, dan 3) Tingginya angka kekerasan terhadap anak. Perlu adanya upaya akselerasi melalui mekanisme penjangkauan dan pendampingan secara partisipatif dalam rangka mendorong pencapaian pemenuhan hak anak pada 3 sektor dimaksud agar berjalan secara optimal di Kelurahan Meteseh. Hasil pendampingan masyarakat menunjukan peningkatan terhadap pemenuhan hak anak berupa dimilikinya Kartu Identitas Anak (KIA) dan kelembagaan yang ada menunjukan tanda semakin baiknya kualitas organisasi.
Pemberdayaan Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA) dalam Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Indra Kertati;
Setyohadi Pratomo;
Harsoyo
Perigel: Jurnal Penyuluhan Masyarakat Indonesia Vol. 1 No. 3 (2022): September: Perigel: Jurnal Penyuluhan Masyarakat Indonesia
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.56444/perigel.v1i3.884
Kekerasan kepada perempuan dan anak sudah pada kondisi yang memprihatinkan. Catatan Tahunan Komnas Perempuan periode 2012 – 2021 (10 tahun) menunjukkan terdapat 49.762 laporan kasus kekerasan seksual. Januari-November 2022 telah menerima 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik/komunitas dan 899 kasus di ranah personal. Menilik jumlah yang meningkat dari waktu ke waktu, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang memuat enam elemen kunci penghapusan kekerasan seksual. Upaya penegakan hukum melalui UUPTKS tidak dapat dilakukan sendiri, kehadiran stakeholder dalam penanganan kasus ini memberi kontribusi bagi pengurangan kekerasan. Kehadiran Jariangan Perlindungan Perempuandan anak (JPPA) menjadi alternatif dalam penanagan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Tujuan pemberdayaan ini adalah untuk menguatkan peran-peran stakeholder yang bergabung dalam JPPA dalam menfasilitrasi penanganan korban. Pemberdayaan ini untuk menjawab permasalahan tentang sejahun mana peran-peran JPPPA dalam pencegahan dan perlindungan perempuan dan anak yang mengalami kasus kekerasan.
Non Binary Options in Gender Choice (Perspective on Human Rights and Islamic Religion)
Indra Kertati*;
Desi Asmaret;
Fadil Mas’ud;
Muhammad Dheo Adrian Muhari;
Nety Novita Hariyani
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities Vol 6, No 3 (2023): Social, Political, and Economic History
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jr.v6i3.34211
Abstract: The Human Rights perspective and the Islamic perspective have quite significant differences in viewing non-binary options in gender choices. This research aims to specifically compare these two perspectives. This research is qualitative research with a comparative descriptive approach regarding human rights and Islamic views on non-binary options in gender choices. The data used in this research is secondary data. The data collection technique in this research uses the library research method. The analysis technique in this research uses analytical techniques for data collection, data selection, data reduction, and drawing conclusions. The results of this research show that from a human rights perspective there is no problem with the inclusion of non-binary options in gender choices. This is in line with the fundamental principles contained in human rights, namely regarding sexuality rights which include the right to privacy, the right to autonomy over oneself, and human rights. This is in contrast to the Islamic perspective which views human gender from a biological aspect as consisting of only two groups, namely men and women. Each group has its own limitations in carrying out worship and muamalah. Even if physically there are humans who are born with two genders. So you are required to choose the most dominant of the two things. Abstrak: Perspektif Hak Asasi Manusia dan perspektif Islam memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam memandang opsi non biner dalam pilihan gender. Penelitian ini bertujuan mengkomparassi secara seskriftif dua perspektif tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan desriftif komparatif mengenai pandangan Hak Asasi Manusia dan Islam terhadap opsi non biner dalam pilihan gender. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pustaka/library research. Teknik analisis dalam peneltian ini menggunakan teknik analisis pengumpulan data, seleksi data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitan ini menunjukkan, dalam perspktif Hak Assasi Manusia tidak mempermasalahkan masuknya opsi non biner dalam pilihan gender hal tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip fundamental yang ada dalam Hak Asasi Manusi yakni mengenai sexuality right yang meliputi hak atas privasi, hak otonom atas diri sendiri, dan hak asasi manusia. Berbanding trebalik dalam perspektif Islam yang memandang gender manusia dari aspek bilogis hanya terdiri darri dua golongan yakni laki-laki dan perempuan. Setiap golongan memiliki batasan masiing-masing dalam melaksanakan ibadah dan muamalah. Bahkan apabila secara fisik terdapat manusia yang terlahir dengan dua jenis kelamin. Maka diharuskan memilih salah satu yang paling dominan dari du hal tersebut.
Pendampingan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam Penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) Perangkat Daerah Kabupaten Grobogan
Indra Kertati;
Setyohadi Pratomo;
Rahmad Purwanto Widyastomo
Jurnal Suara Pengabdian 45 Vol. 1 No. 2 (2022): Juni: Jurnal Suara Pengabdian 45
Publisher : LPPM Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.56444/pengabdian45.v1i2.1020
Rencana Strategis (Renstra)merupakan dokumen yang disusun Organoisasi Perangkat Daerah (OPD) jangka menengah. Renstra merupakan dokumen perencanaan Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat tujuan, sasaran, program, kegiatan dan sub kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Perangkat Daerah serta berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam perkembangannya muncul Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 90 tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah jo Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) 050-5889. Melalui peraturan tersebut OPD dihadapkan pada ketentuan yang wajib dilaksanakan. Permasalahan yang dihadapi adalah belum semua perencana OPD memiliki kemampuan untuk dapat mengikuti ketentuan dalam Menyusun Renstra. Memahami Kepmendagri 050-5889 membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Kepmendagri 050-5889 berisi daftar Kegiatan dan sub kegiatan yang telah tertulis tiap sub kegiatan dengan indikator output. Kesulitan OPD adalah jika masalah yang ada di daerah tidak dapat diselesaian dengan panduang sub kegiatan yang ada di Kepmendari 050-5889. Oleh karena itu diperlukan pendampingan untuk memudahkan OPD dalam Menyusun Renstra. Metode pengabdian masyarakat ini menggunakan pendekatan partisipatif yaitu membuka kesempatan bagi OPD untuk mengembangkan kreativitas sekaligus mampu mengidentifikasi sub kegiatan untuk menyelesaikan masalah sesuai tugas dan fungsi yang diemban. Melalui pendampingan ini OPD akan ditunjukan strategi memahai Kepmendasri 050-5889 dan strategi Menyusun renstra. Tujuan pendampingan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman perencana di OPD dalam memahami hakekat Renstra, dan mendampingi agar Renstra yang disusun sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Public innovation from regional government after covid-19
Delipiter Lase;
Indra Kertati;
Agus Bambang Nugraha;
Bambang Irawan;
Wahyu Wirasati
Jurnal Komunikasi Profesional Vol. 7 No. 4 (2023)
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas dr. Soetomo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.25139/jkp.v7i4.6895
The COVID-19 pandemic has brought about unprecedented challenges to governments worldwide, necessitating innovative approaches to public administration and service delivery. This paper presents a case study conducted at Semarang Government, Indonesia, to explore the emergence of public innovation in the wake of the COVID-19 pandemic. The research methodology employed Content Analysis by Krippendorff to examine a wide range of textual data, including policy documents, official statements, and public communications. The study investigates how Semarang Government responded to the COVID-19 crisis by implementing innovative solutions, policies, and practices across various public sectors. The analysis aims to uncover the underlying themes, patterns, and trends in these innovative initiatives, shedding light on the strategies employed by regional governments to address the multifaceted challenges posed by the pandemic. The findings of this research not only contribute to our understanding of public innovation dynamics within regional governments but also provide valuable insights into the adaptability and resilience of public administrations in the face of global crises. Moreover, the application of Content Analysis by Krippendorff offers a robust and systematic approach for analyzing textual data, which can be replicated in similar studies to assess public innovation in different contexts.
Non Binary Options in Gender Choice (Perspective on Human Rights and Islamic Religion)
Indra Kertati*;
Desi Asmaret;
Fadil Mas’ud;
Muhammad Dheo Adrian Muhari;
Nety Novita Hariyani
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities Vol 6, No 3 (2023): Social, Political, and Economic History
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jr.v6i3.34211
Abstract: The Human Rights perspective and the Islamic perspective have quite significant differences in viewing non-binary options in gender choices. This research aims to specifically compare these two perspectives. This research is qualitative research with a comparative descriptive approach regarding human rights and Islamic views on non-binary options in gender choices. The data used in this research is secondary data. The data collection technique in this research uses the library research method. The analysis technique in this research uses analytical techniques for data collection, data selection, data reduction, and drawing conclusions. The results of this research show that from a human rights perspective there is no problem with the inclusion of non-binary options in gender choices. This is in line with the fundamental principles contained in human rights, namely regarding sexuality rights which include the right to privacy, the right to autonomy over oneself, and human rights. This is in contrast to the Islamic perspective which views human gender from a biological aspect as consisting of only two groups, namely men and women. Each group has its own limitations in carrying out worship and muamalah. Even if physically there are humans who are born with two genders. So you are required to choose the most dominant of the two things. Abstrak: Perspektif Hak Asasi Manusia dan perspektif Islam memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam memandang opsi non biner dalam pilihan gender. Penelitian ini bertujuan mengkomparassi secara seskriftif dua perspektif tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan desriftif komparatif mengenai pandangan Hak Asasi Manusia dan Islam terhadap opsi non biner dalam pilihan gender. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pustaka/library research. Teknik analisis dalam peneltian ini menggunakan teknik analisis pengumpulan data, seleksi data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitan ini menunjukkan, dalam perspktif Hak Assasi Manusia tidak mempermasalahkan masuknya opsi non biner dalam pilihan gender hal tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip fundamental yang ada dalam Hak Asasi Manusi yakni mengenai sexuality right yang meliputi hak atas privasi, hak otonom atas diri sendiri, dan hak asasi manusia. Berbanding trebalik dalam perspektif Islam yang memandang gender manusia dari aspek bilogis hanya terdiri darri dua golongan yakni laki-laki dan perempuan. Setiap golongan memiliki batasan masiing-masing dalam melaksanakan ibadah dan muamalah. Bahkan apabila secara fisik terdapat manusia yang terlahir dengan dua jenis kelamin. Maka diharuskan memilih salah satu yang paling dominan dari du hal tersebut.
Implementasi Smart Government Kota Surakarta
Indra Kertati
Public Service and Governance Journal Vol. 1 No. 1 (2020): Januari: Public Service and Governance Journal
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.56444/psgj.v1i1.588
Smart City bukan hanya tren untuk kota-kota besar, tetapi kebutuhan akan layanan publik yang cepat, murah, aman, dan dapat dipercaya. Tujuannya adalah untuk menganalisis pemerintahan pintar berbasis teknologi informasi sebagai implikasi dari smart city Kota Surakarta. Penelitian ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah dapat mengimplementasikan empat komponen dalam smart city yaitu: (1) government of a smart city, (2) smart decision-making, (3) smart administration and (4) smart urban collaboration. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pemerintah daerah telah menyediakan instrumen untuk keberhasilan infrastruktur kota pintar, sumber daya manusia, dan peraturan, tetapi dalam hal sumber daya manusia dan fasilitas infrastruktur belum optimal seperti yang diharapkan; (2) Respons publik terhadap pemerintahan cerdas tidak optimal, tetapi kelas menengah memiliki kemampuan untuk menggunakan dan berpartisipasi dalam pemerintahan cerdas; (3) Ada 16 Perangkat Daerah yang telah menyediakan layanan publik berbasis TI dengan berbagai bentuk layanan; (4) Permintaan akan layanan berbasis TI telah meningkat tajam dari sebelumnya sebagaimana dibuktikan oleh nilai SKM yang cukup baik dan (5) mayoritas aksesibilitas publik ke layanan publik rendah karena kerentanan ekonomi, sosial, usia dan keterjangkauan harga.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR 90 TAHUN 2018 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU KEMENTERIAN AGAMA DI KANWIL KEMENTRIAN AGAMA PROVINSI JAWA TENGAH
Indra Kertati;
Adhi Nur Setyo
Public Service and Governance Journal Vol. 1 No. 2 (2020): Juli: Public Service and Governance Journal
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.56444/psgj.v1i2.594
Kualitas pelayanan publik menekankan tiga hal yaitu berlandaskan pada nilai-nilai bersama, preferensi individu sebagai modal sosial, dan menjadi jembatan antara keinginan individu dan sosial sebagai tujuan sosial kolektif. Oleh karena itu peran besar dari penyedia layanan untuk menyediakan sistem, prosedur, mekanisme, sumberdaya manusia dan sarana prasarana untuk menjamin kualitas layanan yang terbuka, mudah, murah dan berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui implementasi KMA Nomor 90 Tahun 2018 pada Kementerian Agama di Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, menganalisis kualitas pelayanan publik pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan mendiskripsikan faktor - faktor yang mendukung dan menghambat implementasi. Hasil penelitian menunjukkan capaian implementasi KMA Nomor 90 Tahun 2018 terdapat 21 indikator yang sudah tercapai sesuai standar pelayanan dan ada 7 indikator yang belum tercapai. Indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pada PTSP Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah mendapatkan kategori sangat baik. Beberapa hal yang perlu ditingkatkan dari beberapa unsur pelayanan antara lain unsur maklumat pelayanan, penanganan pengaduan masyarakat, kemudahan mencapai/jangkauan dari tempat tinggal dan waktu penyelesaian. Faktor-faktor yang mendukung dalam implementasi KMA adalah standar pelayanan penyelenggaraan, sebagian besar sudah memenuhi standar pelayanan pada KMA sedangkan yang menghambat adalah belum dibuatnya petunjuk pelaksanaan pelayanan, standar operasional prosedur, struktur organisasi, visi misi dan motto layanan serta penyediaan sarana bagi masyarakat berkebutuhan khusus.
ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN GENDER (IPG) DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER (IDG) KOTA SURAKARTA
Indra Kertati
Public Service and Governance Journal Vol. 2 No. 1 (2021): Januari: Public Service and Governance Journal
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.56444/psgj.v2i1.597
Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) merupakan dua ukuran yang selalu digunakan untuk menilai keberdayaan perempuan dan kontribusi pembangunan kepada perempuan. Ukuran dalam IPG adalah sama dengan IPM yang menunjukan dua indikator dampak dalam pembangunan ini memiliki kesetaraan yang harus diwujudkan bersama. Kajian ini bertujuan untuk mengurai perkembangan IPG dan IDG untuk mengetahui factor dominan yang mempengaruhi keberadaan IPG dan IDG. Hasil ananlisis secara keseluruhan pencapaian IPG dan IDG Kota Surakarta menunjukan posisi diatas capaian rata-rata Provinsi Jawa Tengah. Meskipun mengalami penurunan, beberapa indikator pembentuk IPG dan IDG menunjukan posisi yang lebih baik daripada posisi Jawa Tengah bahkan nasional. Pada indikator yang berkontribusi terhadap menurunnya posisi IPG dan IDG, selain dipengaruhi factor eksternal yaitu kebijakan pemerintah, aksesibilitas perempuan terhadapsumberdaya pembangunan, juga karena belenggu stereotype bahwa perempuan harus berada di ranah public, tidak dapat dielakan. Oleh karena diperlukan langkah-langkah affirmatif untuk mewujudkan pencapaian IPG dan IDg yang terus meningkat dari waktu ke waktu, melalui peningkatan capaian indikator pembentuk.